PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

zat alc.if dari tablet dapat diatur mtuk tujuan tertentu (Banker &

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

OPTIMASIKOMBINASI MATRIKSHIDROKSIPROPIL METILSELULOSA DAN NATRIUM ALGINAT UNTUK FORMULA TABLET KAPTOPRIL LEPAS LAMBAT SISTEM FLOATING SKRIPSI

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Gambar. Daftar Lampiran. Intisari... BAB I. PENDAHULUAN..1. A. Latar Belakang.1. B. Perumusan Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

10); Pengayak granul ukuran 12 dan 14 mesh; Almari pengenng; Stopwatch;

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Gambar Selulosa Mikrokristal dari Nata de Coco

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

UJI FISIK FORMULASI TABLET FLOATING TEOFILIN DENGAN MATRIK HPMC

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daging lidah

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K

Formulasi dan Evaluasi Granul Gastroretentive Mukoadhesif Amoksisilin

OPTIMASI BAHAN POLIMER PEMBENTUK MATRIKS TABLET SUSTAINED RELEASE Na. DIKLOFENAK. Audia Triani Olii, Aztriana

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

Kentang. Dikupas, dicuci bersih, dipotong-potong. Diblender hingga halus. Residu. Filtrat. Endapan. Dibuang airnya. Pati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 %

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI TABLET PIROKSIKAM MENGGUNAKAN POLISORBAT 80

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak. kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa

LAMPIRAN A. Hasil Uji Mutu Fisik Granul

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

PERBANDINGAN MUTU TABLET IBUPROFEN GENERIK DAN MEREK DAGANG

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

OPTIMASI NATRIUM BIKARBONAT DAN ASAM SITRAT SEBAGAI KOMPONEN EFFERVESCENT PADA TABLET FLOATING NIFEDIPIN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Natrium CMC, HPMC K100M, dan Etil Selulosa terhadap Karakteristik Tablet Nifedipin dengan Sistem Penghantaran Mukoadhesif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

FORMULASI TABLET EKSTRAK BUAH PARE DENGAN VARIASI KONSENTRASI AVICEL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT Puspita Septie Dianita 1, Tiara Mega Kusuma 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FORMULASI TABLET PARASETAMOL MENGGUNAKAN TEPUNG BONGGOL PISANG KEPOK (Musa paradisiaca cv. Kepok) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI TABLET PERCOBAAN 2 EVALUASI GRANUL

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

PERBANDINGAN SIFAT FISIK TABLET SALUT CIPROFLOXACIN 500 MG MEREK GENERIK DAN MEREK DAGANG

PENGARUH PENGGUNAAN AEROSIL TERHADAP DISOLUSI TABLET ISONIAZID (INH) CETAK LANGSUNG ABSTRACT ABSTRAK

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

I. PENDAHULUAN. dan termasuk antiaritmia kelas IV. Diltiazem HCl diberikan secara oral untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

PENGEMBANGAN GRANUL GASTROMUKOADHESIF AMOKSISILLIN MENGGUNAKAN GUM ARAB, TRAGAKAN DAN GUM XANTHAN SERTA UJI PELEPASAN SECARA IN VITRO

Revika Rachmaniar, Dradjad Priambodo, Maulana Hakim. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Abstrak

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN AMILUM JAGUNG PREGELATINASI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET VITAMIN E

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

3 METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT Nursiah Hasyim 1, Mirawati 2, dan Sri Sulistiana 2 1 Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia, Makassar ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang Pengembangan formulasi tablet matriks gastroretentive floating dari Amoksisilin Trihidrat. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi tablet gastroretentive floating dari amoksisilin trihidrat yang memenuhi syarat dan memiliki waktu pengapungan yang lama di lambung. Penelitian ini dilakukan dengan membuat tiga formula tablet non efervescent dengan menggunakan variasi bahan pematriks yaitu HPMC dan NaCMC dengan konsentrasi masing masing formula 1 25% dan 3%, formula 2 30% dan 3,5% serta formula 3 35% dan 4%. Tablet dibuat dengan metode cetak langsung yang sebelumnya dilakukan evaluasi massa serbuk yaitu uji kecepatan alir, sudut diam dan kompresibilitas. Dan selanjutnya dilakukan evaluasi tablet akhir yaitu uji keseragaman bobot dan ukuran, uji kekerasan, uji kerapuhan, uji disolusi dan uji keterapungan. Hasil penelitian ini yaitu formula tablet I dan III memenuhi semua persyaratan sedangkan formula II tidak memenuhi syarat uji kerapuhan. Sedangkan formula yang memiliki sifat keterapungan yang paling baik adalah formula III. Kata kunci : tablet, matriks gastroretentive, amoksisilin trihidrat PENDAHULUAN Amoksisilin (α-aminohidroksi benzilpenisillin) adalah antibiotik semisintetik yang termasuk dalam golongan β-laktam, yang efektif untuk pengobatan infeksi bakteri terutama infeksi bakteri Helicobacter pylori yang merupakan bakteri penyebab utama penyakit radang lapisan lambung (gastritis). Secara umum, bakteri ini kebanyakan berada di lambung, Dengan demikian, konsentrasi dan waktu tinggal amoksisilin pada lambung harus efektif untuk memberantas secara tuntas bakteri H. pylori. Umumnya amoksisilin memiliki waktu tinggal yang pendek di lambung. Karena itu diperlukan waktu tinggal yang lebih lama oleh agen antimikroba yang diinginkan agar lebih efektif untuk memberantas bakteri Helicobacter pylori (1). Untuk mencapai tujuan di atas, maka amoksisilin harus diformulasi dalam suatu bentuk sediaan yang dapat bertahan lama di lambung. Penelitian terdahulu dan beberapa literatur menyebutkan bahwa telah dikembangkan bentuk sediaan baru yang dipertahankan di lambung dalam waktu yang lama dan dapat diprediksi pelepasannya. Bentuk sediaan yang bertahan di lambung, misalnya bentuk sediaan tablet gastroretentive, merupakan pilihan terapi baru yang penting (2). Salah satu jenis sediaan tablet gastroretentive adalah floating system, yang merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung di lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang dapat ditentukan (3). Berdasarkan uraian di atas, maka telah diformulasi sediaan tablet gastroretentive dari amoksisilin dengan system floating yang stabil dan memiliki sifat farmaseutik yang baik. METODE PENELITIAN Penyiapan Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan antara lain mesin kempa tablet single punch (Erweka), alat uji kekerasan tablet (Moesanto), alat uji kerapuhan tablet / friabilator, alat uji disolusi, alu, indikator ph universal (Nesco), corong, gelas piala 50 ml (Pyrex), gelas ukur 100 ml dan 1000 ml (Pyrex), gelas erlenmeyer 1000 ml (Pyrex), labu ukur 25 ml dan 100 ml (Pyrex), timbangan analitik dan spektrofotometer UV-VIS. Bahan-bahan yang digunakan antara lain aquadest, amoksisilin trihidrat, amoksisilin trihidrat baku, HCl, Hidroksi Propil Metil Cellulosa (HPMC), magnesium stearat, natrium klorida, natrium CMC, laktosa, talk. Rancangan formula Penelitian dilakukan dengan menggunakan amoksisilin trihidrat sebagai bahan aktif, 131

132 Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.3 November 2012, hlm. 131 138 kombinasi HPMC dan natrium CMC sebagai bahan matriks, magnesium stearat dan talk sebagai bahan pelincir dan pelicin, serta laktosa sebagai bahan pengisi. Rancangan formula selengkapnya pada tabel 1. Tabel 1. Rancangan formula tablet matriks gastroretentive floating dari amoksisilin trihidrat. Bahan (satuan) Amoksisilin Trihidrat (mg%) Komposisi dalam formula 250 250 250 HPMC (%) 25 30 35 NaCMC (%) 3 3,5 4 Magnesium stearat (%) 5 5 5 Talk (%) 1 1 1 Laktosa (%) 30,28 24,78 19,28 Pembuatan Formula Tablet Tablet dibuat secara kempa langsung. Untuk setiap formula, bahan-bahan ditimbang untuk pembuatan 100 tablet dengan bobot tablet sekitar 700 mg dengan dosis amoksisilin 250 mg/tablet. Amoksisilin dicampur dengan HPMC, natrium CMC, laktosa, magnesium stearat, dan talk, lalu digerus hingga homogen. Massa serbuk yang diperoleh lalu evaluasi kemudian dikempa menjadi tablet. Evaluasi Massa Serbuk Uji Sifat Alir dan sudut diam Sejumlah gram serbuk dimasukkan ke dalam corong uji waktu alir. Penutup corong dibuka sehingga serbuk keluar dan ditampung pada bidang datar. Waktu alir serbuk dicatat dan sudut diamnya dihitung dengan persamaan : α Uji kompresibilitas Sejumlah serbuk dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml dan dicatat volumenya sebagai Vo, kemudian dilakukan pengetukan sebanyak 500 kali, lalu dicatat kembali volumenya sebagai V, dan indeks kompresibilitas dihitung sebagai berikut: Evaluasi Tablet Uji keseragaman bobot Sebanyak 20 tablet ditimbang satu per satu, kemudian dihitung bobot rata-ratanya. Uji keseragaman ukuran Sebanyak 10 tablet diukur diameter dan tebalnya satu per satu dengan menggunakan penggaris, kemudian dihitung rata-ratanya. Uji kekerasan tablet Sebanyak 10 tablet secara bergantian diletakkan di antara ruang penjepit kemudian dijepit dengan memutar alat penekan, sehingga tablet kokoh ditempatnya dan petunjuk berada pada skala 0, melalui putaran pada sebuah sekrup, tablet akan pecah dan dibaca penunjuk skala pada alat tersebut. Uji kerapuhan tablet Sejumlah tablet yang telah dibebaskan dari debu ditimbang dan dimasukkan ke dalam friabilator. Mesin dijalankan dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit. Tablet dikeluarkan dan dibebasdebukan kembali, lalu ditimbang. Persentase kehilangan bobot menunjukkan kerapuhannya. Uji disolusi Tablet dimasukkan ke dalam labu yang berisi larutan lambung buatan sebagai medium. Pengaduk dayung diputar dengan kecepatan 50 putaran per menit. Suhu medium dijaga konstan 37 C dan volume medium disolusi adalah 900 ml. Sampel obat yang terlepas ke dalam medium diambil pada menit ke 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 180, 240, 300 dan 360. Setiap pengambilan sampel (5 ml), diganti dengan medium yang baru dengan volume yang sama dengan yang diambil sehingga volume medium selalu tetap. Tiap sampel yang diambil dari medium disolusi diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang serapan maksimum. Uji keterapungan Uji keterapungan dilakukan dengan mengamati secara visual. Tablet dimasukkan kedalam gelas kimia 50 ml yang berisi larutan HCl ph 1,2 lalu lama pengapungannya dicatat. Pembuatan medium disolusi I = x 100% Sebanyak 2,0 g natrium klorida P dilarutkan dalam 7,0 ml asam klorida P dan air secukupnya hingga 1000 ml. Larutan mempunyai ph lebih kurang 1,2 (4)

Nursiah Hasyim, dkk, Pengembangan Formulasi Tablet Matriks Gastroretentive Floating Dari Amoksisilin Trihidrat 133 Penyiapan kurva baku amoksisilin trihidrat dalam medium cairan lambung buatan (ph 1,2) Pembuatan larutan baku Sebanyak 50 mg amoksisilin baku dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu dilarutkan dengan medium cairan lambung buatan ph 1,2 dan dicukupkan sampai batas tanda, lalu dikocok homogen sehingga diperoleh larutan baku stok dengan konsentrasi 500 ppm. Selanjutnya dari larutan stok dipipet 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan ditambah dengan medium cairan lambung buatan ph 1,2 sampai garis tanda, maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 100 ppm. Selanjutnya dipipet 10 ml dari larutan induk baku untuk larutan konsentrasi 200 ppm, 15 ml untuk larutan 300 ppm dan 20 ml untuk konsentrasi 400 ppm. Penentuan panjang gelombang untuk serapan maksimum Serapan larutan kurva baku amoksisilin trihidrat pada konsentrasi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, kemudian ditentukan panjang gelombang serapan maksimum yang tercatat pada 271 nm. Pembuatan kurva baku Serapan dari masing-masing larutan hasil pengenceran 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm pada panjang gelombang maksimum dicatat, kemudian dibuat persamaan kurva baku amoksisilin trihidrat dengan menghubungkan nilai serapan (A) dan konsentrasi larutan baku (c) dalam persamaan garis lurus, A = a + bc. HASIL DAN PEMBAHASAN Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di lambung. Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut gastroretentive drug delivery system (GRDDS). GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung. Pemberian obat gastroretentive adalah sebuah pendekatan untuk memperpanjang waktu tinggal di lambung, sehingga menargetkan lokasi pelepasan obat secara spesifik pada saluran pencernaan untuk efek lokal atau sistemik. Bentuk sediaan gastroretentive bisa tetap di wilayah lambung dalam periode yang lama dan secara signifikan memperpanjang waktu tinggal obat di lambung. Pada penelitian ini digunakan amoksisilin trihidrat. Adapun ciri-ciri obat yang dapat dibuat dalam bentuk sediaan gastroretentive adalah 1) Obat yang secara lokal aktif di dalam lambung, misalnya misroprostol, antasid, 2) Obat yang penyerapannya kecil pada saluran pencernaan, misalnya L-dopa, para aminobenzoic acid, furosemid, riboflavin, 3) Obat yang tidak stabil dalam lingkungan usus atau kolon, misalnya kaptopril, ranitidin HCl, metronidazol, 4) Obat yang dapat membasmi mikroba patogen di lambung, misalnya antibiotik yang aktif terhadap Helicobacter pylori, 5) Obat yang menunjukkan kelarutan yang rendah pada ph yang tinggi, misalnya diazepam, klordiazepoxid, verapamil HCl. Pada penelitian ini, amoksisilin trihidrat diformulasi dalam bentuk tablet matriks gastroretentive floating dengan menggunakan kombinasi matriks HPMC dan NaCMC. Bahan matriks yang di rekomendasikan untuk formulasi sistem floating adalah polimer eter selulosa, khususnya hidroksi propil metil selulosa dan turunannya (5). Sedangkan Natrium CMC digunakan untuk membantu kerja HPMC, sehingga digunakanlah variasi bahan matriks. Penelitian ini dibuat dalam tiga konsentrasi matriks yang berbeda dengan konsentrasi amoksisilin yang sama yakni 250 mg/tablet. Pada formula 1 digunakan konsentrasi HPMC 25% dan NaCMC 3%, formula 2 : HPMC 30% dan NaCMC 3,5%, dan formula 3 : HPMC 35% dan NaCMC 4%. Selain itu bahan lain yang juga digunakan adalah magnesium stearat dan talk sebagai pelincir dan pelicin serta laktosa sebagai bahan pengisi. Semua bahan untuk masing-masing formula dicampur hingga menjadi massa serbuk yang homogen. Setelah semua bahan tercampur dan menjadi massa serbuk yang baik, dilakukan evaluasi massa serbuk yaitu kecepatan alir, sudut diam, dan kompresibilitas. Dari uji kecepatan alir diperoleh nilai ratarata untuk masing-masing formula 1, 2 dan 3 yaitu 4,46 g/detik, 4,56 g/detik dan 4,69 g/detik, seperti yang disajikan dalam tabel 2. Ini menunjukkan bahwa ketiga formula memiliki kecepatan alir yang baik dan termasuk ke dalam kategori bebas mengalir. Kecepatan alir granul mempengaruhi proses pengempaan, yaitu kecepatan alir yang baik dapat menghasilkan tablet dengan bobot yang seragam sehingga keseragaman dosis akan tercapai. Tabel 2. Hasil uji kecepatan alir serbuk formula tablet gastroretentive amoksisilin. Replikasi Kecepatan Alir (g/det) 1 4,86 4,54 4,85 2 3,57 5,00 4,46 3 4,96 4,16 4,76 Total 13,39 13,70 14,07 Rata-Rata 4,46 4,56 4,69

134 Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.3 November 2012, hlm. 131 138 Selanjutnya sudut diam diperoleh 17,42 untuk formula 1; 16,71 untuk formula 2 dan 17,02 untuk formula 3 (tabel 3). Besarnya sudut diam dipengaruhi oleh kecepatan alir. Sudut diam merupakan hasil tangensial dari sudut yang dibentuk oleh aliran serbuk. Secara teoritis, nilai sudut diam yang didapatkan merupakan nilai yang memenuhi syarat granul/serbuk yang baik, sebagaimana dipaparkan bahwa nilai sudut diam yang baik yaitu kurang dari 20 40, di atas 50 serbuk akan sulit mengalir (6). Tabel 3. Hasil pengukuran sudut diam serbuk formula tablet gastroretentive amoksisilin. Replikasi Sudut Diam ( o ) 1 16,17 15,64 15,10 2 17,53 19,39 19,79 3 18,57 15,10 16,17 Total 52,27 50,13 51,06 Rata-Rata 17,42 16,71 17,02 Pada pengujian kompresibilitas diperoleh kompresibilitas untuk formula 1 adalah 19,25%, formula 2 sebesar 19,96% dan formula 3 sebesar 18,5% (tabel 4). Uji kompresibilitas dilakukan untuk melihat bagaimana ikatan antar serbuk. Nilai kompresibilitas yang besar menunjukan ikatan antar massa serbuk yang buruk. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa formula 2 memiliki indeks kompresibilitas yang paling besar di antara formula yang lain. Dengan demikian, meskipun dikempa dengan kekuatan pencetakan yang sama dengan formula lain, namun tablet yang dihasilkan dari formula 2 bersifat kurang mampat sehingga tidak sekeras tablet formula yang lain. Tabel 4. Hasil uji kompresibilitas serbuk formula tablet gastroretentive amoksisilin. Replikasi Kompresibilitas (%) 1 19,75 20,9 19 2 18 19 18,5 3 20 20 18 Total 57,75 59,9 55,5 Rata-Rata 19,25 19,96 18,5 Setelah dilakukan evaluasi, massa serbuk kemudian dikempa menjadi tablet. Metode yang digunakan yaitu metode kempa langsung. Karena metode kempa langsung merupakan metode yang dapat menghasilkan tablet yang terbaik. Dalam metode kempa langsung dihasilkan tablet dengan ukuran dan bobot yang seragam dan juga karena sifat alir dari massa serbuk ketiga formula tersebut telah memenuhi persyaratan sehingga metode kempa langsung di anggap metode cetak tablet yang terbaik dalam penelitian ini. Hasil uji keseragaman bobot menunjukkan pada formula 1 bobot rata-rata tablet 0,693 g, formula 2 sebesar 0,682 g dan formula 3 sebesar 0,686 g (tabel 5). Ketiga formula tablet memenuhi syarat keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia yakni tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobot rata-ratanya lebih besar dari 5 % dan tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih dari 10 %. Tabel 5. Hasil uji keseragaman bobot tablet gastroretentive amoksisilin. Tablet Bobot tablet (gram) 1 0,68 0,66 0,71 2 0,73 0,65 0,65 3 0,75 0,66 0,71 4 0,76 0,63 0,65 5 0,68 0,67 0,62 6 0,69 0,68 0,68 7 0,70 0,67 0,68 8 0,72 0,68 0,70 9 0,70 0,68 0,68 10 0,73 0,68 0,72 11 0,66 0,70 0,67 12 0,68 0,73 0,73 13 0,67 0,68 0,72 14 0,68 0,67 0,73 15 0,68 0,70 0,68 16 0,71 0,72 0,67 17 0,68 0,67 0,70 18 0,66 0,70 0,65 19 0,65 0,68 0,72 20 0,65 0,73 0,66 TOTAL 13,86 13,64 13,73 Rata-rata 0,693 0,682 0,686 Syarat Tidak boleh lebih dari 2 tablet yang bobotnya lebih besar 5% dari bobot ratarata dan tidak boleh ada satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10% dari bobot rata-rata Uji keseragaman ukuran tablet menunjukkan bahwa formula 1 memiliki diameter rata-rata 1,2 cm dan tebal 0,4 cm. Begitu pula dengan formula 2 dan 3 (tabel 6). Ketiga formula tablet memenuhi persyaratan keseragaman ukuran yakni kecuali dinyatakan diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1 / 3 tebal tablet (7).

Nursiah Hasyim, dkk, Pengembangan Formulasi Tablet Matriks Gastroretentive Floating Dari Amoksisilin Trihidrat 135 Kecepatan alir massa serbuk yang baik berperan dalam keseragaman ukuran karena memungkinkan pengisian serbuk yang seragam ke dalam ruang pencetakan. Tabel 6. Hasil uji keseragaman ukuran diameter (D) dan tebal (T) tablet gastroretentive amoksisilin Tablet D T D T D T 1 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 2 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 3 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 4 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 5 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 6 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 7 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 8 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 9 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 10 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 TOTAL 12 4 12 4 12 4 Rata-rata 1,2 0,4 1,2 0,4 1,2 0,4 Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet terhadap pengikisan dan goncangan. Tablet yang mudah rapuh dan pecah pada pengemasan dan transportasi akan kehilangan keindahan dalam penampilannya. Uji kerapuhan berhubungan dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukaan tablet. Semakin besar persentase kerapuhan, maka makin besar massa tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi kadar zat aktif yang terdapat di dalam tablet. Uji kerapuhan terhadap ketiga formula tablet yang diproduksi menunjukkan formula 1 memiliki kerapuhan 0,82%, formula 2 sebesar 1,32% dan formula 3 sebesar 0,43% (tabel 8). Syarat kerapuhan tablet tidak lebih dari 1 % (6). Berdasarkan hasil ini hanya formula 2 yang tidak memenuhi syarat karena memiliki kerapuhan di atas 1%. Hal ini disebabkan karena formula 2 memiliki kompresibilitas yang lebih tinggi dari formula 1 dan 3 sehingga menyebabkan formula 2 bersifat lebih rapuh dibandingkan dengan formula lainnya. Tabel 8. Hasil uji kerapuhan tablet gastroretentive amoksisilin Formula Kerapuhan (%) Syarat Syarat Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1 / 3 tebal tablet F 1 0,82 F 2 1,32 Kurang dari 1% Hasil uji kekerasan tablet menunjukkan rata-rata untuk formula 1 sebesar 6 kgf, formula 2 sebesar 5,75 kgf dan formula 3 sebesar 6,8 kgf (tabel 7). Kekerasan tablet berbeda-beda antar formula, hal ini menunjukkan bahwa masingmasing formula memiliki sifat kompaktibilitas yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi bahan matriks yang digunakan untuk tiap formula. Umumnya tablet tanpa salut mempunyai daya kekerasan sekitar 4 7 kgf. Jadi, ketiga formula tablet memiliki kekerasan yang memenuhi syarat. Tabel 7. Hasil uji kekerasan tablet gastroretentive amoksisilin Kekerasan tablet (kgf) Tablet 1 6 4,5 8 2 11 6 8 3 5 6,5 4,5 4 6 6 6,5 5 8 4,5 6 6 3,5 10 8 7 6 4,5 6,5 8 6 6 8 9 4,5 4,5 5 10 4 5 7,5 TOTAL 60 57,5 68 rata-rata 6 5,75 6,8 F 3 0,43 Uji keterapungan merupakan evaluasi penting dari sediaan sistem mengapung. Sediaan harus dapat mengapung secepat mungkin setelah sediaan dimasukkan ke dalam medium dan harus dapat tetap mengapung selama mungkin di dalamnya. Pada saat uji keterapungan diamati floating lag time, yaitu periode waktu antara masuknya tablet ke dalam medium sampai mengapungnya tablet. Selain itu diamati pula lamanya tablet mengapung di dalam medium. Tablet mengapung yang dibuat pada penelitian ini menggunakan sistem noneffervescent. Mekanisme keterapungan tablet disebabkan karena mengembangnya lapisan matriks ketika berkontak dengan cairan lambung setelah pemberian oral, lapisan matriks ini akan membentuk lapisan gel di sekitar tablet. Struktur gel bertindak sebagai reservoir untuk obat yang akan dilepaskan perlahan dan dikontrol oleh difusi melalui lapisan gel. Hasil dari uji keterapungan adalah formula 1 memiliki floating lag time selama 27 detik dan dapat mengapung selama 12 jam 10 menit, formula 2 selama 13 detik dan dapat mengapung selama 15 jam, dan formula 3 selama 13 detik dan dapat mengapung selama 20 jam (tabel 9). Menurut teori keterapungan, tablet yang baik yang dihasilkan dari metode sistem mengapung adalah apabila tablet tersebut memiliki floating lag time yang cepat dan mempunyai waktu mengapung

Serapan, A 136 Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.3 November 2012, hlm. 131 138 yang lebih lama. Berdasarkan hal tersebut maka formula 3 merupakan formula paling lebih baik dibandingkan dengan formula lainnya karena memiliki floating lag time yang baik di dalam medium dan lama mengapung yang cukup lama. Tabel 9. Hasil uji keterapungan tablet gastroretentive amoksisilin pada medium cairan lambung buatan dengan ph 1,2 Formula Floating lag time Lama sediaan mengapung F 1 27 detik 13 jam 10 menit F 2 13 detik 15 jam F 3 13 detik 20 jam Uji disolusi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat disolusi tipe 2 (Tipe dayung) dengan kecepatan 50 rpm. Uji disolusi menggunakan medium cairan lambung buatan dengan ph 1,2 dengan volume 900 ml dan temperatur dijaga konstan pada 37 o C. Pengujian dilakukan selama 6 jam dengan pengambilan sampel cairan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 180 240, 300 dan 360. Setiap pengambilan, medium diganti sebanyak medium yang diambil. Hasil uji disolusi dari ketiga formula menunjukkan bahwa ketiganya melepaskan obat dengan kadar 67,26 85,17% selama 6 jam. Laju pelepasan obat paling lambat terjadi pada formula 3, yaitu selama 6 jam amoksisilin yang dilepaskan mencapai 67,26%, sedangkan laju pelepasan obat paling cepat terjadi pada formula 1, yaitu selama 6 jam amoksisilin yang dilepaskan mencapai 85,17% (tabel 10). Hal ini berarti formula 3 (matriks HPMC 35% dan Natrium CMC 4%) merupakan formula yang dapat menahan pelepasan obat lebih lama dibandingkan dengan formula yang lain. Tabel 10. Hasil uji disolusi tablet gastroretentive amoksisilin pada medium cairan lambung buatan ph 1,2 Waktu Rata-rata % terdisolusi sampling, t (menit) 15 29,40 27,27 16,67 30 31,82 29,42 18,36 45 32,04 30,02 19,92 60 41,81 34,58 22,03 75 49,68 38,89 23,31 90 49,95 40,31 26,64 105 52,63 45,32 27,19 120 52,92 52,76 33,33 180 61,66 53,27 40,09 240 66,80 61,96 48,70 300 76,76 68,69 56,56 360 85,17 81,46 67,26 Pada penentuan panjang gelombang untuk serapan maksimum, tercatat panjang gelombang 271 nm yang menghasilkan serapan maksimum dari larutan baku amoksisilin yang diukur. Selanjutnya serapan dari masing-masing larutan hasil pengenceran 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm pada panjang gelombang maksimum dicatat, kemudian dibuat persamaan kurva baku amoksisilin trihidrat dengan menghubungkan nilai serapan (A) dan konsentrasi larutan baku (c), dan diperoleh persamaan A = 0,003c + 0,003, dengan koefisien regresi (R) = 0,998 (Tabel 11 dan gambar 1). Tabel 11. Hubungan konsentrasi larutan baku amoksisilin dengan serapan yang diukur pada panjang gelombang 271 nm. Konsentrasi (c) Serapan (A) 100 ppm 0,29454 200 ppm 0,56661 300 ppm 0,81912 400 ppm 1,10750 500 ppm 1,42200 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 Gambar 1. Kurva baku hubungan konsentrasi larutan baku amoksisilin dengan serapannya pada panjang gelombang 271 nm KESIMPULAN A = 0,003c + 0,003 R² = 0,998 0 100 200 300 400 500 Konsentrasi, c (ppm) 1. Tablet yang memiliki sifat keterapungan yang paling baik adalah formula 3 dengan Floating lag time 13 detik dan mengapung selama 20 jam. 2. Formula tablet 1 dan 3 memenuhi syarat berdasarkan uji keseragaman bobot, ukuran, uji kekerasan dan kerapuhan sedangkan formula 3 memenuhi syarat uji keseragaman bobot, ukuran, uji kekerasan tetapi tidak memenuhi syarat uji kerapuhan.

Nursiah Hasyim, dkk, Pengembangan Formulasi Tablet Matriks Gastroretentive Floating Dari Amoksisilin Trihidrat 137 DAFTAR PUSTAKA 1. Vinay, P., Sarasija,S.C., and Hemanth, J. 2010. Gastroretentive Drug Delivery System in vitro evaluation. International Journal of Pharma and Bio Sciences, 2-6. 2. Garg, R., and Gupta, G.D. 2008. Progress in controlled gastroretentive delivery systems. Trop. J Pharm Res, 7, 2-3. 3. Gohel, M.C. 2004. A more relevant dissolution method for evaluation of floating drug delivery system. www.dissolutiontech.com/200411article/a03.pdf, diakses tanggal 6 maret 2012. 4. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia, ed.4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 5. Saifullah, S. 2008. Eksipient untuk sediaan tablet. www.saifullah.staff.ugm.ac.id/?p=37, diakses tanggal 6 Maret 2012.. 6. Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kaning, J.L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri. Ed.3, Univesitas Indonesia Press. Jakarta. 7. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia, ed.3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

138 Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.3 November 2012, hlm. 131 138