Peramalan Laju Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika dengan Menggunakan Model vector autoregressive

dokumen-dokumen yang mirip
III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERAMALAN LAJU INFLASI DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MENGGUNAKAN MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

Peramalan Laju Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Menggunakan Model Vector Autoregressive (VAR)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Uji Stasioneritas Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005: :12)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atas, data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang

3. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Pra Estimasi Uji Akar Unit (Unit Root Test) Pada penerapan analisis regresi linier, asumsi-asumsi dasar yang

METODE PENELITIAN. waktu (time series) dari tahun 1986 sampai Data tersebut diperoleh dari

III. METODE PENELITIAN. tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. stasioner dari setiap masing-masing variabel, baik itu variabel independent

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah diproxykan melalui penyaluran pembiayaan, BI Rate, inflasi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STUDI KAUSALITAS GRANGER ANTARA NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP USD DAN AUD MENGGUNAKAN ANALISIS VAR

Perkembangan M1 dan M2

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Exchange Rate Rp/US$ ER WDI Tax Revenue Milyar Rupiah TR WDI Net Export US Dollar NE WDI

BAB III METODE PENELITIN. yaitu ilmu yang valid, ilmu yang dibangun dari empiris, teramati terukur,

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

PENDEKATAN VECTOR ERROR CORRECTION MODEL UNTUK ANALISIS HUBUNGAN INFLASI, BI RATE DAN KURS DOLAR AMERIKA SERIKAT

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Unit Root Test Augmented Dickey Fuller (ADF-Test)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan

BAB 4 PEMBAHASAN. 51 Universitas Indonesia. Keterangan : Semua signifikan dalam level 1%

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena penelitian ini

Penjualan Pasokan Penjualan Pasokan Penjualan Pasokan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data-data tersebut berupa data bulanan dalam rentang waktu (time series) Januari

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit

METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder.data ini

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stasioner,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. maupun variabel dependent. Persamaan regresi dengan variabel-variabel yang

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut menguakan angka,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. diperoleh dari data Bank Indonesia (BI) dan laporan perekonomian indononesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

IV. METODE PENELITIAN

KAUSALITAS INFLASI DAN KURS DI INDONESIA Mirza Winanda 1, Chenny Seftarita 2* Abstract

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Software Eviews Versi 4.1 dan Microsoft Office Excel Gambar 2 Plot IHSG.

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Laju Inflasi di Indonesia. masih menunjukkan fluktuasi seperti pada Gambar 4.1. Rata-rata inflasi tahun

APLIKASI MODEL VAR DAN VECM DALAM EKONOMI

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA

III. METODOLOGI PENELITIAN. urutan waktu dimulai dari penerapan Base Money Targeting Framework

III. METODE PENELITIAN. series. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah BI rate, suku bunga

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder berupa data

BAB III METODE PENELITIAN

KAUSALITAS KURS, IHSG DAN HARGA EMAS DI INDONESIA Muhammad Iqbal 1*, Chenny Seftarita 2. Abstract

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara pasar modal Amerika (DJIA), Jepang (N225) dan Cina (SCI) terhadap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Dinamika Perbankan Syariah di Jawa Tengah

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN

METODE PENELITIAN. time series bulanan dari Januari 2007 sampai dengan Desember Data-data

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang

3 METODOLOGI PENELITIAN

4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

Peramalan Laju Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika dengan Menggunakan Model vector autoregressive (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) Eva Naviatun Ni mah 1, Safa at Yulianto 2 1,2 Statistika, Akademi Statistika (AIS) Muhammadiyah Semarang Email: eva.nimah123@gmail.com Keywords: Peramalan Laju Inflasi, Model Vector Autoregressive, Vector Error Correction. Abstrak Analisis Vector Autoregressive (VAR) adalah suatu sistem inflasi, kurs/nilai persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari tukar rupiah, VAR, konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain VECM yang ada di dalam sistem (Agung, 2009). Dalam uji VAR terdapat uji kointegrasi Johanes yang disyaratkan tidak ada kointegrasi diantara kedua peubah. Jika terdapat kointegrasi diantara kedua peubah maka uji yang digunakan adalah VECM. Dalam penelitian ini akan dibahas analisis hubungan antara laju inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dengan menggunakan model Vector Autoregressive (VAR). Data penelitian yang digunakan merupakan data bulan Januari tahun 2012 hingga Desember tahun 2015. Semua peubah tersebut stasioner pada first different dan setelah dilakukan uji kointegrasi Johanes, ternyata ada kointegrasi antar peubah. Sehingga analisis yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). Dimana dalam analisis VECM yang digunakan adalah ordo optimal lag 1. Dari ordo optimal lag 1 menunjukkan bahwa antara inflasi dan kurs dolar secara statistik tidak memiliki hubungan yang saling mempengaruhi, hanya inflasi yang mempengaruhi kurs dan tidak berlak sebaliknya. Namun secara realitas kedua variabel ini memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. 1. PENDAHULUAN Suatu negara memiliki beberapa parameter penting untuk mencapai kesejahteraan perekonomian [7]. Bidang ekonomi termasuk salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan hal itu. Permasalahan makro ekonomi seperti inflasi dan kurs sering disoroti sebagai tolak ukur pencapaian kemajuan ekonomi [7]. Maka dari itu, pemerintah harus benar-benar dapat mengendalikan tingkat inflasi dan kurs. Inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus [4]. Menurut Sukirno (2002) tingkat inflasi adalah presentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi [13]. Sedangkan kurs adalah besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing [10]. Nilai tukar yang sering digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar. Karena dolar adalah mata uang yang relatif stabil dalam perekonomian [11]. Seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan valuta asing sebagai nilai tukar barang antar negara [7]. Dalam hal ini, kurs memegang peranan penting sebagai alat tukar mata uang. Kestabilan kurs harus dijaga dalam melakukan perdagangan antar ISSN 2407-9189 481

negara (ekspor dan impor) tidak menurunkan kestabilan perekonomian negara [7]. Di Indonesia, inflasi dan kurs memiliki dampak yang cukup besar bagi perkembangan perekonomian negara. Pada tahun 1983 Indonesia telah mengalami krisis moneter dimana pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami pasang surut. Perekonomian Indonesia dihadapkan pada pertumbuhan ekonomi yang menurun dan defisit neraca pembayaran. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah over-valued dan menurunkan daya saing ekspor Indonesia di luar negeri. Dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor, pemerintah melakukan kebijakan dengan cara mendevaluasi nilai tukar rupiah. Pada 30 Maret 1983 nilai tukar rupiah sebesar 38,1 persen yaitu dari Rp. 702,50 menjadi Rp. 970 per dolar AS. Selanjutnya pada September 1986 pemerintah kembali mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 45 persen dari Rp. 1134 menjadi Rp. 1644 per dolar AS [12]. Merujuk pada penelitian Peramalan Laju Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika menggunakan Model Vector Autoregressive (VAR) yang ditulis oleh Fitrian Fariz Ichsandi et al tahun 2014 telah mengaplikasikan Vector Autoregressive (VAR) dalam meramalkan laju inflasi dan kurs rupiah. Vector Autoregressive (VAR) adalah metode yang sederhana dengan menggunakan estimasi sederhana yang dinamakan metode Ordinary Least Square (OLS) biasa yang dapat diaplikasikan pada setiap persamaan dan hasil estimasi yang diperoleh dengan menggunakan VAR pada beberapa kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan model persamaan simultan yang komplek sekalipun. Pada penelitian-penelitian sebelumnya banyak peneliti yang menggunakan model ARIMA untuk menganalisis pendekatan statistik pada deret waktu. Pemodelan ARIMA hanya menggunakan satu peubah (univariat), sehingga jika dikehandaki pemodelan secara simultan dengan beberapa peubah tidak dapat dilakukan dengan model tersebut melainkan menggunakan model Vector Autoregressive (VAR) [3]. Selain digunakan untuk peramalan, model Vector Autoregressive (VAR) juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh diantara beberapa peubah yang teliti. Dalam langkah pemodelan Vector Autoregressive (VAR) terdapat uji kointegrasi johanes. Dimana dalam uji tersebut jika terdapat kointegrasi diantara dua peubah yaitu laju inflasi dan kurs, maka pemodelan Vector Autoregressive (VAR) tidak dapat digunakan. Namun model yang harus digunakan adalah model Vector Error Correction Model (VECM). Dari uraian di atas, rumusan masalah yang diselesaikan dalam penelitian ini adalah apakah laju inflasi dan kurs dolar Amerika memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Dan bagaimana hasil peramalan laju inflasi dan peramalan kurs dolar Amerika menggunakan metode VAR/VECM. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh/hubungan antara laju inflasi dan kurs dolar Amerika. Dan untuk mengetahui hasil analisis laju inflasi dan peramalan kurs dolar Amerika menggunakan metode VAR/VECM. 2. METODE Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode peramalan laju inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika dengan menggunakan model Vector Autoregressive (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni data sekunder yang diperoleh dari arsip resmi Bank Indonesia (BI). Data yang digunakan terdiri dari dua variabel yaitu variabel laju inflasi dan variabel nilai tukar rupiah (kurs). Data yang digunakan adalah data bulanan pada masingmasing variabel sebanyak 48 periode yaitu data pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Desember 2015. Menurut Widarjono (2013) secara umum model VAR dengan T variabel dapat ditulis sebagai berikut [15]: Dengan adalah angka peramalan variabel j pada waktu ke t, adalah angka 482 ISSN 2407-9189

peramalan variabel j pada waktu ke t, sedangkan t adalah waktu peramalan, T adalah banyaknya variabel dengan i:1,2,...,t, adalah konstanta untuk variabel j, P adalah jumlah lag (kelambanan) dengan i:1,2,3,4,...,p, adalah nilai parameter pada variabel 1 kelambanan ke-i, adalah nilai parameter pada variabel 2 kelambanan ke-i, variabel T kelambanan ke-i, dan adalah nilai parameter pada adalah nilai residual ke t. Sedangkan Model VECM ordo p dan rank kointegrasi r dituliskan sebagai berikut: Dengan π adalah αβ, β adalah vektor kointegrasi berukuran n x 1, α adalah vektor adjusment berukuran n x 1, dan. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dari data times series agar terbentuk model VAR/VECM adalah stasioner. Adapun tahapan penyusunan model VAR (eperti juga ditunjukkan pada Gambar 1 (terlampir) adalah sebagai berikut. 1. Melakukan uji kestasioneran data dalam rataan dengan augmented Dicky Fuller (ADF). Jika data tidak stasioner dalam rataan maka dilakukan differencing. 2. Melakukan uji kausalitas Granger untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar peubah endogen sehinga spesifikasi model VAR menjadi tepat untuk digunakan mengingat sifatnya yang nonstruktural. Uji kausalitas Granger melihat pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang. 3. Melakukan pemilihan ordo VAR/pemilihan lag optimum, dengan memperhatikan nilai Akaike Information Criterion (AIC) atau Schwarz Information Criterion (SIC). Jumlah lag dapat ditentukan dengan menggunakan terkoreksi ataupun menggunakan nilai Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC). Penetuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi tersebut diperoleh dengan memilih kriteria yang mempunyai nilai paling kecil di antara berbagai lag yang diajukan. 4. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam VAR adalah semua peubah tak bebas bersifat stasioner [5]. Bila data tidak stasioner, maka perlu dilakukan uji kointegrasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara peubahpeubah yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antara peubah tersebut dapat menjadi stasioner. Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode Johansen s Cointegration Test yang menggunakan dua statistik uji yaitu trace statistic dan maximum eigenvalue. Dimana jika nilai hitung statistik uji yaitu trace statistic dan maximum eigenvalue lebih besar dari nilai critical value dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 5% maka disimpulkan ada kointegrasi. 5. Langkah selanjutnya adalah estimasi VAR/VECM. Estimasi VAR digunakan ketika tidak ada kointegrasi antar peubah. Sedangkan jika terdapat kointegrasi di antara peubah maka estimasi yang digunakan adalah VECM. 6. Uji stabilitas digunakan untuk melihat apakah model yang digunakan stabil atau tidak. Estimasi harus mempunyai validitas yang tinggi sehingga hasil nya dapat dipercaya. Sebuah model dikatakan memilik validitas yang tinggi jika inverse akar karakteristiknya mempunyai modulus kurang dari satu atau semuanya berada didalam lingkaran [8]. Jika modulus nya kurang dari satu atau berada dalam lingkaran, maka model cukup stabil. Namun sebaliknya, jika modulus bernilai satu atau lebih dari satu, atau modulus kebanyakan berada diluar lingkaran maka dapat dipastikan bahwa model tersebut kurang stabil. 7. Impulse response Function ini merupakan salah satu analisis penting di dalam model VAR. Analisis Impulse Response ini melacak respon dari variabel endogen di dalam system VAR karena adanya goncangan (shock) atau perubahan di dalam variabel gangguan [8]. 8. Analisis variance decomposition ini menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya ISSN 2407-9189 483

shock. Variance decomposition berguna untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem VAR. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini, dijelaskan hasil penelitian yang disajikan dalam gambar, grafik, tabel dan lain-lain yang membuat pembaca mudah mengerti. 3.1. Hasil dan Analisis 3.1.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum data yang diperoleh yaitu mengenai perkembangan laju inflasi dan kurs yang terjadi selama kurun waktu 4 tahun dari tahun 2012 sampai tahun 2015. Dari hasil analisis deskriptif didapatkan hasil time series plot seperti di bawah ini..09.08.07.06.05.04.03 I N F L A S I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 2015 Gambar 2. Time Series Plot Data Laju Inflasi Dari gambar 2. nampak bahwa pada awal tahun 2012 laju inflasi mengalami kenaikan secara perlahan. Sedangkan di akhir tahun 2013 terjadi lonjakan inflasi yang tinggi. Hal itu dikarenakan adanya peningkatan harga bahan bakar dan adanya program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sehingga dengan adanya program tersebut inflasi mengalami peningkatan sampai di atas 8%. Di pertengahan tahun 2014 inflasi mulai turun kembali karena Bank Dunia, IMF, dan Kantor Dagang & Industri Indonesia (Kadin) menekan untuk menghentikan program-program tersebut. Namun, hal itu tidak bertahan lama. Di akhir tahun 2014, inflasi mengalami kenaikan kembali sampai di atas 8%, hal ini terjadi setelah Joko Widodo dilantik sebagai presiden dimana salah satu tindakan pertamanya adalah menaikkan harga bahan bakar bersubsidi. Inflasi mulai mengalami sedikit penurunan di awal tahun 2015. Di awal tahun 2015 terdapat masalah harga minyak mentah dunia. Sehingga Joko Widodo memiliki keuntungan karena lambatnya permintaan global sedangkan suplai kuat yang diakibatkan karena angka-angka produksi minyak yang terus menerus tinggi di negara-negara OPEC dan revolusi gas Shale AS. Meskipun harga minyak mentah dunia agak pulih di pertengahan pertama tahun 2015, inflasi di Indonesia tetap tinggi di pertengahan tahun 2015. Dan hanya turun dipertengahan akhir 2014 dan 2015 sekitar 4% (y/y). 11,200 10,800 10,400 10,000 9,600 9,200 K U R S I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 2015 Gambar. 3. Time Series Plot Data Laju Kurs Dari gambar 3 nampak bahwa ditahun 2012 terjadi penurunan dan kenaikan kurs. Dipertengahan tahun 2013 terjadi apresiasi kurs rupiah, dikarenakan adanya dampak krisis ekonomi keuangan. Lalu diakhir tahun 2013 nilai tukar rupiah kembali mengalami depresiasi sampai pertengahan tahun 2014. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah adanya wacana tapering off yang dilakukan Amerika Serikat tahun 2014, nilai subsidi bahan bakar yang terus menerus membengkak, dan adanya net importer. Namun ditahun 2015, kurs mulai mengalami kestabilan kembali karena adanya kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kestabilan nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika (USD). 3.1.2 Analisis Vector Autoregressive (VAR) Hasil analisis Vector Autoregressive (VAR) adalah sebagai berikut. 484 ISSN 2407-9189

a. Stasioneritas merupakan syarat utama bagi data agar dapat diolah dan digunakan bagi penelitian ini. Tabel 1. Hasil Uji Stasioneritas pada tingkat level Uji Akar Unit Variabe l Test Critical Value 5% Inflasi - 2.926622 Kurs - 2.926622 tstatistic Probability - 0.1453 2.40762-2.4696 0.1294 Tabel 1. hasil uji stasioneritas di atas menunjukkan bahwa semua peubah atau variabel data yang digunakan dalam penelitian ini tidak stasioner. Hal ini terlihat dari nilai probabilitynya dimana nilai prob>0,05. Maka data perlu dilakukan uji stasioneritas lebih lanjut yaitu pada pembedaan pertama atau first difference. Tabel 2. Hasil Uji Stasioneritas pada tingkat First Difference Uji Akar Unit Variabel Test Critical t-statistic Value 5% Prob Inflasi -2.926622-4.43057 0.0009 Kurs -2.926622-5.02093 0.0001 Pada Tabel 2 terlihat bahwa uji stasioneritas pada tingkat first difference untuk variabel inflasi dan kurs sudah stasioner. Dimana variabel inflasi dan kurs memiliki nilai prob<0,05. b. Pemilihan Lag Optimum Tabel 3. Hasil Uji Lag Optimum Lag 1 Lag 2 Lag 3 Lag 4 Lag 5 7.31 7.44 7.61 7.81 7.87 748 5551 6692 5271 9805 Setelah melihat hubungan antara kedua variabel, dilakukan pemilihan lag terbaik untuk membentuk model VAR. Pemilihan lag terbaik dengan melihat nilai AIC terkecil. Pada Tabel 4.4 diketahui bahwa nilai AIC terkecil terdapat pada lag 1 dengan nilai AIC sebesar 7.31748. c. Uji Kausalitas Granger Tabel 4. Hasil Uji Kausalitas Granger Lag Vari abel F hitung Prob Kesimpulan d_ d_inflasi inflas 4.91 0.03 mempengaruh i 145 19 i d_kurs Lag 1 d_ kurs 0.70 425 0.40 59 d_kurs tidak mempengaruh i d_inflasi Hasil dalam pengujian kausalitas granger disajikan pada Tabel 4. dimana diketahui bahwa pada lag 1 d_inflasi mempengaruhi d_kurs namun d_kurs tidak mempengaruhi d_inflasi yang artinya terdapat hubungan satu arah pada kedua variabel tersebut. d. Uji Kointegrasi Tabel 5. Hasil Uji Kointegrasi Hypothe sized No. of CE(s) Eigenval ue Trace Statistic 0.05Critic al Value Prob.** None * 0.351039 37.36954 15.49471 0.0000 At most 1 * 0.328372 17.91230 3.841466 0.0000 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai trace statistic>critical value pada tingkat signifikansi 5%. Hal ini berarti hasil uji kointegrasi mengindikasikan bahwa di antara pergerakan inflasi dan kurs memiliki hubungan stabilitas/keseimbangan dan kesamaan pergerakan dalam jangka panjang atau dalam hal ini disebut terkointegrasi. Sehingga estimasi yang akan digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). e. Estimasi VECM Tabel 6. Hasil Estimasi VECM Inflasi Kurs 1.000000-0.000351 [-4.64736] Terlihat pada Tabel 6. di atas hasil nilai uji menunjukkan adanya hubungan jangka panjang ISSN 2407-9189 485

antara laju inflasi dan kurs. Peningkatan laju kurs sebesar satu satuan akan meningkatkan inflasi sebesar 0.000351 satu satuan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh. Namun pengaruh inflasi terhadap kurs sangat kecil. f. Uji Stabilitas Tabel 7. Hasil Uji Stabilitas Model Root Modulus 1.000000 1.000000 0.172155-0.391137i 0.427347 0.172155 + 0.391137i 0.427347-0.243989 0.243989 Hasil uji stabilitas model yang terlihat pada Tabel 7 di atas, bahwa nilai akar karakteristik atau modulus semuanya menunjukan nilai yang tidak lebih dari satu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model VECM yang digunakan memiliki stabilitas model. g. Impuls Respon Function (IRF) Gambar 4. Impuls Respinse Function Response to Cholesky One S.D. Innovations Untuk mengetahui bagaimana respon variabel inflasi jika terjadi shock/guncangan pada variabel kurs, lihat grafik Response of D(Inflasi) to D(Kurs) dimana pada awal periode yaitu bulan pertama sampai bulan keempat respon inflasi terhadap kurs cenderung bernilai negatif yang disebabkan ketika terjadi goncangan pada variabel kurs, seperti misalnya adanya krisis moneter. Selanjutnya pada periode keempat sampai kesepuluh inflasi kembali mencapai keseimbangan atau ekuilibrium sama seperti sebelum terjadi shock pada kurs. Namun, respon yang diberikan masih negatif. Jadi kurang lebih dibutuhkan waktu sekitar empat bulan agar inflasi bisa kembali mencapai titik keseimbangannya saat terjadi shock pada kurs. Selain itu, untuk mengetahui bagaimana respon variabel kurs jika terjadi shock/guncangan pada variabel inflasi, lihat grafik Response of D(Kurs) to D(Inflasi). dimana pada awal periode yaitu bulan pertama sampai pertengahan bulan kedua respon kurs terhadap inflasi cenderung bernilai negatif yang disebabkan ketika terjadi goncangan pada variabel inflasi, seperti misalnya harga-harga barang secara umum meroket/melejit secara signifikan. Selanjutnya pada periode ketiga sampai kesepuluh kurs kembali mencapai keseimbangan atau ekuilibrium sama seperti sebelum terjadi shock pada inflasi. Dan respon yang diberikan positif. Jadi kurang lebih dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan agar kurs bisa kembali mencapai titik keseimbangannya saat terjadi shock pada inflasi. h. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Tabel 8. Dekomposisi Variansi D(Inflasi) dan D(Kurs) Variance Decomposition of D(INFLASI): Periode S.E. D(INFLASI) D(KURS) 1 0.009350 100.0000 0.000000 2 0.012127 99.04838 0.951625 3 0.014493 99.28425 0.715749 4 0.016418 99.43696 0.563038 5 0.018151 99.53410 0.465903 6 0.019737 99.59661 0.403394 7 0.021208 99.64130 0.358704 8 0.022583 99.67581 0.324186 9 0.023878 99.70334 0.296656 10 0.025106 99.72565 0.274350 Variance Decomposition of D(KURS): Period S.E. D(INFLASI) D(KURS) 1 244.7228 1.814595 98.18541 2 255.7384 1.929648 98.07035 3 257.5285 2.843973 97.15603 4 259.8784 3.982014 96.01799 5 261.0204 4.794703 95.20530 6 261.9154 5.439721 94.56028 7 262.8053 6.077848 93.92215 8 263.7274 6.733100 93.26690 9 264.6596 7.388058 92.61194 10 265.5857 8.032199 91.96780 486 ISSN 2407-9189

Tabel 8 menunjukkan variance decomposition variabel inflasi dan kurs. Pada Variance Decomposition of D(INFLASI) menunjukkan bahwa pengaruh terbesar adalah dari variabel itu sendiri yang kemampuan tertingginya pada periode pertama sebesar 100% dan pada periode selanjutnya kemampuan dalam menjelaskan variabilitasnya cenderung mengalami tren naik hingga akhir periode kesepuluh. Sedangkan jika inflasi dianalisa dengan variabel kurs maka pada jangka pendek variabel kurs mempunyai pengaruh kecil pada perkiraan error variance variabel inflasi. Pada periode selanjutnya kemampuan kurs untuk menjelaskan variabilitas inflasi semakin menurun hingga akhir periode kesepuluh yang juga angka terendahnya sebesar 0.27%. Kemudian, pada Variane Decomposition of D(KURS) menunjukkan bahwa pengaruh terbesar adalah dari variabel itu sendiri yang kemampuan tertingginya pada periode pertama sebesar 98.18% dan pada periode selanjutnya kemampuan dalam menjelaskan variabilitasnya mengalami tren turun hingga akhir periode kesepuluh. Sedangkan jika kurs dianalisa dengan variabel inflasi maka pada jangka pendek variabel inflasi mempunyai pengaruh kecil pada perkiraan error variance variabel kurs. Pada periode selanjutnya kemampuan inflasi untuk menjelaskan variabilitas kurs semakin naik hingga akhir periode kesepuluh yang juga angka tertingginya sebesar 8.03%. 3.2. Pembahasan Dalam pembahasan ini peneliti akan membahas ramalan dengan nilai MSE terkecil. Peneliti akan membuktikan dari latar belakang bahwa hasil estimasi VAR lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model persamaan simultan yang komplek sekalipun. Namun jika estimasi itu tidak melanggar asumsi. Pada Gambar 5 disajikan hasil ramalan dari VAR (dimana asumsi VAR tidak diperhatikan), VECM (VAR yang memenuhi asumsi), dan ARIMA dari tingkat inflasi pada periode Mei 2012 sampai dengan Desember 2015. Sedangkan Grafik 6 merupakan hasil ramalan tingkat kurs. Dimana dalam ramalan tersebut dapat dilihat nilai MSE terkecil. 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 Gambar 5. Data Aktual dan Hasil Ramalan Inflasi 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 Inflasi VAR VECM ARIMA 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 Kurs VAR VECM ARIMA Gambar 6. Data Aktual dan Hasil Ramalan Kurs Dapat dilihat dari gambar 5 dan 6 bahwa hasil ramalan VAR, VECM, dan ARIMA untuk laju inflasi dan kurs tidak jauh beda. Untuk melihat keakuratan hasil forecast dari VAR, VECM, dan ARIMA berikut ini akan disajikan nilai MSE. ISSN 2407-9189 487

2.00E-04 1.00E-04 0.00E+00 ARIM A VAR VECM MSE 1.18E-04 1.12E-04 1.29E-04 4653000 4652000 MSE Gambar 7. MSE Laju Inflasi MSE 4651000 4650000 ARIMA VAR VECM MSE 4652852.7 4652651.8 4651235.9 Gambar 8. MSE Laju Kurs Dari nilai MSE inflasi di atas pada gambar 7 dapat diketahui bahwa nilai MSE terkecil adalah dari VAR (Vector Autoregressive) yaitu sebesar 0.000112. Sedangkan MSE terbesar adalah dari VECM (Vector Error Correction Model) yaitu sebesar 0.000129. Nilai MSE dari kurs pada gambar 8 dapat diketahui bahwa nilai MSE terkecil adalah dari VECM (Vector Error Correction Model) yaitu sebesar 4651235.895. Sedangkan MSE terbesar adalah dari ARIMA yaitu sebesar 4652852.702. Dilihat dari nilai MSE dari laju inflasi dapat diketahui bahwa nilai MSE tidak jauh beda yaitu memiliki nilai MSE sebesar 0.0001. Sedangkan pada nilai MSE dari laju kurs, dapat disimpulkan bahwa nilai MSE terkecil adalah VECM. Dimana dari nilai MSE VECM tersebut terpaut jauh dengan nilai MSE ARIMA dan VAR. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan ramalan dari VECM dimana dari langkah-langkah yang sudah dilakukan di atas bahwa metode VAR (Vector Autoregressive) tidak dapat digunakan karena adanya kointegrasi. Sehingga metode yang digunakan adalah VECM (Vector Error Correction Model). Dari metode VECM didapatkan hasil ramalan inflasi dan kurs dari tahun 2012 sampai tahun 2016. 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil uji stasioner didapatkan bahwa data laju inflasi dan kurs stasioner pada first different. b. Berdasarkan analisis VECM, diperoleh hasil analisis sebagai berikut: 1. D_inflasi dan d_kurs dolar secara statistik tidak memiliki hubungan yang saling mempengaruhi, hanya d_inflasi yang mempengaruhi d_kurs dan tidak berlaku sebaliknya. Namun secara realitas kedua variabel ini memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. 2. Diperoleh lag optimum untuk data tingkat inflasi dan kurs pada lag 1. 3. Terdapat hubungan kausalitas jangka panjang antara tingkat inflasi dan kurs. 4. Model VECM yang digunakan memiliki stabilitas model <1 sehingga model dapat disimpulkan stabil. 5. Respon dari masing-masing variabel terhadap guncangan yang berasal dari dirinya sendiri cukup signifikan. REFERENSI [1] Agung, I.G.N. 2009. Time Series Data Analisys Using Eviews. John Willey an Sons (Asia) Pte Ltd. Singapore [2] Autoregression Models. http://www.bankofengland.co.uk/five.pdf [25 Oktober 2016] [3] Bank of England. 2004. Economic Models at the Bank of England, Chater 5: Vector [4] Bank Sentral Republik Indonesia. 2010. Bank Indonesia Official Website. http://www.bi.go.id/web/id/moneter.html. [29 September 2016] [5] Enders, W. 1995. Applied Econometric Time Series. http://trove.nla.gov.au/work/7385712. [13 0ktober 2016] [6] Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. John Willey and Sons, Inc., New York. [7] Ichsandi, Fitrian Faris, Rita Rahmawati, Yuciana Wilandari. 2014. Peramalan Laju 488 ISSN 2407-9189

Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika menggunakan Model Vector Autoregressive (VAR). JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 673 682. [8] Lestari, G.E. 2012. Peranan Kurs Valuta Asing pada Perekonomian Indonesia. http://genienkalestari.blogspot.com/2012/03/ peranan-kurs-valuta-asing-pada.html. [ 27 Oktober 2016] [9] Lestari, Titi Destiyanti. 2012. Analisis Peramalan Permintaan Sayuran menggunakan Pendekatan Kointegrasi pada PT. Saung Mirwan, Bogor, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor [10] Mankiw NG. 2000. Teori Makro ekonomi Jilid Keempat. http://ebookskings.com/pdf/principles-of-economicsngregory-mankiw-author-mankiw- 14593276.html [11] Nazir. 1998. Pengaruh lemahnya nilai tukar rupiah terhadap daya tahan perbankan. https://dhitaamelia.wordpress.com/2016/03/ 0 1/pengaruh-lemahnya-nilai-tukarrupiahterhadap-daya-tahan-perbankan/. [21 Juli 2017] [12] Simorangkir. 2005. Pengaruh Inflasi dan Investasi terhadap Nilai Tukar Rupiah di Indonesia. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. [13] Sukirno, S. 2002. Pengantar Teori Ekonomi Makro. https://ebookskings.com/pdf/sadonosukirno-pengantarteori-makro-bingpdfsdircom-46539.html. [25 Oktober 2016] [14] Vector Autoregresive untuk peramalan curah hujan di Indramayu. Forum Statistika dan Komputasi, Oktober 2011 p: 7-11 Vol 16 No 2 ISSN : 0853-8115 7. [15] Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Ekonosia. Yogyakarta [16] Widarjono. 2013. Peramalan Laju Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika menggunakan Model Vector Autoregressive (VAR). JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 673 682. : http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/gaus sian ISSN 2407-9189 489

LAMPIRAN MULAI Pengumpulan Data Data Stasioner? Tidak Ya Uji Kausalitas Granger Differencing Pemilihan Lag Tidak Ada Kointegrasi? Estimasi VAR Ya Estimasi VECM Uji Stabilitas Impuls Respon Function ( IRF ) Forecast Error Variance Decompotition ( FEVD ) Hasil Analisis. SELESAI Gambar 1. Alur Penelitian 490 ISSN 2407-9189