HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS TATANIAGA BERAS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

7. KINERJA RANTAI PASOK

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

BAB IV METODE PENELITIAN

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

RINGKASAN. Anggur merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diproduksi petani Desa Banjar dipasarkan dalam bentuk segar. Daerah

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20% (Adisarwanto, 2000). Indonesia dengan luas areal bervariasi (Rukmana, 2012).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VII. ANALISIS PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Secara umum, pengertian

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung muncul dari adanya kebutuhan jagung pada daerah lain yang dibatasi oleh jarak yang jauh dari lokasi produksi jagung. Dimana dengan keterbatasan jarak yaitu di daerah yang jauh bahkan terpencil serta kondisi petani produsen dengan keterbatasannya akan modal, pengetahuan, dan prasarana/sarana transportasi menyebabkan kemungkinan petani tidak mampu memperoleh hasil jagungnya dengan harga yang memuaskan. Produk jagung yang didistribusikan oleh petani responden (30 responden) di provinsi NTB hanya sampai pada pedagang besar yang sekaligus merupakan pedagang antar pulau (PAP). Selanjutnya pedagang besar menditribusikannya pada konsumn yang berada di luar Provinsi NTB. Aliran distribusi jagung yang terbentuk di Kabupaten Lombok Timur adalah sebagaimana yang disajikan dalam Gambar 6 berikut. 33,3 % Pedagang I I (Makelar) Petani T 43,4 % I PAP (Pedagang Besar) Konsume n (Pabrik) IV 23,3 % Pedagang II (Tengkulak) II Gambar 6 Arus komoditi jagung di Kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan Gambar 6 di atas, terlihat bahwa petani melakukan pemasaran jagung melalui tiga lembaga pemasaran yaitu tengkulak, makelar dan pedagang besar. Dari produk jagung yang di pasarkan petani, menunjukkan 55

adanya tiga pola saluran pemasaran jagung. Ke tiga pola saluran pemasaran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Saluran pemasaran I, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang I (makelar), kemudian menjualnya pada pedagang besar, dan akhirnya pada pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen. 2. Saluran pemasaran II, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang besar, kemudian pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen. 3. Saluran pemasaran III, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang II (tengkulak), kemudian menjualnya pada pedagang besar, dan akhirnya pada pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen. Berdasarkan ke tiga saluran yang terbentuk, rata-rata petani menjual produk jagungnya (160,30 ton) dalam bentuk kering panen beserta tongkolnya kepada makelar, tengkulak dan pedagang besar. Jagung kering panen yang diperoleh dari makelar maupun tengkulak, oleh pedagang besar kemudian dijual dalam bentuk kering pipil kepada konsumen yaitu pengusaha pakan ternak di Bali sebagai campuran pakan bagi ternaknya. Pada saluran pemasaran satu, yaitu pemasaran jagung yang dilakukan oleh petani kepada pedagang pengumpul I (makelar), kemudian dipasarkan kembali oleh makelar pada pedagang besar selanjutnya ke konsumen pabrik. Terdapat sepuluh orang petani responden (33,3 persen) yang menjual hasil panen jagungnya sebesar 48,5 ton langsung pada lima orang makelar. Oleh pihak makelar seluruhnya langsung dipasarkan kepada pedagang besar dalam bentuk produk jagung kering pipil untuk kemudian pedagang besar memasarkannya kepada konsumen pabrik pakan yang berada di Bali. Pada saluran pemasaran ke dua, terdapat tiga belas orang petani responden (43,4 persen) yang menjual hasil panen jagungnya sebesar 78 ton (rata-rata 6 ton) langsung pada empat orang pedagang besar yang merupakan pedagang antar pulau (PAP). Dikarenakan produk akhir yang di pasarkan oleh empat pedagang besar pada konsumen pabrik adalah dalam bentuk jagung kering pipil, maka 56

produk jagung kering panen kemudian diolah menjadi jagung kering pipil sesuai dengan permintaan konsumen (pengusaha pakan di Bali) yaitu memiliki kadar air 15-14 persen. Untuk memperoleh kadar air tersebut, jagung pada petani responden sebelumnya dilakukan penjemuran 1 hingga 2 hari. Pada saluran pemasaran ke tiga, tujuh orang petani responden (23,3 persen) menjual hasil panen jagungnya pada 5 orang tengkulak. Produksi yang dipasarkan petani pada tengkulak juga dalam bentuk jagung kering panen sebesar 33,80 ton (rata-rata 4,8 ton). Oleh pihak tengkulak langsung dipasarkan kepada pedagang besar tanpa ada pengolahan/ perubahan bentuk produk melainkan masih berupa jagung kering panen untuk kemudian pedagang besar memasarkannya kepada konsumen pabrik pakan di Bali. Berdasarkan ke tiga saluran pemasaran tersebut, menunjukkan bahwa saluran pemasaran ke dua merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh petani (43,4 persen) dalam memasarkan hasil panennya. Saluran tersebut yaitu penjualan jagung petani langsung pada pedagang besar dalam bentuk jagung kering panen, kemudian dilanjutkan pada konsumen (pabrik pakan). Selanjutnya disusul oleh saluran pemasaran pertama dan saluran pemasaran ketiga. Artinya bahwa petani memiliki akses untuk menjual produknya langsung pada pedagang besar, walaupun pada daerah tersebut juga terdapat pedagang lainnya yaitu makelar dan tengkulak. Beberapa faktor yang sering dijadikan keluhan oleh ratarata petani dalam memasarkan jagungnya dalam bentuk kering panen tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu menjadi jagung kering pipil antara lain yaitu adanya keinginan petani untuk secepatnya mendapat balas jasa dari hasil usahataninya, adanya keterbatasan fasilitas seperti gudang penyimpanan dan mesin pemipilan jagung, serta adanya kebutuhan akan biaya yang digunakan untuk usahatani selanjutnya. Selain hal tersebut di atas, juga terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup besar antara petani dengan pedagang besar sehubungan dengan informasi mengenai nilai pasar sebenarnya dari jagung. Keterbatasan tersebut salah satunya yang membuat pedagang besar lebih dominan dalam menentukan harga pada saat transaksi atau penimbangan jagung. Hal yang biasa dilakukan oleh petani jika tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang adalah dengan membatalkan 57

transaksi, dan menjualnya pada pedagang lain yang menawarkan harga yang sedikit lebih tinggi. Metode yang digunakan untuk melihat apakah pemasaran yang ada sudah efisien dan adil dalam pendistribusiannya, maka perlu dilengkapi dengan analisis informasi mengenai fungsi-fungsi pemasaran. Analisis fungsi ini dilakukan oleh setiap partisipan dalam memasarkan jagung untuk masing-masing saluran pemasaran yang ada selain marjin pemasaran yang diperoleh masing-masing lembaga. Tabel 7 Pelaksanaan fungsi-fungi yang dilakukan lembaga pemasaran jagung Saluran Lembaga Pemasaran Fungsi-fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Informasi Pasar Pembiayaan Resiko Sortai Transportasi Penyimpanan Pengemasan Pengolahan Beli Jual Saluran I Petani - - - - - - - - Makelar Pedagang besar Saluran II Petani - - - - - - - - Pedagang besar Saluran III Petani - - - - - - - - Tengkulak - - - Pedagang besar Keterangan ( ) = melakukan fungsi pemasaran ( - ) = tidak melakukan fungsi pemasaran 58

Berdasarkan Tabel 7 di atas, menjelaskan tentang fungsi-fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jagung. Hal ini dipakai untuk melihat dan menilai lembaga pemasaran yang melakukan fungsi pemasaran tertentu dan berapa kompensasi serta bagaimana konsekuensi yang diproleh dari melakukan fungsi atau kegiatan tersebut. Kegunaan pendekatan fungi dalam analisis pemasaran adalah untuk melihat bagaimana variasi aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat di setiap tingkat dan semua saluran yang ada, serta kaitannya dengan biaya pemasaran yang harus dikeluarkan sehubungan kegiatan yang dilakukan lembaga tersebut pada tiap tingkat di semua saluran pemasaran yang ada. Fungsi pertukaran terdiri atas kegiatan penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh semua pedagang, sedangkan petani hanya melakukan kegiatan penjualan. Transaki yang dilakukan petani dengan pedagang dilakukan dengan langsung dan tunai karena volume produksi yang diperdagangkan relatif kecil. Petani juga membutuhkan uang tunai sehingga kegiatan penimbangan (penjualan) dilakukan langsung setelah panen. Sebagian besar petani yang ada di lokasi penelitian tidak memiliki ikatan tertentu kepada pedagang sehingga dalam proses jual beli petani memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kepada siapa mereka ingin menjual hasil panennya. Fungsi fisik berupa kegiatan pengolahan, hanya dilakukan oleh makelar dan pedagang besar. Dengan demikian, terdapat perubahan bentuk dari produk jagung yang dipasarkan dari produsen hingga ke pedagang besar dan konsumen pabrik pakan. Proses perubahan bentuk dan penambahan nilai pada produk jagung lanjutan dilakukan oleh konsumen pabrik pakan di luar Provinsi NTB. Dikarenakan adanya keterbatasan penelitian, maka penelitian ini tidak mencakup kajian pemasaran pada level tersebut melainkan hanya sampai tingkat pedagang besar saja yang merupakan pedagang akhir yang melakukan kegiatan pemasaran antar pulau. Kegiatan penyimpanan dalam fungsi ini dilakukan oleh makelar dan pedagang besar pada setiap saluran pemasaran yang ada. Kegiatan pengemasan juga dilakukan oleh lembaga pemasaran sedangkan petani tidak melakukan pengemasan dikarenakan hanya melakukan kegiatan budidaya saja. Fungsi 59

pengangkutan/transportasi dilakukan oleh seluruh lembaga pemasaran jagung yang terlibat. Fungsi sortasi atau grading tidak dilakukan pada tingkat petani dan pedagang pengumpul II (tengkulak). Hal ini dikarenakan jagung yang dipasarkan relatif seragam. Sortasi hanya dilakukan pada tingkat pedagang I (makelar) dan pedagang besar. Begitu pula dengan grading yang dilakukan untuk mengukur kadar air, serta tampilan fisiknya dari segi bentuk dan warna. Petani dan pedagang di semua saluran yang ada sama-sama mempunyai resiko, walupun tingkatnya berbeda-beda. Resiko yang dihadapi petani adalah kegagalan panen dan adanya harga yang berfluktuasi sehingga berpengaruh pada kepastian dalam berusahatani. Pedagang pengumpul (makelar) menghadapi resiko kerugian finansial yang bisa diakibatkan oleh kesalahan dalam menaksir kadar air jagung saat penimbangan. Sedangkan pedagang besar juga menghadapi resiko usaha yaitu kerugian finansial yang dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya jumlah dan nilai kontrak penjualan sesuai spesifikasi mutu jagung yang diminta konsumen (pabrik pakan). Petani tidak memiliki akses pada informasi pasar, seperti tingkat harga yang berlaku karena hanya bertindak sebagai penerima harga. Pedagang di semua saluran mempunyai dana yang umumnya berasal dari pembiayaan, biasanya diberikan oleh pedagang pada pedagang yang berada satu tingkat di bawahnya sebagai pinjaman. Berdasarkan konsep utilitas atau penciptaan dan penambahan nilai guna yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam pemasaran jagung terlihat bahwa mekanisme pemasaran jagung yang terjadi banyak ditentukan oleh nilai guna bentuk yaitu jagung kering pipil dari produk awalnya kering panen, nilai guna waktu yaitu kegagalan panen yang berpengaruh pada pemenuhan kuota dan nilai kontrak penjualan. Selain itu, juga ditentukan oleh nilai guna tempat (pasar) yaitu lokasi dan sitsim pendistribusiannya, dan kepemilikan barang yang beeerpeengaruh pada penentuan dan peembentukan harga. Dengan kata lain proses pemasaran jagung merupakan kegiatan yang produktif dengan menghasilkan pembentukan kegunaan bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan. 60

6.2. Struktur Pasar Analisis struktur pasar menurut Sudiyono (2002) dilakukan dengan melihat empat karakteristik pasar, diantaranya yaitu 1) jumlah penjual dan pembeli (lembaga pemasaran yang ada), 2) keadaan produk yang diperjual belikan, 3) Hambatan masuk pasar, dan 4) informasi pasar. Struktur pasar menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga dapat di analisis dengan nilai konsentrasi pasar. Pasar komoditi pertanian, pastinya terdapat pembeli dan penjual yang terlibat dalam kegiatan jual beli produk pertanian, dalam hal ini adalah komoditi jagung. Pada daerah penelitian yang sebagian besar masyarakatnya adalah di bidang pertanian, ditambah lagi dengan kondisi lahan yang mendukung untuk pengembangan jagung, maka tidaklah heran jika jumlah petani dalam posisi sebagai produsen memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan pedagang yang melakukan kegiatan pembelian jagung. Penjual dan pembeli yang terlibat dalam pasar dengan jumlah yang banyak, identik dengan pasar persaingan sempurna. Pasar ini mengkondisikan masing-masing dari penjual dan pembeli dalam menentukan harga berdasarkan pada permintaan dan penawaran produk, sehingga ada persaingan produk baik bentuk, sifat, jumlah, dan lainnya sesuai permintaan. Kaitannya dengan hal tersebut dan melibatkan beberapa pedagang dengan spesifikasi kegiatan pemasaran membentuk saluran dan tingkatan/struktur dalam sistim pemasaran. Adapun jumlah penjual dan pembeli, ada tidaknya diferensiasi produk, hambatan keluar masuk pasar, dan struktur pasar dalam pemasaran jagung di Kabupaten Lombok Timur disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan keluar masuk pasar, dan struktur pasar dalam pemasaran jagung No Sifat Pasar Petani Tengkulak Makelar Pedagang Besar 1. Jumlah penjual 30 5 5 4 2. Jumlah pembeli 14 3 4 3 3. Diferensiasi produk Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada 4. Hambatan keluar masuk pasar Ada Ada Tidak ada Tidak ada 61

Berdasarkan Tabel 8 di atas, menjelaskan bahwa dari 30 orang petani responden kemudian melakukan penjualan produk jagungnya pada 14 orang pembeli yang terdiri dari 5 orang tengkulak, 5 orang makelar dan 4 orang pedagang besar. Selanjutnya tengkulak melakukan kegiatan transaksi penjualan dengan 3 orang pedagang besar, sedangkan makelar menjual produknya pada 4 orang pedagang besar, dan pedagang besar menjual jagungnya pada 3 perusahaan pengolahan pakan di luar pulau (bali) sebagai pembeli/konsumen. Produk jagung yang dipasarkan oleh pedagang besar kepada konsumen pabrik di Bali yaitu dalam bentuk jagung kering pipil untuk diolah sebagai pakan ternak. Produksi jagung yang dipasarkan oleh 30 petani responden kepada masing-masing lembaga pemasaran yaitu rata-rata dalam bentuk jagung kering panen beserta tongkolnya dengan kadar air 20 persen. Produksi jagung kering panen yang dihasilkan petani dalam 1 ton akan mengasilkan jagung kering pipil yaitu sebesar 700 kg. Artinya, konversi jagung kering panen menjadi jagung kering pipil adalah sebesar 70 persen. Pada tingkat petani rata-rata tidak terdapat diferensiasi produk pada produk jagung yang dipasarkannya. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan pada kemampuan petani yaitu dalam hal fasilitas gudang, dan kebutuhan modal untuk uahatani selanjutnya. Pada tingkat lembaga pemasaran yaitu tengkulak, dimana dikarenakan tengkulak hanya memasarkan produk jagung petani kepada pedagang besar tanpa adanya perubahan bentuk produk jagung, sehingga produk yang dibeli maupun yang dipasarkan adalah bersifat homogen. Pada tingkat makelar, tidak terdapat diferensiasi produk pada produk yang di beli yaitu dalam bentuk jagung kering panen, dan produk yang dipasarkan pada pedagang besar yaitu dalam bentuk jagung kering pipil. Hal ini dikarenakan, sebelumnya terdapat kesepakatan/ perjanjian jual beli dengan pedagang besar mengenai harga dan jenis produk jagung yang di jual makelar, yaitu dalam bentuk jagung kering pipilan kadar 15-14 persen. Lain halnya dengan pedagang besar, yaitu terdapat diferensiasi produk pada produk jagung yang dibeli brupa jagung kering panen dan jagung kering pipil. Sedangkan jagung yang dipasarkan pada konsumen sifatnya adalah homogen yaitu dalam bentuk jagung kering pipil. 62

Pada kegiatan pemasaran, terdapat suatu kendala atau hambatan usaha bagi suatu perusahaan untuk dapat masuk pasar. Pada tingkat petani selaku produsen jagung, ternyata juga terdapat hambatan usaha yaitu tidak bebasnya petani untuk masuk ke dalam pasar jagung, yang dikarenakan oleh adanya keterbatasan terhadap informasi pasar. Pada tingkat tengkulak, hambatan usaha yang dialami adalah dari segi modal usaha berupa uang untuk pembelian jagung milik petani, serta tidak tersedianya fasilitas usaha antara lain gudang penyimpanan, lantai jemur maupun alat pemipilan jagung. Dikarenakan makelar merupakan perpanjangan tangan/anak buah dari pedagang besar, maka hambatan usaha di tingkat makelar berupa modal uang maupun fasilitas tidak terlalu menjadi kendala bagi makelar. Pedagang besar yang memiliki jaringan kerjasama dengan perusahaan pabrik pakan di Bali memiliki hambatan pada perusahaan sejenis sebagai pesaing usaha dalam memenuhi kuota dan nilai kontrak dengan perusahaan pakan ternak yang berlokasi di Bali. Analisis struktur pasar yang dilakukan selain melihat pada empat karakteristik pasar di atas, struktur pasar juga dapat diketahui secara kualitatif dengan menganalisis konsentrasi pasar jagung di Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB (Tabel 9). Konsentrasi pasar menurut Beye (2010) dilakukan dengan mengukur besarnya output yang dihasilkan dalam sebuah industri yang di produksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (CR4). Indikator konentrassi pasar yaitu jika semakin besar nilai konsentrasi empat perusahaan bessar (CR4), maka terdapat kecenderungan kekuatan dalam pasar. Tabel 9 Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Besar di Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB Tahun 2011 Perusahaan/ Pedagang Besar Jumlah Penjualan (ton) Pedagang besar 1 8.981,00 Pedagang besar 2 7.820,50 Pedagang besar 3 7.694,50 Pedagang besar 4 8.424,00 Produksi jagung Provinsi NTB 82.282,00 Nilai konsentrasi 0,40 63

Pedagang besar merupakan suatu lembaga pemasaran/perusahaan yang melakukan kegiatan pemasaran, yaitu pemasaran jagung. Berdasarkan hasil analisis konsentrasi pasar dalam Tabel 9 di atas, menunjukkan bahwa nilai konsentrasi pada empat pedagang besar (C4) menunjukkan nilai yang kecil yaitu 0,40. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan bahwa empat pedagang besar jagung memiliki kekuasaan terhadap output yaitu hanya sebesar 40,01 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar jagung di Kabupaten Lombok Timur mengalami banyak persaingan antara perusahaan/pedagang jagung, yang dikarenakan jumlah pedagang jagung sejenis tersebar di Kabupaten Lombok Timur NTB. Nilai konsentrasi empat pedagang besar jagung yaitu menunjukkan nilai konsentrasi yang mendekati nol, maka dapat dikatakan bahwa pasar jagung di Kabupaten Lombok Timur NTB menghadapi pasar yang tidak terkonsentrasi. Artinya penguasaan bahan baku yaitu jagung tidak terkonsentrasi pada empat perusahaan yang ada di lokasi penelitian, namun tersebar di Provinsi NTB sehingga penentuan harga relatif sama di semua daerah di Provinsi NTB. Berdasarkan uraian diatas, struktur pasar jagung kering pipil ini dapat dikatakan sebagai pasar yang tidak bersaing sempurna atau lebih mengarah pada pasar persaingan oligopsoni. Hal ini ditunjukkan oleh komposisi antara jumlah penjual dan pembeli yang tidak seimbang jumlahnya (jumlah pembeli lebih sedikit dibandingkan jumlah penjual), serta adanya suatu kesepakatan penentuan harga jual beli antar lembaga pemasaran. Selain itu juga ditunjukkan oleh adanya produk jagung yang diperjual belikan yaitu rata-rata tidak terdapat diferensiasi produk kecuali produk jagung yang dibeli pedagang besar pada makelar, dan adanya hambatan untuk masuk pasar yang salah satunya adalah modal usaha. 6.3. Perilaku Pasar 6.3.1. Sistem penentuan harga dan pembentukan harga antar pedagang. (3 lbr) Harga dalam pemasaran suatu produk pertanian merupakan faktor yang mempengaruhi volume pembelian dan penjualan suatu produk. Pembentukan harga jagung di pasar tergantung kepada informasi harga jagung yang sedang berkembang di pasar domestik. Dengan kata lain, tingginya volume pembelian 64

dan nilai penjualan tergantung pada pembentukan harga produk tersebut yang dipengaruhi oleh harga yang berkembang di pasar. Pelaku pasar jagung teratas dalam hal ini adalah pedagang besar yang melakukan penjualan jagung ke luar Provinsi NTB. Dalam penentuan harga jual jagung di tingkat petani didasarkan oleh harga pembelian jagung yang ditawarkan di tingkat pedagang besar. Lembaga ini merupakan pihak pertama dalam menentukan harga produk jagung di dalam wilayah Provinsi NTB. Penentuan harga jagung didasarkan pada informasi harga yang terjadi di pasar domestik bahkan pasar internaisonal. Dalam penentuan harga oleh pedagang besar biasanya dilakukan berdasarkan informasi harga jagung yang diberikan/ ditawarkan dari pedagang di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen pabrik industri pakan ternak. Harga yang ditawarkan oleh pedagang besar biasanya telah memperhitungkan sejumlah biaya yang digunakan untuk proses produksi jagung yaitu dalam bentuk jagung kering pipil. Pedagang besar memiliki kekuatan dalam menentukan harga beli kepada pedagang di level bawahnya. Hal ini dikarenakan produk yang dikuasai oleh petani yaitu jumlahnya sedikit, sehingga petani cenderung untuk menerima harga yang diberikan oleh pedagang besar. Proses penentuan harga ini menyebabkan petani berada pada posisi terbawah dalam keputusan penentuan harga jual, sehingga paling lemah dalam menentukan tingkat harga. Pedagang luar Provinsi NTB selaku pedagang industri pakan merupakan pihak yang paling dominan di dalam menentukan tingkat harga jagung, kemudian diikuti oleh pedagang besar, makelar dan tengkulak dalam Provinsi NTB. Berdasarkan hukum penawaran yang mengatakan bahwa bila harga suatu barang meningkat, maka jumlah yang ditawarkan juga akan meningkat. Berdasarkan teori tersebut, jika penjualan jagung ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi maka akan memotifasi dalam kegiatan produksi yang dilakukan oleh petani maupun lembaga pemasaran yang memproduksi barang dan jasa. Sebaliknya jika terjadi penurunan harga jagung, akan menurunkan produksi bahkan kegiatan produksi dapat terhenti. Hal ini di perkuat juga dengan kebiasaan petani di daerah penelitian (Kabupaten Lombok Timur) yang selalu menjual produk pertaniannya sesegera mungkin dengan alasan tidak terdapatnya gudang 65

penyimpanan serta untuk memenuhi kebutuhan petani dan usahatani selanjutnya. Harga jual jagung kering pipil di tingkat petani responden rata-rata sebesar Rp 161.600 per kuintal. Sedangkan harga jual jagung yang terjadi pada lembaga pemasaran yaitu pedagang besar rata-rata sebesar Rp 330.000 per kuintal kering pipil. 6.3.2. Praktek penjualan dan pembelian. Kegiatan usahatani jagung di daerah penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang petani yang membentuk suatu kelompok tani. Akan tetapi, kegiatan yang dilakukan oleh petani secara kelompok masih terbatas pada kegiatan informasi teknologi budidaya saja. Sedangkan kegiatan pemasaran jagung masih dilakukan secara perorangan, yaitu petani menjual jagung belum dilakukan secara berkelompok pada satu lembaga pemasaran. Hal ini dikarenakan petani terbentur dengan adanya kebutuhan yang mendesak yaitu diantaranya untuk kebutuhan usahatani selanjutnya. Selain itu dikarenakan penjualan dilakukan tidak berkelompok serta informasi pasar yang terbatas, sehingga seringkali petani dihadapkan juga dengan permainan harga yang ditawarkan oleh beberapa lembaga pemasaran (pedagang jagung) yang datang langsung ke lahan dan rumah masingmasing petani. Artinya, pedagang dalam menentukan harga beli yaitu sangat rendah dibandingkan lembaga pemasaran lainnya dengan berbagai alasan biaya pemasaran. Berdasarkan hal tersebut, petani pada akhirnya melakukan penjualan hasil panen jagungnya pada pedagang yang berani memberikan penawaran harga jagung tertinggi. Kegiatan penjualan jagung yang dilakukan oleh petani kepada pedagang baik tengkulak, makelar, maupun pedagang besar dalam bentuk kering panen beserta tongkolnya. Penjualan dilakukan langsung dengan sistim pembayaran tunai di lahan jagung petani (rata-rata Rp 161.600 per kuintal). Pada tingkat lembaga pemasaran jagung, makelar melakukan kegiatan penjualan jagung seluruhnya dalam bentuk kering pipil pada pedagang besar. Tengkulak melakukan kegiatan penjualan jagung seluruhnya dalam bentuk kering panen beserta tongkol kepada pedagang besar. Dari semua jagung yang dibeli pada petani, makelar dan 66

tengkulak kemudian di jual oleh pedagang besar dalam bentuk kering pipil kadar air 14 persen dengan konfersi yaitu 70 persen. Pedagang besar sebagai pengumpul jagung yang akan memasarkan jagungnya pada konsumen pabrik yaitu pengusaha pakan ternak di luar Pulau Lombok (Bali), melakukan kegiatan pembelian jagung dari makelar, tengkulak, dan petani jagung di sekitar wilayah kerjanya. Produk jagung yang dibeli oleh pedagang besar pada petani dan tengkulak rata-rata dalam bentuk kering panen beserta tongkolnya. Berbeda dengan produk jagung yang di beli pada makelar, rata-rata dalam bentuk jagung kering pipil. Dalam memperoleh produk yang akan dipasarkan, makelar rata-rata merasakan adanya kemudahan dalam memperoleh jagung untuk usahanya yang produknya bersumber dari petani. Sedangkan tengkulak seringkali merasakan adanya kesulitan dalam memperoleh jagung dari petani. Hal ini dikarenakan tengkulak kalah bersaing dalam hal modal untuk pembelian jagung dengan para makelar. Rata-rata makelar memperoleh pinjaman modal pembelian dari pedagang besar yang merupakan bos atau tempat makelar akan memasarkan jagungnya. Sama halnya dengan makelar, pedagang besar juga merasakan kemudahan dalam memperoleh jagung untuk di jual kembali kepada pedagang selanjutnya yaitu rata-rata pada pengusaha pakan ternak di Bali. 6.3.3. Sistem jaringan kerjasama antar lembaga pemasaran. Kegiatan perdagangan jagung tidak terlepas dari kegiatan yang dilakukan sejak awal penanaman dan budidaya jagung, hingga pemasaran jagung di Provinsi NTB. Kegiatan awal penanaman dan budidaya dilakukan oleh petani, sedangkan pemasaran jagung melibatkan lembaga pemasaran. Rata-rata petani responden menjadi petani jagung (produsen) dikarenakan melanjutkan usaha yang sudah dijalankan oleh orangtua sebelumnya. Sehingga faktor modal yang merupakan kendala utama petani tidak terlalu menjadi kendala bagi petani responden. Hal ini dikarenakan biaya yang digunakan dalam kegiatan usahatani yang terdiri dari biaya pembelian input dan tenaga kerja diantaranya sumber pembiayaan berasal dari hasil kegiatan usahatani sebelumnya. Sedangkan biaya lainnya seperti pembelian pestisida/ herbisida dikarenakan serangan hama dan input lainnya 67

diusahakan dari upah buruh tani maupun kegiatan sampingan petani seperti dagang maupun dari hasil ternak. Petani merupakan bagian dari kelompok tani yang melakukan kerjasamanya hanya pada pelaksanaan kegiatan budidaya jagung saja yaitu penerapan rekomendasi teknologi budidaya, sedangkan kegiatan pemasaran jagung ternyata belum dapat difasilitasi secara berkelompok. Adapun praktek kerjasama antara petani dengan lembaga pemasaran yang terbentuk di daerah penelitian hanya sebatas pada informasi harga yang itupun sifatnya kurang terbuka (tidak transparan) dari pihak pedagang. Maksudnya adalah tidak semua petani jagung mengetahui kondisi jenis produk jagung dengan harga yang berlaku di pasar. Petani responden di daerah penelitian dalam hal mencaritau harga yang berkembang, sangat tergantung pada makelar, tengkulak, serta pedagang besar yang melakukan penawaran harga jagung pada petani. Meskipun pada prakteknya terjadi kegiatan tawar menawar yang dilakukan oleh petani dengan tengkulak, makelar dan pedagang besar dengan menggunakan patokan harga jual jagung pada tahun sebelumnya dan pada musim tanam yang sama, akan tetapi petani harus puas dengan harga yang diberikan oleh pedagang selaku pembeli. Tengkulak, makelar dan pedagang besar memiliki ketergantung jaringan kerjasama pemasaran dengan pedagang di level berikutnya yaitu terhadap penentuan harga jual, dan pada level di bawahnya yaitu berupa ketersediaan bahan baku/produk. Pada tingkat makelar dan pedagang besar, jaringan kerjasama pemasaran yang terjalin yaitu kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama tersebut berupa adanya kesepakatan/perjanjian harga beli jagung oleh pedagang besar pada makelar sesuai standar mutu produk yang di tentukan oleh pedagang besar. Kesepakatan tersebut sudah berjalan sejak awal kerjasama. Pedagang besar juga memberikan kemudahan pada makelar, yaitu dengan memberikan modal berupa uang untuk membeli jagung pada petani sesuai kesepakatan harga dari pedagang besar. Untuk memudahkan proses kontrol produk jagung pipil, pedagang besar juga memberikan bantuan fasilitas gudang penyimpanan, pemipilan, dan lantai jemur yang diperhitung menjadi biaya proses pasca panen. Berdasarkan hal tersebut, di satu sisi pedagang besar dipermudah 68

dalam memperoleh produk yang diinginkan, dan di sisi lainnya makelar juga dipermudah dan memiliki jaminan pemasaran dari kegiatan usahanya yaitu menjual jagung. Selain lembaga pemasaran yang ada (makelar, tengkulak, dan pedagang besar), di lokasi penelitian juga terdapat satu lembaga pemasaran komoditi pertanian yang pemasarannya memanfaatkan teknologi internet dengan sistim kontrak lelang. Produk yang dibeli berupa jagung kering pipil dengan kadar air 15-14 persen. Pemasaran online hasil pertanian ini di lakukan oleh sebuah perusahaan bernama ipasar, yang memiliki kantor cabang di Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur. Keberadaan lembaga pemasaran ini ternyata kurang mendapatkan respon positif dari para petani. Hal ini dikarenakan kurangnya komitmen kerjasama antara ipasar dengan petani dalam sistim pemasaran, terutama komitmen penetapan harga. Pada awal penanaman jagung, lembaga ini menjanjikan suatu kerjasama dalam hal pembelian hasil jagung petani dengan harga yang tinggi. Setelah melakukan kesepakatan, ternyata harga yang disepakati tidak di penuhi dengan alasan harga yang berlaku di pasar domestik dalam posisi tidak stabil bahkan turun. Harga yang diinformasikan tersebut berada di bawah harga yang diberikan oleh pedagang pengumpul yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan hal tersebut, perlu perbaikan komitmen kerjasama antara ipasar dengan petani. terutama penetapan informasi harga. 6.4. Kinerja Pasar Kinerja pasar digunakan untuk melihat sejauh mana struktur pasar dan tingkah laku pasar dalam proses pemasaran suatu komoditas. Kinerja pasar merupakan keragaan pasar dalam pemasaran jagung yang dalam penelitian ini, dianalisis dengan menghitung marjin pemasaran dan farmer s share petani jagung, serta integrasi pasar. 6.4.1. Marjin Pemasaran Marjin pemasaran digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat efisien pemasaran jagung pada di daerah penelitian. Besarnya marjin pemasaran pada berbagai saluran pemasaran tergantung pada panjang pendeknya saluran 69

pemasaran dan aktivitas yang berlangsung selama kegiatan pemasaran, serta besarnya keuntungan yang diharapkan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Analisis marjin pemasaran dilakukan pada tiga saluran pemasaran yang terbentuk yaitu saluran satu yang pemasarannya dimulai dari petani kepada pedagang I (makelar), kemudian kepada pedagang besar dan berakhir pada konsumen (pabrik). Pada saluran ke dua, yaitu pemasaran jagung petani langsung kepada pedagang besar sebagai pedagang antar pulau, kemudian pada konsumen. Sedangkan pada saluran ke tiga yaitu pemasaran jagung petani kepada pedagang II (tengkulak), kemudian dipasarkan kembali pada pedagang besar, selanjutnya pada konsumen (pabrik). Hasil analisis marjin pemasaran jagung secara lengkap disajikan pada Tabel 10. a. Saluran I Berdasarkan saluran pemasaran jagung pada Gambar 6, saluran pemasaran satu dimulai dari petani sebagai produsen jagung yang memasarkan jagungnya kepada pedagang I (makelar), kemudian memasarkannya lagi kepada pedagang besar dan akhirnya pada konsumen (pabrik). Produk yang dipasarkan adalah sama di antara lembaga pemasaran pada tingkat pedagang I (makelar) dengan pedagang besar yaitu berupa jagung kering pipil, sedangkan petani menjualnya dalam bentuk jagung kering panen. Berdasarkan hasil penelitian, menjelaskan bahwa pedagang I (makelar) membeli jagung petani dengan harga rata-rata Rp 1.135 per kg kering panen (rata-rata Rp 1.621,43 per kg kering pipil). Kemudian pedagang I (makelar) menjualnya pada pedagang besar dengan harga rata-rata sebesar Rp 2.180 per kg kering pipil. Dengan demikian, dalam 1 kg jagung kering panen setara dengan 0,7 kg jagung kering pipil. Marjin pemasaran jagung yang diperoleh sebesar Rp 558,57 per kg. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai tambah proses pengolahan jagung kering panen dari petani menjadi jagung kering pipil di tingkat makelar sebesar Rp 219,33 per kg kering pipil dengan keuntungan sebesar Rp 339,24 per kg kering pipil. Nilai tambah tersebut diperoleh dari adanya fungsi 70

pembelian dan penjualan, fungsi transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk setiap lembaga pemasaran berbeda satu sama lainnya. Biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan oleh makelar rata-rata sebesar Rp 219,33 per kg yang terdiri dari beberapa komponen biaya pemasaran antara lain yaitu biaya pengemasan, biaya pengangkutan/ transportasi, biaya sewa lantai jemur, biaya gudang penyimpanan, serta biaya pemipilan. Ke tiga komponen terakhir merupakan biaya paket yang diberikan oleh pedagang besar kepada makelar sebagai bentuk ikatan kerjasama antara makelar dengan pedagang besar. Hal ini dikarenakan pedagang besar membeli jagung pada makelar dalam bentuk jagung kering pipil dengan kadar air 18-14 persen. Biaya pengemasan merupakan biaya karung yang digunakan untuk membawa jagung kering panen dari lahan petani ke gudang tempat makelar melakukan proses selanjutnya. Besarnya biaya pengemasan jagung yang dikeluarkan makelar rata-rata sebesar Rp 13,33 per kg (6,08 persen dari total biaya pemasaran). Besarnya penggunaan biaya karung dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi jagung yang dibeli makelar pada maing-masing petani. Dimana jagung yang dihasilkan petani dalam satu karung mampu memuat ratarata 75 kg. Transportasi merupakan hal yang dibutuhkan oleh makelar untuk memindahkan jagung yang dibelinya pada petani menuju gudang penyimpanan milik pedagang besar yang pada umumnya di panggil bos. Biaya pengangkutan/ transportasi yang dikeluarkan oleh makelar rata-rata sebesar Rp 5.600 per kuintal (25,53 persen dari total biaya pemasaran). Biaya ini mencakup biaya sewa kendaraan yaitu angkutan pedesaan maupun kendaraan lain seperti mobil bak terbuka (pick up), serta biaya bongkar muat (biaya menaikkan dan menurunkan barang dari angkutan setelah pembelian jagung dari petani ke pedagang besar) dengan harga berkisar antara Rp 5000 Rp 7000 per kuintal tergantung lokasi atau jarak pengangkutan. Biaya sewa lantai jemur, biaya sewa gudang penyimpanan, dan biaya pemipilan jagung merupakan paket biaya pengolahan yang diberikan oleh 71

pedagang besar kepada para makelarnya untuk mengolah jagung yang dibeli dari petani menjadi jagung kering pipil. Dari rata-rata 4,85 ton produksi jagung yang dibeli makelar pada petani, biaya paket pengolahan jagung yang dikeluarkan oleh makelar sebesar Rp 15.000 per kuintal (68,39 persen dari total biaya pemasaran). Besarnya penggunaan biaya paket pengolahan dipengaruhi oleh besarnya produksi yang dibeli makelar dan banyaknya kegiatan yang dilakukan untuk memproduki jagung kering pipil. Kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan jagung ada tiga kegiatan dengan paket biaya rata-rata sebesar Rp 5.000 per kuintal per kegiatan. Jagung kering pipil oleh makelar kemudian dijual pada pedagang besar dengan harga rata-rata Rp 2.180 per kg untuk kemudian menjualnya lagi pada konsumen di Bali (pengusaha pakan ternak) dengan harga rata-rata sebesar Rp 3.190 per kg. Berdasarkan hal tersebut, terdapat marjin pemasaran sebesar Rp 1.010 per kg. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai tambah rata-rata sebesar Rp 100 per kg dan keuntungan rata-rata sebesar Rp 910 per kg. Nilai tambah yang diproleh berasal dari fungsi pembelian dan penjualan, transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan, serta fungsi fasilitas. Besarnya biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan oleh pedagang besar rata-rata sebesar Rp 10.000 per kuintal untuk komponen biaya tenaga kerja pabrik yaitu biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penjemur, dan penyimpanan. Besarnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan tergantung dari jenis produk dan kualitas produk yang pasarkan kepada pedagang besar. Dengan kata lain, jika produk yang dipasarkan sudah berupa jagung kering pipil tetapi ternyata kadar air sebesar 18 persen, maka biaya tenaga kerja hanya untuk kegiatan penjemuran dan penyimpanan sampai mendapatkan kadar air 14 persen (sekitar 1-2 hari penjemuran). Sehingga besarnya biaya tenaga kerja pabrik tergantung dari jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh buruh pabrik, yang biayanya sebesar Rp 5.000 per kuintal per kegiatan. Apabila dilihat dari besarnya nilai rasio keuntungan pada saluran satu terhadap biaya pemasaran (B/C ratio), maka nilai rasio terbesar yaitu pada tingkat pedagang besar sebesar 9,10. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap ada tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk produksi jagung pipil sebesar 72

satu rupiah, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 9,10. Dengan kata lain, bahwa usaha pemasaran jagung kering pipil yang dilakukan masih memberikan peluang keuntungan yang cukup tinggi sebagai tambahan sumber pendapatan. b. Saluran II Saluran pemasaran jagung yang ke dua yaitu pemasaran jagung yang dilakukan oleh petani langsung kepada pedagang besar yang juga merupakan pedagang antar pulau (PAP), kemudian pedagang besar memasarkannya pada konsumen (pabrik). Produk yang dipasarkan petani pada pedagang besar berupa jagung kering panen untuk kemudian dipasarkan kembali oleh pedagang besar dalam bentuk jagung kering pipil. Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 10, menunjukkan bahwa pedagang besar membeli jagung petani dengan harga ratarata sebesar Rp 1.153 per kg kering panen (rata-rata Rp 1.648,35 per kg kering pipil). Kemudian pedagang besar menjualnya pada konsumen (pabrik pakan) di luar provinsi NTB (Bali) dengan harga rata-rata sebesar Rp 3.269,23 per kg. Dengan demikian, terdapat marjin pemasaran sebesar Rp 1.520,88 per kg dengan nilai tambahnya sebesar Rp 213,33 per kg dan keuntungan sebesar Rp 1.407,55 per kg. Nilai tambah yang diproleh pedagang besar berasal dari fungsi pembelian dan penjualan, fungsi transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan serta fungsi fasilitas. Besarnya biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan pedagang besar di saluran ke dua ini rata-rata sebesar Rp 213,33 per kg. Adapun komponen biaya yang dikeluarkan hampir sama dengan pedagang I (makelar) yang meliputi biaya pengemasan, biaya pengangkutan/ transportasi, dan biaya tenaga kerja pabrik yaitu untuk kegiatan penjemur, penyimpanan, dan pemipilan jagung. Biaya pengangkutan/ transportasi merupakan biaya sewa kendaraan untuk mengangkut hasil produksi jagung petani menuju gudang penyimpanan, serta biaya bongkar muat jagung. Alat angkutan yang digunakan berupa angkutan pedesan maupun kendaraan lain seperti mobil bak terbuka (pick up) bahkan menggunakan truk dengan kapasitas 10 ton tergantung dari banyaknya produksi jagung yang diperoleh dari beberapa petani. Biaya pengangkutan yang 73

dikeluarkan oleh pedagang besar rata-rata sebesar Rp 5.000 per kuintal (23,44 persen dari total biaya pemasaran). Biaya pengemasan merupakan biaya karung yang digunakan untuk membawa jagung kering panen dari lahan petani ke pabrik/ gudang penyimpanan untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu penjemuran, dan pemipilan. Besarnya biaya pengemasan jagung (karung) yang dikeluarkan oleh pedagang besar ratarata sebesar Rp 13,33 per kg (6,25 persen dari total biaya pemasaran). Sama halnya dengan makelar, biaya pengemasan jagung menggunakan karung yang dikeluarkan oleh pedagang besar tergantung dari jumlah karung yang digunakan sesuai produksi jagung petani yang tiap karungnya mampu memuat hingga 75 kg. Biaya tenaga kerja pabrik meliputi biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar untuk membiayai tenaga kerja pabrik pada kegiatan penjemuran, penyimpanan, dan pemipilan jagung. Dari rata-rata 6 ton produksi jagung yang di beli pada petani responden, besarnya biaya tenaga kerja pabrik untuk pengolahan jagung menjadi jagung kering pipil rata-rata sebesar Rp15.000 per kuintal (70,31 persen dari total biaya pemasaran). Besarnya biaya tenaga kerja pabrik tergantung dari jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh buruh pabrik yaitu sebesar Rp 5.000 per kuintal per kegiatan. Sedangkan bearnya biaya tk yang dikeeluarkan untuk produk yg ddi beli pada leembaga pemaaran Apabila dihitung rasio keuntungan pedagang besar terhadap biaya pemasaran (B/C rasio) maka nilai rasionya sebesar 5,60 yang berarti bahwa setiap ada tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang besar untuk memasarkan jagung kering pipil sebesar satu rupiah, maka akan mendapatkan keuntungan usaha sebesar Rp 5,60. c. Saluran III Kegiatan pemasaran jagung pada saluran ke tiga dimulai dari pemasaran jagung oleh petani kepada pedagang II (tengkulak), kemudian dipasarkan kembali pada pedagang besar, dan akhirnya pada konsumen (pabrik). Produk yang dipasarkan petani kepada pedagang II (tengkulak) berupa jagung kering panen. Pada tingkat pedagang II (tengkulak), produk yang dipasarkan kepada pedagang besar tidak mengalami perubahan yaitu berupa jagung kering panen. 74

Berdasarkan hasil penelitian, pedagang II (tengkulak) ternyata hanya membeli dan menjual jagung dalam bentuk jagung kering panen tanpa ada pengolahan lagi terhadap produk jagung yang di beli pada petani. Jagung yang dibeli pada petani dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.085,71 per kg kering panen (rata-rata Rp 1.551,02 per kg kering pipil) kemudian dinjual oleh tengkulak pada pedagang besar dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.500 per kg kering panen (rata-rata Rp 2.142,86 per kg kering pipil). Berdasarkan hal tersebut, terdapat marjin pemasaran sebesar Rp 591,84 per kg dengan nilai tambah yang diperoleh rata-rata sebesar Rp 67,62 per kg dan keuntungan Rp 524,22 per kg kering pipil. Nilai tambah tersebut diperoleh dari adanya fungsi pembelian, penjualan, dan fungsi transportasi. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang II (tengkulak) yaitu rata-rata sebesar Rp 67,62 per kg dengan komponen biaya pemasarannya antara lain yaitu biaya pengemasan, dan biaya pengangkutan/ transportasi. Biaya pengemasan yang dikeluarkan tengkulak adalah biaya karung yang digunakan untuk membawa hasil jagung yang akan dipasarkan pada pedagang besar. Besarnya biaya pengemasan jagung kering panen yang dikeluarkan rata-rata sebesar Rp13,33 per kg (19,72 persen dari total biaya pemasaran). Biaya pengangkutan/ transportasi yang dikeluarkan oleh pedagang II (tengkulak) rata-rata sebesar Rp 5.429 per kuintal. Biaya ini merupakan biaya pemasaran jagung terbesar yang dikeluarkan oleh tengkulak dari total biaya pemasaran yaitu sebesar 80,28 persen. Biaya trasportasi terdiri dari biaya sewa mobil beserta biaya menaikkan dan menurunkan barang dari angkutan setelah pembelian jagung dari petani ke pedagang besar. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pedagang II (tengkulak) tidak melakukan pengolahan apapun pada jagung yang dibelinya dari petani, kemudian langsung dijualnya pada pedagang besar dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.500 per kg kering panen. Kemudian di tingkat pedagang besar, setelah mengalami proses pengolahan hasil menjadi kering pipil selama kurang lebih 2-3 hari, kemudian jagung tersebut dijual kepada konsumen (pabrik) di bali dengan harga Rp 3.228,57 per kg kering pipil. Sehingga marjin pemasaran yang timbul adalah sebesar Rp 1.085,71 per kg dengan nilai tambah rata-rata sebesar 75

Rp150 per kg dan keuntungan rata-rata sebesar Rp 935,71 per kg kering pipil. Nilai tambah tersebut diperoleh dari adanya fungsi pembelian dan penjualan, transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan, serta fungsi fasilitas. Apabila dilihat dari besarnya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (B/C ratio), maka nilai rasio terbesar yaitu pada tingkat pedagang besar sebesar 6,24. Ini mengindikasikan bahwa setiap ada tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan sebesar satu rupiah, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 6,24. Dengan kata lain, bahwa usaha pemasaran jagung yang dilakukan pedagang besar mampu memberikan peluang yang cukup tinggi sebagai tambahan sumber pendapatan. Berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran dalam Tabel 10 menunjukkan bahwa pada level pemasaran yang sama yaitu pada tingkat pedagang pengumpul (makelar dan tengkulak), biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh tengkulak (Rp 67,62 per kg) lebih kecil bila dibandingkan dengan makelar. Hal ini dikarenakan tengkulak tidak melakukan pengolahan terhadap produk jagung yang di beli pada petani sehingga komponen biaya pemasarannya hanya terdiri dari biaya pengemasan, dan biaya pengangkutan/ transportasi. Marjin pemasaran tertinggi pada lembaga pemasaran, terletak pada saluran ke tiga yaitu rata-rata sebesar Rp 1.677,55 per kg. Hal ini dikarenakan jagung yang dibeli dari pedagang II (tengkulak) membutuhkan biaya yang lebih besar dari makelar, dengan pembelian yang lebih mahal dibandingkan membeli langsung pada petani. Kemudian marjin pemasaran terbesar kedua yaitu pada saluran pertama rata-rata sebesar Rp 1.568,57 per kg. Sedangkan marjin pemasaran terendah yaitu pada saluran ke dua rata-rata sebesar Rp 1.520,88 per kg. Kecilnya marjin pemasaran pada saluran ke dua dikarenakan pedagang besar dalam sistim pemasaran jagung melakukan pembelian langsung pada petani. Dengan kata lain, saluran ini merupakan saluran pemasaran terpendek dari saluran pemasaran lainnya. Selain itu, total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam saluran ke dua ini pun adalah rendah rata-rata sebesar Rp 213,33 per kg. Berdasarkan uraian tersebut, share harga yang diterima petani dapat dikatakan tidak terlalu tinggi yaitu rata-rata sebesar 49,76 persen. 76

Tabel 10 Biaya, dan marjin pemasaran di Kabupaten Lombok Timur pada MT Januari - April tahun 2012 Lembaga Pemasaran Biaya/ Harga (Rp/kg) Saluran I Saluran II Saluran III Share (%) Biaya/ Harga (Rp/kg) Share (%) Biaya/ Harga (Rp/kg) Share (%) Petani a. Harga jual 1.621,43 50,83 1.648,35 53,94 1.551,02 48,04 Tengkulak a. Harga beli - - - - 1.551,02 48,04 b. Biaya pemasaran - - - - 67,62 2,09 c. Keuntungan - - - - 524, 22 16,24 d. Harga jual - - - - 2.142,86 66,37 Marjin pemasaran tengkulak - - - - 591,84 Makelar a. Harga beli 1.621,43 50,83 - - - - b. Biaya pemasaran 219,33 6,88 - - - - c. Keuntungan 339,24 10,63 - - - - d. Harga jual 2.180,00 68,34 - - - - Marjin pemasaran makelar 558,57 - - - - Pedagang besar a. Harga beli 2.180,00 68,34 1.648,35 53,94 2.142,86 66,37 b. Biaya pemasaran 100,00 3,13 213,33 6,98 150,00 4,65 c. Keuntungan 910,00 28,53 1.407,55 39,08 935,71 28,98 d. Harga jual 3.190,00 100,00 3.268,23 100,00 3.228,57 100,00 Marjin pemasaran Pedagang besar 1.010,00 1.520,88 1.085,71 Total MP 1.568,57 1.520,88 1.677,55 B/C rasio 9,10 5,60 6,24 77

Besar kecilnya biaya dan jenis produk dalam proses pemasaran jagung, serta keuntungan yang diterima petani maupun pedagang juga mempengaruhi farmer share. Hal ini dikarenakan besarnya biaya pemasaran maupun jenis produk yang dipasarkan akan mempengaruhi harga jual di retail ataupun pedagang besar selaku pedagang antar pulau. Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 10, menunjukkan bahwa saluran pemasaran pertama memberikan bagian harga yang diterima petani (farmer share) lebih tinggi yaitu rata-rata sebesar 50,83 persen bila dibandingkan dengan saluran pemasaran dua dan tiga. Nilai farmer share tertinggi ke dua yaitu pada saluran pemasaran ke dua sebesar 50,42 persen, dan yang terendah adalah di saluran pemasaran ke tiga yaitu sebesar 48,04 persen. Tingginya bagian harga yang diterima petani dipengaruhi oleh tingginya harga jual jagung petani terhadap harga jual pada pedagang besar sebagai lembaga pemasaran akhir di Provini NTB, serta jumlah lembaga yang terlibat termasuk fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pada tiap tingkatan lembaga pemasaran tersebut dalam satu saluran pemasaran. Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam satu saluran pemasaran jagung tidak selalu memiliki marjin pemasaran yang besar. Hal ini juga dipengaruhi oleh bentuk produk yang dipasarkan dan fungsi pemasaran yang dilakukan masing-masing lembaga pemasaran. Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 7, menunjukkan bahwa semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat ditambah lagi dengan bentuk produk yang dipasarkan berbeda, maka bagian harga yang diterima petani dari yang dibayarkan oleh konsumen sebagai nilai farmer share akan semakin rendah. 6.4.2. Integrasi Pasar (3 lbr) Analisis pasar secara vertikal dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keterpaduan yang terjadi antara harga pada pasar produsen dengan harga pada pasar konsumen. Dengan kata lain, seberapa jauh pembentukan harga dalam suatu pasar komoditas jagung pada satu lembaga pemasaran mampu dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Dan untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi seberapa mampu dipengaruhi oleh 78

harga pasar konsumsi yaitu dengan menerapkan model dari Ravallion (1986) yang selanjutnya telah dikembangkan oleh Heytens (1986) adalah sebagai berikut : P it = (1 + b 1 )P it-1 + b 2 (P t - P t-1 ) + (b 3 - b 1 )P t-1 + b 4 X Dimana : P it = Harga jagung pada pasar lokal ke-i (waktu t) P it - 1 _ = Harga jagung pada pasar lokal ke-i (waktu t-1) P t = Harga jagung pada pasar acuan (waktu t) _ P t-i X = Harga jagung pada pasar acuan (waktu t-1) = Faktor musim atau faktor lain (1+b 1 ) = koefisien lag harga di tingkat pasar ke-i pada waktu t-1 b 2 = koefisien perubahan harga di pasar acuan pada waktu t dan t-1 (b 3 -b 1 ) = koefisien lag harga di tingkat pedagang besar pada waktu t-1 Berdasarkan hasil analisis regresi terhadap model di atas (Lampiran 4), maka dilakukan analisis terhadap integrasi pasar jagung secara vertikal dari pasar lokal kepada pasar acuannya. Intergrai pasar jagung untuk jangka pendek di analisis dengan menggunakan Index of Market Connection ( IMC ) sebagaimana disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Analisis integrasi pasar jagung dalam jangka pendek di Kabupaten Lombok Timur tahun 2012 Petani Pasar local Pasar acuan IMC Tengkulak Makelar Pedagang besar 1,20 2,38 0,51 Tengkulak Pedagang besar 0,19 Makelar Pedagang besar 0,04 Hasil analisis pada Tabel 11 di atas, menunjukkan bahwa tiga pasar lokal jagung yaitu petani, tengkulak, dan makelar secara vertikal memiliki hubungan keterkaitan harga dengan pasar acuannya dalam jangka pendek. Dari lima pasar acuan jagung yang ada, integrasi pasar yang lemah secara vertikal ada di dua pasar acuan 79