MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

83/PMK.03/2009 PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI SERTA PENGGANTIAN ATAU IMBALAN DA

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-170/PJ/2002 TANGGAL : 28 Maret 2002

NO. JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-176/PJ/2000 TANGGAL : 26 JUNI 2000

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-213/PJ/2001 Tanggal : 15 Maret 2001

Subjek Pajak PPh Pasal 23

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

Nomor : Lampiran : Hal : Permohonan Penetapan/Perpanjangan Penetapan*) Daerah Tertentu. Yth. Kepala Kantor Wilayah DJP... di...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-

Lampiran I Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : Tanggal : Nomor : Perihal : Permohonan Penetapan Sebagai Daerah Terpencil

Nomor : Lampiran : : Permohonan Penetapan/Perpanjangan Penetapan*) Daerah Tertentu. Yth. Kepala Kantor Wilayah DJP... di...

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG


Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I PPh Pasal 4 ayat ( 2 ) 1 Pejualan saham di Bursa Efek

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 220/PJ.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 540/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA WAJIB PAJAK

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

PER-70/PJ/2007 JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AY

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

SURAT PERMOHONAN IJIN KOMPENSASI KERUGIAN

Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 12, No. 1, Februari 2016, Hal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perpajakan Bagi Koperasi

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG

S-1081/PJ.313/2005 PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE- 13/PJ.42/2002)

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-28/PJ/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2002:1)

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : 21/PJ/2009 TANGGAL : 02 MARET 2009

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

Panduan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

DAFTAR BIAYA FISKAL DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1996 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTAN

BENTUK LAPORAN PENERIMAAN PAJAK (LPP) KODE FORMULIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

Transkripsi:

L 1 KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 466/KMK.04/2000 TENTANG PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI DAN PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN DI DAERAH TERTENTU SERTA YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBERI KERJA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Dan Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa yang Diberikan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Serta Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja; Mengingat : 1.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984); 2.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985); 3.Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI DAN PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN DI DAERAH TERTENTU SERTA YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBERI KERJA. Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan : a.penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai adalah makanan dan minuman yang disediakan oleh pemberi kerja bagi seluruh pegawai secara bersama-sama termasuk dewan direksi dan dewan komisaris di tempat kerja. b.daerah tertentu adalah daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh

L 2 transportasi umum, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral. Pasal 2 (1)Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja atau perusahaan. (2)Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, adalah sarana dan fasilitas di lokasi bekerja untuk : a.tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya; b.pelayanan kesehatan; c.pendidikan bagi pegawai dan keluarganya; d.pengangkutan bagi pegawai dan keluarganya; e.olahraga bagi pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, boating dan pacuan kuda; sepanjang fasilitas dan sarana tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri. (3)pengeluaran untuk pembangunan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun disusutkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Pasal 3 Pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. Pasal 4 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 5 Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 633/KMK.04/1994 dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Nopember 2000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd PRIJADI PRAPTOSUHARDJO KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 213/PJ./2001 L 3 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI DAN PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN DI DAERAH TERTENTU SERTA YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBERI KERJA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.04/2000 tentang Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Dan Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diberikan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Serta Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Dan Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diberikan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Serta Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja; Mengingat : 1.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984); 2.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985); 3.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.04/2000 tentang Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Dan Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diberikan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Serta Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI DAN PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN DI DAERAH TERTENTU SERTA YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBERI KERJA.

L 4 Pasal 1 Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan : a.penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai adalah makanan dan minuman yang disediakan oleh pemberi kerja bagi seluruh pegawai secara bersama-sama termasuk dewan direksi dan dewan komisaris yang diberikan di tempat kerja. b.daerah tertentu adalah daerah terpencil, yaitu : 1)daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan sarana dan prasarana sosial ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum karena terbatasnya sarana angkutan umum baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang; 2)daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral. Pasal 2 Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja atau perusahaan dan bukan merupakan penghasilan bagi pegawai. Pasal 3 (1)Pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi pegawai walaupun diberikan bukan di daerah terpencil. (2)Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan ini berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerja yang biasanya diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tau Pemda setempat termasuk pakaian dan peralatan bagi pegawai Pemadam kebakaran, proyek, pakaian seragam pabrik, hansip/satpam, dan penginapan untuk awak kapal/pesawat, serta antar jemput pegawai. Pasal 4 (1)Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sarana dan fasilitas di Iokasi bekerja untuk : a.tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di Iokasi bekerja tersebut tidak ada tempat tinggal yang dapat disewa; b.pelayanan kesehatan, sepanjang dilokasi bekerja tersebut tidak ada sarana kesehatan; c.pendidikan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di Iokasi bekerja tersebut tidak ada sarana pendidikan yang setara; d.pengangkutan bagi pegawai di Iokasi bekerja, sedangkan pengangkutan anggota keluarga dari pegawai yang bersangkutan terbatas pada pengangkutan sehubungan dengan kedatangan pertama ke Iokasi bekerja dan kepergian pegawai dan keluarganya karena terhentinya hubungan kerja; e.olahraga bagi pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, boating dan pacuan kuda, sepanjang di Iokasi bekerja tersebut tidak tersedia sarana dimaksud.

L 5 (2)Pengeluaran-pengeluaran dalam bentuk natura dan kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)bukan merupakan penghasilan bagi pegawai dan dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja pada tahun pajak dibayarnya atau terutangnya pengeluaran tersebut. (3)Pengeluaran untuk pembangunan sarana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun disusutkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. (4)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 10 tahun yang berlaku sejak tahun pajak diterbitkannya keputusan dan dapat diperpanjang kembali. Pasal 5 (1)Wajib Pajak yang melakukan penanaman di daerah terpencil dapat mengajukan permohonan penetapan sebagai daerah terpencil kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan dilampiri : a.surat Persetujuan Tetap dari BKPM atau instansi berwenang terkait untuk Wajib Pajak penanaman modal atau rencana investasi untuk Wajib Pajak lainnya; b.peta Iokasi; c.neraca/laporan Keuangan terakhir sebelum tahun permohonan; d.pernyataan mengenai keadaan sarana angkutan dan sarana sosial ekonomi dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I.a Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. (2)Dalam hal permohonan Wajib Pajak belum lengkap, Kepala Kantor Wilayah mengirimkan Surat Permintaan Kelengkapan Permohonan Untuk Ditetapkan Sebagai Daerah Terpencil dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. (3)Sebelum diberikan keputusan tentang penetapan sebagai daerah terpencil, Kepala Kanwil DJP yang menerima permohonan dapat melakukan pemeriksaan ke Iokasi daerah terpencil. (4)Apabila Iokasi daerah terpencil berada di luar wilayah kerja Kanwil DJP yang bersangkutan, Kepala Kanwil DJP dimaksud dapat meminta bantuan kepada Kepala Kanwil DJP tempat Iokasi daerah terpencil tersebut berada untuk melakukan pemeriksaan dengan tindasan kepada Kepala KPP terkait dan Wajib Pajak yang bersangkutan. (5)Kepala Kanwil DJP memberikan keputusan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III atau Lampiran IV Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap. (6)Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJP sebagaimana dimaksud dalam Ayat (5)dapat diterbitkan paling lama 6 (enam) bulan dalam hal diperlukan pemeriksaan oleh Kanwil DJP lainnya. (7)Surat permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Ayat (5) adalah saat diterima permohonan beserta seluruh lampiran sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1). (8)Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (5) atau Ayat (6), Kepala Kantor Wilayah tidak memberi suatu keputusan, permohonan penetapan sebagai daerah terpencil dianggap dikabulkann.

L 6 Pasal 6 (1)Wajib Pajak yang mengajukan permohonan atau telah diberikan Keputusan penetapan sebagai daerah terpencil, dibuatkan Buku Register pengawasan tersendiri baik di Kanwil DJP maupun di KPP dengan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. (2)Untuk memonitor perkembangan investasi di daerah terpencil, laporan keuangan yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan harus diuraikan secara rinci mengenai : a.daftar harta dan penyusutan yang memperoleh perlakuan PPh atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah terpencil dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V. a Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. b.daftar penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang memperoleh perlakuan PPh atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah terpencil dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V. b Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 7 Permohonan penetapan sebagai daerah terpencil yang diterima sebelum Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini ditetapkan, diselesaikan sesuai dengan ketentuan sebelum berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 8 Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2001 DIREKTUR JENDERAL ttd HADI POERNOMO

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA L 7 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.22/1986 TENTANG BIAYA "ENTERTAINMENT" DAN SEJENISNYA (SERI PPh UMUM 18) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Berkenaan dengan banyaknya pertanyaan mengenai biaya "entertainment", representasi, jamuan tamu dan sejenisnya yang dapat dikurangkan dari penghasilan, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1.Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. 2.Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan(formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil). 3.Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, sejak tahun pajak 1986 agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif seperti terlampir yang berisi : a.nomor urut. b.tanggal "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. c.-nama tempat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. -Alamat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. -Jenis "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. -Jumlah (Rp) "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. d.relasi usaha yang diberikan "entertainment" dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas berisi :-Nama, -Posisi, -Nama perusahaan, - Jenis usaha. 4.Apabila petugas pajak yang melakukan penelitian atau pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan tahun 1984 dan 1985 menemukan pos biaya "entertainment" dan sejenisnya, maka kepada Wajib Pajak seyogyanya dimintakan daftar nominatif seperti tersebut di atas untuk membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan. Demikianlah untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd Drs. SALAMUN A.T

L 8 LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-170/PJ/2002 TANGGAL : 28 Maret 2002 JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS JASA TEKNIK, JASA MANAJEMEN, JASA KONSTRUKSI, JASA KONSULTAN DAN JASA LAIN YANG ATAS IMBALANNYA DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 NO. JENIS PENGHASILAN/ JASA 1. 2. a. Jasa profesi. b. Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi. c. Jasa akuntansi dan pembukuan. d. Jasa penilai. e. Jasa aktuaris. a. Jasa teknik dan jasa manajemen b. Jasa perancang/ desain: - Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan; - Jasa perancang mesin dan jasa perancang peralatan; - Jasa perancang alat-alat transportasi/ kendaraan; - Jasa perancang iklan/ logo; - Jasa perancang alat kemasan. c. Jasa instalasi/ pemasangan: - Jasa instalasi/ pemasangan mesin, listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel, kecuali dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup dan pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/ sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; - jasa instalasi/ pemasangan peralatan; d. Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan: - Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan mesin, listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel - Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan peralatan; - Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan alat-alat transportasi/ kendaraan; - Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/ sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang Penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap. Jasa penunjang di bidang penambangan migas. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas. PERKIRAAN PENGHASILAN NETO 50% dari bruto tidak PPN 40% dari bruto tidak PPN jumlah termasuk jumlah termasuk

Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara. Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing. Jasa pengolahan/ pembuangan limbah. Jasa maklon. Jasa rekruitmen/ penyediaan tenaga kerja. Jasa perantara. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh BEJ, BES, KSEI dan KPEI. Jasa kustodian/ penyimpanan/ penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI dan tidak termasuk sewa gudang yang telah dikenakan PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996. Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum. Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan atau mixing film. Jasa pemanfaatan informasi di bidang teknologi, termasuk jasa internet. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan. 3. Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan, jasa instalasi/ pemasangan mesin, listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/ sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi. 4. a. Jasa perencanaan konstruksi. b. Jasa pengawasan konstruksi. 5. a. Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan. b. Jasa Catering. c. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 13 1/3 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN 26 2/3 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN 10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN