IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

Transkripsi

1 PASAL 04 AYAT Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya a. Obyek PPh Final adalah bunga deposito, bunga tabungan lainnya dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). b. Besar tarif pemotongan adalah 20% dari nilai bruto. c. Yang tidak dipotong PPh final ini antara lain: 1) bunga dari deposito/tabungan/sbi sepanjang jumlah deposito/tabungan/sbi tidak lebih dari Rp ,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah; 2) bunga diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; 3) bunga deposito/tabungan/diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; 4) bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. 2. Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara a. Obyek PPh Final adalah Bunga Obligasi, berupa imbalan yang diterima pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan atau diskonto. b. Diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan obligasi dapat diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan. c. Tarif pemotongan ditinjau dasar pengenaannya sebagai berikut: Bunga dengan Kupon jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi 15% bagi Wajib Dalam Diskonto dengan Kupon Negeri & Badan Usaha Tetap selisih lebih harga jual atau nominal di atas harga 20% bagi P3B bagi Wajib perolehan obligasi, tidak Luar Negeri selain termasuk bunga berjalan Badan Usaha Tetap Diskonto tanpa Bunga selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi Diskonto dan atau Bunga Wajib Reksadana selisih lebih harga jual atau 0% untuk 2009 s.d % untuk 2011 s.d % untuk 2014 dst nilai nominal di atas harga perolehan obligasi dan atau jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi d. Tidak dilakukan pemotongan PPh atas bunga yang diterima oleh: 1) Wajib dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan 2) Wajib bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

2 3. Bunga Simpanan Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi a. Obyek PPh Final adalah bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi. b. Besar tarif pemotongan adalah: 0% untuk bunga simpanan sampai dengan Rp ,- per bulan 10% untuk bunga simpanan lebih dari Rp ,- per bulan 4. Hadiah Undian a. Obyek PPh Final adalah hadiah undian, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. b. Tarif pemotongan adalah 25% dari jumlah bruto hadiah undian dan dipotong oleh penyelenggara undian. 5. Transaksi Saham a. Obyek PPh Final adalah penghasilan dari penjualan saham di bursa. b. Tarif pemungutan PPh Final adalah 0.1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham. 6. Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan a. Obyek PPh Final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati. b. Tarif PPh Final ditentukan berdasarkan: 1) selain Wajib yang usaha pokoknya melakukan pengalihan atas tanah dan atau bangunan sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut. 2) bagi Wajib yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, maka: a) 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana; dan b) 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan lainnya. c. Pembebasan PPh Final dilakukan 1) Dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas atas: a) Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena yang jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp ,- dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah; b) dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; c) badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau d) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan. 2) Tanpa Surat Keterangan Bebas a) orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus; b) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak. d. Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Bumi dan Bangunan.

3 e. Apabila diketahui berdasarkan data atau kejadian sebenarnya,jumlah bruto nilai pengalihan menurut akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maupun Nilai Jual Objek tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan lebih rendah dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang sebenarnya, maka besarnya Penghasilan dihitung dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang sebenarnya. f. Dalam hal pengalihan hak kepada instansi Pemerintah maka nilai pengalihan hak adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan. g. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dilakukan oleh cabang. Namun seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di cabang harus dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. 7. Jasa Konstruksi a. Obyek PPh Final adalah penghasilan dari usaha jasa konstruksi. b. Tarif pengenaan PPh Final berlaku sebagai berikut: Kecil 2% Pelaksana Punya Klasifikasi Usaha Selain Konstruksi Kecil 3% Tanpa Klasifikasi Usaha 4% Perencana/ Punya Klasifikasi Usaha 4% Pengawas Konstruksi Tanpa Klasifikasi Usaha 6% c. PPh Final dipotong oleh Pengguna Jasa jika merupakan pemotong pajak atau disetor sendiri jika Pengguna Jasa bukan pemotong pajak. 8. Persewaan Tanah dan atau Bangunan a. Obyek PPh Final adalah penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri. b. Tarif PPh Final adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang menyewakan Wajib Orang Pribadi maupun Badan. c. Jumlah bruto persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan). 9. Dividen yang diterima Wajib Orang Pribadi Dalam Negeri a. Obyek PPh Final adalah dividen, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b. Tarif pengenaan PPh Final sebesar 10% dari jumlah bruto dividen yang diterima. c. PPh dipotong oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen. 10. Penghasilan Usaha yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu a. Obyek PPh Final adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib yang memiliki peredaran bruto tertentu, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. b. Subjek PPh yang bersifat final adalah Wajib orang pribadi atau Wajib badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun. c. Penentuan peredaran bruto yang tidak melebihi Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari: 1) jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; 2) penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri; 3) usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan 4) penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak. d. Tarif PPh yang bersifat final atas penghasilan Wajib yang memiliki peredaran bruto tertentu

4 PASAL 15 adalah 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha. 1. Jasa Pelayaran Dalam Negeri a. Obyek PPh adalah penghasilan yang diterima Wajib perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penyewaan kapal, dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan sebaliknya serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia. b. Tarif pengenaan PPh Final sebesar 1,2% dari peredaran bruto. 2. Jasa Penerbangan Dalam Negeri a. Obyek PPh adalah penghasilan yang diterima berdasarkan perjanjian carter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri. b. Tarif pengenaan PPh sebesar Rp 1,8% dari peredaran bruto. 3. Jasa Pelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri a. Obyek PPh adalah penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh Wajib perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berkedudukan di Indonesia. b. Tarif pengenaan PPh Final sebesar 2,64% dari peredaran bruto. PASAL 21 Pasal ini menjelaskan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Orang Pribadi Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. a. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. b. Pegawai tidak tetap disebut juga tenaga kerja lepas, adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. 2. Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut. 3. Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. 4. Imbalan bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Penjelasan terkait pengenaan Penghasilan sesuai pasal ini adalah sebagai berikut: 1. Pegawai a. Pegawai Tetap Dalam menghitung PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap perlu diperhatikan rumus perhitungan sebagai berikut: Beberapa pengertian yang terkait dalam pasal ini yang patur dipahami antara lain: 1. Pegawai dibedakan menjadi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.

5 Penghasilan Bruto Setahun Rp xxx.xxx Pengurang Penghasilan Bruto (Rp xxx.xxx) Penghasilan Neto Setahun Rp xxx.xxx Penghasilan Tidak Kena (PTKP) (Rp xxx.xxx) Penghasilan Kena (PKP) Rp xxx.xxx PPh Pasal 21 yang dipotong adalah PPh Pasal 21 Setahun = PKP x Tarif Pengurang Penghasilan Bruto Pegawai Tetap terdiri dari : 1) Biaya Jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp ,- sebulan atau Rp ,- setahun. 2) Iuran Dana Pensiun atau Tunjangan/Jaminan Hari Tua kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan. Yang perlu diperhatikan dalam menghitung PPh Pasal 21 adalah jumlah upah harian, atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari, yaitu: a) upah mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; b) upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; c) upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan; d) upah harian kurang dari Rp ,00 atau penghasilan dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp ,- e) upah harian lebih dari Rp ,- tetapi jumlah kumulatif yang diterima dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp ,-; Besaran PTKP pertahun ditetapkan sebagai berikut: 1) Rp ,- untuk Wajib Orang Pribadi. 2) Rp ,- tambahan untuk Wajib yang Kawin. 3) Rp ,- tambahan untuk setiap anggota keluarga dan keluarga semenda dalam garis kerurunan lurus serta anak angkat yang menjadi tangggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga. PPh Pasal 21 = (upah harian - Rp ,-) x 5% f) Penghasilan bruto sebulan melebihi Rp ,- tapi tidak lebih dari Rp ,-; PPh Pasal 21 = (upah harian - PTKP Sehari) x 5% g) Penghasilan bruto sebulan lebih dari Rp ,-. Tarif yang ditetapkan sebagai berikut: Tarif Lapisan PKP s.d. Rp ,- 5% diatas Rp ,- s.d. Rp ,- 15% diatas Rp ,- s.d ,- 25% diatas Rp ,- 30% b. Pegawai Tidak Tetap 1) Upah Bulanan Dihitung sebagaimana rumus perhitungan pegawai tetap. 2) Upah Harian/Mingguan/Borongan/Satuan PPh Pasal 21 = [(Penghasilan Bruto Setahun - PTKP) x Tarif ] / 12 c. Bukan Pegawai Penghitungan PPh Pasal 21 akan dibedakan menjadi: 1) Menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan; a) Imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan merupakan imbalan yang dibayarkan kepada Wajib Orang Pribadi Bukan Pegawai hanya 1 kali dalam 1 tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan atau jasa.

6 b) Dasar pengenaan pajaknya adalah Penghasilan Bruto dengan tidak memperhitungkan PTKP. c) PPh Pasal 21 dihitung dengan rumus: APBN/APBD dan Non APBN/APBD, dan penjualan barang sangat mewah. Daftar Pemungut dan Obyek PPh Pasal 22 adalah: PPh Pasal 21 sebulan = [50% x Penghasilan Bruto] x Tarif Pemungut PPh Pasal 22 Obyek 2) Menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan; a) PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif atas jumlah kumulatif PKP. b) PPh Pasal 21 dihitung dengan rumus: DPP = (50% x Penghasilan Bruto Sebulan - PTKP per bulan) kumulatif PPh Pasal 21 sebulan = DPP x Tarif 3) Menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain. a) Dasar pengenaan pajaknya tidak memperhitungkan besarnya PTKP sebulan. Hak PTKP dapat diperhitungkan oleh Wajib pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. b) Contoh Wajib adalah dokter yang bekerja di 2 atau lebih rumah sakit dalam tahun kalender yang sama. c) PPh Pasal 21 dihitung dengan rumus: DPP = (50% x Penghasilan Bruto Sebulan) kumulatif PPh Pasal 21 sebulan = DPP x Tarif Yang termasuk dalam kategori ini antara lain pengacara, arsitek, dokter, notaris, akuntan, aktuaris, konsultan, olahragawan, pengajar, peneliti, penceramah, penyanyi, bintang film, petugas dinas luar asuransi, dan lain-lain. PASAL 22 Pasal ini mengenai penghasilan sehubungan dengan impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan dana Bank Devisa/Ditjen Bea Cukai Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Pengeluaran Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi Delegasi oleh KPA BUMN Tertentu Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi Agen Tunggal Pemegang Merek ( ATPM), Agen Pemegang Merek (APM ), dan importir umum kendaraan bermotor Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas Wajib Badan yang melakukan penjualan Barang Sangat Mewah Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan Impor Barang Pembayaran atas Pembelian Barang Pembayaran atas Pembelian Barang yang dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan (UP) Pembayaran atas Pembelian Barang kepada Pihak Ketiga yang dilakukan dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS) Pembelian Barang dan atau Bahan-Bahan untuk Keperluan Kegiatan Usaha Penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas Penjualan Barang Sangat Mewah Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul

7 Penunjukan pemungut PPh Pasal 22 dilakukan tanpa penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan. PASAL 23 Penghasilan yang dikenakan pajak dalam pasal ini berupa dividen, royalti, jasa manajemen, jasa teknik dan jasa lainnya. Pemotongan PPh Pasal 23 dikenakan dari jumlah penghasilan bruto dengan tarif sebagai berikut: Tarif Jenis Penghasilan Dividen Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang 15% Royalti Hadiah, penghargaan, bonus, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 Sewa dan penghasilan sehubungan dengan 2% penggunaan harta Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan 1. Jasa penilai (appraisal); 2. Jasa aktuaris; 3. Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan; 4. Jasa perancang (design); 5. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh BUT; 6. Jasa penunjang di bidang penambangan 2% migas; 7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; 8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; 9. Jasa penebangan hutan; 10. Jasa pengolahan limbah; 11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing service); 12. Jasa perantara dan atau keagenan; 13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI, dan KPEI; 14. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; 15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan atau sulih suara; 16. Jasa mixing film; 17. Jasa sehubungan dengan perangkat lunak komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan. 18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC, dan atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 19. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin,, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC, dan atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 20. Jasa maklon; 21. Jasa penyelidikan dan keamanan; 22. Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer; 23. Jasa pengepakan; 24. Jasa penyediaan tempat dan atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi 25. Jasa pembasmian hama; 26. Jasa kebersihan atau cleaning service; 27. Jasa katering atau tata boga. Penghasilan jumlah buto yang diatur dalam pasal ini tidak termasuk: 1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa; 2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material; 3. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga; 4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-

8 nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga. PASAL 26 Pasal Pengenaan Batas Waktu Pembayaran/ Pelaporan Penyetoran SPT Masa Pasal ini mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Luar Negeri dari Indonesia sebagai berikut, beserta tarif pajaknya: PPh Pasal 21 tanggal 10 bulan Berakhir Bentuk Penghasilan Dividen Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan Hadiah dan penghargaan Pensiun dan pembayaran berkala lain Premi swap dan transaksi Dasar Pengenaan Penghasilan Bruto Tarif 20% PPh Pasal 22 Bendahara PPh Pasal 22 Impor Dipungut DJBC PPh Pasal 22 Migas, Industri, Barang Mewah, Pedagang Pengumpul PPh Pasal 23 disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran disetor dalam 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan tanggal 10 bulan tanggal 10 bulan 14 hari kerja terakhir minggu berikutnya lindung nilai lainnya keuntungan karena pembebasan utang, yang diterima Wajib Luar Negeri selain bentuk usaha tetap PPh Pasal 04 Ayat 02 Pemotongan tanggal 10 bulan penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri Perkiraan Penghasilan Neto 20% PPh Pasal 4 Ayat 2 Setor Sendiri tanggal 15 bulan Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham Paling lama KEWAJIBAN PENYETORAN & PELAPORAN Batas waktu pembayaran/penyetoran pajak yang sudah dipotong dan/atau dipungut oleh Wajib serta tanggal pelaporan SPT Masa adalah sebagai berikut: PPh Pasal 15 Pemotongan PPh Pasal 15 Setor tanggal 10 bulan berikutnya setelah tanggal 15 bulan Sendiri

9 3. Surat Setoran atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor PPh Pasal 26 Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Transaksi Penerimaan (NTPN); 4. Wajib Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan pemotongan atau pemungutan. Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan kewajiban pemotongan/pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak-pajak yang telah dipotong/dipungut antara lain: 1. apabila tanggal jatuh tempo pelaporan, pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya; 2. pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran ; SUMBER BACAAN Direktorat Jenderal. Penghasilan Jakarta: Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal. Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh Edisi Revisi Cetakan I. Jakarta: Direktorat Jenderal Waluyo. Perpajakan Indonesia. Edisi 10-Buku Jakarta: Salemba Empat. ISBN