84 V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya (BCB) bab IX pasal 28 ayat (1) bahwa pada dasarnya setiap KCB dan BCB dapat diarahkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, ilmu pengetahuan, dan atau kebudayaan. Kemudian setelah dilakukan analisis pada KCB Kotagede ini, potensi pengembangan yang akan direncanakan dalam penelitian ini adalah pengembangan pada bidang pariwisata, khususnya sebagai wisata sejarah dan budaya. Pada pengembangan wisata sejarah dapat dilakukan aktivitas wisata berupa pemahaman mengenai sejarah kawasan, mulai sejak pembentukannya hingga perkembangan kawasan yang telah menjadi pusat penghasil kerajinan perak. Pemahaman tersebut dapat wisatawan lihat dari objek wisata yang berupa bangunan peninggalan yang masih ada/utuh ataupun sisa-sisa dari bangunan yang telah rusak. Untuk lebih memantapkan pemahaman wisatawan maka diperlukan pula fasilitas interpretasi yang memadai. Jika dari segi wisata budaya, aktivitas wisata yang dapat dilakukan adalah memahami kebudayaan kawasan dengan melihat gaya arsitektur bangunan, pola pemukiman, budaya masyarakat setempat melalui pertunjukkan seni yang dimiliki sejak masa lalu, juga adat istiadat yang berlaku di kawasan sejak dulu. Diharapkan setelah melihat budaya kawasan secara keseluruhan, pengetahuan dan pengalaman wisatawan dapat bertambah. Pengembangan wisata pada kawasan saat ini dari pihak pemerintah masih belum optimal, yaitu kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya nilai sejarah dan budaya yang dimiliki KCB Kotagede ini terhadap masyarakat umum dan lokal juga pengelolaan secara langsung pada kawasan. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya pengetahuan masyarakat umum mengenai nilai sejarah kawasan, sehingga ketika melakukan aktivitas wisata pada kawasan, wisatawan hanya mengunjungi objek wisata tertentu saja. Jika hanya seperti itu saja, maka akan
85 sangat disayangkan, karena sebenarnya kawasan masih mempunyai potensi wisata yang lebih menarik lagi. Sedangkan untuk masyarakat lokal, masih banyak yang belum mengetahui bahwa kawasan maupun bangunan (Rumah Joglo) yang mereka miliki bernilai sejarah maupun budaya, jadi ada beberapa diantara mereka merubah dan kurang merawat keaslian bangunan tersebut. Selain itu, pihak pemerintah masih kurang kerjasama dengan yayasan pengelola kawasan dalam melestarikan kawasan, sehingga masih terdapat BCB yang kurang diperhatikan karena terlalu besarnya dana yang harus dikeluarkan oleh yayasan. Untuk dapat menyelaraskan pengembangan wisata, diperlukan pula upaya pelestarian dari kawasan tersebut. Upaya pelestarian ini dilakukan agar dapat tetap menjaga keaslian maupun keamanan dari objek wisata itu sendiri, kesejahteraan masyarakat akan meningkat, dan lingkungan pun tidak akan terganggu. Jika pengembangan wisata berorientasi pada upaya pelestarian tersebut, maka aktivitas wisata pada kawasan ini akan berkembang secara berkelanjutan. 5.2. Kebutuhan Ruang Pelestarian dan Wisata KCB Kotagede yang memiliki nilai sejarah dan budaya ini cukup penting untuk dilestarikan. Pelestarian yang dapat dilakukan adalah mengembangkan kawasan tersebut sebagai kawasan wisata sejarah. Hal ini dapat dilihat dari potensi kawasan yang memiliki bangunan bersejarah peninggalan jaman Kerajaan Mataram Islam. Dalam upaya pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata sejarah, maka dibutuhkan pembagian ruang yang dapat membedakan antara kawasan perlindungan dan aktivitas wisata. Dengan begitu, diharapkan dalam pengembangan kawasan tidak terjadi kesalahan yang tidak sesuai dengan konsep pelestarian KCB maupun BCB. 5.2.1. Kebutuhan Ruang Pelestarian Konsep pelestarian KCB maupun BCB lebih menitikberatkan pada upaya perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya. Maka dalam pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata sejarah akan mengambil salah satu konsep pelestarian, yaitu pemanfaatan kawasan. Tetapi hal ini tidak dapat mengabaikan kedua konsep lainnya, karena dalam
86 pemanfaatan tersebut tetap harus dilakukan upaya perlindungan dan pemeliharaan juga untuk menjaga nilai sejarah yang dimiliki kawasan tersebut. Dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan KCB dan BCB bab IX pasal 28 ayat (2) mengatakan bahwa pengembangan KCB dapat berupa penataan zona inti, zona penyangga, dan pentaan zona penunjang. Penataan area tersebut dikelompokkan menjadi tiga gradasi (Gambar 42 dan 44) agar memiliki fungsi sebagai berikut : a. Berfungsi sebagai ruang pengaman inti (mintakat inti). Area ini merupakan tempat beradanya BCB yang memiliki nilai penting dan objek utama yang harus dilestarikan. b. Berfungsi sebagai ruang penyangga (mintakat penyangga). Area ini merupakan kawasan yang memperkuat karakteristik mendekati zona inti dan atau dapat berfungsi sebagai penyangga untuk mencegah kerusakan zona inti akibat tekanan dari luar. c. Berfungsi sebagai ruang penunjang (mintakat pengembangan) untuk mengakomodasi kegiatan pendukung. Area ini dimanfaatkan untuk kawasan pendukung mintakat inti dan mintakat penyangga yang dapat dilakukan kegiatan pengembangan wisata. Gambar 42 Kebutuhan ruang pelestarian Adapun tujuan dari pelaksanaan penataan ruang KCB atau area BCB yang sesuai dengan Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan KCB dan BCB bab X pasal 29 ayat (1) adalah : a. Mengamankan keberadaan dan kelestarian KCB dan BCB
87 b. Memudahkan pemantauan dan pengendalian c. Memudahkan isolasi terhadap bahaya kebakaran d. Memudahkan dalam pencapaian mobil pemadam kebakaran e. Menyediakan ruang pandang dan tampil pajang f. Menyediakan dan mengatur ruang kegiatan pendukung penyajian dan penikmatan objek. 5.2.2. Kebutuhan Ruang Wisata Dalam pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata, maka diperlukan pula pembagian ruang untuk aktivitas wisata itu sendiri. pada umumnya pembagian ruang untuk aktivitas wisata (Gambar 43 dan 45) adalah sebagai berikut : 1. Ruang objek wisata, yaitu ruang yang menunjukan keberadaan objekobjek wisata yang dapat dinikmati 2. Ruang transisi, yaitu ruang yang mengarahkan wisatawan terhadap keberadaan objek wisata 3. Ruang pelayanan, yaitu ruang yang menyediakan berbagai fasilitas juga pelayanan yang dapat menunjang kegiatan wisata 4. Ruang penerimaan, yaitu ruang yang berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam kawasan juga area penyambut wisatawan. KCB Kotagede memiliki beberapa tempat yang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata. Selain itu, terdapat pula beberapa tempat yang memungkinkan untuk dijadikan ruang fasilitas dan pelayanan. Diupayakan kegiatan perencanaan lanskap dapat diterapkan pada seluruh kawasan agar semua potensi objek wisata dapat dinikmati oleh wisatawan. Unntuk ruang objek wisata dibagi lagi menjadi tiga, yaitu ruang objek utama, ruang objek pendukung 1 dan ruang objek pendukung 2. Ruang objek utama yaitu ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata utama/inti (peninggalan sejarah yang termasuk dalam zona mintakat inti). Ruang objek pendukung 1 merupakan ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata yang termasuk pada zona mintakat penyangga. Sedangkan ruang objek pendukung 2 adalah ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata di luar zona mintakat inti dan mintakat penyangga.
88 Gambar 43 Ruang kebutuhan wisata 5.3. Upaya Pelestarian Kawasan Pelestarian KCB Kotagede diperlukan untuk melindungi kawasan dari kerusakan yang mungkin terjadi akibat aktivitas wisata pengunjung. Oleh karena itu, aktivitas wisata pada kawasan inti maupun penyangga perlu sangat diperhatikan agar dapat memperkirakan aktivitas wisata apa saja yang dapat diterapkan tanpa merusak kondisi dan kepekaan dari objek wisatanya. Pemeliharaan pada ruang inti harus tetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi. Disertai dengan adanya aktivitas wisata, maka diperlukan media interpretasi yang dapat mengajak wisatawan untuk lebih menghargai dan memahami arti nilai sejarah yang terkandung pada objek tersebut. Dengan begitu, setelah wisatawan mengetahuai betapa pentingnya kawasan tersebut, maka akan menurunkan niat wisatawan untuk melakukan pengrusakan, bahkan mungkin wisatawan justru akan ikut andil dalam upaya pelestariannya. Pengelolaan pada ruang penyangga dilakukan untuk mendukung pelestarian ruang inti. Hal ini terjadi karena pada pengelolaan tersebut dilakukan pemeliharan area sekitar ruang inti yang dapat melindungi keberadaan objek wisata pada ruang inti. Selain itu, ruang ini dapat pula dijadikan area pendukung aktivitas wisata. Maka diperlukan pemeliharaan lingkungan untuk kenyamanan wisatawan serta penyediaan fasilitas yang dapat mengakomodasi aktivitas wisata di dalamnya. Dalam kegiatan pelestarian diperlukan pula perhitungan nilai daya dukung sebagai pencegah terjadinya aktivitas wisata yang berlebihan dan juga dapat
89 menyebabkan terjadinya kerusakan dari sumber daya dan lingkungan yang ada. Perhitungan nilai daya dukung berdasarkan pada standar rata-rata individu dalam m 2 /orang (Tabel 16). Rumus perhitungan nilai daya dukung untuk kawasan wisata menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003) yaitu : DD = A T = DD x K K = N S R Keterangan : DD A S T K N R = daya dukung (orang) = area yang digunakan (m2) = standar rata-rata individu (m2/orang) = total pengunjung per hari pada area yang diperkenankan (orang) = koefisien rotasi = jam kunjungan per hari pada area yang diperkenankan = rata-rata waktu kunjungan (jam) Perhitungan nilai data dukung pada KCB Kotagede dilakukan pada setiap ruang. Untuk Ruang Objek Utama (19,22 ha) dan Ruang Penyangga (122,71 ha) diberlakukan standar standar ruang individu 12 m 2 (untuk aktivitas wisata outdoor) dan area yang digunakan hanya pada lokasi yang terdapat objek wisata dengan luas ruang masing-masing 7,68 ha (40%x19,22 ha) dan 24,54 ha (20%x122,71 ha), jam kunjungan per hari 8 jam, rata-rata waktu kunjungan 4 jam (sesuai dengan simulasi perjalanan wisata yang telah dilakukan ketika survey) dan koefisien rotasi 2. Setelah melakukan perhitungan didapatkan hasil daya dukung pada Ruang Objek Utama sebanyak 12.800 orang/hari dan pada Ruang Penyangga sebanyak 40.900 orang/hari. Pada Ruang Pelayanan (20,13 ha) yang memiliki area untuk aktivitas sebesar 5,03 ha (25%x20,13 ha) dan Ruang Penerimaan (13,79 ha) sebesar 5,52 ha (40%x13,79 ha) diberlakukan standar ruang individu 12 m 2 (untuk aktivitas di luar ruangan) dengan hasil perhitungan daya dukung masing-masing sebesar 8.383 dan 9.200 orang/hari pada setiap ruangnya. Sehingga jika ditotalkan maka daya dukung KCB Kotagede adalah sebanyak 71.283 orang/hari.
90 Tabel 16 Rencana Daya Dukung pada KCB Kotagede Ruang Luas (ha) (%) Standar ruang (m 2 ) Daya Dukung/hari Ruang Objek 7,68 3,7 12 12.800 Utama/Inti Ruang 24,54 11,7 12 40.900 Penyangga Ruang 5,03 2,4 12 8.383 Pelayanan Ruang Penerimaan 5,52 2,6 12 9.200 Jumlah Total 71.283
Gambar 44 Zonasi Pelestarian 91
Gamabar 45 Zonasi Wisata 92
93 5.4. Konsep Pengembangan Lanskap Pada kegiatan pengembangan KCB Kotagede ini memiliki konsep dasar, yaitu menciptakan lanskap wisata sejarah yang mendukung interpretasi pengetahuan tentang perkembangan KCB Kotagede sejak jaman Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak, serta menciptakan suatu kawasan wisata yang memberikan kenyamanan kepada wisatawannya. Oleh karena itu diperlukan pengembangan konsep yang dapat mendukung konsep dasar tersebut, seperti konsep ruang wisata, konsep sirkulasi, konsep interpretasi, konsep fasilitas, dan konsep tata hijau. 5.4.1. Konsep Ruang Wisata Untuk mengefektifkan serta mengefesiensikan keberadaan KCB Kotagede maka penataan ruang yang dilakukan harus dapat mengoptimalkan kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata. Untuk mendukung pengembangan tersebut maka perlu dilakukan pengintegrasian antara kebutuhan ruang pelestarian dengan kebutuhan ruang wisata (Gambar 46 dan Tabel 17). Maka diharapkan aktivitas wisata dapat dilakukan tanpa mengganggu kegiatan pelestarian kawasan. Gambar 46 Konsep Ruang Wisata
94 Tabel 17 Matriks Hubungan Ruang Pelestarian dan Ruang Wisata M. Pelestarian R. Wisata M. Inti M. Penyangga M. Pengembangan R. Objek wisata utama R. Transisi R. Objek pendukung R. Fasilitas dan Pelayanan R. Penerimaan Pembagian ruang yang dihasilkan dari integrasi antara kebutuhan ruang pelestarian dengan kebutuhan ruang wisata adalah sebagai berikut : 1. Ruang objek wisata utama Ruang ini merupakan tempat beradanya objek wisata utama yang dilestarikan. Pada ruang ini terdiri dari Masjid Besar Mataram, Makam Raja-Raja Mataram, komplek pemandian (sendang), situs Watu Gilang dan Watu Gatheng, Rumah Kalang, Pasar Gede dan Langgar tertua. Pada ruang ini intensitas penggunaan relatif tinggi karena banyaknya macam aktivitas wisata yang dapat dilakukan, seperti melihat, mengamati, dan mempelajari objek, menginterpretasikan objek, merasakan suasana, serta mengabadikan objek dan atraksi dengan foto, serta aktivitas lainnya yang tidak merusak atau mengganggu objek. 2. Ruang objek wisata pendukung Ruang objek wisata pendukung merupakan tempat beradanya objek wisata yang tidak termasuk dalam objek utama. Ruang objek pendukung sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu ruang objek wisata pendukung 1 yang didalamnya terdapat area toko perak, home industry perak, atraksi seni pada panggung kesenian Kotagede dan kehidupan masyarakat Kotagede yang memiliki budaya khas. Kemudian ada ruang objek wisata pendukung 2 yang di dalamnya terdapat objek wisata pendukung yang dapat dikembangkan secara bebas karena tidak termasuk zona mintakat inti dan mintakat penyangga. Adapun aktivitas wisata yang dapat dilakukan, seperti
95 melihat, mengamati, dan mempelajari objek, menginterpretasikan objek, merasakan suasana, serta mengabadikan objek dan atraksi dengan foto, serta aktivitas lainnya yang tidak merusak atau mengganggu objek. 3. Ruang transisi Ruang transisi adalah ruang yang berfungsi untuk mengantarkan wisatawan ke tempat objek utama berada, juga sebagai pembatas antara ruang inti dengan ruang penyangga maupun dengan ruang pengembangan. Ruang ini ada yang terdapat pada ruang penyangga dan ruang pengembangan, yaitu pengarah antara objek satu ke objek lainnya. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang ini, seperti berjalan menuju objek, mengambil foto, istirahat singkat, melihat bangunan tua sepanjang jalan. Pada ruangan ini intensitas penggunaan dapat dikatakan rendah. 4. Ruang fasilitas Ruang ini merupakan ruang yang menyediakan segala fasilitas wisata yang dapat menunjang aktivitas wisata yang dilakukan oleh wisatawan. Fasilitas tersebut dapat berupa fasilitas interpretasi serta fasilitas pendukung atraksi, seperti pusat layanan informasi, kantor pengelola, pusat toko cinderamata, pusat jajanan, area parker, area istirahat, toilet, dan sebagainya. Ruang ini termasuk pada mintakat pengembangan. Aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang ini bersifat intensif, antara lain mendapatkan informasi, menikmati atrkasi pendukung, istirahat, makan, belanja, dan sebagainya. 5. Ruang penerimaan Ruang penerimaan (welcome area) ini merupakan ruang penyambutan terhadap kedatangan wisatawan dan termasuk pada mintakat pengembangan paling luar. Ruang ini merupakan tempat paling depan yang merupakan pintu gerbang masuk utama pada kawasan yang dapat menghubungkan akses ke dalam sirkulasi dalam kawasan. 5.4.2. Konsep Sirkulasi Pengembangan konsep sirkulasi yang dilakukan berfungsi sebagai penghubung antar ruang dalam kawasan wisata. Selain sebagai penghubung,
96 jalur sirkulasi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai jalur interpretasi yang menggambarkan perjalanan sejarah Kotagede sejak jaman Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak. Jalur sirkulasi yang dikembangkan sedapat mungkin dapat memberikan kenyamanan terhadap wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata dalam kawasan. Efisiensi dan efektivitas diperlakukan dalam pengembangan ini agar perjalanan wisatadapat dilakukan secara optimal. Jalur sirkulasi yang direncanakan berbentuk pola loop (Gambar 47) dan terdiri dari tiga jenis, yaitu jalur primer yang merupakan akses utama untuk masuk ke dalam kawasan. Sedangkan jalur sekunder merupakan jalur penghubung antar ruang yang ada, dan yang terakhir adalah jalur tersier, merupakan jalur shortcut yang dapat menghubungkan tiap ruang secara keseluruhan, mulai dari ruang objek wisata utama, yang berupa BCB dan atraksi kesenian, hingga ruang fasilitas dan pelayanan wisata. Gambar 47 Konsep Sirkulasi pada kawasan 5.4.3. Konsep Jalur Interpretasi Konsep jalur interpretasi dikembangkan dengan tujuan untuk memberi pengetahuan ataupun pemahaman mengenai makna dari keberadaan objek wisata. Karena interpretasi dapat diartikan sebagai persepsi atau gambaran yang ditangkap wisatawan setelah melakukan perjalanan wisata pada kawasan tersebut. Maka diperlukan konsep jalur interpretasi yang dapat mewadahi
97 sarana interpretasi dalam rangka mendukung juga menunjang aktivitas wisata yang dapat dilakukan oleh wisatawan dalam kawasan. Pengembangan konsep jalur interpretasi yang dilakukan pada KCB Kotegede ini adalah tentang interpretasi perkembangan kawasan dari jaman awal pembentukan Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak melalui kunjungan terhadap objek-objek bangunan sisa peninggalan yang masih ada. Bentuk interpretasi tersebut dibagi dalam tiga periode perjalanan yaitu pada periode awal Kerajaan Mataram Islam, periode penjajahan Belanda, dan periode setelah kemerdekaan RI. Selain itu, terdapat juga pengenalan budaya masyarakat melalui pertunjukkan seni yang ditampilkan oleh masyarakat lokal. Setelah pengenalan wisatawan terhadap objek wisata tersebut diharapkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan menghargai objek peninggalan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Hal ini merupakan tujuan utama dalam pengembangan konsep wisata maupun konsep interpretasi dalam KCB Kotagede ini. 5.4.4. Konsep Fasilitas Penyediaan fasilitas pada sebuah kawasan wisata sangat penting. Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan aktivitas wisata yang dilakukan pengunjung kualitasnya tetap terjaga. Secara umum fasilitas disediakan untuk memberi kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktivitas selama berada dalam kawasan. Tujuan lain dari penyediaan fasilitas adalah meningkatkan apresiasi wisatawan dari interpretasi yang didapat. Terdapat banyak jenis fasilitas yang dianjurkan tersedia dalam sebuah kawasan wisata. Untuk jenis fasilitas umum pada kawasan dapat menyediakan area parkir, pos pelayanan wisatawan, kios makanan, kios cinderamata, toilet, temapat sampah, tempat ibadah, lampu, gazebo, bangku, pos jaga dan sebagainya. Selain itu untuk jenis fasilitas yang dibutuhkan dalam interpretasi maka dapat menyediakan papan informasi, pemandu/guide, pamflet, sign yang berupa arahan rute perjalanan wisata, dan lainnya. Penempatan fasilitas tersebut disesuaikan dengan kebutuhan fasilitas pada tiap ruangnya. Fasilitas untuk interpretasi sebagian besar ditempatkan
98 pada ruang inti. Sedangkan untuk ruang penyangga fasilitas yang disediakan sebaiknya fleksibel, dan untuk ruang pengembangan untuk fasilitas yang disediakan sebagian besar merupakan pelayanan untuk aktivitas wisata. Desain fasilitas pun perlu diperhatikan, sebaiknya desain yang digunakan disesuaikan dengan gaya arsitektur bangunan setempat agar wisatawan dapat merasakan keharmonian selama berada dalam kawasan. 5.4.5. Konsep Tata Hijau Keberadaan vegetasi diperlukan dalam kawasan untuk menunjang dan mendukung aktivitas wisata. Vegetasi yang digunakan memiliki fungsi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada setiap ruang (Tabel 18). Adapun fungsi-fungsi vegetasi yang dibutuhkan adalah sebagai pembatas, peneduh, penguat identitas, estetika, dan penyerap polusi. Selain itu terdapat juga tanaman lokal yang telah berada pada kawasan, dan vegetasi tersebut merupakan ciri khas dari kawasan yang dapat difungsikan sebagai penguat identitas. Dengan penanaman vegetasi ini maka kenyamanan wisatawan akan meningkat dan kualitas lingkungan kawasan pun ikut diperbaiki. Tabel 18 Hubungan Fungsi Tanaman dan Ruang Ruang Fungsi Tanaman Penguat identitas Estetika Pembatas Peneduh Penyerap polusi Inti Penyangga Pengembangan Objek Wisata Transisi Objek Pendu kung Transisi Objek Pendu kung Pelayanan dan Fasilitas Penerima