BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal,

PENENTUAN JUMLAH PERSEDIAAN PRODUK IKAN ASIN DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) (Studi Kasus di PT. AMDICO PRIMA INTERNUSA, Jember)

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. optimal adalah minimalisasi pengeluaran dan maksimalisasi pemasukan.

BAB I PENDAHULUAN. baik (SeputarTuban.com, 2 Juli 2013). instalasi farmasi merupakan salah satu unit rumah sakit yang berfungsi

Abstrak. Kata Kunci : Perencanaan, Material Requirement Planning, Period Order Quantity, Economy Order Quantity, Lot for lot.

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENJADWALAN BAHAN BAKU KEMASAN CUP ICE CREAM PT. CAMPINA ICE CREAM INDUSTRY SURABAYA MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK...

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN PEMBANTU PADA PROSES SUSU PASTEURISASI DI PT FAJAR TAURUS, JAKARTA. Oleh : YUDI T. KARTANEGARA F

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. CV. JOGI CITRA MANDIRI adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

A B S T R A K. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. 4.1 Sistem Pengadaan Perlengkapan Produksi pada PT. Indomo Mulia

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dengan tetap mempertahankan dari segi yang menguntungkan bagi

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR BAGAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Identifikasi Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian...

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA INVENTORY TURNOVER PADA PRODUK EKSPOR PADA PT. SCHERING PLOUGH INDONESIA

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Mengenai Pengendalian Persediaan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI. Jenis data Data Cara pengumpulan Sumber data 1. Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. pada suatu lokasi tertentu sangat penting dilakukan oleh manajemen dalam

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kemampuan dan keterampilan manajemen mengelola sumber daya yang ada

III. METODE PENELITIAN

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Blocher (2007:12) Husnanto (2013:1)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perusahaan dapat berjalan dengan lancar. ketepatan dalam merencanakan besarnya produksi yang akan dilempar ke

Daftar Isi Lembar Pengesahan Lembar Pernyataan Abstrak Lembar Peruntukan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Manajemen Operasi. Manajemen Persediaan.

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

ANALISA PENERAPAN TEKNIK LOT SIZING DALAM UPAYA MENGENDALIKAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT. PAKINDO JAYA PERKASA

PERENCANAAN KEBUTUHAN BAKU PUPUK NPK DI PT. PUPUK KUJANG CIKAMPEK

JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL.3 NO.3 TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB V ANALISA HASIL. yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang memiliki. penyimpangan atau kesalahan dari keadaan aslinya.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam produk, baik itu berupa barang ataupun jasa. Salah satu

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan produksi

BAB I PENDAHULUAN. antar perusahaan pun merupakan hal yang sangat penting. Karena jika hal hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

Tugas Akhir PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN UNTUK PENGADAAN BAHAN BAKU ENGINE. Diajukan guna melengkapi sebagian syarat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada perusahaan dagang dan industri, persediaan merupakan aktiva lancar

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Peramalan...7

PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENT PLANNING

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Persaingan yang semakin ketat dalam dunia bisnis dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga

BAB I PENDAHULUAN. industri otomotif dan komponen, sehingga tercipta industri otomotif nasional yang

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Manajemen Produksi dan Operasi. Inventory M-4

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA 2014

9.Peramalan (Forecasting) A. Teori Peramalan B. Metode Peramalan C. Pengukuran Keakuratan Hasil Peramalan Profil PT.

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien

VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA

PENERAPAN DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) UNTUK PERENCANAAN PENGIRIMAN PAKAN TERNAK SKRIPSI

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

PERENCANAAN PEMESANAN DAN PENJADWALAN AKTIVITAS DISTRIBUSI DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) DI PT.

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus, yang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis di era globalisasi yang semakin ketat mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai suatu negara berkembang, Indonesia saat ini giat melaksanakan

Bab I : Peramalan (Forecasting) Bab II : Manajemen Proyek. Bab III : Manajemen Inventori. Bab IV : Supply-Chain Management

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Persedian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perusahaan.

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PENENTUAN TEKNIK PEMESANAN MATERIAL PADA PROYEK STEEL STRUCTURE MENGGUNAKAN WINQSB

Metode SEE MAD MSE MAPE

Transkripsi:

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Klasifikasi ABC Berdasarkan data per Desember 2004, terdapat 41 barang jadi hasil produksi Janssen Cilag Indonesia yang masih beredar di pasar Indonesia. Data penjualan menunjukkan bahwa tidak semua barang jadi tersebut memiliki nilai penjualan sesuai dengan keinginan Janssen Cilag Indonesia. Agar analisis dalam tesis ini dapat dilakukan secara lebih terarah maka tim penulis memutuskan untuk membagi ke 41 produk barang jadi tersebut ke dalam 3 kategori, yaitu kategori A, kategori B, dan kategori C. Pembagian tersebut dilakukan dengan menerapkan hukum Pareto yang intinya menyatakan bahwa sekitar 80% nilai penjualan suatu perusahaan berasal dari sekitar 20% produk yang di jual. Langkah pertama yang dilakukan oleh tim penulis adalah mengumpulkan data penjualan sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 untuk masing-masing produk tersebut. Lalu, nilai penjualan untuk setiap produk dibandingkan dengan total nilai penjualan pada tahun yang bersangkutan. Hasil perbandingan tersebut di susun berdasarkan urutan persentase nilai penjualan dari yang terbesar sampai yang terkecil. Sebagai langkah terakhir dalam analisis ini, tim penulis menerapkan hukum Pareto guna mengelompokkan ke 41 barang jadi tersebut ke dalam kategori A, B, dan C.

Hasil analisis klasifikasi ABC ini secara ringkas tersaji dalam tabel di bawah ini, sedangkan informasi secara lengkap terdapat pada lampiran 1. Tabel 1. Analisis Klasifikasi ABC Produk Persentase Penjualan 2001 2002 2003 Imodium Tablet 100s 16% 14% 16% Daktarin Cream 5 gr 12% 16% 15% Nizoral Tablet 150s 11% 11% 10% Eprex Pref.Syrg 4000 IU 1 Amp/A 8% 9% 8% Sibelium Tablet 5 mg 100s 4% 4% 4% Daktarin Cream 10 gr 4% 5% 4% Nizoral Tab 30 s 4% 4% 4% Motilium Tablet 50 S 4% 3% 4% Stugeron Tablet 250 s 3% 3% 3% Daktarin Powder 20 gr 3% 3% 3% Sporanox 28s 3% 3% 3% Eprex Pref.Syrg 2000 IU 1 Amp/A 3% 3% 3% Risperdal 2 mg 2% 3% 4% A B Pada tabel di atas, terlihat bahwa 51% sampai 54% dari total nilai penjualan Janssen Cilag Indonesia berasal dari produk-produk yang termasuk dalam kategori A sedangkan 26% sampai 28% berasal dari produk-produk yang termasuk dalam kategori B. Dengan demikian, sisa 28 produk lainnya hanya mampu menyumbangkan sekitar 19% sampai 22% dari total nilai penjualan Janssen Cilag Indonesia. Dari analisis di atas, terbukti bahwa sekitar 80% dari total nilai penjualan Janssen Cilag Indonesia hanya berasal dari sekitar 30% produk yang dijual (13 produk dari 41 produk). Oleh karena itu, demi mencapai efektifitas dan efisiensi maka analisis-analisis selanjutnya hanya akan dilakukan terhadap ke 13 produk utama Janssen Cilag Indonesia sebagaimana tersaji pada Tabel 1. 4.2 Peramalan (Forecasting)

Dalam menyusun rencana produksi, sebuah perusahaan perlu memperhatikan 2 faktor yaitu peramalan terhadap jumlah permintaan dan peramalan terhadap jumlah bahan baku yang akan dibeli. Sebagai tindak lanjut dari analisis sebelumnya, tim penulis melakukan analisis terhadap jumlah permintaan ke 13 produk utama Janssen Cilag Indonesia. Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk menentukan jumlah dari masing-masing produk yang harus di produksi oleh Janssen Cilag Indonesia untuk jangka waktu satu bulan dalam rangka menjaga agar permintaan pasar dapat terpenuhi secara maksimal dan agar jumlah persediaan barang jadi tersebut tidak berlebihan. Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa Janssen Cilag Indonesia menerapkan toll manufacturing yaitu ke Bristol Myers Squibb dan Glaxo Smithkline. Selain itu, dalam Good Manufacturing Process (GMP), sebuah perusahaan diharuskan untuk memberikan rencana produksi ke third party manufacturing minimal tiga bulan sebelum produksi tersebut harus dilakukan (three months horizon) guna memberikan kesempatan kepada third party manufacturing tersebut untuk mempersiapkan proses produksi. Peramalan terhadap jumlah permintaan di Janssen Cilag Indonesia harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas. Apabila ternyata nilai ramalan tersebut meleset maka rencana produksi untuk periode selanjutnya harus segera disesuaikan untuk menghindari terjadinya kelebihan maupun kekurangan persediaan barang jadi. Tim penulis melakukan analisis peramalan terhadap jumlah permintaan ini dengan membandingkan hasil dari metode peramalan terhadap jumlah permintaan

yang saat ini digunakan oleh Janssen Cilag Indonesia dengan hasil dari metode ESTA. Hasil perbandingan tersebut terdapat pada lampiran 2a sampai dengan lampiran 2m. Inti dari tabel dalam lampiran-lampiran itu adalah angka yang terdapat pada kolom Kesalahan dan kolom Jumlah Barang Pada Distributor. Kolom Kesalahan menyatakan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan nilai peramalan tersebut. Apabila angka yang tampil negatif maka telah terjadi kelebihan persediaan dan apabila angka yang tampil positif maka telah terjadi kekurangan persediaan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan terjadinya kelebihan maupun kekurangan persediaan barang jadi, terdapat dua faktor yang harus diperhatikan yaitu alpha dan beta. Alpha adalah nilai yang digunakan sebagai variabel guna meramalkan jumlah permintaan untuk periode selanjutnya. Beta adalah nilai yang akan mempengaruhi besarnya koreksi trend yang seharusnya terjadi agar nilai ramalan terhadap jumlah permintaan untuk periode selanjutnya tidak meleset terlalu jauh dari kenyataannya. Manfaat penggunaan koreksi trend ini, misalnya, pada akhir tahun, departemen pemasaran ingin membuat sebuah program bonus untuk Daktarin Cream 5 gr yang diperkirakan dapat meningkatkan jumlah penjualan secara signifikan. Dengan melakukan penyesuaian terhadap nilai beta maka hasil peramalan atas jumlah permintaan di pasar tetap akurat. Analisis ini dilakukan dengan sistem trial and error guna menentukan nilai alpha dan beta yang tepat. Pada setiap tabel di masing-masing lampiran tersebut terlihat bahwa untuk semua produk selalu ada bulan-bulan tertentu yang mengakibatkan terjadinya

kekurangan persediaan barang jadi (angka pada kolom Kesalahan positif). Untuk mengatasi hal ini, Janssen Cilag Indonesia dapat menggunakan persediaan barang jadi yang ada pada distributor (angka pada kolom Jumlah Barang Pada Distributor ). Berdasarkan sistem trial and error yang dilakukan oleh tim penulis terlihat bahwa kekurangan barang jadi tersebut dapat diatasi oleh persediaan yang terdapat pada distributor sehingga permintaan pasar dan tingkat pelayanan tetap dapat terpenuhi dan terjaga. Hal tersebut terjadi pada 12 produk utama Janssen Cilag Indonesia yaitu Imodium Tablet 100s, Daktarin Cream 5gr, Nizoral Tablet 150s, Eprex Pref. Syrg 4000 IU 1 Amp/A, Sibelium Tablet 5mg, Daktarin Cream 10gr, Nizoral Tablet 30s, Motilium Tablet 50s, Stugeron Tablet 250s, Sporanox 28s, Eprex Pref. Syrg 2000 IU 1 Amp/A, dan Risperdal 2mg. Pada setiap nilai alpha dan beta yang digunakan, terlihat bahwa nilai total kesalahan yang terjadi mengalami perbaikan yaitu sekitar 80% dibandingkan nilai total kesalahan yang terjadi dengan penggunaan metode peramalan terhadap jumlah permintaan yang saat ini diterapkan oleh Janssen Cilag Indonesia. Bahkan untuk Daktarin Cream 10gr mengalami perbaikan sebesar 234% dan Eprex Pref.Syrg 2000 IU 1 Amp/A mengalami perbaikan sebesar 127%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode peramalan terhadap jumlah permintaan yang digunakan oleh tim penulis, yaitu metode ESTA, memberikan perbaikan bagi Janssen Cilag Indonesia. Penerapan metode ESTA ini dapat membuat nilai peramalan terhadap jumlah permintaan mendekati kenyataan.

4.3 Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning/MRP) Tiga hal yang umumnya mempengaruhi penyusunan MRP di kebanyakan perusahaan adalah jumlah pemesanan ekonomis, titik pemesanan kembali, dan tingkat pelayanan. Selain itu, untuk mengetahui bahan-bahan yang akan digunakan dalam suatu proses produksi maka diperlukan BoM. Dalam analisis MRP ini, tim penulis hanya akan fokus pada bahan aktif dari masing-masing produk utama Janssen Cilag Indonesia karena jumlah bahan aktif yang terkandung dalam satu jenis obat tersebut sudah mencapai sekitar 80% dari total kandungan bahan-bahan lainnya secara keseluruhan. 1. Jumlah pemesanan ekonomis Langkah pertama yang dilakukan oleh tim penulis dalam melakukan analisis MRP ini adalah menentukan nilai EOQ dari masing-masing bahan aktif yang dibutuhkan oleh setiap produk untuk satu kali produksi. Hasil kalkulasi EOQ ini secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3 sedangkan tabel di bawah ini adalah hasil secara ringkas: Tabel 2. Hasil Kalkulasi EOQ No. Produk EOQ 1 Imodium Tablet 100s 0,93 2 Daktarin Cream 5 gr 20,32 3 Nizoral Tablet 150s 24,54 4 Eprex Pref.Syrg 4000 IU 1 Amp/A 2.369,13 5 Sibelium Tablet 5 mg 100s 1,20 6 Daktarin Cream 10 gr 20,32 7 Nizoral Tab 30 s 21,56 8 Motilium Tablet 50 S 3,17 9 Stugeron Tablet 250 s 20,12

10 Daktarin Powder 20 gr 20,32 11 Sporanox 28s 12,39 12 Eprex Pref.Syrg 2000 IU 1 Amp/A 2.621,91 13 Risperdal 2 mg 0,08 Nilai EOQ tersebut dihitung berdasarkan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab 3 tesis ini. Akan tetapi, dalam melakukan produksi suatu obat tertentu, Janssen Cilag Indonesia memiliki jumlah minimum batch untuk masing-masing bahan baku sehingga apabila nilai EOQ ternyata di bawah nilai batch minimum maka Janssen Cilag Indonesia harus melakukan pemesanan bahan baku dengan menggunakan nilai batch minimum tersebut. Selain itu, afiliasi Janssen Cilag Indonesia juga menerapkan jumlah Minimum Order Quantity (MOQ) yang sering kali membuat Janssen Cilag Indonesia dan Janssen Cilag di negara-negara lain, seperti Pakistan, Inggris, dan Amerika, harus memesan suatu bahan aktif tertentu dengan jumlah yang berlebihan. Untuk mengatasi hal ini, tim penulis membuat beberapa simulasi guna mengetahui apa yang akan terjadi jika produksi dilaksanakan dengan menggunakan nilai EOQ, nilai batch minimum, atau nilai MOQ tersebut. Tim penulis juga melakukan simulasi dengan mempergunakan aggregate demand planning yaitu penggunaan satu pusat distribusi (one distribution center) yang akan mengumpulkan semua pembelian bahan baku untuk negaranegara di Asia yang kemudian akan didistribusikan ke masing-masing negara yang memerlukan sehingga tidak akan terjadi pemesanan bahan baku yang berlebihan. Nilai EOQ berdasarkan kalkulasi yang telah dilakukan oleh tim penulis terhadap produk utama Janssen Cilag Indonesia sebagaimana tersaji dalam

Tabel 2. di atas tidak dapat digunakan sebagai patokan karena nilai tersebut berada di bawah nilai batch minimum di Janssen Cilag Indonesia. Pemesanan bahan aktif juga tidak dapat dilakukan dengan menggunakan nilai batch minimum tersebut karena adanya MOQ yang diterapkan oleh afiliasi Janssen Cilag Indonesia. Oleh karena itu, maka tim penulis mengkombinasikan nilai MOQ dengan sistem pengantaran JIT. Analisis mengenai hal ini terdapat pada lampiran 4. Dengan menggunakan kombinasi antara MOQ dan sistem pengantaran JIT, Janssen Cilag Indonesia dapat mengurangi tingkat persediaan sampai dengan 30% dan tingkat perputaran persediaan meningkat sampai dengan 48%. Keadaan ini dapat memberikan penghematan dana sampai dengan sebesar Rp 4.452.894.893,- bagi Janssen Cilag Indonesia. Apabila dana tersebut direlokasi, dengan asumsi bunga di pasar sebesar 6%, maka Janssen Cilag Indonesia dapat memperoleh dana segar sebesar Rp 267.173.693,- per tahun. Tabel berikut ini adalah ringkasannya: Tabel 3. Hasil Kalkulasi Penerapan Sistem JIT Bulan Persentase Perbaikan Tingkat Persediaan Perputaran Persediaan Januari 30% 48% Pebruari 25% 37% Maret 19% 20% April 29% 45% Mei 18% 18% Juni 6% 5% Juli 17% 25% Agustus 21% 34% September 16% 13% Oktober 25% 41% Nopember 11% 21%

Desember 6% 5% 2. Titik pemesanan kembali Di samping itu, tim penulis akan menetapkan nilai titik pemesanan kembali yang paling akurat guna mencapai tingkat pelayanan 100%. Data pada MRP 2005 menunjukkan jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk jangka waktu satu tahun. Apabila jumlah tersebut dibagi enam maka akan didapatkan jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk jangka waktu dua bulan (waktu tunggu di Janssen Cilag Indonesia). Berdasarkan analisis terhadap trend produksi Janssen Cilag Indonesia, jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekosongan barang adalah sama dengan jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk 1 bulan. Jumlah dari barang yang dibutuhkan selama waktu tunggu dan barang yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekosongan barang akan menghasilkan nilai titik pemesanan kembali. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Kalkulasi Titik Pemesanan Kembali LTQ + SSQ Bahan Aktif LTQ SSQ (Titik Pemesanan Kembali) Loperamide 1,60 0,80 2,40 Miconazole 64,69 32,34 97,03 Ketoconazole mf 83,83 41,92 125,75 Flunarizine 1,48 0,74 2,22 Domperidone 4,18 2,09 6,27 Cinarizine base 13,33 6,67 20 Itraconazole 25,00 12,50 37,5 Risperidone 0,15 0,07 0,22 Titik pemesanan kembali tersebut dihitung berdasarkan general basis, sedangkan angka yang sebenarnya hanya dapat diketahui apabila kalkulasinya

dilakukan berdasarkan permintaan yang sebenarnya. Dengan demikian, Janssen Cilag Indonesia dapat menetapkan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan bahan aktif yaitu pada saat jumlah bahan aktif yang tersimpan mencapai titik pemesanan kembali. 4.4 Rasio Kualitas Persediaan (Inventory Quality Ratio/IQR) Hasil analisis IQR ini terdapat pada lampiran 5a dan lampiran 5b yang menyajikan seluruh data mengenai persediaan di Janssen Cilag Indonesia. Jumlah persediaan tersebut adalah 372 jenis atau sama dengan Rp 10.661.876.669,- sedangkan persediaan yang aktif hanya 315 jenis atau sama dengan Rp 10.350.034.131,-. Dengan demikian maka nilai IQR Janssen Cilag Indonesia adalah 97,08%. Artinya, jumlah persediaan Janssen Cilag Indonesia yang termasuk dalam kategori barang tidak bergerak adalah sebesar 2,92%. Semua perhitungan di atas dilakukan dengan mengikuti prosedur yang sudah mendunia (world wide procedure) yang diterapkan oleh Johnson & Johnson yaitu dengan menggunakan jangka waktu satu tahun. Dengan menerapkan IQR, jumlah persediaan yang excess maupun tidak bergerak dapat dimonitor lebih ketat, misalnya dengan memperpendek jangka waktunya menjadi enam bulan atau tiga bulan. Pada kolom 'nilai' bagian Produk yang Excess dan kolom 'nilai' bagian Produk yang Tidak Bergerak lampiran 5a, terlihat bahwa nilai dari persediaan Janssen Cilag Indonesia yang termasuk dalam kategori excess adalah Rp 293.436.518,- dan persediaan yang termasuk dalam kategori tidak bergerak adalah

Rp 18.406.020,-. Artinya, Janssen Cilag Indonesia kehilangan Rp 311.842.538,- dan dengan asumsi bunga di pasar sebesar 6%, maka Janssen Cilag Indonesia telah kehilangan biaya kesempatan sebesar Rp 18.710.552,-.