BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pertumbuhan PLB Anggrek Dendrobium sp. Pada Media Padat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

III. METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB I PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias, termasuk famili Orchidaceae dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

INDUKSI TUNAS TIGA AKSESI Stevia rebaudiana Bertoni PADA MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN BAP DAN IAA SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEBERHASILAN ORGANISASI : STUDI PADA BMT MUBARAKAH KUDUS SKRIPSI

TUGAS AKHIR (SB )

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan yaitu perbedaan pemberian konsentrasi ion logam Cu 2+

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

PERBANYAKAN TUNAS APIKAL KRISAN (Chrysanthemum morifolium Ram.) DENGAN PENAMBAHAN NAA, BAP DAN AIR KELAPA SECARA KULTUR IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

LAMPIRAN. Persiapan alat dan bahan. Sterilisasi alat. Pembuatan media. Inisiasi kalus. Pengamatan. Penimbangan dan subkultur.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

BAB 3 BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus.

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

PENGARUH PEMBERIAN Benzilaminopurin (BAP) TERHADAP PROLIFERASI Protocorm Like Body (PLB) ANGGREK Phalaeonopsis DAN Dendrobium PADA MEDIA 1/2 MS

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah jenis eksplan tumbuhan Puwoceng yang digunakan yaitu daun dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Khansa Orchid Cimanggis-

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan RAL (Rancangan acak lengkap) dengan 1 media pembanding

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan menggunakan dua faktor. Faktor pertama

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011 yang berlokasi di Laboratorium Genetika dan Fisiologi Kultur Jaringan (Genetic and Physiology Tissue Culture) Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: botol kultur, alat-alat diseksi (scalpel, pinset, gunting), Laminair Air Flow Cabinet (LAFC), timbangan analitik, mikropipet (1000 ηl), alat sterilisasi (oven, autoklaf, dan penyemprot alkohol (hand sprayer), ph meter, lemari pendingin (freezer), rak kultur, kertas label, hot plate dan strirrer, kertas tissue, korek, aluminium foil, backerglass (100 ml), dan gelas ukur (100 ml). 3.2.2 Bahan Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: stok ½ media MS yang diperoleh dari UPT. Dinas Pertanian Bedali Lawang Malang, 150 ml air kelapa, agar 6-7 gr, gula 30 gr, larutan stok zat pengatur tumbuh (ZPT) Benzil Amino Purin (BAP), alkohol 70%, Bahan buffer ph: NaOH 0,1 N dan HCl 0,1 N, 31

32 aquadest, dan jenis Protocorm Like Body (PLB) Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe, dan Snowtaeda) dan Dendrobium sp. (var. Spectabile dan Discolor) yang diperoleh dari koleksi Handoyo Budi Orchid, Jalan Bondowoso Malang. 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Sterilisasi Alat Disiapkan seluruh alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini, kemudian harus dilakukan sterilisasi seperti pinset, skalpel, petridish, tip mikropipet, dan plastik penutup botol dibungkus dulu dengan aluminium foil atau kertas sampul berwarna coklat. Untuk botol botol kultur yang diperoleh dari lapang, lalu dilakukan pencucian, yaitu: botol- botol kultur direndam dalam bak yang berisi air penuh selama 24 jam, kemudian dilakukan pencucian dengan wipol sampai bersih dan direndam ke dalam air bersih, dan dicuci pada air kran yang mengalir sampai bersih. Botol- botol kultur dan alat-alat kultur yang lain tersebut, selanjutnya dioven sampai kering dengan suhu 50-52 0 C (±10-15 menit). Setelah itu, alat- alat kultur dipindahkan ke dalam autoklave untuk dilakukan sterilisasi selama 60 menit dengan tekanan 15 atm. 3.3.2 Pembuatan Media ½ MS Media merupakan salah satu tingkat keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro. Penelitian ini menggunakan ½ MS yang sudah jadi (siap pakai) dan diperoleh dari Dinas Pertanian UPT. Pengembangan Agribisnis dan Tanaman Hortikultura Bedali Lawang Malang. Kemudian, stok media MS dicampur dengan

33 bahan-bahan media yang lain, seperti agar, aquadest, air kelapa, hormon, dan dipanaskan. Ketika sudah selesai dimasukkan ke dalam botol kultur ± 20 ml. 3.3.2.1 Media Cair Pada perlakuan hormon BAP (0 mg/l dan 0,5 mg/l), media yang digunakan adalah media cair. Adapun bahan yang digunakan meliputi: gula (30 gr), larutan stok zat pengatur tumbuh (ZPT) Benzilaminopurin (BAP), alkohol 70%, Bahan buffer ph: NaOH 0,1 N dan HCl 0,1 N, aquadest (210 ml) dan air kelapa (40 ml) sebagai pelarut (250 ml). Penggunaan media cair yaitu dikarenakan pada dasarnya pertumbuhan kultur cair biasanya lebih cepat dari pada kultur padat walaupun tingkat kontaminasinya lebih tinggi dibandingkan media padat. Penggunaan kultur cair memberikan pengendalian lingkungan tumbuh yang baik, karena kebanyakan sel yang akan dikelilingi oleh mediumnya dan secara morfologi, pertumbuhan sel lebih seragam (Margono, 2003: 16-17). 3.3.2.2 Media Padat Pada perlakuan hormon BAP (0 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l; 1,5 mg/l; dan 2 mg/l), media yang digunakan adalah media padat. Bahan yang dibutuhkan meliputi: agar (6-7 gr), gula (30 gr), larutan stok zat pengatur tumbuh (ZPT) Benzil Amino Purin (BAP), alkohol 70%, Bahan buffer ph: NaOH 0,1 N dan HCl 0,1 N, aquadest (850 ml) dan air kelapa (150 ml) sebagai pelarut (1000 ml). 3.3.3 Sterilisasi Media Media dalam botol yang sudah ditutup dengan aluminium foil, kemudian dimasukkan ke dalam autoklave. Sterilisasi media, yaitu butuh 30 menit dengan

34 tekanan 15 atm. Media yang sudah dimasukkan ke dalam botol, kemudian tutup dengan plastik dan diikat dengan karet pentil lalu segera dilakukan sterilisasi dalam autoklave untuk menghindari terjadinya kontaminasi. 3.3.4 Sterilisasi Ruang Tanam Ruang tanam kultur in vitro merupakan lokasi yang dapat dijadikan sebagai ruang yang aseptik yaitu bebas dari bakteri. Penyemprotan ruang tanam yaitu Laminar Air Flow Cabine (LAFC) dengan menggunakan alkohol 70% sampai rata seluruh ruangan kultur. Selanjutnya ruang tanam disterilisasi dengan sinar UV selama 1 jam sebelum LAFC digunakan, ketika hendak LAFC digunakan, maka sinar UV harus dimatikan dan blower serta lampu dihidupkan. Kemudian setelah seluruh proses penanam selesai, LAFC dimatikan dengan menekan blower dan melepas skakel. 3.3.5 Penanaman dan Pemeliharaan PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. Alat-alat sterilisasi, dan bunsen diletakkan dalam LAFC untuk PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. Selain itu, disiapkan dalam LAFC alat-alat sterilisasi, alkohol 70%, dan korek. Jika semua sudah selesai, maka penanaman PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. dimulai yaitu dengan cara; diambil bagian derivat proliferasi dari botol aslinya untuk ditanam ke dalam media botol kultur yang sudah diberi perlakuan oleh berbagai konsentrasi hormon. Kemudian dilanjut dengan pemeliharaan PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp.

35 3.4 Analisis Data 1. Pengamatan penelitian secara Deskriptif kualitatif, yaitu dengan mengamati proliferasi PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. dengan mengamati morfologi, warna, tekstur, PLB anggrek Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. serta pengamatan secara Deskriptif kuantitatif, yaitu dengan mengamati ukuran dan persentase (%) tingkat keberhasilan PLB yang tumbuh. 2. Menghitung Persentase (%) terbentuknya PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. yang mengalami proliferasi dalam media ½ MS padat diakhir pengamatan. 3. Rumus untuk menghitung jumlah PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. yang berhasil hidup, tumbuh, dan berkembang (Fischer dan Maurer (1978), dengan mengamati pertumbuhan PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. dihitung dengan rumus sebagai berikut: a. PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. yang terbentuk b. % pertumbuhan PLB Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. 3.5 Teknik Pengambilan Data Pengambilan data dari penelitian ini dengan mengamati morfologi proliferasi sampel awal pada media ½ MS cair sebagai tahap inisiasi pengaruh

36 BAP terhadap PLB anggrek Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. dengan menggunakan perlakuan BAP 0,5 mg/l dan diamati perubahan yang terjadi setiap harinya selama seminggu. Kemudian, perlakuan 0,5 mg/l pada media cair disubkultur dengan pengujian PLB pada media ½ MS padat untuk mengetahui perubahan dan perkembangan tekstur mofrologi PLB anggrek Phalaeonopsis sp. dan Dendrobium sp. dengan menggunakan perlakuan BAP 0,5 mg/l; 1 mg/l; 1,5 mg/l; dan 2 mg/l. Kemudian, data dimasukkan pada tabel seperti berikut ini: Tabel 3.1 Perlakuan zat pengatur tumbuh BAP pada media padat: Spesies Varietas BAP (mg/l) Phalaeonopsis Taedasnow 0 0,5 1 1,5 2 Marystripe 0 0,5 1 1,5 2 Dendrobium Spectabile 0 0,5 1 1,5 2 Discolor 0 0,5 1 1,5 2 Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan PLB Anggrek Dendrobium sp. Pada Media Padat Untuk mengetahui tingkat proliferasi Dendrobium sp. (var. Spectabile dan Discolor) ditunjukkan pada tabel 4.1. Sedangkan perubahan warna PLB pada kedua varietas Dendrobium sp. (var. Spectabile dan Discolor) disajikan pada tabel 4.2 sebagaimana berikut ini: Tabel 4.1 Data tingkat proliferasi PLB anggrek Dendrobium sp (var. Spectabile dan Discolor) pada media padat dengan penambahan BAP Spesies Varietas BAP Hari ke- (mg/l) 1 2 3 4 5 6 7 Dendrobium Spectabile 0 - - - - - - + sp. 0,5 - + + + + ++ ++ 1 - + + + ++ ++ ++ 1,5 - + + ++ ++ ++ ++ 2 - - - + + + + Discolor 0 - - - - - - - 0,5 - + + + + + ++ 1 - + + + ++ ++ ++ 1,5 - + ++ ++ ++ ++ ++ Keterangan: 2 - - - - + + + - : Belum mengalami proliferasi + : Mengalami proliferasi lambat ++ : Mengalami proliferasi yang cepat Tabel 4.2 Data warna morfologi PLB anggrek Dendrobium sp (var. Spectabile dan Discolor) pada media padat dengan penambahan BAP Spesies Varietas BAP Hari ke- (mg/l) 1 2 3 4 5 6 7 Dendrobium Spectabile 0 Hk Hk Hk Hk Hk Hk H sp. 0,5 Ck Ck Ck Ch Hk H H 1 Ck Ck Ck Ch Hk H H 1,5 Ck Ck Ch Ch Hk H H 2 Ck Ck Ck Ch Hk H H 37

38 Keterangan: Discolor 0 Hk Hk Hk Hk Hk Hk H 0,5 Ck Ck Ck Ch Hk H H 1 Ck Ck Hk Hk Hk H H 1,5 Ck Ck Hk Hk Hk H H 2 Ck Ck Ck Ch Hk H H Ck : Coklat kuning Ch : Coklat hijau Hk : Hijau kuning H : Hijau PLB anggrek Dendrobium sp. (var. Spectabile) yang ditanam dalam media padat dengan pemberian BAP 0,5 mg/l, proliferasi PLB mulai terbentuk hari ke-2 dan mengalami peningkatan proliferasi pada hari ke-6 (Tabel 4.1). Warna morfologi PLB coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-4, hari ke-5 berubah menjadi hijau kuning, dan warna berubah lagi menjadi hijau pada hari ke-6 (Tabel. 4.2). Tekstur dari agak remah menjadi remah sekali pada akhir pengamatan. Ukuran PLB ±0,3 cm berkembang menjadi ±0,7 cm (Lampiran 5). Untuk perlakuan dengan pemberian BAP 1 mg/l, proliferasi PLB muncul pada hari ke-2 dengan ukuran ±0,5 cm berkembang menjadi ±0,9 cm. Tekstur morfologi PLB tidak remah, berubah menjadi agak remah, dan remah sekali pada akhir pengamatan dan muncul tunas daun dengan ukuran ± 1,2 cm (Lampiran. 5). Sedangkan pada pemberian BAP 1,5 mg/l proliferasi PLB muncul pada hari ke-2 dan meningkat pada hari ke-4, warna morfologi PLB coklat kuning berubah hijau kuning pada hari ke-5 dan berubah lagi menjadi hijau memasuki hari yang ke-6 (Tabel 4.2). Tekstur morfologi PLB agak remah dan remah diakhir pengamatan.

39 Ukuran 0,9 cm berkembang menjadi 1,8 cm yang diiringi dengan munculnya tunas daun (Lampiran 5). tunas (a) (b) (c) tunas (d) (e) Gambar 4.1 Perlakuan BAP (a). 0 mg/l (kontrol), (b). 0,5 mg/l, (c) 1 mg/l, (d) 1,5 mg/l, dan (e) 2 mg/l. pada Dendrobium sp (var. Spectabile) dalam media padat Keterangan: (Gambar 4.1) menunjukkan bahwa dengan menggunakan pemberian BAP 1,5 mg/l tingkat proliferasi perubahan morfologi, tekstur, ukuran, dan warna lebih tinggi dibanding dengan perlakuan BAP 1 mg/l dan 0,5 mg/l. Pada perlakuan BAP 2 mg/l proliferasi lambat, namun lebih tinggi dibanding tanpa perlakuan BAP (0) mg/l. Perlakuan yang terakhir adalah pemberian BAP 2 mg/l, proliferasi PLB mulai muncul pada hari ke-4 dan tidak mengalami perkembangan proliferasi (Tabel 4.1), warna coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-4 dan berubah lagi menjadi coklat hijau pada hari ke-5, pada hari ke-6 warna berubah lagi menjadi hijau (Tabel 4.2). Ukuran PLB 0,02 pada hari pertama berubah

40 menjadi 0,04 pada hari ke-7 akhir pengamatan (Lampiran 5). Sedangkan BAP 0 mg/l (kontrol) mulai tampak mengalami proliferasi pada hari ke-7 (Tabel 4.1). Warna morfologi PLB hijau kuning dan berubah menjadi hijau pada hari ke-7 (Tabel 4.2). Tekstur tidak remah, dan ukuran ±0,05 cm berubah menjadi ± 0,08 cm pada akhir pengamatan (Lampiran 5). Pertumbuhan dan perkembangan proliferasi PLB dan diiringi dengan munculnya tunas daun pada gambar 4.1 merupakan sistem kerja salah satu pengaruh BAP yang berperan sebagai zpt dan komponen media in vitro, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Skoog dan Miller (1962), bahwa regenerasi tunas dan akar in vitro melalui proses organogenesis atau morfogenesis kultur sel, organ, dan jaringan dikontrol secara hormonal oleh zat pengatur tumbuh (ZPT) sitokinin dan auksin, yaitu adanya kebergantungan hormon endogen pada hormon eksogen dan hormon eksogen yang bergantung pada media tumbuh (Wattimena, 1992; Ardiana, 2009). Penambahan hormon eksogen akan berpengaruh terhadap jumlah dan kerja hormon endogen untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Gunawan, 1998). Proses mekanisme pengaruh BAP sebagai ZPT yang dapat membantu hormon endogen. Menurut Nursandi dan Santoso (2001), hormon mula-mula bekerja di membran plasma dan bukan di inti sel, proses kehadiran hormon (sebagai isyarat atau sinyal) akan ditanggapi sel sasaran yang peka untuk mengaktifkan protein penerima di membran plasma hingga mampu mengikat

41 hormon dengan mengaktifkan enzim membran yang berdekatan disebut dengan phospholipid-c (PLC). PLC tersebut kemudian menghidrolisis salah satu gugus phospholipid membran yang jumlahnya tidak banyak disebut dengan phosphoinositida (PI) yaitu lipid yang mengandung inositol. PI yang dihidrolisis adalah jenis yang terakhir yaitu phosphotidilinositol 4,5 biphosphat (PIP 2 ) dan menghasilkan diasilgliserol (DAG) dan inositol-1,4,5-triphosphat (IP 3 ) DAG dan IP 3 mempunyai aktifitas lanjutan. DAG berfungsi dalam membran plasma, yaitu mengaktifkan enzim yang disebut protein kinase C (PKC) pada membran. IP 3 menyebabkan terlepasnya Ca 2+ yang tersimpan di vakuola, masuk ke sitosol. Enzim ini memerlukan ATP untuk memphosphorilasi beberapa enzim tertentu yang mengatur berbagai tahap metabolisme. Barikut gambaran umum titik-titik dalam alur aktifitas gen yang dipengaruhi hormon atau zat pengatur tumbuh Perusakan mrna tak aktif DNA Transkripsi Pra-mRNA Sintesis mrna mrna mrna Translasi ribosom Enzim Enzim berubah Proses Metabolik Perkembangan Gambar 4.2 Titik-titik dalam alur aktifitas gen yang dipengaruhi hormon atau zat pengatur tumbuh

42 Protocorm Like Body (PLB) anggrek Dendrobium sp. (var. Discolor) pada gambar 4.3 yang ditanam dalam media padat dengan pemberian BAP 0,5 mg/l, proliferasi mulai muncul pada hari ke-2 dan proliferasi mengalami peningkatan pada hari ke-7 (Tabel 4.1). Warna coklat kuning berubah menjadi hijau kuning pada hari ke- 5 dan berubah lagi menjadi hijau memasuki hari ke-6 (Tabel 4.2). Tekstur morfologi PLB agak remah menjadi remah pada akhir pengamatan. Ukuran PLB ±0,3 cm dan berkembang ±0,5 cm. Pada perlakuan dengan pemberian BAP 1 mg/l, proliferasi muncul pada hari ke-2 dan mengalami peningkatan pada hari ke-5 (Tabel 4.1). Tekstur morfologi PLB agak remah dan remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.3). Warna PLB coklat kuning berubah menjadi hijau kuning pada hari ke-3 dan berubah lagi menjadi hijau memasuki hari ke-6 (Tabel 4.2). Ukuran PLB ±0,2 cm berkembang menjadi 0,5 cm yang diringi dengan tanda munculnya tunas (Gambar 4.3). Untuk perlakuan BAP 1,5 mg/l, proliferasi mulai muncul pada hari ke-2. Tekstur morfologi PLB agak remah berubah menjadi remah. Warna PLB coklat hijau berubah menjadi hijau kuningpada hari ke-3 dan berubah lagi menjadi hijau pada hari ke-6 (Tabel 4.2). Ukuran 1,3 cm berkembang mencapai 1,7 cm di akhir pengamatan (Lampiran 5) dan diiringi munculnya tunas daun dengan ukuran ± 1,5 cm. Sedangkan pada perlakuan terakhir dengan pemberian BAP 2 mg/l, proliferasi mulai muncul pada hari ke-5 dan tidak mengalami peningkatan proliferasi sampai pada akhir pengamatan (Tabel 4.1). Tekstur agak remah berubah menjadi remah.

43 Ukuran ±0,5 cm dan berkembang mencapai 0,7 cm (Lampiran 5). Untuk lebih jelasnya, hasil dari semua perlakuan dengan pemberian BAP dapat gambar 4.3 berikut ini: tunas (a) (b) (c) tunas (d) (e) Gambar 4.3 Perlakuan BAP (a). 0 mg/l (kontrol), (b). 0,5 mg/l, (c) 1 mg/l, (d) 1,5 mg/l, dan (e) 2 mg/l. pada Dendrobium sp (var. Discolor) dalam media padat Keterangan: (Gambar 4.3) menunjukkan bahwa dengan menggunakan pemberian BAP 1,5 mg/l tingkat proliferasi perubahan morfologi, tekstur, ukuran, dan warna lebih tinggi dibanding dengan perlakuan BAP 1 mg/l dan 0,5 mg/l. Pada perlakuan BAP 2 mg/l proliferasi lambat, namun keberhasilan pertumbuhannya lebih tinggi dibanding tanpa perlakuan BAP (0) mg/l. Dari hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Matteile dan Foncell dalam Herlina (1997), dilaporkan bahwa konsentrasi yang terlalu tinggi akan merusak jaringan pertumbuhan dan pembentukan buku tunas berkurang serta menghambat pembesaran sel. pada media tanpa BAP, hasilnya tidak menunjukkan respon pertumbuhan pada PLB anggrek Phalaeonopsis dan Dendrobium sebagai

44 eksplan, karena setiap tanaman membutuhkan hormon eksogen selain hormon endogen. Ketidakcukupan hormon endogen dalam pertumbuhan PLB, sehingga diperlukan hormon eksogen, terutama pada kultur jaringan. Oleh karena itu, hormon eksogen dengan pemberian zat pengatur tumbuh harus sesuai dengan konsentrasinya, karena akan mempengaruhi pertumbuhan PLB sebagai ekplan (Santi dan Kusumo, 1996). 4.2 Pertumbuhan PLB Anggrek Phalaeonopsis sp. Pada Media Padat Untuk mengetahui tingkat proliferasi Phalaeonopsis sp. (var. Taedasnow dan Marystripe) ditunjukkan pada tabel 4.3. Sedangkan perubahan warna PLB pada kedua varietas Phalaeonopsis sp. (var. Taedasnow dan Marystripe) disajikan pada tabel 4.4 sebagaimana berikut ini: Tabel 4.3 Data tingkat proliferasi PLB anggrek Phalaeonopsis sp (var. Taedasnow dan Marystripe) pada media padat dengan penambahan BAP Spesies Varietas BAP Hari ke- (mg/l) 1 2 3 4 5 6 7 Phalaeonopsis Taedasnow 0 - - + + + + + sp. 0,5 - + + + ++ ++ ++ 1 - + + ++ ++ ++ ++ 1,5 - + ++ ++ ++ ++ ++ 2 - + + + + + ++ Marystripe 0 - - + + + + ++ 0,5 - + + + + ++ ++ 1 - + + + ++ ++ ++ 1,5 - + + ++ ++ ++ ++ Keterangan: - : Belum mengalami proliferasi + : Mengalami proliferasi lambat ++ : Mengalami proliferasi yang cepat 2 - - + + + ++ +

45 Tabel 4.4 Data warna morfologi PLB anggrek Phalaeonopsis sp (var. Taedasnow dan Marystripe) pada media padat dengan penambahan BAP Spesies Varietas BAP Hari ke- (mg/l) 1 2 3 4 5 6 7 Phalaeonopsis Taedasnow 0 Ch Ch Ch Ck Ck Ck Hk sp. 0,5 Ck Ch Ch Ch H H Hk 1 Ck Ch H Ch H H Hk 1,5 Ck Ch Ch Ch H H Hk 2 Ck Ch H H Hk Hk Hk Marystripe 0 Ch Ch Ck Ck Ck Ck Hk 0,5 Ck Ch Ch Ch H H Hk 1 Ck Ch Ch Ch H H Hk 1,5 Ck Ch Ch Ch H H Hk Keterangan: Ck : Coklat kuning Ch : Coklat hijau Hk : Hijau kuning H : Hijau 2 Ck Ch Hk Hk Hk Hk Hk Protocorm Like Body (PLB) anggrek Phalaeonopsis sp. (var. Taedasnow) yang ditanam dengan pemberian BAP 0,5 mg/l, proliferasi mulai muncul pada hari ke-2 dan proliferasi mengalami peningkatan pada hari ke-5 (Tabel 4.3). Tekstur morfologi agak remah berubah menjadi remah sampai pada akhir pengamatan (Gambar 4.4). Warna PLB coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-2, kemudian berubah menjadi hijau pada hari ke-5, dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke-7 (Tabel 4.4). Ukuran 0,5 cm berkembang menjadi 0,9 cm dengan tanda mulai muncul tunas dengan ukuran kecil (Lampiran 5). Pada perlakuan dengan pemberian 1 mg/l, proliferasi mulai muncul pada hari ke-4 (Tabel 4.3). Tekstur morfologi agak remah berubah menjadi remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.4). Warna coklat kuning berubah menjadi coklat hijau, kemudian berubah menjadi hijau pada hari ke-5, dan berubah lagi menjadi

46 hijau kuning pada hari ke-7 (Tabel 4.4). Ukuran 0,9 cm berubah mencapai 1,2 cm yang diiringi dengan munculnya tunas daun mencapai 1,9 cm (Gambar 4.4). Sedangkan pada perlakuan dengan pemberian BAP 1,5 mg/l, proliferasi mengalami peningkatan pada hari ke-3 (Tabel 4.3). Tekstur morfologi agak remah berubah menjadi remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.4). Warna morfologi PLB coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-2, kemudian berubah lagi menjadi hijau pada hari ke-5, dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke-7 (Tabel 4.4). Ukuran 0,3 cm berkembang menjadi 0,9 cm dan tampak muncul tunas daun (Gambar 4.4). Untuk pemberian BAP 2 mg/l (Gambar 4.4). Proliferasi PLB mengalami peningkatan pada hari ke-2 dan mengalami peningkatan proliferasi pada hari ke-7 (Tabel 4.3). Warna coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-2, kemudian berubah menjadi hijau pada hari ke- 3, dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke-5 sampai akhir pengamatan (Tabel 4.4). Ukuran PLB ±0,2 cm berkembang menjadi ±0,2 cm dengan penampakan tunas layu (Gambar 4.4). Sedangkan perlakuan terakhir, yaitu PLB anggrek Phalaeonopsis sp. (var. Taedasnow) yang ditanam dalam media padat dengan tanpa pemberian BAP 0 mg/l (kontrol) mengalami proliferasi pada hari ke-3 dan tidak mengalami peningkatan proliferasi sampai akhir pengamatan (Tabel 4.3). Warna morfologi PLB coklat hijau berubah menjadi coklat kuning pada hari ke-4 dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke-7 (Tabel 4.4). Tekstur morfologi PLB tidak remah dan agak remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.4). Ukuran PLB sangat

47 kecil, yaitu ±0,02 cm dan berkembang menjadi ±0,05 cm pada akhir pengamatan (Lampiran 5). tunas (a) tunas (b) (c) Tunas layu tunas (d) (e) Gambar 4.4 Perlakuan BAP (a). 0 mg/l (kontrol), (b). 0,5 mg/l, (c) 1 mg/l, (d) 1,5 mg/l, dan (e) 2 mg/l. pada Phalaeonopsis sp (var. Taedasnow) dalam media padat Keterangan: (Gambar 4.4) menunjukkan bahwa dengan menggunakan pemberian BAP 1,5 mg/l tingkat proliferasi perubahan morfologi, tekstur, ukuran, dan warna lebih tinggi dibanding dengan perlakuan BAP 1 mg/l dan 0,5 mg/l. Pada perlakuan BAP 2 mg/l proliferasi lambat, namun keberhasilan pertumbuhannya lebih tinggi dibanding tanpa perlakuan BAP (0) mg/l dan warna kekuningan, sehingga warna hijau hampir hilang. Perkembangan ini dipengaruhi oleh zpt BAP yang merupakan derivat sitokinin. Sitokinin merupakan hormon tanam yang berkaitan dengan pertumbuhan (pembelahan sel) dan morfogenisis (differensiasi sel) (Gunawan, 1988). Sitokinin berperan dalam merangsang pertumbuhan tunas samping (lateral), meningkatkan klorofil daun, serta memperlambat proses penuaan (senescence) pada daun, buah, dan organ- organ lainnya (Wattimena, 1988).

48 Untuk PLB Anggrek Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe) dengan pemberian BAP 0,5 mg/l, proliferasi muncul pada hari ke-2 dan meningkat cepat pada hari ke-6 (Tabel 4.3). Tekstur morfologi PLB agak remah berubah menjadi remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.5). Warna morfologi PLB coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-2, kemudian berubah menjadi hijau pada hari ke-5, dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke-7 (Tabel 4.4). Ukuran PLB ±0,5 cm berubah mencapai ±0,9 cm disertai munculnya tunas-tunas kecil dengan ukuran ± 0,5 cm (Gambar 4.5). Sedangkan PLB Anggrek Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe) dengan pemberian BAP 1 mg/l, proliferasi muncul pada hari ke-2 dan meningkat pada hari ke-5 (Tabel 4.3). Tekstur morfologi PLB agak remah berubah menjadi remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.5). Warna morfologi PLB coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-2, kemudian berubah menjadi hijau pada hari ke-5, dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke-7 (Tabel 4.4). Ukuran PLB ±1,2 cm berubah mencapai ±1,8 cm (Lampiran 5), dengan disertai munculnya tunas-tunas kecil dengan ukuran ± 1,2 cm (Gambar 4.5). Kemudian untuk PLB Anggrek Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe) dengan pemberian BAP 1,5 mg/l, proliferasi muncul pada hari ke-2 dan mengalami peningkatan pada hari ke-4 (Tabel 4.3). Tekstur morfologi PLB agak remah berubah menjadi remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.5). Warna morfologi PLB coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-2, kemudian berubah menjadi hijau pada hari ke-5, dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke-7 (Tabel 4.4). Ukuran PLB ±1,9 cm berubah mencapai ±2,2

49 cm (Lampiran 5), dengan disertai munculnya tunas-tunas kecil dengan ukuran ± 1,8 cm (Gambar 4.5). Kemudian untuk PLB Anggrek Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe) dengan pemberian BAP 2 mg/l, proliferasi muncul pada hari ke-3, mengalami peningkatan pada hari ke-6, dan mengalami penurunan tingkat proliferasi pada hari ke-7 (Tabel 4.3). Tekstur morfologi PLB tidak remah berubah menjadi agak remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.5). Warna morfologi PLB coklat kuning berubah menjadi coklat hijau pada hari ke-2, kemudian berubah menjadi hijau pada hari ke-3, dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke-4 sampai akhir pengamatan (Tabel 4.4). Ukuran PLB ±0,4 cm berubah mencapai ±0,9 cm (Gambar 4.5). Proliferasi PLB anggrek Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe) pada media padat dengan tanpa pemberian BAP 0 mg/l (kontrol) menunjukkan proliferasi muncul pada hari ke-3 dan mengalami peningkatan pada hari ke-7 (Tabel 4.3). Tekstur morfologi PLB tidak remah berubah menjadi agak remah pada akhir pengamatan (Gambar 4.5). Warna morfologi PLB coklat hijau berubah menjadi coklat kuning pada hari ke-4, dan berubah lagi menjadi hijau kuning pada hari ke- 7 (Tabel 4.4). Jadi perlakuan dengan pemberian BAP 0,5 mg/l; 1mg/l; 1,5 mg/l pada media ½ MS padat dikategorikan telah mengalami organogenesis. Organogenesis terjadi akibat pembentukan jaringan, sel maupun kalus untuk tumbuh menjadi tunas atau tumbuh menjadi tanaman yang sempurna dengan diawali penambahan

50 hormon pertumbuhan yang disebut dengan zat pengatur tumbuh (Wetter dan Constabel, 1991). Ukuran PLB ±0,02 cm berubah mencapai ±0,05 cm. Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada gambar 4.5 berikut ini: tunas tunas (a) (b) (c) tunas (d) (e) Gambar 4.5 Perlakuan BAP (a). 0 mg/l (kontrol), (b). 0,5 mg/l, (c) 1 mg/l, (d) 1,5 mg/l, dan (e) 2 mg/l. pada Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe) dalam media padat Keterangan: (Gambar 4.5) menunjukkan bahwa dengan menggunakan pemberian BAP 1,5 mg/l tingkat proliferasi perubahan morfologi, tekstur, ukuran, dan warna lebih tinggi dibanding dengan perlakuan BAP 1 mg/l dan 0,5 mg/l. Pada perlakuan BAP 2 mg/l proliferasi lambat dan hampir tidak mengalami proliferasi, serta keberhasilan pertumbuhannya lebih rendah dibanding tanpa perlakuan BAP (0) mg/l. Namun, pada perlakuan 2 mg/l, dihasilkan sebagaimana yang tampak pada gambar 4.5 bahwa pertumbuhan mengalami hambatan dalam perkembangan tunasnya. Hal tersebut dipengaruhi konsentrasi zpt konsentrasi BAP yang terlalu tinggi, sehingga organogesis terhambat dan pertumbuhan tunasnya tidak terarah. Dalam beberapa literatur telah disebutkan bahwa sitokinin sintetik lainnya adalah

51 BAP (6-benzilaminopurin) dan 2-ip. Sitokinin mempunyai beberapa fungsi, antara lain: Memacu pembelahan sel dalam jaringan meristematik, merangsang diferensiasi sel-sel yang dihasilkan dalam meristem, mendorong pertumbuhan tunas samping dan perluasan daun, menunda penuaan daun, merangsang pembentukan pucuk dan mampu memecah masa istirahat biji (breaking dormancy). % Gambar 4.6 Diagram persentase (%) tingkat keberhasilan pertumbuhan PLB anggrek Phalaeonopsis dan Dendrobium pada media padat Berdasarkan gambar 4.6 di atas bahwa penanaman PLB pada media padat menunjukkan hasil persentase tingkat keberhasilan pertumbuhan PLB anggrek Phalaeonopsis sp (var. Snowtaeda) 100% paling tinggi dibandingkan yang lainnya, yaitu; Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe) perkembangan tumbuhnya mencapai 97%, Dendrobium sp. (var. Spectabile) mencapai 88%, dan Dendrobium sp. (var. Discolor) 92% pada media padat. Pembentukan tunas daun PLB Phalaeonopsis sp. (var. Marystripe) pada media padat mengalami diferensiasi organ. Menurut Manuhara (2007), Fase differensiasi yang terjadi pada organogenesis meliputi: Fase induksi, yaitu sel atau

52 jaringan kompeten dengan tanda pembentukan eksplan menjadi primordia (Schwarz et al., 2005), kemudian fase dimana terjadi proses perkembangan dan differensiasi morfologi atau pembentukan organ (Mattjik, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor luar, yaitu: air dan mineral, kelembaban, suhu, Cahaya. Sedangkan pengaruh faktor dalam, yaitu: faktor hereditas, merupakan faktor yang berkaitan dengan keturunan atau gen, dan hormon (Wittimena, 1992). 4.3 Kajian Keislaman Phalaenopsis dan Dendrobium merupakan jenis anggrek yang banyak digemari masyarakat luas. Oleh karena itu, dicarikan solusinya sebagai langkah alternatif yaitu dengan pengambilan Protocorm Like Body (PLB) anggrek Phalaenopsis dan Dendrobium, dan BAP sebagai zat pengatur tumbuh yang diharapkan dapat memicu perkembangan proliferasi dan pertumbuhan PLB untuk memproduksi PLB yang lebih banyak. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Sehingga mempermudah kalangan umum yang memerlukannya. BAP tersebut dijadikan sebagai penentu arah perkembangan produksi PLB Phalaenopsis dan Dendrobium yang dalam jumlah banyak, sehingga jika diintegrasikan dengan pandangan islam bahwa penambahan dengan perlakuan zpt BAP ini merupakan suatu langkah

( ( 53 usaha positif manusia sebagai makhluk hidup (Kholifatul ardhl) yang diciptakan oleh Allah dalam menjaga kelestarian alam ini seperti kelestarian anggrek Phalaenopsis dan Dendrobium sebagaimana yang tertera dalam surat Ar-Baqarah ayat 60: $pκïù ß Å ø ムtβ $pκïù ã yèøgrbr& (#þθä9$s% Zπx Î=yz ÇÚö F{$# Îû Ïã%ỳ ÎoΤÎ) Ïπs3Í n=yϑù=ï9 š /u tα$s% øœî)uρ tβθßϑn= ès? Ÿω $tβ ãνn=ôãr& þ ÎoΤÎ) tα$s% y7s9 â Ïd s)çρuρ x8ï ôϑpt 2 ßxÎm7 çρ ß øtwυuρ u!$tβïe$!$# à7ï ó o uρ Artinya: 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."