BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan Sepanjang Hayat

PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun Teori ini menegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. diinginkannya itu segalah usaha akan dilakukan, walaupun harus mengorbankan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB II LANDASAN TEORI. mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk didalamnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

PSIKOLOGI PELATIHAN FISIK

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam keberlangsungan hidup, manusia memiliki peranan yang penting

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan diri individu dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian sebagaimana

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian tentang bimbingan belajar berbasis teknik mind map untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB 1 Perilaku Konsumen

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. ukuran kecukupan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini disajikan uraian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNANETRA

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia remaja. Pada jenjang ini, remaja berada pada masa untuk

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis. Penyelidikan terhadap aspek-aspek kognitif, emosi-motivasional, dan perilaku dari anti-materialisme menunjukkan esensi antimaterialisme sebagai kemampuan mengontrol dorongan hasrat material mengikuti prinsip-prinsip dalam nilai anti-materialisme sehingga memungkinkan seseorang mengaktualisasikan kesederhanaan dan kedermawanan dalam pemilikan dan penggunaan materi. Anti-materialisme sebagai pandangan dan cara hidup menolak dan melawan bentuk materialisme yang merugikan, yaitu materialisme egoistis, yang memunculkan kecenderungan memperturutkan dan memuaskan hasrat material, dan disertai pengabaian terhadap kehidupan sosial, kemanusiaan, dan agama. Penelitian ini berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang aspek anti-materialisme dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Antimaterialisme terdiri atas tiga aspek, yaitu: Pertama, aspek kognitif, yaitu nilai anti-materialisme yang merupakan hasil integrasi tiga nilai utama, yaitu nilai agama, nilai sosial, dan nilai material fungsional-moderat. Tiga prinsip anti-materialisme adalah: 1) pengutamaan nilainilai religius dan sosial di atas kepentingan material, 2) materi difungsikan sebagai sarana/ instrumen pencapaian tujuan hidup yang lebih tinggi, dan 3) kecenderungan pada moderasi, yakni berfokus pada kecukupan, kewajaran, dan kebutuhan, dalam memiliki dan menggunakan materi. 233

234 Kedua, aspek emosi-motivasional, yaitu kontrol hasrat material yang merupakan upaya aktif dan terus-menerus mengendalikan dan menenangkan hasrat material beserta emosi-emosi negatif yang menyertainya. Kontrol hasrat material dilakukan dengan berpikir rasional untuk mengevaluasi hasrat dan keinginan, bersyukur untuk mendapatkan rasa cukup dan puas atas hidup, dan berserah diri pada Tuhan untuk mendapatkan rasa aman dan melepaskan diri dari ketergantungan pada materi. Ketiga, aspek perilaku, yaitu cara hidup tidak materialisme. Dua perilaku utama anti-materialisme adalah hidup sederhana dan dermawan pada sesama. Kesederhanaan dapat dicapai dengan kemampuan menahan keinginan, menerima realitas (beradaptasi dengan kondisi keterbatasan sumber daya ekonomi/ finansial) dan keterampilan mengatur konsumsi dan menejemen keuangan, sementara kedermawanan tercapai karena adanya jiwa sosial yang tinggi dan mental kaya. Sementara itu, faktor-faktor anti-materialisme dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Pertama, faktor yang mempengaruhi perbedaan individual dalam anti-materialisme, yaitu: 1) karakteristik lingkungan tempat hidup (terikat pada keluarga atau jauh dari keluarga) dan 2) derajat penghayatan nilai religius (mulai dari tidak percaya agama sampai sangat religius dan sangat spiritual). Kedua, faktor yang mempengaruhi penanaman dan perkembangan nilai antimaterialisme, yaitu: 1) sosialisasi masyarakat dan keluarga dan 2) kedewasaan diri. Ketiga, faktor yang mempengaruhi aktualisasi cara hidup tidak materialistis, yaitu: 1) jenis hobi dan kesukaan personal, 2) kondisi keterbatasan finansial, dan 3) kontrol sosial.

235 Konsep anti-materialisme yang diperoleh penelitian tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang dapat ditarik dari teori-teori materialisme yang dikembangkan dalam konteks masyarakat Barat. Beberapa hal yang merupakan temuan baru adalah perspektif interaksional dalam memahami materialisme dan anti-materialisme sebagai nilai-nilai yang saling mempengaruhi, sehingga terdapat bentuk materialisme egositis dan materialisme fungsional-moderat. Selain itu, diketahui pula adanya aspirasi-aspirasi nonmaterial di luar aspirasi yang intrinsik, yaitu aspirasi yang berorientasi pada Tuhan dan keluarga yang sifatnya ekstrinsik, serta peran penting pengendalian hasrat material sebagai kunci keberhasilan aktualisasi perilaku tidak materialistis. Penelitian ini menantang keyakinan sementara ilmuwan yang memandang materialisme sebagai nilai tunggal yang terisolasi dari nilai-nilai lain dan cenderung meyakini bahwa materialisme berkonflik dengan nilai-nilai agama dan sosial, dan sebaliknya. Di kenyataan kehidupan, terdapat kompromi yang bisa mendamaikan nilai-nilai yang secara teoretis ibarat air dan minyak. Penelitian ini pun membuka wawasan tentang anti-materialisme bagi pengembangan teori materialisme dalam konteks Indonesia. Dikarenakan sifat penelitian yang baru sebatas eksplorasi dan hasilnya pun yang belum teruji, maka diperlukan studi lanjut. Meski demikian, penelitian ini memberikan pengetahuan baru dan masukan untuk program intervensi materialisme yang lebih baik.

236 B. Saran 1. Saran untuk Penelitian Selanjutnya Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa apa yang dianggap sebagai materialistis dan tidak materialistis sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat. Disarankan agar penelitian selanjutnya dan pengembangan program-program intervensi untuk mengatasi materialisme individual atau persoalan apapun yang disebabkan oleh materialisme disusun dengan hati-hati dengan memperhatikan konteks dan budaya dimana studi dilakukan. Secara khusus, penelitian ini mendorong eksplorasi kearifan dalam pandangan hidup Indonesia sendiri dalam upaya menemukan solusi permasalahan-permasalahan psikologis, sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh materialisme. Temuan-temuan dalam penelitian kualitatif ini memerlukan validasi, terutama untuk membangun konstruk psikologis anti-materialisme. Dari dinamika psikologis dan model-model dihasilkan dalam penelitian ini, berbagai variabel pun ditemukan saling berhubungan dan berinteraksi. Hubungan-hubungan tersebut perlu dieksplorasi lewat penelitian-penelitian korelasional. Untuk dua keperluan itu, maka diperlukan penelitian untuk pengembangan alat ukur agar anti-materialisme dapat digunakan untuk penelitian psikologi yang lebih luas. Penelitian ini mendapati bahwa anti-materialisme adalah fenomena sikap hidup yang mungkin baru muncul ketika seseorang beranjak dewasa. Karena terdapat peran faktor-faktor perkembangan, bisa jadi terjadi perubahan properti anti-materialisme seiring dengan pertambahan usia, perjalanan kehidupan, dan perubahan lingkungan tempat hidup, berbeda dari apa yang ditemukan kali ini. Penelitian selanjutnya dengan life course approach dapat sangat bermanfaat

237 untuk memetakan perkembangan anti-materialisme dan perubahanperubahannya dari waktu ke waktu. Terakhir, berbagai macam faktor yang diketahui mempengaruhi antimaterialisme patut pula menjadi fokus penelitian selanjutnya, misalnya tentang pengaruh usia dan kematangan kognitif dan emosional, pengaruh status sosial ekonomi keluarga dan perubahan-perubahannya, pengaruh peristiwa-peristiwa kehidupan; peran keluarga, pola komunikasi dan interaksi orangtua-anak, dan peran agen-agen sosialisasi nilai di luar keluarga (teman, sekolah, dan media). Peneliti ingin mendorong dianutnya pandangan yang positif bahwa hal-hal yang biasa dipandang sebagai pendorong materialisme sebetulnya juga menjadi pendorong anti-materialisme. 2. Saran untuk Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Banyak studi psikologi telah mencapai kesimpulan tentang dampakdampak negatif materialisme yang berlebihan di berbagai aspek kehidupan, termasuk prestasi akademik, performa kerja, dan sikap sosial. Berdasarkan itu, diperlukan andil perguruan tinggi untuk menciptakan lingkungan belajar yang mengutamakan aspirasi-aspirasi nonmaterial, menjunjung nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan, meningkatkan kepedulian sosial pada masyarakat, menekankan kesederhanaan di lingkungan akademik, dan meminimalisasi kemewahan yang tidak berguna. Selain itu, dapat pula dikembangkan programprogram pengembangan diri mahasiswa yang mengarahkan pemanfaatan ilmu untuk kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan kerja dan kesuksesan finansial semata dan mengajarkan keterampilan manajemen keuangan.

238 Bagi mahasiswa, beberapa temuan dalam penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk konseling masalah-masalah akademik, sosial, dan psikologis yang berkaitan dengan persoalan ekonomi. Tidak dipungkiri bahwa mahasiswa berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang beragam, ada yang beruntung dan yang kurang beruntung, yang mana itu dapat menjadi sumber stres dan menghambat aktualisasi diri mahasiswa. Penelitian ini memuat pengalaman hidup mahasiswa-mahasiswa yang berjuang menghadapi kesulitan ekonomi, membangun ketangguhan diri, dan menghidupkan nilai-nilai kehidupan yang utama. Mahasiswa dapat belajar dari pengalaman para partisipan yang merupakan teman-teman mereka sendiri.