BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis. Penyelidikan terhadap aspek-aspek kognitif, emosi-motivasional, dan perilaku dari anti-materialisme menunjukkan esensi antimaterialisme sebagai kemampuan mengontrol dorongan hasrat material mengikuti prinsip-prinsip dalam nilai anti-materialisme sehingga memungkinkan seseorang mengaktualisasikan kesederhanaan dan kedermawanan dalam pemilikan dan penggunaan materi. Anti-materialisme sebagai pandangan dan cara hidup menolak dan melawan bentuk materialisme yang merugikan, yaitu materialisme egoistis, yang memunculkan kecenderungan memperturutkan dan memuaskan hasrat material, dan disertai pengabaian terhadap kehidupan sosial, kemanusiaan, dan agama. Penelitian ini berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang aspek anti-materialisme dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Antimaterialisme terdiri atas tiga aspek, yaitu: Pertama, aspek kognitif, yaitu nilai anti-materialisme yang merupakan hasil integrasi tiga nilai utama, yaitu nilai agama, nilai sosial, dan nilai material fungsional-moderat. Tiga prinsip anti-materialisme adalah: 1) pengutamaan nilainilai religius dan sosial di atas kepentingan material, 2) materi difungsikan sebagai sarana/ instrumen pencapaian tujuan hidup yang lebih tinggi, dan 3) kecenderungan pada moderasi, yakni berfokus pada kecukupan, kewajaran, dan kebutuhan, dalam memiliki dan menggunakan materi. 233
234 Kedua, aspek emosi-motivasional, yaitu kontrol hasrat material yang merupakan upaya aktif dan terus-menerus mengendalikan dan menenangkan hasrat material beserta emosi-emosi negatif yang menyertainya. Kontrol hasrat material dilakukan dengan berpikir rasional untuk mengevaluasi hasrat dan keinginan, bersyukur untuk mendapatkan rasa cukup dan puas atas hidup, dan berserah diri pada Tuhan untuk mendapatkan rasa aman dan melepaskan diri dari ketergantungan pada materi. Ketiga, aspek perilaku, yaitu cara hidup tidak materialisme. Dua perilaku utama anti-materialisme adalah hidup sederhana dan dermawan pada sesama. Kesederhanaan dapat dicapai dengan kemampuan menahan keinginan, menerima realitas (beradaptasi dengan kondisi keterbatasan sumber daya ekonomi/ finansial) dan keterampilan mengatur konsumsi dan menejemen keuangan, sementara kedermawanan tercapai karena adanya jiwa sosial yang tinggi dan mental kaya. Sementara itu, faktor-faktor anti-materialisme dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Pertama, faktor yang mempengaruhi perbedaan individual dalam anti-materialisme, yaitu: 1) karakteristik lingkungan tempat hidup (terikat pada keluarga atau jauh dari keluarga) dan 2) derajat penghayatan nilai religius (mulai dari tidak percaya agama sampai sangat religius dan sangat spiritual). Kedua, faktor yang mempengaruhi penanaman dan perkembangan nilai antimaterialisme, yaitu: 1) sosialisasi masyarakat dan keluarga dan 2) kedewasaan diri. Ketiga, faktor yang mempengaruhi aktualisasi cara hidup tidak materialistis, yaitu: 1) jenis hobi dan kesukaan personal, 2) kondisi keterbatasan finansial, dan 3) kontrol sosial.
235 Konsep anti-materialisme yang diperoleh penelitian tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang dapat ditarik dari teori-teori materialisme yang dikembangkan dalam konteks masyarakat Barat. Beberapa hal yang merupakan temuan baru adalah perspektif interaksional dalam memahami materialisme dan anti-materialisme sebagai nilai-nilai yang saling mempengaruhi, sehingga terdapat bentuk materialisme egositis dan materialisme fungsional-moderat. Selain itu, diketahui pula adanya aspirasi-aspirasi nonmaterial di luar aspirasi yang intrinsik, yaitu aspirasi yang berorientasi pada Tuhan dan keluarga yang sifatnya ekstrinsik, serta peran penting pengendalian hasrat material sebagai kunci keberhasilan aktualisasi perilaku tidak materialistis. Penelitian ini menantang keyakinan sementara ilmuwan yang memandang materialisme sebagai nilai tunggal yang terisolasi dari nilai-nilai lain dan cenderung meyakini bahwa materialisme berkonflik dengan nilai-nilai agama dan sosial, dan sebaliknya. Di kenyataan kehidupan, terdapat kompromi yang bisa mendamaikan nilai-nilai yang secara teoretis ibarat air dan minyak. Penelitian ini pun membuka wawasan tentang anti-materialisme bagi pengembangan teori materialisme dalam konteks Indonesia. Dikarenakan sifat penelitian yang baru sebatas eksplorasi dan hasilnya pun yang belum teruji, maka diperlukan studi lanjut. Meski demikian, penelitian ini memberikan pengetahuan baru dan masukan untuk program intervensi materialisme yang lebih baik.
236 B. Saran 1. Saran untuk Penelitian Selanjutnya Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa apa yang dianggap sebagai materialistis dan tidak materialistis sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat. Disarankan agar penelitian selanjutnya dan pengembangan program-program intervensi untuk mengatasi materialisme individual atau persoalan apapun yang disebabkan oleh materialisme disusun dengan hati-hati dengan memperhatikan konteks dan budaya dimana studi dilakukan. Secara khusus, penelitian ini mendorong eksplorasi kearifan dalam pandangan hidup Indonesia sendiri dalam upaya menemukan solusi permasalahan-permasalahan psikologis, sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh materialisme. Temuan-temuan dalam penelitian kualitatif ini memerlukan validasi, terutama untuk membangun konstruk psikologis anti-materialisme. Dari dinamika psikologis dan model-model dihasilkan dalam penelitian ini, berbagai variabel pun ditemukan saling berhubungan dan berinteraksi. Hubungan-hubungan tersebut perlu dieksplorasi lewat penelitian-penelitian korelasional. Untuk dua keperluan itu, maka diperlukan penelitian untuk pengembangan alat ukur agar anti-materialisme dapat digunakan untuk penelitian psikologi yang lebih luas. Penelitian ini mendapati bahwa anti-materialisme adalah fenomena sikap hidup yang mungkin baru muncul ketika seseorang beranjak dewasa. Karena terdapat peran faktor-faktor perkembangan, bisa jadi terjadi perubahan properti anti-materialisme seiring dengan pertambahan usia, perjalanan kehidupan, dan perubahan lingkungan tempat hidup, berbeda dari apa yang ditemukan kali ini. Penelitian selanjutnya dengan life course approach dapat sangat bermanfaat
237 untuk memetakan perkembangan anti-materialisme dan perubahanperubahannya dari waktu ke waktu. Terakhir, berbagai macam faktor yang diketahui mempengaruhi antimaterialisme patut pula menjadi fokus penelitian selanjutnya, misalnya tentang pengaruh usia dan kematangan kognitif dan emosional, pengaruh status sosial ekonomi keluarga dan perubahan-perubahannya, pengaruh peristiwa-peristiwa kehidupan; peran keluarga, pola komunikasi dan interaksi orangtua-anak, dan peran agen-agen sosialisasi nilai di luar keluarga (teman, sekolah, dan media). Peneliti ingin mendorong dianutnya pandangan yang positif bahwa hal-hal yang biasa dipandang sebagai pendorong materialisme sebetulnya juga menjadi pendorong anti-materialisme. 2. Saran untuk Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Banyak studi psikologi telah mencapai kesimpulan tentang dampakdampak negatif materialisme yang berlebihan di berbagai aspek kehidupan, termasuk prestasi akademik, performa kerja, dan sikap sosial. Berdasarkan itu, diperlukan andil perguruan tinggi untuk menciptakan lingkungan belajar yang mengutamakan aspirasi-aspirasi nonmaterial, menjunjung nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan, meningkatkan kepedulian sosial pada masyarakat, menekankan kesederhanaan di lingkungan akademik, dan meminimalisasi kemewahan yang tidak berguna. Selain itu, dapat pula dikembangkan programprogram pengembangan diri mahasiswa yang mengarahkan pemanfaatan ilmu untuk kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan kerja dan kesuksesan finansial semata dan mengajarkan keterampilan manajemen keuangan.
238 Bagi mahasiswa, beberapa temuan dalam penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk konseling masalah-masalah akademik, sosial, dan psikologis yang berkaitan dengan persoalan ekonomi. Tidak dipungkiri bahwa mahasiswa berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang beragam, ada yang beruntung dan yang kurang beruntung, yang mana itu dapat menjadi sumber stres dan menghambat aktualisasi diri mahasiswa. Penelitian ini memuat pengalaman hidup mahasiswa-mahasiswa yang berjuang menghadapi kesulitan ekonomi, membangun ketangguhan diri, dan menghidupkan nilai-nilai kehidupan yang utama. Mahasiswa dapat belajar dari pengalaman para partisipan yang merupakan teman-teman mereka sendiri.