BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat terlepas dari peranan orangorang yang berada disekitarnya, karena itu selama menjalani proses kehidupannya, manusia terus melakukan hubungan sosial. Ali & Asrori (2009, hlm. 85) mengungkapkan hubungan sosial mula-mula dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian berkembang lebih luas lagi ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi, yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Hubungan sosial yang dilakukan di lingkungan rumah dimulai sejak individu berada pada masa bayi dan terus berkembang sampai individu mulai memiliki lingkungan sosial yang lebih luas, dalam artian hubungan sosial terus berkembang seiring dengan perkembangan individu. Salah satu tahap perkembangan yang penting dalam kehidupan individu adalah masa remaja. Menurut Yusuf (2009a, hlm. 184) fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik sehingga mampu bereproduksi. Selain perubahan dalam aspek fisik, terjadi pula perubahan dalam aspek lainnya yang meliputi aspek emosi, intelegensi dan sosial, seluruh aspek tersebut saling mempengaruhi satu sama lain (Yusuf, 2012b, hlm. 17). Banyaknya perubahan yang terjadi pada diri remaja, membuat remaja sering kali mengalami kebingungan dalam menyikapinya, sebab itu Hurlock (1980, hlm. 207) menyebut masa remaja sebagai usia bermasalah. Berbagai hambatan akan Gita Dwi Putri Mareta, 2015 Penggunaan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2 dialami remaja pada masanya, kenyataan ini erat kaitannya dengan kemampuan remaja dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 1980, hlm. 213). Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang-orang disekitarnya melalui pola baru, dengan mengatasnamakan diri yang sudah bukan anak lagi. Ali & Asrori (2009, hlm. 91) mengungkapkan masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan dominan. Menginjak usia remaja individu mulai diperkenalkan pada lingkungan sosial yang lebih luas, sehingga keluarga bukan lagi satu-satunya yang berperan penting dalam perkembangannya. Pengaruh teman sebaya memiliki peranan yang sangat kuat dalam perkembangan remaja, bahkan peran teman sebaya pada masa remaja dapat menjadi lebih penting dibandingkan dengan keluarga. Hal ini disebabkan karena remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar bersama teman sebayanya dibandingkan dengan pada masa sebelumnya, terutama dalam kegiatan di sekolah. Menurut Horrock & Benimoff (dalam Hurlock, 1980, hlm. 214) kelompok sebaya merupakan dunia nyata para anak muda, yang menyiapkan panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Agar dapat diterima menjadi bagian kelompok teman sebayanya, maka remaja cenderung untuk melakukan penyesuaian. Penyesuaian remaja terhadap norma kelompok dengan berperilaku sama dengan kelompok teman sebaya disebut konformitas. Konformitas merupakan suatu bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial karena adanya tuntutan dari kelompok sosial untuk menyesuaikan, meskipun tuntutan tersebut tidak terbuka (Baron & Byrne, 2005, hlm. 53). Lebih lanjut lagi Myers (2012, hlm. 252) mengemukakan konformitas tidak hanya sekedar bertindak sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga dipengaruhi oleh bagaimana mereka bertindak. Gita Dwi Putri Mareta, 2015 Penggunaan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

3 3 Konformitas dapat menjadi salah satu cara remaja untuk menutupi kelemahan yang dirasakan oleh dirinya. Melalui bergabung dengan kelompoknya remaja akan merasa tertutupi kelemahannya melalui kekuatan yang diperoleh dari teman-teman sekelomponya. Banyak remaja yang khawatir tentang seberapa baik mereka disukai dan diterima oleh rekan-rekan mereka, yang akan menjelaskan mengapa remaja sering menyesuaikan diri dan menyesuaikan perilaku, sikap, dan keyakinan mereka kepada orang-orang di sekitar mereka (McElhaney, dkk. 2008, dalam Tolley, 2013). Conger (dalam Yusuf, 2012b, hlm. 59) memaparkan berdasarkan survey nasional terhadap remaja di Amerika, ditemukan remaja memiliki kecenderungan yang kuat untuk menjadi populer dan konformitas. Remaja ingin selalu berada menjadi bagian dari kelompoknya, mereka akan melakukan konformitas terhadap kelompoknya dalam berbagai aspek yang ditunjukkan melalui tindakan ataupun pemikiran, hal tersebut dilakukan remaja agar terhindar dari sanksi kelompok. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Myers (2012, hlm. 252) konformitas adalah bertindak atau berpikir secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa kita lakukan jika kita sendiri. Russell & Bakken (2002, hlm. 1) mengungkapkan remaja yang paling rentan terhadap konformitas teman sebaya berkisar antara kelas tujuh dan kelas delapan. Kelas tujuh dan kelas delapan termasuk pada rentang usia remaja awal, ketika masa tersebut pengakuan dari kelompok teman sebaya sangat penting. Pada masa remaja awal kecenderungan untuk mengikuti standar-standar atau norma-norma teman sebaya lebih kuat daripada yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Eccles (1999, hlm. 39) menyatakan penyesuaian dengan kelompok teman sebaya dapat membuat masalah untuk remaja awal dan kebaikan remaja sering rusak oleh pengaruh negatif dari teman sebaya (khususnya oleh kelompok-kelompok)". Ketika awal masa pencarian jati diri, remaja mulai memiliki keinginan untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orangtua. Remaja berusaha untuk melakukan hal apa saja yang membuat dirinya dapat diterima oleh kelompok teman sebaya, termasuk melakukan hal-hal yang kurang berguna bagi dirinya, bahkan tidak sesuai dengan standar nilai yang telah ditetapkan oleh orangtuanya. Sloan (2009, hlm.

4 4 536) mengungkapkan beberapa hasil penelitian telah menetapkan bahwa individu mungkin dipengaruhi oleh norma-norma kelompok bahkan ketika perilaku tersebut merugikan kesehatan atau kesejahteraan mereka sendiri. Yusuf (2009a, hlm. 14) menerangkan perkembangan konformitas pada remaja dapat berdampak positif atau negatif, tergantung kepada siapa atau kelompok mana dia melakukan konformitasnya. Pada dasarnya remaja perlu melakukan penyesuaian diri dengan teman-teman sebayanya, menjadi bagian dari kelompok teman sebaya merupakan salah satu tugas perkembangan yang utama bagi remaja (Bourne, 1978; Coleman & Hendry, 1990; Erikson, 1968, dalam Santor, dkk. 2000, hlm. 164). Namun konformitas yang baik adalah yang memiliki batasan dan tidak berlebihan. Burger (dalam Baron & Byrne, 2005, hlm. 65) mengemukakan ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan konformitas, yaitu kebutuhan dalam mempertahankan individualitas dan kebutuhan untuk mempertahankan kontrol atas kehidupan sendiri. Sehingga terdapat dua bentuk dampak negatif yang muncul akibat konformitas yang berlebihan, yaitu kehilangan identitas diri atau individualitas dan perilaku negatif sebagai akibat penyesuaian yang berlebihan terhadap kelompok negatif. Healy dan Browner (dalam Yusuf, 2012b, hlm. 61) menemukan 67% dari anak nakal di Chicago ternyata karena mendapat pengaruh dari teman sebayanya. Konformitas yang berlebihan rentan menimbulkan dampak-dampak negatif bagi remaja, sebab terdapat beberapa tuntutan kelompok teman sebaya yang berada di luar batas wajar atau bersifat negatif, dan akan semakin berdampak negatif ketika remaja tidak mampu menghindarinya atau tidak dapat mengontrol dirinya. Yusuf (2009a, hlm 14) menerangkan dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan remaja yang nakal, menjadi pecandu Napza, meminum minuman keras, free sex, atau berperilaku kriminal, berperilaku sadis (seperti geng motor) dikarenakan meniru atau mengikuti perilaku teman sepergaulannya, hal tersebut merupakan akibat dari konformitas terhadap kelompok yang negatif. Sloan (2009, hlm. 536) menjabarkan beberapa contoh perilaku yang berpotensi berbahaya dan telah terbukti dipengaruhi

5 5 oleh konformitas meliputi pesta makan, diet berlebihan, merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, penggunaan kokain remaja, dan keterlibatan geng. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2013) mengenai perilaku konformitas negatif pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bancak Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2012/2013 menunjukkan 25% peserta didik memiliki konformitas negatif yang sangat tinggi, 26,1% peserta didik memiliki konformitas negatif yang tinggi, 23,9% peserta didik konformitas negatifnya sedang, dan 25% peserta didik yang konformitas negatifnya rendah. Hasil penelitian tersebut mengartikan jumlah peserta didik yang memiliki konformitas negatif lebih dominan dibandingkan peserta didik yang tidak memiliki konformitas negatif. Selanjutnya berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Cynthia (2007) mengenai konformitas kelompok dan perilaku seks bebas pada remaja, menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas kelompok dengan perilaku seks bebas pada remaja. Penelitian lainnya dilakukan oleh Cipto & Kuncoro (2009) mengenai harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum-minuman beralkohol pada remaja. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum-minuman beralkohol pada remaja. Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai konformitas di atas terlihat perilaku konformitas remaja cenderung mengarah pada perilaku-perilaku negatif. Hasil studi observasi di SMP Negeri 43 Bandung yang dilakukan selama melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) pada tahun ajaran 2013/2014, ditemukan tidak sedikit peserta didik terutama kelas VIII yang membentuk kelompok-kelompok. Perilaku yang ditunjukkan oleh kelompok meliputi menyamakan penampilan, gaya berbicara, merokok, memilih untuk bolos sekolah ketika beberapa anggota kelompoknya tidak sekolah, saling memberikan contekan, serta membela temannya yang bermasalah tanpa memastikan kebenarannya. Hal tersebut adalah bentuk perilaku negatif akibat konformitas teman sebaya yang berlebihan pada remaja.

6 6 Sistem pendidikan di sekolah sejatinya tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk memperoleh keterampilan kognitif yang ditandai dengan perolehan prestasi yang gemilang. Namun mengarahkan pula peserta didik untuk memiliki keterampilan sosial dan pengelolaan diri yang baik ditandai dengan sikap dan perilaku yang terdidik, yang menunjang pada kesuksesan hidup yang efektif. Ini sejalan dengan ungkapan Hurlock (dalam Yusuf, 2012b, hlm. 54) sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (peserta didik) baik dalam cara berpikir, bersikap maupun berperilaku. Lebih lanjutnya Rutter (dalam Yusuf, 2012b, hlm. 55) menyatakan sekolah yang efektif adalah sekolah yang memajukan, meningkatkan atau mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan satun, sikap positif terhadap belajar, rendahnya angka absen peserta didik, dan memberikan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan peserta didik dapat bekerja. Hal ini mengartikan bahwa mengembangkan keterampilan sosial peserta didik merupakan tanggung jawab pihak sekolah. Layanan bimbingan dan konseling yang merupakan bagian integral dari sistem pendidikan bertujuan membantu peserta didik untuk dapat berkembang secara optimal, termasuk pencapaian tugas perkembangan yang berkaitan dengan bidang sosial. Sebab itu layanan bimbingan dan konseling diperlukan untuk membantu peserta didik yang memiliki konformitas teman sebaya berlebihan, agar dapat terhindar dari pengaruh negatif yang biasa muncul. Asch pada tahun 1951 (dalam Baron & Byrne, 2005, hlm. 56) seorang psikolog sosial yang melakukan penelitian terhadap perilaku konformitas, hasil penelitiannya menemukan bahwa ketika melakukan konformitas sebenarnya subjek mengalami tekanan yang cukup besar meskipun tekanan tersebut tidak terlihat. Karena itu Myers (2012, hlm. 298) menyatakan penekanan psikologi sosial terhadap kekuatan tekanan sosial harus disertai dengan penekanan tambahan mengenai kekuatan dari orang tersebut. Seorang individu harus memiliki kekuatan diri untuk mampu terhindar dari penekanan sosial yang berlebihan. Lebih lanjut lagi Myers (2012, hlm. 295) mengungkapkan seseorang dapat bertindak sesuai nilainya sendiri, terlepas dari

7 7 kekuatan yang memberikan dorongan kepada orang tersebut dan salah satu caranya adalah dengan menegaskan keunikan. Peserta didik yang memiliki konfomitas teman sebaya yang berlebihan memerlukan bantuan untuk dapat lebih memahami dirinya dan mampu mengekspresikan keunikan dirinya tanpa adanya tekanan dari kelompok teman sebaya melalui layanan bimbingan dan konseling. Terdapat berbagai teknik dalam bimbingan dan konseling, sehingga perlu dikembangkan penelitian mengenai penggunaan teknik bimbingan dan konseling untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian Konformitas teman sebaya merupakan upaya penyesuaian yang dilakukan oleh peserta didik usia remaja terhadap kelompok teman sebayanya dengan harapan dapat diterima menjadi bagian dari kelompok tersebut. Hal ini sejalan dengan pengertian konformitas yang diungkapkan oleh Baron dan Byrne (2005, hlm. 53) yaitu bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial karena adanya tuntutan dari kelompok sosial untuk menyesuaikan, meskipun tuntutan tersebut tidak terbuka. Konformitas teman sebaya pada peserta didik terlihat dari kecenderungan untuk selalu menyamakan berbagai aspek dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan. Aspek yang biasa dirubah untuk disamakan dapat dalam bentuk perilaku maupun pikiran. Konformitas adalah bertindak atau berpikir secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa kita lakukan jika kita sendiri (Myers, 2012, hlm. 252). Konformitas yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif bagi peserta didik, sebab peserta didik bersikap tanpa mempedulikan kepentingan dan keunikan dirinya sendiri, dikarenakan adanya keinginan atau tuntutan untuk sama dengan anggota kelompok lainnya. Peserta didik cenderung untuk tidak mempertimbangkan nilai benar atau salah, mereka tetap melakukan apapun yang menjadi tuntutan dari kelompok teman sebayanya, dan diantaranya dapat berupa tindakan negatif. Burger (dalam Baron & Byrne, 2005, hlm. 65) mengemukakan ada dua hal penting yang

8 8 harus diperhatikan dalam melakukan konformitas, yaitu kebutuhan dalam mempertahankan individualitas dan kebutuhan untuk mempertahankan kontrol atas kehidupan sendiri. Layanan bimbingan dan konseling diperlukan dalam membantu peserta didik agar mampu terlepas dari pengaruh negatif yang disebabkan oleh konformitas yang berlebihan. Jenis layanan yang diperlukan berupa bantuan responsif atau penyembuhan, sehingga bentuk layanan yang dapat diberikan adalah melalui bentuk konseling. Boy dan Pine (Depdikbud, dalam Yusuf & Nurihsan, 2010, hlm. 9) menyatakan tujuan konseling di sekolah adalah membantu peserta didik menjadi lebih matang dan lebih mengaktualisasikan dirinya, membantu peserta didik maju dengan cara yang positif, membantu dalam sosialisasi peserta didik dengan memanfaatkan sumber-sumber dan potensinya sendiri. Upaya konseling yang dapat dilakukan untuk membantu peserta didik usia remaja yang memiliki konformitas teman sebaya yang berlebihan adalah melalui teknik psikodrama. Penggunaan psikodrama lebih menekankan dalam membantu konseli untuk dapat mengekspresikan dirinya tanpa adanya tekanan dari kelompok teman sebayanya, dengan harapan konseli tidak memiliki konformitas yang berlebihan dan dapat terhindar dari perilaku negatif. Chimera & Baim, (2010, hlm. 1) menjabarkan tujuan dari psikodrama Psikodrama dapat membantu orang untuk lebih memahami diri sendiri dan sejarah mereka, mengatasi kerugian dan trauma, mengatasi ketakutan, meningkatkan hubungan intim dan sosial mereka, mengekspresikan dan mengintegrasikan pikiran dan emosi yang tertahan, berlatih keterampilan baru atau mempersiapkan diri untuk masa depan. Myers (2012, hlm. 296) mengemukakan salah satu cara untuk mengurangi konformitas yang berlebihan adalah dengan menegaskan keunikan baik dalam bentuk pemikiran maupun tindakan. Dalam pendekatan psikodrama terdapat konsep mengenai ekspresi diri dimana konseli diarahkan untuk mampu mengeskpresikan pikiran dan tindakan secara terbuka. Hal ini sejalan dengan ungkapan Blatner (dalam Corsini & Wedding, 2007, hlm. 12) dalam konsep psikodrama terdapat ekspresi diri yang melampaui tingkat kognitif, mengarahkan untuk bertindak, untuk melakukan,

9 9 untuk melawan ketakutan yang mendalam, dan keterbatasan pasif yang dialami pada masa lalu. Melalui penggunaan psikodrama diharapkan peserta didik yang memiliki konformitas teman sebaya yang berlebihan mampu menunjukkan keunikan dirinya sendiri dihadapan anggota kelompok lainnya, serta mampu menghargai setiap keunikan yang dimiliki masing-masing anggota kelompoknya, dengan begitu peserta didik akan menghargai keunikan masing-masing individu, dan tidak memaksakan diri untuk selalu menyamakan pemikiran dan tindakan, sehingga dapat terhindar dari dampak negatif perilaku konformitas teman sebaya yang berlebihan. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah teknik psikodrama efektif untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik? Berdasarkan identifikasi masalah konformitas teman sebaya dan teknik psikodrama, maka terdapat beberapa rumusan masalah secara spesifik yang diajukan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut. 1) Bagaimana gambaran umum konfomitas teman sebaya pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015? 2) Bagaimana rancangan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015? 3) Bagaimana keefektifan pelaksanaan intervensi layanan konseling kelompok dengan menggunakan teknik psikodrama dalam mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran empiris mengenai keefektifan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik. Adapun tujuan penelitian secara spesifik, sebagai berikut.

10 10 1) Untuk memperoleh gambaran umum tentang konfomitas teman sebaya pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/ ) Untuk memperoleh rancangan teknik psikodrama dalam mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/ ) Untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan intervensi layanan konseling kelompok dengan menggunakan teknik psikodrama dalam mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/ Manfaat Penelitian Apabila tujuan dari penelitian telah tercapai, maka terdapat beberapa manfaat yang diberikan dari penelitian baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat tersebut sebagai berikut. 1) Teoretis Secara teoretis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman dan keilmuan mengenai perilaku sosial pada remaja terutama dalam hal konformitas teman sebaya pada peserta didik di SMP. Serta dapat menambah wawasan terkait penggunaan teknik psikodrama dalam bimbingan dan konseling. 2) Praktis Secara praktis, manfaat dari penelitian ini antara lain. a. Bagi Profesi Guru Bimbingan dan Konseling, dapat mengetahui kondisi peserta didik usia remaja awal, terutama mengenai perilaku konformitas terhadap teman sebaya, dan pengaruh negatif dari konformitas teman sebaya yang berlebihan. Serta dapat menggunakan layanan yang tepat untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik. b. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi pengalaman dan menambah wawasan terkait penggunaan teknik psikodrama serta konformitas teman sebaya pada peserta didik.

11 Struktur Organisasi Skripsi Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri dari pendahuluan, kajian pustaka, metodologi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta simpulan, implikasi dan rekomendasi. Bab I merupakan pendahuluan, di dalamnya mengungkapkan tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi. Bab II kajian pustaka mengenai konformitas teman sebaya pada remaja dan teknik psikodrama, di dalamnya disajikan teori yang relevan sebagai landasan dilakukannya penelitian, penelitian terdahulu mengenai konformitas teman sebaya pada remaja dan penggunaan teknik psikodrama, serta asumsi, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab III yang merupakan metodologi penelitian, mengungkapkan tentang desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data. Bab IV merupakan temuan penelitian dan pembahasan, yang di dalamnya memuat tentang hasil temuan penelitian dan pembahasan hasil analisis data mengenai penggunaan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik. Bab V merupakan simpulan, implikasi dan rekomendasi, yang berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang dilakukan, dan rekomendasi terhadap berbagai pihak terkait kelanjutan penelitian. Di akhir dilampirkan pula daftar pustaka dan kelengkapan lampiran yang digunakan dalam penyusunan skripsi.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, manusia lahir dalam keadaan lemah tidak berdaya, mereka memiliki rasa ketergantungan pada orang lain terutama pada orang tua serta orangorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Alberty (Syamsudin, 2004:130) mengemukakan masa remaja merupakan suatu periode dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman terbukti megubah sebagian besar gaya hidup manusia. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (dalam Sarwono, 2007), remaja adalah suatu masa ketika: 1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perjalanan kehidupan dan menjadi bagian yang dilalui dalam siklus perkembangan manusia. Dewasa ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai tertarik dengan masalah-masalah seksualitas. Pada awalnya, ketertarikan remaja terhadap seksualitas bersifat self-centered,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya. Remaja berada di sekolah dari pukul tujuh pagi sampai pukul tiga sore, bahkan sampai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu komponen yang dapat membantu perkembangan diri individu adalah pendidikan. Melalui pendidikan individu diharapkan bisa mengarahkan dirinya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa perkembangan dimana manusia berada pada rentan umur 12 hingga 21 tahun. Masa transisi dari kanak-kanak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan menjelaskan beberapa hal penting sebagai dasar dalam penelitian. Bab ini membahas latar belakang mengenai topik atau isu yang diangkat dalam penelitian, rumusan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, psikologis, dan sosiologis. Remaja mengalami kebingungan sehingga berusaha mencari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan sekolah dibuat agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa menerima pendidikan di sekolah formal untuk mendapatkan bekal yang akan berguna dalam kehidupannya kelak. Sudah menjadi tugas siswa untuk belajar dan menimba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN Masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja sebagai masa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia mengalami beberapa proses perkembangan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun psikis. Di mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan beranjak

Lebih terperinci

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Self-control dibutuhkan agar individu dapat membimbing, mengarahkan dan mengatur segi-segi perilakunya yang pada akhirnya mengarah kepada konsekuensi positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah menyatu cukup lama, bahkan minuman keras seperti arak dan berem termasuk tuak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja atau dikenal dengan istilah adolescene adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gaya hidup selalu mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Kehidupan yang semakin modern membawa manusia pada pola perilaku yang unik, yang membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Masalah kenakalan remaja merupakan salah satu bagian dari masalahmasalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Kenakalan remaja dapat dikategorikan sebagai perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja lainnya yang menyebabkan terhambatnya kreatifitas siswa.

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja lainnya yang menyebabkan terhambatnya kreatifitas siswa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merebaknya isu rendahnya kecerdasan moral pada siswa saat ini sangat marak diperbincangkan, seperti yang sangat sering kita temukan di mana siswa seringkali melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan. Para ahli perkembangan mengelompokkan fase-fase

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan. Para ahli perkembangan mengelompokkan fase-fase 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu yang hidup akan tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan. Para ahli perkembangan mengelompokkan fase-fase perkembangan individu dari mulai fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri BAB I PENDAHULUAN Bab satu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat/ signifikansi penelitian serta struktur organisasi skripsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tentu akan bersosialisasi dengan manusia lainnya agar bisa bertahan hidup. Dari sejak lahir, manusia selalu belajar dari apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang unik, tidak ada seorang individu yang sama persis dengan individu yang lain. Salah satunya adalah dalam hal kecepatan dan kemampuan

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai inti dan arah penelitian yang terdiri atas: latar

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai inti dan arah penelitian yang terdiri atas: latar BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai inti dan arah penelitian yang terdiri atas: latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Pendahuluan. Masa remaja secara psikologi merupakan masa peralihan dari masa anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Pendahuluan. Masa remaja secara psikologi merupakan masa peralihan dari masa anak BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Masa remaja secara psikologi merupakan masa peralihan dari masa anak anak ke masa dewasa. Pada masa remaja terjadi kematangan secara kognitif yaitu interaksi dari struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neng Kokom Komariah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neng Kokom Komariah, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku melanggar norma atau yang lebih dikenal dengan istilah perilaku menyimpang seperti ditegaskan oleh Saparinah (dalam Willis, 2008, hlm. 5), perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan senantiasa hidup dan bergaul dengan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

2015 KORELASI KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PESERTA DIDIK MTS AT TAUFIQ BANDUNG

2015 KORELASI KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PESERTA DIDIK MTS AT TAUFIQ BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berkembanganya suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusianya. Pendidikan merupakan sarana utama yang dapat menjadikan manusia menjadi sosok yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa transisi. Siswa SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sri Murni, 2014 Program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sri Murni, 2014 Program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari Guidance dan Counseling dalam bahasa Inggris. Istilah ini mengandung arti : (1) mengarahkan (to direct),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Internet saat ini merupakan fasilitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Banyaknya fitur yang ada di internet membuat penggunanya merasa

Lebih terperinci

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pola asuh pada dasarnya merupakan suatu cara yang digunakan oleh orang dewasa kepada seorang anak dalam upaya mendidik anak tumbuh dan dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan salah satu elemen masyarakat yang sedang melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Menurut Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun

BAB I PENDAHULUAN. karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci