HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

TINJAUAN PUSTAKA Teknik Evaluasi Nilai Nutrisi Hijauan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sehingga perlu dilakukan peningkatan kualitas, kuatitas, dan kontinyutasnya. maupun dalam bentuk kering (Susetyo, 1980).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar lemak kasar yang paling tinggi terdapat pada Paspalum notatum dan bahan ekstrak tanpa nitrogen yang paling tinggi terdapat pada Penisetum purpureum. Sedangkan kadar abu yang paling tinggi terdapat pada Panicum maximum. Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan dalam Tabel 1. Namun secara umum, seluruh rumput yang digunakan mengandung serat kasar tinggi yang melebihi kadar 50% dengan kadar protein umumnya lebih kecil dari 10% kecuali Setaria splendida yang mencapai 14,48%. Tabel 1. Komposisi Nutrien Berbagai Jenis Rumput yang Dikaji Kecernaannya Sampel Bahan Kering (%) Kadar Nutrien (% BK) Abu PK SK LK Beta- N Pennisetum purpureum 26,58 7,37 9,43 32,3 1) 2,07 48,83 Panicum maximum 23,67 9,69 9,71 32,9 1) 0,95 46,75 Brachiaria humidicola 23,73 4,96 9,24 41,39 2) 1,47 42,94 Setaria splendida 10,42 9,25 14,48 32,10 3) 1,78 42,39 Paspalum notatum 25,84 6,42 9,96 21,4 1) 2,14 60,08 Keterangan: PK= protein kasar; SK= serat kasar; LK= lemak kasar; Beta-N= bahan ekstrak tanpa nitogen; 1). Sutardi (1981); 2). Meiaro; 3). Noorazimie Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Pengukuran koefisien cerna bahan kering (KCBK) dilakukan untuk menduga tingkat kecernaan pakan sumber serat dan penyerapannya dalam rumen dan retikulum. Pada ruminansia pakan mengalami perombakan fermentatif sehingga komponen kimianya berubah menjadi senyawa lain termasuk VFA yang berbeda dengan nutrien asalnya (Sutardi, 1980). Tabel 2 menunjukkan nilai koefisien cerna bahan kering dan bahan organik oleh asal cairan rumen segar dan isolat pencerna serat. Nilai koefisien cerna bahan kering dan bahan organik oleh cairan rumen segar lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan koefisien cerna hijauan pakan oleh isolat pencerna serat. Hal yang memungkinkan nilai 19

tersebut berbeda adalah karena isolat mempunyai populasi total awal yang lebih sedikit dari pada rumen. Disamping itu kemungkinan jenis isolat lebih terbatas spesiesnya karena isolat yang digunakan merupakan pemurnian isolat selulolitik rumen, jadi kemungkinan isolat pendegradasi komponen non serat tidak ada sehingga efektifitas kecernaannya menurun. Namun data tersebut menunjukkan bahwa isolat rumen mampu mencerna komponen rumput yang diuji. Thalib el al. (2004) juga menguji kemampuan dua isolat (kerbau dan domba) dalam mencerna bahan pakan, dengan hasil yang menunjukkan bahwa kemampuan mencerna bahan juga lebih rendah dari kemampuan cairan rumen domba segar. Tabel 2. Nilai Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik Berbagai Jenis Rumput (KCBO) oleh Bakteri Cairan Rumen Segar dan Isolat Bakteri Bahan Pakan KCBK (%) KCBO (%) Cairan rumen Isolat Cairan rumen Isolat Pennisetum purpureum 47,64±1,60 19,37±3,61 46,19±1,20 16,66±3,36 Panicum maximum 37,09±0,57 20,20±1,81 34,33±1,25 15,72±2,08 Brachiaria humidicola 38,14±0,00 21,60±1,01 36,81±0,28 21,41±2,69 Setaria splendida 42,09±0,39 22,56±3,16 39,70±1,38 18,78±2,79 Paspalum notatum 33,93±0,52 20,19±1,32 32,01±0,40 17,71±1,23 Rataan 39,78±5,27 a 19,14±3,43 b 37,81±5,49 a 18,06±2,20 b Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Nilai korelasi koefisien cerna bahan kering dan bahan organik oleh cairan rumen dengan nilai kecernaan oleh isolat rumen tidak nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa isolat rumen mempunyai kemampuan mencerna komponen pakan yang spesifik dibandingkan dengan cairan rumen segar yang mempunyai kemampuan mencerna bukan hanya serat tetapi komponen pakan lainnya seperti bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan lemak. Menurut Hungate (1966) jumlah selulolitik di dalam cairan rumen biasanya berkisar antara 10 6 10 7 per mililliter. Walaupun demikian kondisi tersebut menunjukkan bahwa isolat pencerna serat masih memungkinkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti cairan rumen dalam evaluasi kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro. 20

Perbedaan nilai koefisien cerna oleh isolat rumen pencerna serat yang besar dari koefisien cerna oleh cairan rumen, menggambarkan bahwa isolat rumen yang digunakan, yang berjumlah enam isolat, tidak seluruhnya berkemampuan mencerna serat kasar tinggi. Rifai (2010) juga melakukan pengujian kecernaan secara in vitro pada rumput gajah dan jerami padi menggunakan isolat tunggal, perbedaan KCBK antara cairan rumen segar dan isolat hanya 20% dan 11,1% serta KCBOnya 30,2% dan 15,2% perbedaannya. Nilai KCBK dan KCBO rumput gajah lebih tinggi dibanding jerami padi karena rumput gajah memiliki kandungan lignin yang lebih rendah dari jerami padi. Nilai kecernaan yang rendah pada inokulum (isolat ) pada hijauan pakan yang digunakan karena pada perlakuan inokulum isolat hanya terdapat isolat murni pencerna serat sehingga populasinya juga rendah (Rifai, 2010). Hal lain yang kemungkinan terjadi adalah isolat tersebut tidak mampu mencerna komponen BETN secara sempurna, karena hanya mampu mencerna komponen serat. Namun penggunaan jenis sampel yang lebih bervariasi diperkirakan dapat menunjukkan kemampuan isolat yang sesungguhnya. Konsentrasi NH 3 dan VFA Kadar NH 3 filtrat hasil fermentasi rumput dengan rumen dan isolat ditunjukkan dalam Tabel 3. Kadar NH 3 lebih tinggi pada hasil fermentasi beberapa jenis rumput dengan isolat pencerna serat dari hasil fermentasi dengan cairan rumen segar. Amonia merupakan sumber nitrogen yang sangat penting untuk sintesis protein mikroba rumen. Amonia merupakan hasil perombakan asam amino dari komponen protein pakan (McDonald et al., 2002). Kadar NH 3 oleh isolat pencerna serat yang lebih tinggi dibanding oleh cairan rumen segar, menunjukkan bahwa isolat pencerna serat memiliki kemampuan mendegradasi protein lebih tinggi karena isolat memiliki tingkat adaptasi yang baik terhadap pakan-pakan rumput. Disamping itu data tersebut menunjukkan bahwa isolat rumen diperkirakan mempunyai kebutuhan akan nitrogen yang tinggi namun kurang mampu memanfaatkan NH 3 yang dihasilkannya dengan cepat dibandingkan dengan cairan rumen, sehingga kadar NH 3 meningkat. 21

Tabel 3. Konsentrasi NH 3 dan VFA Berbagai Jenis Rumput oleh Bakteri Cairan Rumen Segar dan Isolat Bakteri Bahan Pakan NH 3 (mm) VFA (mm) Cairan rumen Isolat Cairan rumen Isolat Pennisetum purpureum 4,13±1,12 8,07±2,58 168,36±86,89 148,25±118,86 Panicum maximum 4,61±1,15 7,79±2,38 185,29±97,27 146,52±52,57 Brachiaria humidicola 3,20±0,42 6,48±1,08 214,77±85,03 178,86±33,36 Setaria splendida 6,77±3,16 9,30±2,50 165,35±109,18 150,46±87,71 Paspalum notatum 3,73±0,66 6,21±0,82 102,04±23,44 245,41±45,54 Rataan 4,49±1,38 b 7,57±1,26 a 167,16±41,35 173,90±42,11 Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Kadar VFA filtrat hasil fermentasi rumput oleh isolat rumen ditunjukkan dalam Tabel 3. Kadar VFA sama tingginya pada hasil fermentasi beberapa jenis rumput dengan isolat pencerna serat dengan hasil fermentasi dengan cairan rumen segar. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan isolat dalam memfermentasi komponen pakan rumput cukup tinggi dibandingkan dengan cairan rumen walaupun mempunyai kecernaan bashan kering yang lebih rendah. Penyebab kondisi tersebut adalah karena populasi pada isolat lebih spesifik dalam mencerna serat kasar. Terdapat kadar VFA filtrat yang sangat tinggi baik pada hasil fermentasi dengan rumen mapun dengan isolat, namun penyebab tingginya kadar VFA tersebut tidak diketahui. Namun salah satu kemungkinan adalah rendahnya kemampuan baik cairan rumen maupun isolat dalam mengkonversi VFA dan NH 3 ke dalam komponen sel. Konsentrasi VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme rumen berkisar antara 80 160 mm (Sutardi, 1980). Nilai ph Filtrat pada Inokulum Cairan Rumen dan Isolat Bakteri setelah Difermentasi Nilai ph filtrat hasil fermentasi 4 dan 48 jam ditunjukkan dalam Tabel 4. Nilai ph filtrat berada pada kisaran normal yang menghasilkan pertumbuhan normal. Nilai ph filtrat hasil fermentasi dengan isolat lebih tinggi (P<0,01) 22

dibanding filtrat hasil fermentasi cairan rumen setelah diinkubasi selama 4 jam. Nilai ph filtrat hasil fermentasi 4 jam berkorelasi dengan kadar NH 3 dan VFA filtrat. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kadar NH 3 dalam kondisi larutan tersebut lebih besar pengaruhnya terhadap ph dengan koefisien korelasi (kk) 0,81 (P<0,01) dibandingkan dengan kadar VFA dengan nilai korelasi -0,22. Kenaikan ph tidak terkait langsung dengan kadar NH 3 larutan, namun tingginya kadar NH 3 menggambarkan bahwa terjadi fermentasi yang intensif. Kondisi tersebut memungkinkan dihasilkan VFA dan asam laktat. Nilai ph filtrat hasil fermentasi 48 jam tidak berbeda nyata antara cairan rumen dengan isolat, dan nilai phnya dalam kondisi normal. Hal ini kemungkinan terjadi akibat penimbunan pada filtrat terutama VFA dari hasil fermentasi oleh kedua sumber walaupun kemampuan mencerna komponen rumput oleh kedua sumber tersebut berbeda. Tabel 4. Nilai ph Filtrat Setelah Fermentasi Selama 4 dan 48 jam ph (fermentasi 4 jam) ph (fermentasi 48 jam) Sampel Cairan rumen Isolat Cairan rumen Isolat Pennisetum purpureum 6,76±0,05 7,03±0,27 6,55±0,02 6,47±1,88 Panicum maximum 6,84±0,06 6,955±0,04 6,56±0,15 6,61±1,26 Brachiaria humidicola 6,77±0,04 6,84±0,00 6,48±0,13 6,48±0,01 Setaria splendida 6,86±0,14 6,92±0,01 6,51±0,06 6,51±0,13 Paspalum notatum 6,84±0,07 6,905±0,08 6,50±0,12 6,92±0,06 Rataan 6,81±0,04 b 6,93±0,07 a 6,52±0,03 6,60±0,19 Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Daya Hidup Isolat Bakteri Selama Penyimpanan Manfaat praktis sangat tergantung pada daya hidup selama penyimpanan. Bakteri dapat disimpan dalam media cair maupun media padat. Bakteri dapat disimpan hingga bertahun-tahun dalam media cair seperti gliserol. Namun penyimpanan dalam bentuk cair kurang praktis, sementara penyimpanan dalam media kering lebih mudah dalam pemeliharaan dan transportasi. Saat ini umumnya disimpan dalam bentuk kering beku (freeze dried). Penyimpanan kering beku mempunyai berbagai keunggulan diantaranya mempunyai daya hidup 23

yang tinggi dan daya simpan yang lama. Namun kendala penyimpanan kering beku adalah biaya pengeringan yang mahal dan memerlukan peralatan yang khusus terlebih lagi jika tersebut anaerob. Penyimpanan kering menggunakan media tanah dan arang telah umum dilakukan dengan berbagai keunggulan (Machmud 2001; Malik 1990). Daya hidup isolat rumen yang disimpan dalam media yang berbeda menunjukan pola yang berbeda. Gambar1 menunjukkan bahwa populasi pada penyimpanan 0 minggu sama pada media tanah, tepung, dan arang, kecuali pada UMB menunjukkan populasi yang lebih tinggi dari yang disimpan pada media tanah dan arang. Pada penyimpanan 1 minggu populasi sama pada media tepung, arang, dan UMB, sedangkan pada media tanah populasi meningkat sehingga berbeda dengan yang disimpan dalam media UMB. Pada penyimpanan 2 minggu populasi pada semua media sama. Populasi pada minggu pertama meningkat khususnya jika disimpan pada media tanah. Namun jika penyimpanan dilanjutkan hingga 2 minggu populasi menurun kembali mencapai populasi seperti pada awal penyimpanan kecuali pada yang disimpan di UMB. Pola perubahan populasi selama penyimpanan tersebut mengindikasikan bahwa pada minggu pertama mengalami pertumbuhan. Bakteri selama penyimpanan diperkirakan mampu memanfaatkan media tumbuh yang berada di sekitarnya. Gambar 1. Populasi Isolat Bakteri pada Media dan Lama Penyimpanan yang berbeda 24

Sejumlah selulolitik juga merupakan amilolitik (pencerna pati) sehingga kemungkinan isolat dapat disimpan di dalam media tepung tapioka (Hungate, 1966). Tarwin (2007) melaporkan bahwa jumlah sel hidup asam laktat dan probiotik yang lebih tinggi pada media susu kedelai dengan suhu penyimpanan 28 o C selama dua hari pengamatan dibanding pada suhu penyimpanan 4 dan -20 o C selama dua bulan pengamatan. Hal ini terjadi karena pada suhu 28 o C syarat lingkungan dan nutrisi untuk aktivitas telah terpenuhi, namun pada suhu tersebut bukan suhu optimum untuk penyimpanan. Sedangkan pada suhu 4 o C jumlah sel hidup bekurang disebabkan faktor lingkungan yaitu suhu yang menekan pertumbuhan dan ketersediaan nutrisi yang terus menerus berkurang selama penyimpanan, pada suhu -20 o C tidak melakukan aktivitas pertumbuhan, laju pertumbuhan negatif, dan mengalami kematian (Tarwin, 2007). 25