BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam mengatasi krisis yang sedang terjadi. Keadaan inilah yang memperlihatkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang handal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional (Husodo, dkk, 2004). Salah satu hasil pertanian yang menunjukkan peningkatan produksi dan konsumsinya dari tahun ke tahun adalah beras, yang merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Selain usaha peningkatan produksi beras, pemerintah juga memperhatikan usaha peningkatan produksi tanaman pangan lainnya termasuk ketela pohon atau singkong sebagai usaha diversifikasi menu (Rismayani, 2007). Ubi kayu/singkong yang juga disebut Kaspe, dalam bahasa Latin disebut Manihot Esculenta crantz, merupakan tanaman yang banyak mengandung karbohidrat. Oleh karena itu singkong dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat di samping beras, selain dapat pula digunakan untuk keperluan bahan baku industri seperti : tepung tapioka, pellet, gaplek, gula pasir, gasohol, protein sel tunggal, dan asam sitrat. Tepung tapioka dengan kadar amylase yang rendah tetapi berkadar amylopectine yang tinggi ternyata merupakan sifat yang khusus dari singkong yang tidak dimiliki oleh jenis tepung lainnya, sehingga tepung tapioca mempunyai kegunaan yang lebih luas (Rismayani, 2007).
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari Brazil, amerika Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke- 17 dibawa oleh pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian menyebar ke Asia tenggara, termasuk Indonesia. Ubi kayu merupakan makanan pokok di beberapa negara afrika. Di samping sebagai bahan makanan, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan makanan, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubinya mengandung air sekitar 60%, pati 23-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum. Perlu diketahui bahwa meskipun singkong diperkirakan berasal dari Brazilia, namun dapat tumbuh dan popular di Indonesia karena tanaman ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya karena : Singkong dapat tumbuh pada lahan kering dan kurang subur. Daya tahan terhadap penyakit umumnya relatif tinggi. Masa panennya tidak diburu waktu, sehingga dapat diolah menjadi beragam makanan utama maupun makanan ringan. Selain itu singkong adalah penghasil kalori yang efisien. Artinya tanaman singkong mempunyai kemampuan dalam menghasilkan kalori yang produktif dan efisien di daerah tropis. Potensi ubi kayu sebagai bahan pangan yang penting di dunia ditunjukkan dengan fakta bahwa tiap tahun 300 juta ton ubi-ubian dihasilkan dunia dan dijadikan bahan makanan sepertiga penduduk di Negara-negara tropis. Disamping itu, sekitar 45% dari total produksi ubi-ubian dunia langsung
dikonsumsi oleh produsen sebagai sumber kalori di beberapa Negara (Rukmana, 1997). Ubi kayu (Manihot esculenta crant) di Indonesia, dijadikan makanan pokok nomor tiga setelah padi dan jagung. Tanaman ubi kayu meluas ke semua propinsi di Indonesia dan dalam masalah pengolahannya sudah digunakan dengan teknologi budidaya yang baik (Rukmana, 1997). Pada masa mendatang kebutuhan produksi ubi kayu dunia diperkirakan terus meningkat. Untuk mencukupi kebutuhan produksi ubi kayu nasional, diperlukan program peningkatan produksi per satuan luas lahan, perbaikan kualitas dan pengolahan hasil panen (Rukmana, 1997). Petani mengetahui, bahwa jalan pertama yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya adalah mempertinggi kuantitas dan kualitas dari hasil buminya secara rasional, efisien, dan ekonomis. Salah satu cara yang paling diperhatikan dan diperkembangkan adalah penataan pertanaman (Cropping system). Penataan tanaman adalah tidak lain daripada cara pengaturan dan pemilihan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang tanah tertentu selama jangka waktu tertentu (Tohir, KA, 1991). Produksi dalam arti teknis adalah proses menjadikan barang atau zat dari bahan-bahan yang tersedia. Sedangkan dalam arti ekonomi mempunyai pengertian yang lebih luas seperti dikemukakan oleh Sumodiningrat dan Iswara (1987) bahwa : produksi adalah setiap perbuatan manusia yang menjadikan barang dapat lebih sempurna untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumatera Utara merupakan salah satu daerah potensial untuk menghasilkan ubi kayu. Dari tabel 1 dapat dilihat sentra produksi ubi kayu di
seluruh Kabupaten dan Kota Sumatera Utara mulai tahun 2005 hingga tahun 2009. Data ini merupakan data terakhir pada Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara yang dipublikasikan Melalui Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Tabel 1. Produksi Tanaman Ubi kayu menurut Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara Kabupaten/ Kota 2005 2006 2007 2008 2009 1 2 3 4 5 6 Nias 3083 2827 3021 7963 51298 Mandailing Natal 2758 2988 2982 3238 1799 Tapanuli Selatan 9659 17622 13541 18269 8854 Tapanuli Utara 7157 7136 16000 26068 37451 Toba Samosir 12663 9629 7681 7949 10560 Labuhan Batu 4151 2580 3393 4451 2428 Asahan 9603 15236 15384 10565 18536 Simalungun 202405 161504 144954 309303 373304 Dairi 2594 1936 2567 5808 6280 Karo 0 25 0 2412 52 Deli Serdang 103520 51865 78800 75497 167017 Langkat 7374 6237 6290 7974 9244 Nias Selatan 8804 5448 8665 15870 72585 Humbang Hasundutan 0 3276 4274 12883 12469 Pakpak Bharat 680 175 463 405 441 Samosir 2274 1639 2495 4985 16163 Serdang Bedagai 106593 133793 96726 155389 111066 Tanjung Balai 275 301 351 387 390 Pematang Siantar 8277 4563 461 7106 9091 Tebing Tinggi 5377 4480 3273 6610 7148 Medan 4482 3601 4737 4616 7533 Binjai 2934 1665 2373 2863 3147 Padang Sidempuan 2626 1426 1780 1971 4521 Batu Bara 0 0 0 16205 22994 Padang Lawas Utara 0 0 0 0 8925 Padang Lawas 0 0 0 0 10482 Tapanuli Tengah 2507 12500 14361 27986 33506 Total 509796 452452 434572 736773 1007284 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Dari tabel 1 dapat dikemukakan bahwa hampir semua daerah di Provinsi Sumatera Utara yang memproduksi ubi kayu. Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu sentra produksi ubi kayu. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi tanaman ubi kayu di Kabupaten Serdang Bedagai dari tahun 2005 sampai 2009 mengalami fluktuasi, dimana produksi ubi kayu di Kabupaten
Serdang Bedagai setiap tahunnya mengalami kenaikan atau penurunan. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain pengurangan/penambahan luas lahan, faktor cuaca yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman ubi kayu, dan harga jual ubi kayu yang tidak tetap setiap tahunnya. Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010 No Kecamatan Luas Lahan ( Ha ) Produksi ( Ton ) Produktivitas ( Ton/ Ha) 1. Kotarih 210 4,587 21,842 2. Dolok Masihul 1,184 28,658 24,204 3. Sipispis 334 7,514 22,497 4. Tebing Tinggi 515 11,180 21,708 5. Bandar Khalifah 46 1,022 22,217 6. Tanjung Beringin 4 87 21,75 7. Teluk Mengkudu 163 3,665 22,484 8. Sei Rampah 741 17,284 23,325 9. Perbaungan 12 275 22,916 10. Pantai Cermin 35 789 22,542 11. Silinda 6 132 22 12. Bintang Bayu 104 2,274 21,865 13. Serba Jadi 385 8,519 22,127 14. Tebing Syahbandar 720 16,037 22,273 15. Sei Bamban 60 1,333 22,216 17. Pegajahan 780 17,333 22,221 Jumlah 5,420 123,379 338,691 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Serdang Bedagai 2010 Dari tabel 2 dapat di kemukakan bahwa 4 Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan sentra produksi ubi kayu adalah: Dolok Masihul, Tebing Syahbandar, Sei Rampah dan Pegajahan. Di kecamatan pegajahan khusunya di desa sukasari merupakan daerah yang masyarakatnya sebagian besar mengusahatanikan tanaman ubi kayu. Ini dikarenakan ubi kayu merupakan tanaman yang tidak sulit dalam pengelolaannya.
Namun, dalam kenyataannya para petani ubi kayu di Desa Sukasari juga mendapatkan berbagai kendala dalam usahatani ubi kayu ini yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas, antara lain: pertama, karena musim yang tidak menentu dengan curah hujan yang sangat tinggi dan kemarau yang panjang, yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman ubi kayu terhambat. Kedua, penggunaan input yang berpengaruh terhadap produksi. Pada usahatani ubi kayu ini, input produksi yang digunakan antara lain adalah lahan, bibit, pupuk, herbisida, dan tenaga kerja. Lahan untuk pertumbuhan yang baik pada ubi kayu ini memerlukan tanah yang subur dan bertekstur gembur serta banyak mengandung bahan organik. Pemilihan bibit yang baik juga akan mempengaruhi produksi karena bibit yang baik akan lebih tahan terhadap penyakit dan hasilnya juga akan lebih baik. Pada saat ini petani ubi kayu di Desa Sukasari lebih banyak membuat bibit ubi kayu sendiri hal ini dilakukan untuk menghemat biaya pengeluaran dan yang dibuat oleh petani ini hasilnya juga sama baiknya dengan bibit yang dijual. Selain bibit, para petani juga membutuhkan pupuk dan herbisida. Pupuk yang biasa digunakan antara lain urea, KCL, dan SP-36. Tanaman ubi kayu di Desa Sukasari sering terserang gulma sehingga untuk mengatasinya para petani menggunakan herbisida Rambo dan Bimastar untuk menghindari terjadinya penurunan produksi. Selain itu banyak kendala yang dihadapi petani ubi kayu dalam mengelola tanamannya seperti kurangnya modal petani dalam membeli input produksi seperti pupuk dan herbisida. Berdasarkan keadaan ini peneliti ingin meneliti bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani ubi kayu.
1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka identifikasi masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh input produksi (luas lahan, bibit, pupuk, herbisida, dan tenaga kerja) terhadap produksi usahatani ubi kayu di daerah penelitian? 2. Bagaimana pengaruh input produksi (luas lahan, bibit, pupuk, herbisida, dan tenaga kerja) terhadap total biaya produksi usahatani ubi kayu di daerah penelitian? 3. Bagaimana tingkat pendapatan petani dari usahatani ubi kayu di daerah penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh input produksi (luas lahan, bibit, pupuk, herbisida, dan tenaga kerja) terhadap produksi usahatani ubi kayu di daerah penelitian. 2. Untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh input produksi (luas lahan, bibit, pupuk, herbisida, dan tenaga kerja) terhadap total biaya produksi usahatani ubi kayu di daerah penelitian. 3. Untuk mengidentifikasi bagaimana tingkat pendapatan petani dari usahatani ubi kayu di daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan dalam penggunaan input produksi terhadap pendapatan usahatani ubi kayu. 2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak pihak lain yang berhubungan dengan penelitian ini.