GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

dokumen-dokumen yang mirip
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

Adhyatman Prabowo, M.Psi

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

REFERAT GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD)

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

GANGGUAN STRESS PASCATRAUMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

Gangguan Penyesuaian (Adjustment Disorder)

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah

Pendahuluan. Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K)

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

Gangguan ini dapat ada pada semua usia dan lebih sering pada remaja. 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

GANGGUAN BIPOLAR PENDAHULUAN

Oleh: Raras Silvia Gama Pembimbing: dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung. Di tahun 2008, stroke dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental,

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Definisi

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

I. PENDAHULUAN. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

PEMERIKSAAN PSIKIATRI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6

BUNUH DIRI DAN GANGGUAN BIPOLAR

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

PENYEBAB. Penyebab Obsesif Kompulsif adalah:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

DEPRESI. Oleh : dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, SpKJ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

MAKALAH DISKUSI TOPIK GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA Disusun oleh: NUR RAHMAT WIBOWO I11106029 KELOMPOK: VIII KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS TANJUNGPURA 1

RUMAH SAKIT KHUSUS PROVINSI PONTIANAK 2010 BAB I PENDAHULUAN Gangguan stress pasca trauma adalah suatu gangguan kecemasan yang timbul setelah mengalami atau menyaksikan suatu ancaman kehidupan atau peristiwa-peristiwa trauma, seperti perang militer, serangan dengan kekerasan atau suatu kecelakaan yang serius. Peristiwa trauma ini menyebabkan Anda memberikan reaksi dalam keadaan ketakutan, tak berdaya dan mengerikan. Gejala-gejala umum tersebut antara lain kenangan yang muncul kembali dalam ingatan dan berulang-ulang, sangat mendalam dan mengganggu akibat peristiwa tersebut, berusaha menghindari keadaan-keadaan yang mengingatkan Anda pada peristiwa tersebut, menjadi mati rasa secara emosional dan suka menyendiri, Sulit tidur dan konsentrasi, ketakutan atas keselamatan pribadi.. Bila gejala-gejala gangguan stres pasca trauma menjadi parah, gangguan tersebut menimbulkan ketidakmampuan. Apa sebabnya beberapa orang dari mereka akan berkembang menjadi gangguan stres pasca trauma setelah mengalami peristiwa yang sama adalah tidak jelas. Resiko akan mengalami gangguan stres pasca trauma meningkat oleh karena banyak faktor, termasuk intensitas beratnya peristiwa yang dialami, sejauh mana Anda terlibat di dalamnya, dan seberapa hebatnya Anda bereaksi. Sementara itu penyebab sebenarnya dari gangguan stres pasca trauma tidak diketahui. Anda beresiko tinggi menderita gangguan stres pasca trauma jika Anda mempunyai riwayat keluarga yang mengalami depresi. Kemungkinan lain adalah dilepascannya hormon-hormon tertentu oleh otak ( misalnya kortisol ) dan zat-zat kimia lainnya sebagai respons terhadap rasa takut. Hormon-hormon dan zat-zat kimia ini juga akan membangkitkan kenangan-kenangan tersebut. Orang-orang dengan

ketidakseimbangan zat kimia tertentu dalam otaknya mungkin resiko terjadinya gangguan stres pasca trauma akan meningkat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan stress pasca trauma adalah reaksi kuat,memanjang dan tertunda terhadap suatu peristiwa yang luar biasa sehingga seseorang menderita stress atau kehilangan yang berat (Hibbert,godwin & Dear,2009). 2.2 Epidemiologi Insidensi Post Trauma Stress Disorder (PTSD) diperkirakan 9 sampai 15 persen. Sedangkan prevalensinya di populasi umum adalah 8 persen. Pada populasi yang mengalami resiko besar menghadapi pengalaman traumatis prevalensinya dapat mencapai 75%. Wanita lebih sering mengalami PTSD dibanding pria. PTSD bisa timbul pada usia kapan saja namun lebih sering pada usia dewasa muda. Pada umumnya, trauma pada pria berhubungan dengan peperangan sedangkan pada wanita sering disebabkan oleh tindakan pemerkosaan. Gangguan ini lebih sering terjadi pada oreng yang masih lajang, telah bercerai, orang yang menarikdiri secara sosial atau oramg dengan kelas sosioekonomi yang rendah. Pasien PTSD umumnya memiliki tingkat komorbiditas yang tinggi. Sekitar 2/3 pasien memiliki paling tidak 2 gangguan lainnya bersamaan. 2.3 Etiologi Stressor 3

Stressor adalah penyebab utama terjadinya Gangguan Stress Pasca Trauma. Stressor berupa kejadian yang traumatis misalnya akibat perkosaan, kecelakaan yang parah, kekerasan pada anak atau pasangan, bencana alam, perang, dipenjara Namun tidak semua orang yang mengalami stressor yang berat mengalami PTSD. Trauma sendiri tidak cukup untuk menyebabkan PTSD. Respon pasien terhadap trauma haruslah takut yang sangat kuat bahkan horor. Dokter harus menilai faktor biologis dan psikososial yang ada pada orang yang telah mengalami trauma (Kaplan,Sadock,& Grebb,2007). Faktor resiko o o Biologis Psikososial Kerentanan genetik. Kepribadian borderline, paranoid, dependent atau antisosial. Perempuan Kejadian traumatis sebelumnya (terutama saat anak-anak). Perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi. Sistem pendukung yang tidak adekuat (Dukungan keluarga atau kelompok yang kurang). Konsumsi alkohol yang berlebihan. 2.4 Manifestasi Klinis Gangguan-gangguan ini dapat dianggap sebagai respon maladaptif terhadap stress berat atau stress berkelanjutan dimana mekanisme penyesuaian tidak berhasil mengatasi sehingga menimbulkan masalah dalam

fungsi sosialnya.gangguan ini terjadi berminggu-minggu/berbulan-bulan setelah kejadian,awitan biasanya dalam 6 bulan. 3 kelompok utama gejala (tidak ada sebelum pajanan): 1. Hyperarousal (rangsangan yang berlebihan) a. Ansietas yang menetap b. Kewaspadaan yang berlebihan c. Konsentrasi buruk d. Insomnia 2. Intrusions( pengacauan) a. Kilasan balik b. Mimpi buruk c. Ingatan yang hidup 3. Avoidance (penghindaran) a. Menghindari hal-hal yang mengingatkan b. Ketidakmampuan mengingat beberapa bagian dari kejadian c. Minat yang rendah terhadap kehidupan sehari-hari 2.5 Diagnosis Gangguan ini tidak boleh secara umum didiagnosis kecuali ada bukti bahwa timbulnya dalam waktu 6 bulan dari suatu peristiwa traumatik yang luar biasa berat. Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan pabila tertundanya waktu antara terjadinya peristiwa dan nonset melebihi waktu lebih dari 6 bulan, asalkan minifestasi klinisnya khas dan tidak diapatkan alternatif lain yang memungkinkan dari gangguan ini. Sebagai tambahan, bukti adanya trauma, harus selalu ada dalam ingatan, bayangan atau mimpi mengenai 5

peristiwa tersebut secara berulang-ulang. Seringkali terjadi penarikan diri secara emosional, penumpulan persaan, dan penghindaran terhadap stimulus yang mungkin akan mengingatkan kembali akan traumanya, akan tetapihal ini tidak esensial untuk diagnosis. Gangguan otonomik, gangguan suasan aperasaan dan kelainan perilaku semuanya,mempengaruhi diagnosis tapi bukan merupakan hal yang terlalu penting. Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III: 1. Diagnosis baru ditegakkan bilaman gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatic berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jangan sampai melampaui 6 bulan). Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak terdapat alternative kategori gangguan lainnya. 2. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus dibedakan bayingbayng atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatic tersebut secara berulang-ulang krmbali (flashbacks) 3. Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas. 4. Suatu sequelae manahun yang terjadi lambat setelah stress yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasikan dalam kategori F62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa). Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Stress Pascatraumatik (Tabel dari DSM-IV,Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder,ed 4): A. Orang yang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatic di mana kedua dari berikut ini terdapat: 1. Orang mengalami,menyaksikan,atau dihadapkan dengan suatu

kejadian atau kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang sesungguhnya atau cedera yang serius atau ancaman kepada integritas fisik diri sendiri atau orang lain. 2. respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat,rasa tidak berdaya atau horror. B. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau lebih) cara berikut: 1. rekoleksi yang menderitakan,rekuren,dan mengganggu tentang kejadian,termasuk bayangan,pikiran,atau persepsi. 2. mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian. 3. berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali. 4. penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik. 5. reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik. C. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma dan kaku karena responsivitas umum (tidak ditemukan sebelum trauma),seperti yang ditunjukan oleh tiga (atau lebih) berikut ini: 1. usaha untuk menghindari pikiran,perasaan,atau percakapan yang berhubungan dengan trauma. 2. usaha untuk menghindari aktivitas,tempat,atau orang yang menyadarkan rekoleksi dengan trauma. 3. tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma 7

4. hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas yang bermakna. 5. perasaan terlepas atau asing dari orang lain. 6. rentang aspek yang terbatas. 7. perasaan bahwa masa depan menjadi pendek. D. Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran (tidak ditemukan sebelum trauma),seperti yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih) berikut: 1. kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur. 2. iritabilitas atau ledakan kemarahan. 3. sulit berkonsentrasi. 4. kewaspadaan berlebihan. 5. respon kejut yang berlebihan. E. Lama gangguan (gejala dalam kriteria B,C,D ) lebih dari satu bulan. F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan,atau fungsi penting lain. (Kaplan,Sadock,& Grebb,2007) 2.6 Diagnosis banding Gejala PTSD dapat sulit dibedakan dengan gejala gangguan panik dan Gangguan Cemas Menyeluruh. Hal ini dikarenakan ketiganya berhubungan dengan kecemasan dan aktivasi gejala autonomik..kunci untuk membedakan PTSD adalah relasi wktu antara kejadian traumatik dan gejala, dan terngiangngiang akan trauma yang tidak terjadi pada dua kelainan lainnya. Depresi mayor juga sering terjadi bersamaan dengan PTSD. Hal ini perlu dicatat karena akan mempengaruhi terapi PTSD.

2.7 Prognosis Kira-kira 30% pasien pulih dengan sempurna,40% terus menderita gejala ringan,20% terus menderita gejala sedang,dan 10% tidak berubah atau memburuk.umumnya orang yang sangat muda atau sangat tua lebih mengalami kesulitan. Prognosis yang baik dapat dicapai bila kondisi PTSD muncul dalam waktu singkat, durasinya singkat, fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang baik dan tidak adanya kondisi komorbid atau penyalahgunaan zat. 2. 8 Penatalaksanaan Skrining gangguan psikiatrik yang timbul bersamaan dan lakukan penilaian resiko (bunuh diri/pengabaian diri). Rujukan kepada kelompok-kelompok pendukung misalnya yayasan medis untuk korban penyiksaan. Psikoterapi ` Ada dua tipe psikoterapi utama yang dapat digunakan. Yang pertama adalah terapi paparan.pasien dihadapkan pada keadaan traumatis secara perlahan-lahan dan bergradasi untuk mencapai desensitisasi. Yang kedua manajemen stress.tipe yang kedua ini adalah mengajari pasien cara menangani stress termasuk teknik relaksasi dan pendekatan kognitif untuk mengatasi masalah. Data menunjukkan bahwa manajemen stress lebih cepat mengatasi PTSD namun hasil dari terapi paparan berlangsung lebih lama. Dalam beberapa kasus, katarsis dapat berguna, namun hal ini dapat menjadi sangat tidaknyaman bagi pasien. Selain terapi individu, terapi kelompok dan terapi keluarga juga efektif pada kasus PTSD. Terapi kelompok sangat baik untuk pasien sehingga mereka dapat membagi pengalaman mereka satu sama lain.terapi keluarga penting terutama untuk mempertahankan pernikahan saat gejala sedang timbul. Bila gejala menjadi sangat parah dapat pula dipertimbangkan untuk melakukan rawat inap (Tomb,2004). 9

Farmakoterapi Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), seperti sertralin dan paroxetin merupakan terapi garis pertama untuk PTSD. Karena obat ini cukup efektif, tolerable dan aman. SSRIs mengurangi semua gejala pada PTSD tidak hanya gejala yang menyerupai kecemasan atau depresi. Buspirone juga dapat digunakan, Beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa imipramin dan amitriptilin dapat bermanfaat. Dosis yang digunakan sama seperti pada pasien depresi. Obat-obatan lain yang berguna untuk PTSD adalah monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), trazodone dan anticonvulsant.haloperidol dapat digunakan pada kondisi agitasi atau psikotik akut (Kaplan,Sadock,& Grebb,2007). BAB III KESIMPULAN Gangguan stress pasca trauma adalah suatu gangguan kecemasan yang timbul setelah mengalami atau menyaksikan suatu ancaman kehidupan atau peristiwa-peristiwa trauma, seperti perang militer, serangan dengan kekerasan atau suatu kecelakaan yang serius. Peristiwa trauma ini menyebabkan Anda

memberikan reaksi dalam keadaan ketakutan, tak berdaya dan mengerikan. Bila gejala-gejala gangguan stres pasca trauma menjadi parah, gangguan tersebut menimbulkan ketidakmampuan. Stressor adalah penyebab utama terjadinya Gangguan Stress Pasca Trauma. Stressor berupa kejadian yang traumatis misalnya akibat perkosaan, kecelakaan yang parah, kekerasan pada anak atau pasangan, bencana alam, perang, atau dipenjara. Penatalaksaan gangguan stress pasca trauma dapat dilakukan dengan psikoterapi dengan dilakukannya terapi individu maupun terapi kolompok. Dapat juga ditambah dengan menggunakan farmakoterapi. DAFTAR PUSTAKA Hibbert A,Godwin A & Dear F.2009.Rujukan Cepat Psikiatri.Alih Bahasa:Rini Cendika.EGC:Jakarta 11

Kaplan H,Sadock B & Grebb J.2007.Sinopsis Psikiatri,Jilid 2.Alih Bahasa:Widjaja Kusuma.Binarupa Aksara:Tanggerang Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri edisi 6. EGC : Jakarta PPDGJ III