BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. pukul 20:09 WIB] 1 [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011,

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data

PARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

DATA OLAH SPSS. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Partisipasi Individu dalam Program SL-PTT

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis

Laki-laki Perempuan Jumlah

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB II LANDASAN TEORI. ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan

BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Aspirasi, Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

MASYARAKAT RESTI TARYANIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INSTRUMEN PENILAIAN GAPOKTAN BERPRESTASI

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI DAN TARAF HIDUP PENERIMA PROGRAM UMKM PT ITP DI DESA LULUT, KLAPANUNGGAL, BOGOR DWI YUNI ATIK

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota di

BAB V PENUTUP. Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, Bontang adalah:

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

PARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG. Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE PEMANTAU RISIKO PT.BANK RIAU KEPRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN

PENGARUH LAMA TINGGAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT

PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN. Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pemaparan penelitian ini, maka diperoleh

BAB II GAMBARAN UMUM KOPERASI PETANI SAWIT RAKYAT (KPSR) MANGKE JAYA. A. Sejarah Singkat Koperasi Petani Sawit Rakyat (KPSR) Mangke Jaya

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL

Transpormasi kelembagaan tani menjadi Kelembagaan Ekonomi Petani tidak terelakkan lagi, sejalan dengan tuntunan untuk melakukan penguatan organisasi

BAB II KONSEP TEORITIS. Inggris participation yang berarti pengambilan bagian, melalui pikiran atau langsung dalam bentuk fisik. 2

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN

EVALUASI KINERJA PENYULUH DAN PENENTUAN PENGEMBANGAN STRATEGI KINERJA PENYULUH PERTANIAN ORGANIK ATAS DASAR FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL KOTA BATU

TINJAUAN ANALYTICAL SCALE OF PARTICIPATION TERHADAP PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI INDONESIA

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi

Gambar 3. Peta Wilayah Desa Tlogoweru Sumber: Arsip Desa, 2015

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan

PARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. material untuk sebagian masih diukur antara lain, melalui GNP (Gross National Product)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

P E N I N G K A T A N K A P A S I T A S P O K T A N &

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

MODUL KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP)

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VII REFLEKSI TEORITIK. berkaitan. Menurut buku pemberdayaan masyarakat. terdapat dua kunci yang

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR

SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian

Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Partisipasi Masyarakat dalam. Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) Infrastruktur Jalan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN PRODUKTIVITAS ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI KANIA DALAM PRODUKSI SUSU KARAMEL

Transkripsi:

50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good governance(demokrasi, transparansi, akuntabilitas) di Gapoktan, kekuatan jejaring kelembagaan yang terbangun dengan pihak-pihak lain di dalam maupundiluar komunitas, dan tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT di Gapoktan Jaya Tani. 6.1 Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran Serta Tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta adalah ukuran keberhasilan dalam proses manajemen oleh Gapoktan Jaya Tani. Keseimbangan pelayananperan serta mencakup pelayanan yang diberikan Gapoktan kepada setiap anggotanya dalam arti lain fungsi-fungsi sebuah Gapoktan terpenuhi, serta sejauh mana kontribusi dari setiap anggota terhadap Gapoktan. Terdapat sembilan pernyataan yang menunjukan bagaimana tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta dan masing-masing pernyataan disediakan empat macam jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Berikut disajikan Tabel distribusi tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta di Gapoktan Jaya Tani. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran Serta dalam Gapoktan No Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran serta Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 5 16,7 2 Tinggi 25 83,3 Total 30 100,0 Sebagian besar petani memiliki anggapan bahwa sebagai anggota Gapoktan mereka memperoleh cukup banyak manfaat seperti lebih mudah memperoleh informasi mengenai pertanian, saprotan, dan dapat saling berdiskusi serta berbagi informasi antara sesama anggota. Secara umum tingkat keseimbangan pelayananperan serta Gapoktan Jaya Tani dapat dikatakan tinggi karena pada dasarnya Gapoktan Jaya Tani telah memenuhi fungsi-fungsinya, akan tetapi masih terdapat

51 fungsi yang belum terpenuhi yaitu Gapoktan belum bisa memberikan pinjaman modal usaha pertanian bagi anggota, Gapoktan juga belum mampu untuk mengakomodasi dalam pemasaran komoditas hasil pertanian anggota. Salah satu kendalanya adalah Gapoktan Jaya Tani saat ini belum dapat mengakses program pemerintah seperti program pengembangan usaha agribisnis (PUAP) berupa bantuan permodalan untuk mengembangkan pertanian berbasis agribisnis di tingkat petani, selain itu belum adanya koperasi pertanian menyebabkan pemasaran komoditas pertanian belum bisa diorganisir secara berkelompok. Baik di tingkat Gapoktan ataupun Poktan masing-masing memiliki waktu rutin untuk mengadakan pertemuan. Biasanya sebulan sekali petani mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan berbagai hal yang berhubungan dengan pertanian, terutama ketika ada bantuan dan kerjasama dari pemerintah atau pihak luar. 6.2 Tingkat Demokrasi Tingkat Demokrasi adalah ukuran bagaimana proses-proses dalam pengambilan sebuah keputusan ditetapkan melalui musyawarah diantara anggota Gapoktan. Responden diberikan tiga pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan suatu keputusan di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Di bawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan suatu keputusan dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Demokrasi No Demokrasi Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 1 3,3 2 Tinggi 29 96,7 Total 30 100,0 Tabel 18 memperlihatkan bahwa mayoritas petani (96,7 persen) merasa bahwa pengambilan suatu keputusan di Gapoktan selalu melalui proses musyawarah antar sesama anggota, keputusan yang diambil harus berdasarkan musyawarah mufakat anggota.

52 Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh AP (50 tahun) salah satu anggota Gapoktan dari kelompok karya tani :...kalau di sini apa-apa teh harus di musyawarahkan dulu, kalau mau mengambil keputusan harus berdasarkan persetujuan semua anggota. 6.3 Transparansi Transparansi adalah ukuran kemudahan mengakses informasi secara benar dan memadai terkait pengelolaan berbagai kegiatan di Gapoktan oleh anggota maupun pihak yang berkepentingan. Responden diberikan tiga pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip transparansi di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip transparansi dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Transparansi No Transparansi Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 10 33,3 2 Tinggi 20 66,7 Total 30 100,0 Tabel 19 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (66,7 persen) mengetahui informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan kelompok, selain itu sebagian besar responden merasa bahwa Gapoktan Jaya Tani terbuka terhadap lembaga-lembaga yang ingin bekerjasama atau memerlukan informasi dari Gapoktan, akan tetapi masih banyak responden yang belum mengetahui keuangan keadaan keuangan kelompok karena memang di Gapoktan belum memiliki dokumen keuangan yang jelas. Hal ini sesuai dengan pernyataan pak HD ( 43 tahun):...kalau kegiatan-kegiatan kelompok setiap anggota pasti pada mengetahui, karena biasanya sebelumnya kami berkumpul untuk musyawarah, akan tetapi kalau masalah keuangan kelompok, terus terang saya tidak tahu karena belum pernah ada laporan.

53 6.4 Akuntabilitas Akuntabilitas adalah ukuran pertanggungjawaban pengurus terhadap anggota Gapoktan dan pihak terkait lainnya dilihat dari adanya laporan atau dokumen mengenai kegiatan dan keuangan. Responden diberikan empat pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Akuntabilitas dalam Gapoktan Jaya Tani No Akuntabilitas Jumlah Persentase 1 Rendah 13 43,3 2 Tinggi 17 56,7 Total 30 100,0 Tabel 20 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (56,7%) mangatakan bahwa pengurus telah memiliki dokumen-dokumen yang berhubungan kegiatan kelompok. Namun untuk dokumen-dokumen mengenai keuangan kelompok hampir semua responden mengatakan pengurus belum memiliki laporan keuangan kelompok, selain itu laporan-laporan pertanggung jawaban umumnya belum dapat dilaporkan secara berkala. 6.5 Jejaring kelembagaan Jejaring kelembagaan adalah ukuran seberapa kuat relasi kerjasama yang terbangun antar kelembagaan didalam dan diluar komunitas (BPP, Koptan, KUD, Bank, perusahaan, pemerintah). Responden diberikan sembilan pernyataan yang menunjukan seberapa kuat relasi kerjasama yang sudah dibangun Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat kekuatan jejaring Gapoktan Jaya Tani. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kekuatan Jejaring yang Terbangun Gapoktan Jaya Tani No Jejaring Kelembagaan Jumlah Persentase 1 Lemah 15 50,0 2 Kuat 15 50,0 Total 30 100,0

54 Tabel 21 memperlihatkan bahwa komposisi responden antara yang mengatakan kuat dan lemah adalah seimbang hal ini disebabkan karena perbedaan keanggotaan kelompok tani dari responden. Beberapa program kerjasama misalnya antara PT Nutrimas dengan Gapoktan yaitu bantuan pinjaman saprodi pertanian, tidak semua Poktan anggota Gapoktan mendapat pinjaman atau kerjasama tersebut. Dari delapan Poktan yang tergabung ke dalam Gapoktan Jaya Tani saat ini hanya dua Poktan yang baru dapat bekerjasama dengan PT Nutrimas yaitu Poktan Subur Tani dan Adil Tani. Bentuk kerjasama yang dilakukan saat ini berupa pinjaman benih dan pupuk cair bagi petani, pinjaman tersebut dibayar ketika masa panen telah tiba. Jejaring kerjasama yang terlihat masih sangat lemah adalah akses terhadap permodalan dan pemasaran, salah satunya disebabkan karena di tingkat lokal belum terdapat koperasi. Gapoktan juga belum bisa mengakses lembaga permodalan diluar komunitas misalnya Bank. 6.6 Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT Konsep partisipasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep partisipasi Sherry Arstein (1969) yang lebih dikenal dengan istilah Delapan Tangga Partisipasi Arnstein. Konsep ini membagi tingkat partisipasi kedalam delapan tingkatan partisipasi yang digolongkan kedalam tiga golongan besar. Pertama adalah derajat terbawah, yaitu non participation (manipulation dan therapy), derajat menengah atau derajat semu yaitu degrees of tokenism (information, consultation, dan placation), dan terakhir adalah derajat tertinggi yaitu degrees of citizen power (partnership, delegated power, dan citizen control). Dalam subab ini dibahas tentang tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL- PTT). Dengan melakukan analisis ini maka akan diketahui derajat keterlibatatan masyarakat dalam pelaksanaan program SL-PTT. Derajat keterlibatan masyarakat tersebut diukur dari variabel-variabel tingkat kehadiran dalam pertemuan, keaktifan dalam diskusi, keterlibatan dalam kegiatan fisik dan kesepakatan untuk membayar sumbangan.

55 1. Analisis Tingkat Kehadiran dalam Pertemuan Dalam menganalisis tingkat kehadiran dalam pertemuan ini digunakan skala penilaian dengan mengacu pada teori Sherry Arnstein yaitu delapan tangga partisipasi masyarakat. Kedelapan tangga tersebut adalah: a) Hadir karena terpaksa; b) Hadir sekedar memenuhi undangan; c) Hadir untuk memperoleh informasi tanpa menyampaikan pendapat; d) Hadir untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat akan tetapi pendapatnya tidak diperhitungkan; e) Hadir dan memberikan pendapat namun hanya sedikit pendapat yang diperhitungkan; f) Hadir dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara; g) Hadir dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan; dan h) Hadir dan mampu membuat keputusan. Dari hasil penelitian, tingkat kehadiran dalam pertemuan dapat dijelaskan pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kehadiran dalam Pertemuan No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Hadir karena dipaksa - - 1 - kehadiran Hadir sekedar memenuhi dalam undangan - - 2 - pertemuan Hadir untuk memperoleh informasi tanpa 5 16,7 3 15 menyampaikan pendapat Hadir untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat akan tetapi pendapatnya tidak diperhitungkan 5 16,7 4 20 Hadir dan menyampaikan pendapat namun hanya sedikit 15 50,0 5 75 pendapat yang diperhitungkan Hadir dan mendapat pembagian tanggung 5 16,7 6 30 jawab yang setara Hadir dan memiliki kewenangan untuk - - 7 - membuat keputusan Hadir dan mampu untuk membuat keputusan - - 8 - Jumlah 30 100 140

56 Berdasarkan tingkat kehadiran dalam rapat pertemuan, tidak ada responden yang hadir dalam pertemuan karena terpaksa atau sekedar memenuhi undangan. Sebagian besar responden (50%) hadir dan menyampaikan pendapat dalam pertemuan akan tetapi hanya sedikit pendapat yang diperhitungkan, keputusan tetap berada pada pemegang wewenang. Hal ini menandakan bahwa masyarakat belum diberikan kepercayaan untuk mengambil sebuah keputusan. Untuk menentukan kategori tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan tabel di atas, dilakukan penghitungan sebagai berikut: Dari 1 (satu) variabel pertanyaan di atas terdapat 8 (delapan) pilihan jawaban pertanyaan dengan skor berkisar antara 1 sampai 8. Dengan demikian dari setiap individu akan diperoleh skor minimum 1, yaitu 1x1 dan skor maksimum dari setiap individu adalah 8, yaitu dari 1x8. Bila jumlah responden 30 orang, maka skor minimum untuk tingkat partisipasi masyarakat adalah 30x1=30 dan skor maksimum dari tingkat partisipasi masyarakat adalah 30x8=240. Setelah diketahui skor minimum dan maksimum maka ditemukan jarak intervalnya, yaitu (240 30)/8=26,25. Sehingga dengan menggunakan tipologi dari Arnstein maka tingkat partisipasi masyarakat adalah: Tabel 23. Jumlah Skor Tingkat Partisipasi No Tangga Tingkat Partisipasi Jumlah Skor 8 Citizen Control 219-240 7 Delegated Power 192-218 6 Partnership 165-191 5 Placation 138-164 4 Consultation 111-137 3 Informing 84-110 2 Therapy 57-83 1 Manipulation 30-56 Berdasarkan pada Tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam keaktifan hadir pada pertemuan adalah 140. Jumlah skor tersebut bila mengacu pada Tabel 23 termasuk dalam tingkat placation(tangga kelima dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut sudah memiliki beberapa pengaruh. Namun demikian, ada beberapa hal yang

57 masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 2. Analisis Keaktifan dalam Berdiskusi dan Mengemukakan Pendapat Untuk mengukur tingkat keaktifan dalam berdiskusi dan mengemukakan pendapat ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut terdiri dari 8 (delapan) tangga, yaitu: a) Berdiskusi karena dipaksa; b) Mendapat informasi dan berdiskusi ala kadarnya; c) Mendapat informasi dan tidak diberi kesempatan untuk berdiskusi; d) Mendapat informasi dan boleh berdiskusi akan tetapi hasil diskusi tidak diperhitungkan; e) Aktif berdiskusi akan tetapi hasil diskusi hanya sedikit yang diperhitungkan; f) Aktif berdiskusi dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara; g) Aktif berdiskusi dan memiliki kewenangan membuat keputusan; h) Aktif berdiskusi dan mampu membuat keputusan. Tingkat keaktifan dalam berdiskusi dan mengemukakan pendapat dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan Tabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam tingkat keaktifan hadir pada pertemuan adalah 138. Jumlah skor tersebut termasuk dalam tingkat placation (tangga kelima dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut sudah memiliki beberapa pengaruh. Namun demikian, ada beberapa hal yang masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan.

58 Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keaktifan dalam Berdiskusi dan Mengemukakan Pendapat No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Berdiskusi karena dipaksa - - 1 - keaktifan Mendapat informasi dan dalam berdiskusi sekadarnya 4 13,3 2 8 berdiskusi dan Mendapat informasi dan tidak diberi kesempatan 2 6,7 3 6 mengemuk akan berdiskusi Mendapat informasi dan pendapat boleh berdiskusi akan tetapi hasil diskusi tidak 6 20 4 24 diperhitungkan Aktif berdiskusi akan tetapi hasil diskusi hanya sedikit yang 10 33,3 5 50 diperhitungkan Aktif berdiskusi dan mendapat pembagian tanggung jawab yang 7 23,3 6 42 setara Aktif berdiskusi dan memiliki kewenangan - - 7 - untuk membuat keputusan Aktif berdiskusi dan mampu untuk membuat 1 3,3 8 8 keputusan Jumlah 30 100 138 3. Analisis Keaktifan dalam Kegiatan Fisik Dalam menganalisis keaktifan dalam kegiatan fisik ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada 8 (delapan) tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut adalah: a) Terlibat karena dipaksa; b) Terlibat sekadarnya saja; c) Terlibat tanpa mendapat kesempatan untuk menyampaikan ide-ide; d)terlibat dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi tidak diperhitungkan; e) Terlibat akan tetapi hanya sedikit ide yang diperhitungkan; f) Terlibat dan mendapat pembagian tanggung jawab yang sama; g) Terlibat dan memiliki memiliki kewenangan melaksanakan ide; h) Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar. Tingkat keaktifan dalam kegiatan fisik dapat dilihat pada Tabel 25.

59 Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keaktifan dalam Kegiatan Fisik Persentase Nx No Variabel Skala Penilaian N Bobot (%) bobot 1 Tingkat Terlibat karena terpaksa - - 1 - keaktifan Terlibat sekadarnya saja 2 6,7 2 4 dalam Terlibat tanpa mendapat kegiatan 7 23,3 3 21 kesempatan berpendapat fisik Teribat dan berkesempatan 7 23,3 4 28 menyampaikan ide akan tetapi tidak diperhitugkan Terlibat akan tetapi hanya sedikit ide yang 10 33,3 5 50 diperhitungkan Terlibat dan mendapat pembagian tanggung 3 10 6 18 jawab yang setara Terlibat dan memiliki kewenangan untuk 1 3,3 7 7 membuat keputusan Terlibat dan mampu membuat keputusan serta - - 8 - mampu mengakses dana dari luar Jumlah 30 100 128 Berdasarkan Tabel 25 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam tingkat keaktifan hadir pada pertemuan adalah 128. Jumlah skor tersebut termasuk dalam tingkat consultation (tangga keempat dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat consultation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut tidak memberikan pengaruh. Keputusan tetap berada di pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat consultation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 4. Analisis Kesediaan untuk Membayar Untuk mengukur tingkat kesediaan untuk membayar ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut terdiri dari 8 (delapan) tangga, yaitu: a) Membayar karena dipaksa dan tidak memperhatikan

60 manfaatnya; b) Membayar sekadarnya dan tidak memperhatikan pemanfaatannya; c) Membayar dan tidak berkesempatan menyampaikan ide pemanfaatannya; d) Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide, akan tetapi ide tidak diperhitungkan; e) Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi hanya sedikit ide pemanfaatan dana yang dilaksanakan di lapangan; f) Membayar dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara dalam pemanfaatan dana; g) Membayar dan memiliki kewenangan melaksanakan ide pemanfaatannya; h) Membayar dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar. Tingkat kesediaan untuk membayar dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesediaan Untuk Membayar No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Membayar karena dipaksa dan tidak kesediaan memperhatikan manfaatnya - - 1 - untuk Membayar sekadarnya dan tidak membayar memperhatikan pemanfaatannya - - 2 - Membayar akan tetapi tidak berkesempatan menyampaikan ide 2 6,7 3 6 pemanfaatan dana Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi ide pemanfaatan dana tidak 7 23,3 4 28 diperhitungkan Membayar akan tetapi hanya sedikit ide pemanfaatn dana yang 7 23,3 5 35 dilaksanakan di lapangan Membayar dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara dalam 8 26,7 6 48 pemanfaatan dana Membayar dan mampu untuk membuat keputusan serta mampu 6 20,0 7 42 mengakses dana dari luar Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses - - 8 - dana dari luar Jumlah 30 100 159 Berdasarkan Tabel 26 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam kesediaan untuk membayar memiliki skor 159, jumlah skor tersebut masuk dalam kategori placation, yaitu tangga kelima dari delapan tangga tingkat partisipasi yang dikemukakan oleh Shrerry Arnstein. Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat bersedia untuk membayar namun

61 tidak memiliki pengaruh dalam pemanfaatan dananya. Masih ada beberapa hal yang ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan fisik, namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 5. Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT berikut ini: Dari keempat analisis di atas, maka dapat dirangkum sebagaimana Tabel 27 Tabel 27. Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT No Variabel Skor 1 Tingkat kehadiran dalam pertemuan 140 2 Keaktifan dalam berdiskusi dan menyampaikan pendapat 138 3 Keterlibatan dalam kegiatan fisik 128 4 Kesediaan untuk membayar 159 Jumlah 565 Berdasarkan Tabel di atas, maka tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) adalah termasuk ke dalam tingkat placation, karena memiliki skor 565. Pada tingkat ini masyarakat memiliki pengaruh meskipun dalam beberapa hal masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat Placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat berpartisipasi namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 6.7 Keberlanjutan Kelembagaan Keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani dapat dikatakan sustain dilihat dari tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta yang tergolong tinggi, dan prinsip-prinsip good governance berfungsi dengan baik di Gapoktan. Tabel 28 menunjukan persentase dan jumlah responden berdasarkan tingkat keberlanjutan kelembagaan.

62 Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keberlanjutan Kelembagaan No Keberlanjutan Kelembagaan Jumlah Persentase 1 Unsustain 10 33,3 2 Sustain 20 66,7 Total 30 100,0 Kategori sustain dari Gapoktan Jaya Tani ini masih berada pada level paling bawah dilihat dari tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT yang masih berada pada level placation (degree of tokenisme), artinya walaupun petani terlihat diberi ruang untuk berpartisipasi, menyampaikan ide dan berpendapat namun keputusan masih berada pada pemegang keputusan atau pengelola kegiatan. Selain itu juga Gapoktan Jaya Tani masih belum mampu mengembangkan jejaring kelembagaan terutama dengan lembaga-lembaga di luar komunitas. Kedepannya, diperlukan sebuah upaya dengan pendekatan atau strategi yang partisipatif untuk memperkuat kapasitas Gapoktan sehingga bisa akses terhadap lembaga-lembaga di luar komunitas, sedangkan di dalam komunitas perlu dibentuk sebuah koperasi pertanian sebagai sebuah solusi permodalan dan pemasaran komoditas pertanian. 6.8 Ikhtisar Keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani tergolong sustain dilihat dari tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta yang tergolong tinggi, dan prinsip-prinsip good governance (demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas) berfungsi dengan baik di Gapoktan. Akan tetapi Gapoktan Jaya Tani masih belum mampu mengembangkan jejaring kelembagaan terutama dengan lembagalembaga di luar komunitas. Kategori sustain dari Gapoktan Jaya Tani ini masih berada pada level paling bawah dilihat dari tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT yang masih berada pada level placation (degree of tokenisme), artinya walaupun petani terlihat diberi ruang untuk berpartisipasi, menyampaikan ide dan berpendapat namun keputusan masih berada pada pemegang keputusan atau pengelola kegiatan.