BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan merupakan suatu alat yang dibuat untuk menggantikan gigigigi yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi tiruan dapat memperbaiki fungsi pengunyahan, penampilan, menambah rasa nyaman dan mempertahankan jaringan mulut yang masih ada agar tetap sehat (Gunadi, dkk., 1995). Salah satu komponen dari gigi tiruan adalah plat dasar gigi tiruan (Henderson, dkk., 1985). Plat dasar gigi tiruan dapat dibuat dari logam atau logam campuran, dan dari polimer yang dipilih berdasarkan ketersediaan, stabilitas dimensional, karakteristik pengadukan, warna, dan kesesuaian dengan jaringan rongga mulut (Anusavice, 2003). Bahan plat dasar gigi tiruan yang ideal hendaknya tidak toksik atau mengiritasi, tidak terpengaruh oleh cairan mulut, mudah direparasi serta mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang memadai (Combe, 1992). Saat ini, plat dasar gigi tiruan umumnya dibuat menggunakan bahan resin akrilik yang telah terbukti memiliki banyak keunggulan (Raszewski dan Nowakowska, 2013). Resin akrilik atau resin polimetilmetakrilat banyak digunakan untuk pembuatan plat gigi tiruan karena memiliki beberapa sifat yang menguntungkan seperti tidak toksik bila diaplikasikan dengan benar, tidak larut dalam cairan mulut, bahan penghantar panas yang rendah dan mudah direparasi bila patah (Anusavice, 2004). Selain itu, resin akrilik tidak membutuhkan alat khusus atau mahal dalam pemrosesan (Gunadi, dkk., 1995). Bahan resin akrilik yang 1
2 digunakan untuk pembuatan plat dasar gigi tiruan umumnya adalah resin akrilik polimerisasi panas (Williams, 1990). Resin akrilik polimerisasi panas dalam proses polimerisasinya memerlukan energi termal berupa pemanasan air pada suhu 100 C (Combe, 1992). Dalam penggunaannya sebagai plat dasar gigi tiruan, resin akrilik juga memiliki beberapa sifat yang kurang menguntungkan yaitu memiliki kekuatan yang lemah, cukup getas (Craig, 2000), dapat terjadi porusitas apabila manipulasinya kurang sempurna dan dapat mengarbsorbsi air (Combe, 1992). Plat dasar gigi tiruan resin akrilik yang digunakan dalam rongga mulut akan mengalami penurunan kekuatan akibat tekanan pengunyahan (Hamayanaka dkk., 2011). Penurunan kekuatan dan ketegaran pada gigi tiruan resin akrilik menjadi masalah serius yang dapat memungkinkan terjadinya fraktur (Khasawneh dan Arab, 2002). Defleksi merupakan deformasi yang terjadi sebelum material mengalami fraktur. Defleksi material berhubungan dengan modulus elastisitas. Modulus elastisitas merupakan ukuran kemampuan suatu material terhadap tekanan untuk menahan perubahan bentuk atau lentur yang terjadi sampai dengan batas proporsi (Iswanto, 2008). Semakin tinggi modulus elastisitas, semakin kecil nilai defleksi (Wiyono, dkk., 2012). Dengan kekuatan transversal yang sama, semakin rendah nilai defleksi, maka fleksibilitas bahan tersebut semakin berkurang (Park, dkk., 2009). Beberapa alternatif untuk memperkuat kekuatan mekanis plat dasar gigi tiruan, diantaranya dengan menambahkan metal dan fiber (Carroll dan Von Fraunhofer, 1984). Penggunaan metal sebagai penguat plat dasar gigi tiruan resin
3 akrilik memiliki kekurangan dari segi estetik (Ruffino, 1985). Menurut Soygun dkk. (2013) alternatif yang paling baik untuk memperkuat plat dasar gigi tiruan resin akrilik adalah dengan menambahkan penguat fiber. Fiber merupakan serat alami yang ditarik pada suhu dibawah titik leleh, dapat berupa bentuk memanjang (continous) atau berbentuk serat pendek (discontinous) (Noort, 2007). Beberapa jenis fiber yang diketahui diantaranya adalah glass fiber, aramid fiber, carbon fiber dan polyethylene fiber (Raszewski dan Nowakowska, 2013). Fiber dapat digunakan untuk memperkuat plat resin akrilik karena melekat baik dengan polimer. Gaya tarik menarik yang dihasilkan oleh dua substansi yang berbeda ketika berkontak menyebabkan terjadinya adhesi. Ikatan yang kuat dihasilkan pada keadaan tertentu, yaitu ketika cairan mengalir ke rongga atau sela-sela yang terdapat di permukaan suatu bahan dan kemudian cairan mengeras menghasilkan mekanisme saling ikat (interlocking) (Combe, 1992). Faktor yang mempengaruhi hasil penggunaan fiber diantaranya orientasi atau kegunaan, panjang, bentuk, dan komposisi pada fiber; kekuatan mekanik matriks, dan integritas dari ikatan antara fiber dan matriks (Noort, 2007). Perlekatan antara fiber dan resin akrilik penting dalam keberhasilan memperkuat resin akrilik. Modulus elastisitas resin yang diperkuat fiber dapat menurun oleh karena adanya celah antara keduanya yang meningkatkan penyerapan air ke plat resin akrilik (Vallitu, 2009). Celah tersebut terbentuk karena fiber yang tidak terbasahi sepenuhnya oleh resin sehingga keduanya tidak dapat berkontak.
4 Pembasahan dapat meningkatkan kekuatan plat resin akrilik karena perlekatan fiber dan polimer yang baik (Vodjani dan Khaledi, 2006 ; Rahamneh, 2009). Dibandingkan dengan jenis fiber lain, polyethylene fiber memerlukan surface treatment untuk mendapatkan adhesi yang baik antara fiber dan plat dasar gigi tiruan (Vallitu, 1999). Menurut Vitale dkk. (2004), penggunaan polyethylene fiber mengarah ke koefisien gesekan yang sangat rendah, ketahanan aus yang tinggi, dan kekuatan impak yang tinggi. Selain itu, polyethylene fiber bersifat daktil, biokompatibel, serta translusen sehingga cukup memuaskan secara estetik (Ahllstrand dan Finger, 2002). Sifat adhesif polyethylene fiber terhadap resin akrilik cukup baik dan material ini lebih ringan dari metal (Goguta, 2006). Berdasarkan penelitian Soygun dkk. (2013), plat resin akrilik yang diperkuat oleh fiber tipe E-glass terbukti memiliki nilai defleksi paling rendah dibandingkan dengan spesimen lainnya termasuk resin akrilik konvensional. Penambahan jumlah fiber dalam resin akrilik akan meningkatkan kekuatan mekanik apabila berat fiber tidak lebih dari 3% berat polimer. Penambahan fiber yang melebihi 3% dari berat campuran monomer-polimer resin akrilik tidak memberikan penambahan sifat mekanik pada plat resin akrilik (Soygun, dkk., 2013). Sedangkan apabila fiber melebihi 4% berat polimer akan menyulitkan operator dalam memanipulasinya (Chen, dkk., 2001). Menurut penelitian Hashim (2012), penambahan fiber melebihi 10% volume polimer justru dapat mengurangi kekuatan mekanisnya.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat sebuah permasalahan yakni apakah penambahan polyethylene fiber berpengaruh terhadap defleksi plat dasar gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas? C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan penambahan material fiber pada saat reparasi terhadap kekuatan mekanik resin akrilik polimerisasi panas. Kostoulas dkk. (2006) telah meneliti pengaruh penambahan bahan fiber pada saat reparasi terhadap kekuatan fraktur, defleksi, dan sifat toughness gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas. Hasilnya penambahan fiber jenis woven pada plat resin akrilik polimerisasi panas setelah direparasi terbukti memiliki nilai defleksi terendah, sedangkan fiber jenis unidirectional hanya menaikkan kekuatan fraktur tanpa mempengaruhi nilai defleksinya. Penelitian lainnya dilakukan oleh Raszewski dan Nowakowska (2013) mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis fiber terhadap kekuatan mekanik resin akrilik polimerisasi panas. Hasilnya penambahan fiber tipe E-glass dan Polyethylene dapat meningkatkan kekuatan fleksural resin akrilik polimerisasi panas pasca reparasi dengan resin akrilik kuring dingin. Penelitian mengenai pengaruh penambahan polyethylene fiber terhadap defleksi plat dasar gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan.
6 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan polyethylene fiber terhadap defleksi plat dasar gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangan informasi dasar ilmiah khususnya di bidang kedokteran gigi dan dunia ilmu pengetahuan pada umumnya. 2. Memberikan informasi tentang pengaruh penambahan polyethylene fiber sebagai bahan penguat plat dasar gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas.