I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. material tunggal atau komposit. Suatu bentuk material komposit dapat

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Bidang industri menggunakan banyak jenis material baik yang berupa material tunggal atau komposit. Suatu bentuk material komposit dapat ditambahkan material penguat di dalamnya, sehingga memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik. Salah satu jenis modifikasi bentuk material komposit yaitu fiber reinforced composite (FRC). Fiber reinforced composite adalah suatu komposit yang didalamnya sudah diperkuat oleh fiber (Bunsell dan Renard, 2005). Material FRC merupakan bahan yang sudah lama digunakan di dalam kehidupan seharihari. Beberapa pabrik menggunakan FRC sebagai komponen dasar penyusunnya antara lain industri pesawat terbang, perkapalan, otomotif, alat olahraga dan bahan bangunan (Mallick, 2008). Perawatan di kedokteran gigi mulai menggunakan material FRC sebagai bahan penyusun alatalat tertentu. Penggunaan FRC di kedokteran gigi antara lain pada gigi tiruan cekat (Mohan dkk., 2012), restorasi onlay (Garoushi dkk., 2013), splinting gigi goyah, pasak gigi dan space maintainer (Tuloglu dkk., 2009). Tujuan digunakannya FRC pada perawatan di kedokteran gigi yaitu untuk mendapatkan kekuatan yang lebih baik (Duymus dkk., 2014). Material penyusun FRC bidang industri komersial berbeda dengan material FRC di kedokteran gigi. Material non dental glass fiber yang paling banyak digunakan yaitu jenis Eglass fiber dengan banyak ragamnya yang ada dipasaran (Wallenberger dkk., 2001). Komposisi kimia dari Eglass fiber yang 1

2 sering digunakan di kedokteran gigi yaitu SiO 2 54 %, Al 2 O 3 14 %, CaO + MgO 22 %, B 2 O 3 10 % dan Na 2 O + K 2 O kurang dari 2 % (Mallick, 2008). Glass fiber untuk perawatan kedokteran gigi di Indonesia masih jarang dijumpai dan relatif mahal. Namun demikian di Indonesia tersedia glass fiber di banyak tempat dengan harga terjangkau yang digunakan di dunia teknik sebagai penguat pada pembuatan gypsum, patung dan alatalat otomotif. Uji scanning electron microscope energy dispersive xray (SEMEDX) pra penelitian yang telah dilakukan untuk melihat komposisi dari bahan tersebut, ternyata didapat hasil bahwa sebagian besar komposisinya sama dengan Eglass fiber yang biasa digunakan di kedokteran gigi, meskipun ada beberapa komponen penyusun yang berbeda (tabel 1). Tabel 1. Komposisi glass fiber (%) Unsur dental Eglass fiber non dental glass fiber C O Mg Al Si K Ca Na Ti Zr Cu 3,12 52,54 0,25 5,54 18,81 0,36 18,89 I II III 3,64 59,90 1,25 2,03 20,15 0,20 6,87 5,93 7,78 50,96 20,39 1,21 3,29 6,16 2,56 7,61 3,35 57,04 1,25 1,68 20,14 7,08 6,24 1,12

3 Menurut Mallick (2008), material FRC terdiri dari matrik berupa komposit dan fiber sebagai penguatnya. Matrik FRC berfungsi sebagai pengikat kumpulan dari fiber, selain itu matrik juga meredam gaya tekan yang berasal dari luar (Soares dkk.,1999). Jenis komposit yang banyak digunakan sebagai matriks FRC di klinik yaitu komposit dengan kandungan bisphenolaglycidylmethacrylate (bisgma) (Schmalz dan Arenholt, 2009). Sejak 20 tahun yang lalu beberapa jenis fiber sudah digunakan oleh para klinisi antara lain Kevlar, carbon, glass, ultrahighmolecularweight polyethylene (UHMWPE), dan silanetreated glass. Namun sampai saat ini jenis polyethylene dan glass fiber merupakan fiber yang paling sering digunakan pada perawatan gigi di klinik (Strassler, 2008). Alat dan bahan medis yang digunakan pada perawatan pasien harus memenuhi persyaratan international organization for standardization (ISO) termasuk di bidang kedokteran gigi. Prinsip uji biokompatibilitas merupakan bagian ISO Biokompatibilitas adalah kemampuan suatu bahan untuk tidak menyebabkan suatu respon biologik dalam pemakaiannya pada tubuh, oleh karena itu suatu jenis bahan belum tentu dapat diterima oleh tubuh untuk semua jenis pemakaian (Schmalz dan Arenholt, 2009). Uji sitotoksisitas bagian dari ISO merupakan langkah awal untuk mengetahui biokompatibilitas suatu material, seharusnya material tidak mempengaruhi pertumbuhan, integritas dinding, aktivitas, integritas genetik dan ekspresi genetik dari sel (O'Brien, 2002). Uji sitotoksisitas yang sering dilakukan diantaranya dye exclusion, colonyforming assay, intracellular energy charge, dan methyl tetrazolium test (MTT) (Portner, 2007). Uji MTT berdasarkan reaksi reduksi oleh enzim mitokondria

4 dehidrogenase yang mengubah larutan garam tetrazolium [3(4,5dimethylthiazol 2yl)2,5diphenyltetrazoliumbromid] yang berwarna kuning, menjadi kristal formazan yang tidak larut berwarna ungu. Kelebihan dari prosedur MTT adalah hasil yang akurat, lebih menghemat waktu, dan dapat digunakan pada semua jenis sel termasuk sel fibroblas (Freimoser dkk., 1999). Lingkungan rongga mulut tempat aplikasi FRC memiliki kandungan air yang berasal dari saliva dan cairan lain (Kuroda dkk., 2012). Saat resin komposit terpapar air, terjadi efek yang merugikan. Air dapat menghancurkan ikatan matriks polimerfiber (Raszewski dan Nowakowska, 2013) dan dapat mempengaruhi sifat sitotoksisitas karena akan menyebabkan komponen penyusun FRC terlepas serta larut (Powers dan Sakaguchi, 2006). Örtengren dkk. (2001) menyebutkan bahwa konsentrasi lepasan penyusun komposit dalam air akan meningkat sebanding dengan lama perendaman. Penelitian Meriç dkk., (2008) mengenai uji sitotoksisitas FRC menyimpulkan bahwa silica dental glass fiber reinforced composites tidak bersifat toksik. Andrade dkk. (2004) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa glass fiber tidak memiliki sifat sitotoksik terhadap sel fibroblas. Soanca dkk. (2011) meneliti perendaman komposit di dalam air, kesimpulannya bahwa terjadi penyerapan air oleh komposit dan terdapat komponen yang larut.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan: a. Apakah jenis non dental glass fiber reinforced composite memiliki potensi sitotoksik terhadap sel fibroblas? b. Apakah lama perendaman non dental glass fiber reinforced composite mempengaruhi sitotoksisitas sel fibroblas? C. Keaslian Penelitian Penelitian Meriç dkk., (2008) mengenai uji sitotoksisitas FRC menyimpulkan bahwa silicaglass fiber reinforced composites tidak bersifat toksik. Andrade dkk. (2004) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa glass fiber tidak memiliki sifat sitotoksik terhadap sel fibroblas. Soanca dkk. (2011) meneliti penyerapan air dan kelarutan bahan penyusun komposit pada perendaman di dalam air. Penelitian pengaruh jenis dan lama perendaman non dental glass fiber reinforced composite terhadap sitotoksisitas sel fibroblas belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui potensi sitotoksisitas jenis dan lama perendaman non dental glass fiber reinforced composite terhadap sel fibroblas yang mati.

6 E. Manfaat Penelitian Penelitian pengaruh jenis dan lama perendaman non dental glass fiber reinforced composite terhadap sel fibroblas diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan alternatif non dental fiber yang bisa digunakan dalam bidang kedokteran gigi. 2. Pengembangan non dental fiber sebagai FRC bidang kedokteran gigi.