I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang kuat dan retentif berguna untuk menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi hilang dengan gigi penyangga dilekatkan bersama-sama dengan gigi pengganti (Barclay dkk., 2011). Tujuan pembuatan gigi tiruan cekat adalah mempertahankan dan memelihara kesehatan gigi geligi yang masih ada beserta seluruh sistem pengunyahan supaya dapat berfungsi dengan baik (Sharma dkk., 2012). Macam gigi tiruan cekat berdasarkan bahan yang dipakai adalah akrilik, logam, porcelain-fused-to-metal (PFM), dan porselen. Pada gigi tiruan cekat PFM, bahan yang digunakan adalah logam berhadapan dengan gigi penyangga dan dilapisi oleh porselen sesuai dengan warna gigi pasien. Logam yang dipakai adalah alloy campuran nikel-krom (Ni-Cr). Restorasi dengan PFM menggabungkan kekuatan dan akurasi dari logam tuang dengan estetik dari porselen (Shillingburg dkk, 1997). Porcelain-fused-to-metal merupakan restorasi yang paling banyak digunakan pada perawatan gigi tiruan cekat karena secara estetika dapat diterima, memiliki kekuatan, daya tahan, desain yang sederhana dan memiliki fleksibilitas yang baik (Newsome dan Owen, 2012). Gigi tiruan cekat dengan bahan PFM akan memiliki hasil yang baik ketika dilakukan dengan perencanaan perawatan yang tepat. Salah satu yang harus diperhatikan dalam perencanannya adalah bentuk preparasi finishing line pada tepi gingiva sebagai adaptasi marjinal (Newsome dan Owen, 2012), sebab bagian penting sebuah restorasi prostetik adalah adaptasi marjinal. Adaptasi marjinal 1

2 yang baik akan menunjang keawetan restorasi, sedangkan adaptasi marjinal yang buruk akan meningkatkan resiko timbulnya karies pada gigi penyangga, juga masuknya cairan, debris serta mikroorganisme ke dalam celah antara restorasi dan dinding gigi penyangga. Kondisi seperti ini disebut sebagai kebocoran m ikro (Gracia dkk., 2011). Persentase kegagalan gigi tiruan cekat akibat preparasi gigi yang kurang memadai dan adaptasi marjinal yang buruk menempati urutan kedua setelah kegagalan perawatan endodontik yang merupakan penyebab paling banyak pada pemasangan gigi tiruan cekat (Sharma dkk., 2012). Adaptasi marjinal adalah jarak antara tepi restorasi dan tepi gigi penyangga. Menurut Shillingburg dkk. (1997) untuk memperoleh suatu desain preparasi yang baik, seorang dokter gigi harus mengikuti 5 prinsip dasar preparasi, yaitu pemeliharaan struktur gigi, bentuk retensi dan resistensi, daya tahan restorasi, integritas tepi restorasi, dan pemeliharaan jaringan periodonsium. S alah satu cara untuk membentuk integritas tepi restorasi adalah adaptasi marjinal yang baik, yaitu dengan menentukan desain preparasi di bagian tepi gigi penyangga. Bentuk desain marjinal ditentukan oleh bahan restorasi yang akan dipakai, karena hal ini akan mempengaruhi stabilitas dan keawetan sebuah restorasi. Newsome dan Owen (2012) mengatakan garis marjinal pada sebuah restorasi adalah garis transisi antara restorasi itu sendiri dengan garis marjinal gigi yang berdekatan dengan jaringan lunak gingiva. Ini adalah daerah kritis dan saat melakukan prosedur pembentukannya harus hati-hati, sangat diperlukan keahlian teknik preparasi termasuk dalam hal persyaratan fisik gigi yang akan dipreparasi serta bahan restorasi yang dipilih, sehingga menghasilkan restorasi yang tahan lama. 2

3 Restorasi gigi tiruan cekat dapat bertahan dalam rongga mulut jika daerah marjin dapat menutup rapat pada garis finish cavosurface. Salah satu yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembuatan gigi tiruan cekat PFM adalah bentuk preparasi finishing line pada tepi gingiva sebagai adaptasi marjinal (Newsome dan Owen, 2012). Bentuk finishing line pada gigi tiruan cekat PFM adalah beveled shoulder, knife edge, flat shoulder, dan chamfer, sedangkan yang paling sering digunakan adalah bentuk beveled shoulder dan chamfer (Berry dkk., 2001). Bentuk beveled shoulder digunakan karena marjin yang terletak pada subgingiva dapat menyembunyikan bagian metal collar, sehingga dapat mengakomadasi kebutuhan estetik dari bahan restorasi namun bentuk ini sulit dalam aplikasi klinisnya sehingga yang sering dipakai adalah bentuk shoulder. Sedangkan finishing line berbentuk chamfer marjin terletak tepat ditepi gingiva sehingga secara estitis kurang baik, akan tetapi finishing line berbentuk chamfer banyak digunakan karena desainnya hampir tidak memiliki undercut, selain itu finishing line berbentuk chamfer dapat mengurangi kemungkinan fraktur marjinal dari struktur gigi tiruan cekat karena desain restorasi berbentuk bulat memiliki kekuatan tepi yang lebih baik (Newsome dan Owen, 2012). Rosenstiel dkk., (2001) menyarankan bentuk finishing line yang digunakan adalah shoulder dibagian bukal dan chamfer dibagian lingual. Jalalian dan Alateha (2010) juga mengatakan finishing line berbentuk chamfer memiliki adaptasi marjinal yang lebih baik dibandingkan bentuk shoulder karena akhiran dari finishing line chamfer berbentuk lengkung akan mem buat restorasi lebih rapat, sedangkan 3

4 akhiran finishing line shoulder berbentuk tajam sering membuat undercut pada retorasi. Terbentuknya undercut membuat celah yang menyebabkan terjadinya kebocoran mikro. Francine pada tahun 2004 menggunakan berbagai jenis semen dalam penelitiannya untuk mengurangi kebocoran mikro, dia menemukan semen yang berbasis resin terbukti dapat mengurangi resiko kebocoran mikro pada restorasi porselen karena ikatan yang kuat antara semen resin dan struktur gigi (Gracia dkk, 2011). Semen resin juga direkomendasikan untuk sementasi restorasi permanen karena secara estetik bagus dan memiliki kemampuan mekanis seperti kekuatan flekstural dan kompresif yang baik (Li dan White, 1999). Beberapa studi klinis telah melaporkan keberhasilan jangka panjang dari resin-bonded-restorasi, seperti mahkota porselen luminasi veener, inlei dan onlei porselen dan mahkota porselen. Ikatan resin memiliki retensi tinggi serta tahan lama dan meningkatkan adaptasi marjinal sehingga mencegah kebocoran m ikro (El-Mowafy, 2001). Semen resin adhesif berkembang karena semen resin modifikasi glas ionomer sering mengalami degradasi pada saat polimerisasi sehingga menyebabkan kegagalan sementasi. Semen resin adhesif membentuk perlekatan yang kuat dengan adanya monomer baru, bahan pengisi dan teknologi inisiator yang diciptakan oleh pabrikan. Contoh bahan-bahan ini adalah: MaxCem (Kerr), RelyX UNICEM (3 M / ESPE), Breeze (Pentron). Semen resin adhesif berikatan dengan dentin dengan adanya matriks metalloproteinase (MMP) yang terkadung dalam dentin (Palmiejer, 2012). 4

5 Semen resin yang berkembang pada saat ini ada beberapa jenis antara lain semen resin adhesif dan self-adhesif. Perbedaan antara kedua jenis semen resin ini adalah komponen bahan pada semen resin dan cara aplikasi. Semen resin adhesif melalui tahap pengetsaan dan bonding dalam pengaplikasiannya, sedangkan semen resin self-adhesif tidak memerlukan etsa dan bonding dalam aplikasinya karena etsa dan bonding sudah menyatu dengan semen. Sem en resin memiliki reaksi polimerasasi untuk pengerasannya (Yuksel dan Zaim oglu, 2011). Semen resin adhesif dan self-adhesif memiliki aktivasi secara kimiawi dan penyinaran (dual-cured) dalam polimerisasinya (Sakaguchi dan Powers, 2012). Penggunaan bonding dalam semen resin adhesif bertujuan untuk memberi ikatan yang kuat dengan dentin. Kemudian dikembangkan semen resin selfadhesif dengan komposisi yang memiliki kelebihan untuk sementasi dengan satu langkah, karena penggunaan etsa dan bonding dianggap membuat prosedur aplikasinya menjadi lebih rumit (Palmiejer, 2012). Namun Silva dkk. (2010) mengatakan bahwa penggunaan resin semen self-adhesif memang membuat prosedur menjadi lebih praktis tetapi asam dalam semen resin self-adhesif membuat kandungan air dalam dentin bergerak keluar dan kondisi ini menyebabkan terganggunya ikatan antara struktur gigi dan bahan semen. Kebocoran mikro adalah suatu celah atau defek yang terbentuk antara coping, semen dan struktur gigi yang menye babkan difusi atau masuknya cairan yang berisi bakteri, molekul atau ion kedalam celah tersebut. Kebocoran mikro terjadi akibat interaksi yang kompleks antara restorasi gigi, bahan luting, dan struktur gigi. Selain kesalahan desain preparasi pada awal pem buatan gigi tiruan 5

6 cekat yang merupakan penyebab utama dari kebocoran m ikro penyebab lainnya adalah perluasan gap marjinal akibat perbedaan koefisien termal bahan restorasi dan bahan semen (Braga dkk, 2006). Sedangkan dari struktur gigi kebocoran mikro terjadi karena pembentukan gap marjinal antara struktur gigi dan bahan sementasi yang seringkali disebabkan karena pengerutan polimerisasi bahan semen, faktor penyebab lainnya adalah jika adhesi bahan sementasi terhadap struktur gigi tidak dapat mengkompensasi pengerutan bahan pada awal polimerisasi. Pengerutan bahan saat polimerisasi pada permukaan restorasi indirek sebesar 1-7 µm pada ketebalan semen 200 µm (Sorensen dan Munksgaard, 1996). Banyak penelitian dilakukan mengenai efek bahan luting terhadap kebocoran mikro dan juga evaluasi mengenai adaptasi marjinal pada beberapa jenis restorasi mahkota. Namun penelitian yang mengamati pengaruh gabungan bahan luting dan marjinal fit terhadap kebocoran mikro masih sangat sedikit (Yuksel dan Zaimoglu, 2011). B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka timbul permasalahan: Apakah ada pengaruh desain preparasi finishing line dan semen resin terhadap kebocoran mikro coping logam gigi tiruan cekat. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengkaji macam desain preparasi finishing line dan semen resin terhadap kebocoran mikro coping logam gigi tiruan cekat. 6

7 D. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Yuksel dan Zaimoglu, (2011) tentang pengaruh jenis luting semen yaitu antara semen resin self-adhesif dan semen glas ionomer terhadap kebocoran mikro pada berbagai jenis coping gigi tiruan cekat memberikan hasil bahwa semen resin self-adhesif yang berikatan dengan bahan coping logam Ni-Cr mempunyai kebocoran mikro paling kecil dibandingkan dengan yang lain. Kurniawan (2012) melakukan penelitian kebocoran mikro pada onlei komposit kelas II menggunakan semen resin adhesif dan self-adhesif memberikan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua semen tersebut terhadap kebocoran mikro. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis dengan penelitian sebelum nya adalah penulis meneliti perbedaan macam finishing line yaitu chamfer dan shoulder dan dua semen resin yaitu semen resin adhesif dan self-adhesif terhadap kebocoran mikro pada coping logam gigi tiruan cekat. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini untuk mengetahui 1. Finishing line yang tepat untuk mahkota PFM guna mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran mikro. 2. Bahan sementasi yang lebih baik untuk sementasi mahkota PFM guna mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran mikro. 7