BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketidakseimbangan antara kapasitas suatu infrastruktur transportasi dan volume permintaan akan jasa transportasi telah menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas pelayanan transportasi. Permasalahan seperti bertambahnya frekuensi dan durasi keterlambatan (delay) terjadi karena ketidakmampuan kapasitas infrastruktur dalam menampung jumlah permintaan. Bahkan, dapat menambah peluang menurunnya jaminan kualitas keselamatan transportasi. Satu contoh adalah yang terjadi pada pelayanan lalu lintas udara. Peningkatan volume lalu lintas udara (pesawat terbang) yang cukup pesat di beberapa bandar udara tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas infrastruktur pelayanan secara signifikan dan strategi pemberian slot terbang yang efisien. Kepadatan arus lalu lintas penerbangan dan keterlambatan hampir dipastikan terjadi pada saat-saat tertentu. Di lain pihak, jarak pemisahan (separation) antar pesawat terbang harus selalu dijaga agar pesawat tidak bertabrakan dan memperkecil efek wake turbulence (turbulensi, efek udara yang berputar akibat pergerakan pesawat terbang). Separation diberikan berdasarkan kondisi lalu lintas udara, cuaca, jenis alat navigasi, unit penyedia pelayanan (Aerodrome Control Tower/ADC, Approach Control Unit/APP, dan Area Control Center/ACC), fasilitas pemanduan yang digunakan (Radar Service atau Non-radar Service/Procedural Control), serta aturan navigasi yang digunakan oleh pesawat terbang (VFR/IFR). 1
2 Dilema yang sering dialami ATC (Air Traffic Controller atau Pemandu Lalu lintas Udara) adalah ketika dihadapkan pada pilihan antara mengutamakan aspek keselamatan atau aspek efisiensi. Di satu sisi, penerapan separation tertentu akan menambah waktu penerbangan dan dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan atau inefisiensi. Tuntutan operator pesawat terbang dan penumpang agar dapat tepat waktu, ditambah dengan banyaknya jadwal penerbangan pada jamjam tertentu, semakin memperumit masalah ini. Hal terburuk yang mungkin terjadi adalah kekalahan mental dan kelelahan psikis seorang ATC karena tuntutan efisiensi yang sulit terpenuhi bila menerapkan suatu prosedur pemisahan tertentu. Secara filosofis, suatu hal yang tidak bisa diukur maka akan sulit untuk dikelola (Drucker dalam Hesselberth, 2008). Penentuan kapasitas runway penting untuk dilakukan karena menjadi suatu acuan dasar persetujuan atas jadwal penerbangan yang diajukan. Penelitian, pengembangan, dan penyempurnaan metode perhitungan kapasitas runway terus dilakukan. Diantaranya adalah perhitungan kapasitas runway di Bandar Udara Adi Sutjipto, Yogyakarta, dilakukan dengan membandingkan metode DORATASK dan metode FAA. Pada penelitian tersebut, disimpulkan bahwa metode DORATASK lebih sesuai diterapkan di Bandar Udara Adi Sutjipto (Wijayanti, 2012). Tingkat aplikabilitas dan kesesuaian ditentukan oleh beberapa parameter. Masing-masing bandar udara memiliki karakteristik yang berbeda, diantaranya adalah cara pengoperasian dan layout runway, pola pergerakan, tipe pesawat yang beroperasi, separation yang diterapkan, dan lain-lain. Perbedaan tersebut secara signifikan berpengaruh terhadap hasil perhitungan yang dilakukan. Sebagai contoh, perhitungan komposisi
3 mix index (C+3D) pada metode FAA kurang sesuai dengan komposisi lalu lintas yang mendominasi di Yogyakarta, karena 40% pesawat yang beroperasi bertipe Light (Wijayanti, 2012). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas runway di Bandar Udara Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara. Bandar Udara Juwata memiliki konfigurasi dan metode operasional runway yang sangat berbeda dengan Bandar Udara Adi Sutjipto. Standar arah take-off berlawanan dengan arah landing (opposite). Selain itu, Bandar Udara Adi Sutjipto menggunakan radar separation, sedangkan Bandar Udara Juwata masih dibatasi dengan metode Non-radar/Procedural Control. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: a. Menguji aplikabilitas metode Ultimate Capacity pada runway dengan pola pengoperasian opposite; b. Mengetahui kapasitas runway Bandar Udara Juwata pada kondisi existing, yaitu pada saat take-off dan landing dioperasikan secara berlawanan atau opposite; c. Mengetahui masing-masing rasio kenaikan kapasitas runway melalui pemodelan beberapa skenario optimasi. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: a. Informasi kapasitas opposite runway Bandar Udara Juwata dapat digunakan sebagai dasar keputusan pemberian jadwal penerbangan agar tidak melewati batas kemampuan pelayanan;
4 b. Informasi rasio kenaikan kapasitas runway dari pengujian beberapa skenario akan membantu manajemen bandar udara untuk menentukan langkah yang diambil untuk meningkatkan kapasitas pelayanan. 1.4 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 berikut ini adalah perbandingan beberapa penelitian yang terkait dengan perhitungan kapasitas runway. Tabel 1.1 Penelitian Terkait Kapasitas Runway No Peneliti Judul Metode Lokasi Output 1 Pangungriseng, (2010) 2 Indra, S.W., et.al (2011) Penentuan Jumlah Exit Taxiway Berdasarkan Variasi Jenis Pesawat dan Kerapatan Jadwal Penerbangan Pada Bandara Internasional Juanda Surabaya Design Simulation Program of Runway Capacity Using Genetic Algorithm at Soekarno Hatta. 3 Wijayanti (2012) Analisis Kapasitas Runway Bandar Udara Adi Sutjipto Dengan Menggunakan Metode FAA dan DORATASK Ultimate Capacity Genetic Algorithm Model Metode FAA dan DORATASK Surabaya Jakarta Yogyakarta Faktor lokasi exit taxiway berpengaruh terhadap kapasitas runway, karena penentuan lokasi exit taxiway mempengaruhi waktu pemakaian runway. Usaha paling efisien untuk meningkatkan kapasitas runway Bandara Soekarno Hatta adalah merubah pola pengoperasian runway dan Atas dasar perbandingan kedua metode pengukuran, DORATASK dipandang lebih sesuai dengan kondisi kapasitas runway Bandar Udara Adi Sutjipto Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian terdahulu yang paling mendekati dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Pangungriseng (2010), yaitu metode Ultimate Capacity. Namun terdapat perbedaan mendasar, yaitu: karakteristik pengoperasian runway Bandar
5 Udara Juanda adalah normal, take off dan landing dilakukan pada arah yang sama, sedangkan di Bandar Udara Juwata dioperasikan secara berlawanan (opposite). Selain itu, jenis separation yang digunakan oleh ATC berbeda, yaitu Radar Separation (Bandar Udara Juanda) dan Non-radar/Procedural Separation (Bandar Udara Juwata). Beberapa modifikasi perlu dilakukan agar penerapan metode Ultimate Capacity sesuai dengan karakter pengoperasian opposite runway dan separation di Bandar Udara Juwata. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Ultimate Capacity dengan beberapa penyesuaian terhadap penerapan local procedures, separation, serta kondisi fisik dan konfigurasi runway di Bandar Udara Juwata. Untuk memudahkan perhitungan, beberapa penyederhanaan akan diterapkan, antara lain: a. Klasifikasi pesawat terbang yang digunakan berdasarkan kategori approach speed; b. Pemodelan untuk mencari tingkat optimasi dilakukan dengan melakukan beberapa asumsi atas nilai dari alternatif resolusi yang diuji, dengan tetap berdasarkan penalaran yang dapat dipertanggung-jawabkan.