BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa baja merupakan salah satu produk turunan dari baja yang dikategorikan sebagai industri hilir yang banyak digunakan baik untuk aplikasi struktural maupun sebagai media pengaliran. Tabel 1.1 Pengelompokan industri baja nasional Sumber Kementrian perindustrian 2008 Konsumsi baja tanah air masih tergolong rendah hanya sekitar 37,3 kg per kapita per tahun. Angka ini masih dibawah konsumsi negara lain di Asia Tenggara. Padahal di negara maju konsumsi baja berkisar 500 kg per kapita per tahun. Namun konsumsi baja Indonesia terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi. PT Bakrie Pipe Industries (BPI) merupakan perusahaan manufaktur pipa baja yang berdiri sejak tahun 1983 dengan total nilai investasi lebih dari 250 miliar. BPI merupakan pionir manufaktur pipa baja di Indonesia yang produknya sudah dikenal luas di Indonesia baik sebagai pipa konstruksi, pipa alir air dan untuk minyak dan gas. BPI merupakan perusahaan manufaktur 1
pipa baja pertama di kawasan asia tenggara yang memiliki sertifikat monogram API 5L yaitu lisensi untuk membuat pipeline untuk industri minyak dan gas bumi. Secara garis besar BPI membagi dua segmen pasarnya yaitu pasar pipa baja untuk Non Oil and Gas Market (NOG) dan Oil and Gas Market (OG). Pada segmen pasar OG, produk yang dijual umunya adalah pipa alir (pipeline) dengan standar API 5L Pelanggan BPI pada segmen ini pada umunya merupakan perusahaan perusahaan minyak dan gas serta kontraktor migas. Pada pangsa pasar OG ini BPI sampai saat ini masih berhasil mempertahankan pangsa pasarnya di Indonesia yang diperkirakan mencapai 60 % sedangkan untuk segmen pasar NOG pangsa pasar BPI semakin tergerus terutama akibat persaingan dengan perusahaan manufaktur lain maupun dari produk impor. Untuk pasar NOG atau disebut juga General Market, BPI bekerjasama dengan distributor agar dapat lebih menjangkau pelanggan di seluruh Indonesia. Distributor pipa BPI tersebar di kota kota besar di Indonesia yang kemudian menjualnya ke toko toko material ataupun langsung ke end user. Selain kepada distributor BPI juga menjual langsung produknya ke end user namun hanya sebagian kecil saja. Sehingga dapat dikatakan pelanggan utama BPI pada segmen ini ialah para distributor baik distributor khusus pipa BPI ataupun distributor yang bisa menjual produk lain. Penjulan kepada distributor rata rata mencapai 90% dari penjulan BPI pada segmen ini. Pipa baja BPI dikenal memilki keunggulan dari segi kualitas dan banyak dipakai di proyek proyek besar dengan harga yang premium. Dapat 2
dikatakan bahwa BPI menyasar segmen pasar pipa baja premium yang sangat mementingkan kualitas walaupun dengan harga yang relatif tinggi. Persaingan yang semakin ketat dengan semakin banyaknya produsen pipa baja di Indonesia dan pipa baja impor dari Cina membuat pangsa pasar BPI pada segmen ini menurun. Salah satu hal yang membuat daya saing BPI semakin turun di segmen pasar NOG adalah ketersediaan produknya di pasaran yang rendah dan lead time yang dirasa cukup lama ke pelanggan, berkisar rerata 3 bulan. Lead time produk BPI ke pelanggan lebih lama dibandingkan pesaing yang bisa memasok pipa kurang dari 2 bulan bahkan ready stock. Hal ini dirasa merupakan indikasi mengapa pangsa pasar BPI pada segmen ini menurun. Salah satu faktor yang menyebabkan ketersediaan pipa baja BPI rendah di pasar dan lamanya lead time BPI adalah strategi manajemen persediaan BPI yang kurang optimal. Penyebab lama nya lead time BPI ke pelanggannya ialah lead time bahan baku untuk membuat pipa baja. Material bahan baku utama (direct material) pembuatan pipa baja ialah gulungan baja lembaran canai panas atau yang dikenal dengan hot rolled coil (HRC). Pemasok utama HRC BPI saat ini adalah PT Karakatau Steel (KS) yang memasok 80% lebih kebutuhan HRC BPI untuk segmen NOG ini. Ketergantungan yang besar dari BPI kepada KS ini terkait dengan ketersediaan pemasok HRC yang terbatas di Indonesia serta kebijakan pemerintah dalam hal perlindungan terhadap penggunaan baja dalam negeri.. Lead time rata rata KS untuk memasok HRC ke BPI adalah 2 3
½ sampai 3 bulan yang merupakan rata rata 83 % lead time BPI ke pelangganya. Pemasok BPI Distributor Pelanggan/ End User Gambar 1.2 Value Chain PT Bakrie pipe Industries Biaya material bahan baku (HRC) mencapai 80 % dari harga jual pipa dipasar. Presentasi harga material yang tinggi dibandingkan harga jual ini serta fluktuatifnya harga baja menyebabkan strategi BPI cenderung melakukan strategi Make To Order dan hanya sedikit sekali Make to Stock. Yang artinya BPI memproduksi pipa dan membeli material bahan baku ke pemasok setelah diterimanya pesanan dari pelanggan dan hanya memilki safety stock yang rendah atau bahkan tidak memiliki safety stock sama sekali. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir resiko. Strategi ini menyebabkan tidak optimalnya persediaan stock dan tidak reliable nya lead time dari pemasok menyebabkan keterlambatan kedatangan material sehingga produksi terhambat dan ketersediaan produk di pasar menjadi rendah. Sedangkan pelanggan menuntut lead time dan ketersediaan yang pasti. 4
1.2 Rumusan Masalah Pangsa pasar dan daya saing BPI yang menurun akibat keterlambatan dan ketidaktersediaan produk pipa baja merupakan masalah yang harus segaera di atasi. BPI memerlukan memerlukan suatu strategi khusus untuk mengatasi permasalahan ketersediaan produk dan masalah lead time ini untuk tetap dapat berkompetisi di pasar dan meningkatkan daya saing. Ketersediaan produk yang baik dan lead time yang pendek diharapkan dapat menaikan penjualan, memkasimalkan profit perusahaan. Salah satu alternatif strategi yang dapat diambil adalah melalui strategi manajemen persediaan yang lebih terkendali dan menerapkan kebijakan persediaan (inventory policy) yang tepat dan tingkat persediaan produk yang optimal untuk mengantisipasi permintaan pelanggan dan memperpendek lead time ke pelanggan 1.3 Pertanyaan penelitian Bagaimana manajemen persediaan yang tepat untuk dilakukan di PT Bakrie Pipe Industries 1.4 Tujuan penelitian Terdapat dua tujuan utama dari penelitian ini yaitu 1. Merumuskan strategi kebijakan persediaan perusahaan untuk menjaga ketersediaan produk dan memperpendek lead time produk BPI ke pelanggan 2. Menentukan besarnya safety stock dan ketersediaan produk yang optimal 5
1.5 Manfaat penelitian Tulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi penentuan kebijakan persediaan yang optimal bagi perusahaan 1.6 Metode penelitian Penelitian ini akan menggunakan 3 tahapan yaitu : 1. Pengumpulan data Data diperoleh dari PT bakrie Pipe Industries dari tahun 2008 sampai 2014 o Data permintaan pelanggan o Data jumlah persediaan o Data lead time pemasok o Data kapasitas produksi, kapasitas gudang, produksi dan persediaan o Data biaya biaya yang terkait dengan persediaan 2. Wawancara Wawancara dengan manajemen PT Bakrie Pipe Industries 3. Observasi dan pengalaman penulis yang pernah bekerja di BPI 4. Analisa data Analisa data akan dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan urutan proses sebagai berikut : 1. Melakukan peramalan permintaan 2. Menentukan service level dan product availability berdasarkan kebijakan perusahaan dan kondisi pasar 3. Menganalisa Economic Order Quantity (EOQ) 6
4. Menganalisa Re order point 5. Menganalisa Replenishment policy 6. Menganalisa jumlah Safety stock yang optimal 7. Merumuskan kebijakan persediaan yang terbaik dan penentuan tingkat persediaan yang optimal berdasarkan analisa data diatas. 7