BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI RUANG INKUBATOR BAYI YANG MENGGUNAKAN PHASE CHANGE MATERIAL SEBAGAI PEMANAS RUANG INKUBATOR

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP SKRIPSI. Oleh : DELYMI OKTARISKI F

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

BAB II LANDASAN TEORI

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Pendinginan

ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD

II. TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB II DASAR TEORI Pendahuluan. 2.2 Turbin [6,7,]

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SOLAR COLLECTOR Kolektor energi surya adalah alat penukar kalor jenis khusus yang mengubah energi radiasi matahari ke internal energi. Komponen utama dari setiap sistem surya adalah kolektor surya. Ini adalah perangkat yang menyerap radiasi matahari yang masuk, mengubahnya menjadi panas, dan transfer panas ini ke cairan (biasanya udara, air, atau minyak) mengalir melalui kolektor. Energi matahari sehingga dikumpulkan dilakukan dari cairan yang beredar baik secara langsung dengan air panas atau peralatan ruang pendingin, atau ke energi termal dari tangki penyimpanan yang dapat ditarik untuk gunakan di malam hari atau hari yang berawan. (Pramukti, A., 2012) Gambar 2.1 Prinsip Kerja kolektor surya Berikut ini adalah jenis utama dari kolektor surya, digunakan untuk aplikasi pendingin surya: 1. Kolektor surya plat datar 2. Tabung Dievakuasi kolektor surya (Evacuated tube solar collector) 3. kolektor surya parabola

7 2.1.1 Kolektor Surya Plat Datar (Flat Plate Collectors) Kolektor-plat datar (FPC) adalah kolektor yang paling umum dan banyak digunakan untuk perumahan pemanas air dan ruang pemanasan dan instalasi pendingin. Kolektor pelat datar tidak melibatkan proses yang mengkonsentrasikan sinar matahari. Kolektor plat datar memiliki daerah resapan panas yang besar dan ini artinya menyebabkan kehilangan panas yang besar. Hal ini yang membatasi kemampuannya sehingga suhu air yang keluar dari kolektor ini kurang dari 80 C. Kolektor plat datar dapat menyerap energi langsung maupun sebaran radiasi matahari. Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya pelat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 100 C. Keuntungan utama dari kolektor surya pelat datar adalah dapat memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari, desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya, kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri. Prinsip dasar dari pemanasan kolektor surya pelat datar dimana pelat penyerap hitam (absorber) yang menerima panas dari energi matahari, kemudian energi panas yang diserap ini akan di transfer ke fluida kerja. Untuk mengurangi kehilangan panas secara konveksi dan radiasi pada absorber maka digunakan penutup transparan (cover) dibagian atas. Insulasi pada bagian bawah dan samping kolektor juga digunakan untuk mengurangi kehilangan panas. (Oktariski, D., 2012)

8 Gambar 2.2 Skema kolektor plat datar Kolektor surya pelat datar terdiri dari pelat absorber, saluran aliran, pelat penutup, dan isolasi weather-proof. Pelat absorber terbuat dari tembaga, baja atau plastik. Permukaan atas pelat absorber, yang terkena sinar matahari, dicat hitam sehingga memiliki kapasitas penyerapan radiasi surya yang tinggi. Bahan kaca yang digunakan sebagai penutup harus memiliki transmitansi radiasi surya yang tinggi (0,3-2,0 μm) dan transmisi radiasi gelombang panjang yang rendah ( 2,0 μm). Kaca paling sering digunakan sebagai pelat penutup, namun, bahan plastik juga telah digunakan. Penutup plastik memiliki transmitansi radiasi surya yang tinggi, juga transparan terhadap radiasi gelombang panjang, namun mereka memiliki masa pakai yang rendah. Kolektor pelat datar mengumpulkan radiasi surya dan mengubah energi matahari menjadi energi panas untuk memanaskan air. Kolektor pelat datar harus dapat diandalkan, tahan lama dengan masa pakai 15 tahun atau lebih. Karakteristik utama dari kolektor ini adalah: Resistensi terhadap kondisi lingkungan (kawasan laut, hujan, debu, hujan es dll). Resistensi terhadap variasi suhu yang lebar. Resistensi terhadap kebocoran dari setiap bagian sistem. Stabil dan tahan lama.

9 Mudah diiinstal. Efisien dalam konversi energi. Komponen utama dari kolektor pelat datar yang penting untuk memenuhi karakteristik di atas adalah: 1. Casing: Casing mewadahi semua komponen pada kolektor dan melindungi mereka dari dampak lingkungan. Casing juga membuat kolektor kokoh dan stabil. Material yang digunakan untuk casing harus tahan terhadap korosi. 2. Seal: Seal terbuat dari bahan elastis untuk mencegah kebocoran dan masuknya air hujan ke kolektor. Bahan sealing harus mampu menahan variasi suhu yang tinggi dan radiasi ultra-violet (UV) (untuk menjamin masa pakai yang panjang, 15 tahun atau lebih.) 3. Penutup Transparan: Untuk melindungi komponen di dalam kolektor dari dampak lingkungan. Penutup ini harus dibuat dari kaca yang dikeraskan dan memiliki co-efisien transmisi tinggi (mendekati 1). 4. Isolasi Termal: Isolasi termal mengurangi hilangnya panas yang tidak diinginkan dari bagian belakang dan samping kolektor. Isolasi juga harus mampu menahan suhu maksimum pelat absorber. 5. Pelat Absorber: Pelat Absorber menyerap energi matahari dan mengubahnya menjadi energi panas. Absorber terbuat dari bahan konduktivitas tinggi seperti tembaga dengan lapisan selektif di atasnya untuk penyerapan maksimum radiasi matahari dan emisi radiasi inframerah minimal. 6. Tabung: Cairan yang mengalir melalui kolektor mengumpulkan panas dari pelat absorber. Perpindahan panas akan terjadi terutama melalui proses konduksi dan konveksi. Oleh karena itu, tabung harus terbuat dari bahan konduktivitas tinggi seperti tembaga. 2.1.2 Kolektor Surya Tabung Hampa/Vacum Merupakan unit kolektor tenaga surya yang di dalamnya terdapat absorber, head pipe (pipa panas), pipa header inlet dan outlet yang dihubungkan oleh pipa panas. Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya

10 terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan. Jenis Kolektor surya tabung hampa : Gambar 2.3 Jenis absorber plat datar, jenis pipa koaksial Gambar 2.4 Jenis absorber plat datar, jenis pipa U Gambar 2.5 Jenis absorber plat datar, jenis pipa melingkar langsung Gambar 2.6 Jenis absorber plat datar, jenis pipa melingkar dengan ujung ditutup

11 Gambar 2.7 Jenis absorber silinder dengan lapisan kaca Gambar 2.8 Jenis absorber silinder dengan lapisan kaca dengan kaca pipa koaksial Gambar 2.9 Jenis absorber silinder dengan lapisan kaca dengan jenis pipa U 2.2 COMPUTATIONAL FLUID DINAMICS (CFD) Aliran fluida baik cair maupun gas adalah suatu zat yang sangat lazim dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pengkondisian udara bagi bangunan dan mobil, pembakaran di motor bakar, aliran kompleks pada alat penukar kalor dan reaktor kimia, dan lain-lain, yang mana cukup menarik untuk diteliti, diselidiki, dan analisis. Untuk kebutuhan penelitian bahkan sampai dengan tingkat desain, perlu dibutuhkan suatu alat yang mampu menganalisis atau memprediksi dengan cepat dan akurat. Maka berkembanglah suatu ilmu yang dinamakan Computational Fluid Dynamic (CFD) yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan Komputasi Aliran Fluida Dinamik.( Tuakia, Firman. 2008)

12 2.2.1 Pengertian Umum CFD Secara umum CFD terdiri dari dua kata yaitu sebagai berikut : Computational : segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika dan metode numeric atau komputasi. Fluid Dynamic : dinamika dari segala sesuatu yang mengalir. Ditinjau dari istilah di atas, CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat yang mengalir. Maka secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). (Tuakia, Firman. 2008) 2.2.2 Proses Simulasi CFD Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan simulasi pada solver CFD, yaitu sebagai berikut : 1. Preprocessing Hal ini merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (Computer Aided Design), membuat mesh yang sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluidanya. 2. Solving Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan saat preprocessing. 3. Postprocessing Hal ini adalah langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang biasa berupa kurva, gambar, dan animasi. Beberapa prosedur yang digunakan pada semua pendekatan program CFD, yaitu sebagai berikut : Pembuatan geometri dari model atau problem.

13 Bidang atau volume yang diisi fluida dibagi menjadi sel-sel kecil (meshing). Pendefinisian model fisiknya, misalnya persamaan-persamaan gerak + entalpi + konversi species (zat-zat yang kita defenisikan, biasanya berupa komponen dari suatu reaktan). Pendefinisian kondisi-kondisi batas, termasuk di dalamnya sifat-sifat dan perilaku dari batas-batas model atau problem. Untuk kasus transient, kasus awal juga didefinisikan. Persamaan-persamaan matematika yang memabangun CFD diselesaikan secara iteratif, bisa dalam kondisi tunak (steady state) atau transient. Analisis dan visualisasi dari solusi CFD. 2.2.3 Metode Diskritisasi CFD CFD sebenarnya menggantikan persamaan-persamaan diferensial persial dari kontinutas, momentum, dan energy dengan persamaan-persamaan aljabar. CFD merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinus (memiliki jumlah sel tak terhingga) menjadi model yang diskrit (jumlah sel terhingga). Perhitungan/komputasi aljabar untuk memecahkan persamaan-persamaan diferensial persial ini ada beberapa metode (metode diskritisasi), di antaranya adalah: Metode benda hingga (finite difference method) Metode elemen hingga (finite elements method) Metode volume hingga (finite volume method) Metode elemen batas (boundary element method) metode skema revolusi tinggi (high resolution scheme method) Metode diskritisasi yang dipilih umumnya menentukan kesetabilan dari program numeric/cfd yang dibuat atau program software yang ada. Oleh karenanya diperlukan kehati-hatian dalam cara mendiskritkan model khususnya cara mengatasi bagian yang kososng atau diskontinyu. Fluent sendiri menggunakan metode volume hingga. (Tuakia, Firman. 2008)

14 2.3 PENGENALAN FLUENT FLUENT adalah salah satu jenis program CFD yang menggunakan metode volume hingga. FLUENT juga dapat digunakan mensimulasikan aliran fluida dan perpindahan panas. Aliran dan perpindahan panas dari berbagai fluida dapat disimulasikan pada bentuk/geomtri yang rumit. Dengan menggunakan program FLUENT, dapat diketahui parameter-parameter aliran dan perpindahan panas yang diinginkan. Distribusi tekanan, kecepatan aliran, laju aliran massa, distribusi temperatur, dan pola aliran fluida yang terjadi dapat diketahui pada tiap titik yang terdapat dalam sistem yang dianalisa. (Tuakia, Firman. 2008) 2.3.1 Struktur Perangkat Lunak Dalam satu paket perangkat lunak, selain perangkat lunak FLUENT, terdapat beberapa produk yang dapat digunakan untuk membantu pemodelan dan simulasi, yaitu: Prepdf, merupakan preprocessor untuk memodelkan pembakaran nonpremixed pada FLUENT. GAMBIT, merupakan preprocessor untuk memodelkan geometri dan pembentukan mesh. Tgrid, merupakan preprocessor tambahan yang dapat membuat mesh volume dari mesh lapisan batas yang sudah ada. Filter untuk mengimpor mesh permukaan dan volume dari program CAD/CAE seperti ANSYS, CGNS, I-DEAS, NASTRAN, PATRAN, dll. Untuk melakukan simulasi pembakaran gasifikasi, biasanya dilakukan pemodelan geometri dan meshing dengan menggunakan GAMBIT diikuti dengan simulasi menggunakan FLUENT. Struktur komponen perangkat lunak FLUENT dapat dilihat pada Gambar 2.10.

15 GAMBIT. stup geomtri. pembuatan mesh 2D/3D Geomtri atau mesh Program CAD/CAE lainya PrePDF. perhitungan dari look-up tables mesh 2D/3D boundary mesh boundary mesh dan/atau mesh volume file PDF FLUENT. import & adaptasi mesh. pemodelan fisik.kondisi batas. s ifat-sifat material. perhitungan. post processing mesh TGrid. mesh triangular 2D. mesh tetrahedral 3D. mesh hybrid 2D/3D mesh Gambar 2.10 Struktur komponen program FLUENT (Tuakia, Firman. 2008) 2.4 GAMBARAN PENGGUNAKAN FLUENT 2.4.1 Merencanakan Analisis CFD Menurut Tuakia, Firman. (2008) ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan menyelesaikan suatu kasus dengan menggunakan FLUENT, yaitu: 1. Menentukan tujuan pemodelan Parameter apa saja yang diinginkan dari model CFD? Sampai sejauh mana derajat akurasi yang diinginkan? 2. Pemilihan model komputasional Bagaimana kita akan memodelkan suatu simtem fisik tersebut? Kondisi batas apa yang akan digunakan? Apakah model itu cukup dimodelkan dalam 2D atau harus 3D? Elemen mesh apakah yang paling cocok untuk kasus tersebut? 3. Pemilihan model fisik Apakah aliran pada kasus tersebut inviscid, laminar, atau turbulen? Apakah aliran tersebut tunak atau transien (unsteady)?

16 Apakah perpindahan kalor pada model tersebut ingin ditinjau? Apakah fluida yang dipergunakan kompresibel atau inkompresibel? 4. Penentuan prosedur Apakah kasus tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan formula solver dan parameter solusi standar? Apakah hasil yang konvergen dapat diperoleh lebih cepat dengan menggunakan prosedur solusi yang berbeda? Apakahkomputer yang akan digunakan mampu untuk menghitung kasus tersebut? Berapa lama waktu yang dibutuhkan pada komputer yang ada? 2.4.2 Langkah Penyelesaian Masalah Setelah merencanakan analisis CFD pada model, langkah-langkah umum penyelesaina analisis CFD pada FLUENT sebagai berikut: 1. membuat geometrid an mesh pada model 2. memilih solver yang tepat untuk model tersebut (2D atau 3D) 3. mengimpor mesh model (grid) 4. melakukan pemeriksaan pad mesh model 5. memilih persamaan dasar yang akan dipai dalam analisis, missal : laminar, turbulen, reaksi kimia, perpindahan kalor, dan lain-lain 6. menentukan sifat material yang akan dipakai 7. menentukan kondisi batas 8. mengatur parameter control solusi 9. initialize the flow field 10. melakukan perhitungan/interasi 11. memeriksa hasil interasi 12. menyimpan hasil interasi 13. jka perlu, memperhalus grid kemudian dilakukan interasi ulang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

17 2.5 Persamaan Bentuk Aliran Persamaan Pembentuk Aliran Pemodelan dengan metode komputasi pada dasarnya menggunakan persamaan dasar dinamika fluida, momentum, dan energi. Persamaan-persamaan ini merupakan pernyataan matematis untuk tiga prinsip dasar fisika : 1. Hukum Kekekalan Massa (The Conservation of Mass) 2. Hukum Kekekalan Momentum (The Conservation of Momentum) sebagai interpretasi dari hukum kedua Newton (Newton Second s Law of Motion) 3. Hukum Kekekalan Energi (The Conservation Of Energi) 2.5.1 Hukum Kekekalan Massa (The Conservation of Mass) Dengan menganggap sebuah elemen kecil dari fluida dalam bidang dua dimensi dengan dimensi δx dan δy seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.11. Konsep utama dalam hal ini adalah bahwa kenaikan laju aliran massa pada volume kontrol adalah sama dengan laju aliran massa netto yang melewati pada bagian saluran masuk dan saluran keluar. M t = m m in out (2.1) dalam hal ini M adalah massa yang tersimpan didalam elemen fluida dan m adalah laju aliran massa yang melewati permukaan dari elemen tersebut. Secara umum hukum kekekalan massa (The Conservation of Mass) 3 dimensi dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut. ρ ρ ρ ρ + u + v + w + ρ ( u t x y z x + v y + w z ) = 0 (2.2)

18 Gambar 2.11 Sebuah elemen fluida untuk hukum kekekalan massa dalam 3D (Marbun, H.M., Hazwi, M. 2013) 2.5.2 Hukum Kekekalan Momentum (The Conservation of Momentum) Hukum ini juga dikenal sebagai hukum kedua Newton. Hukum tersebut mengatakan bahwa gaya resultan yang bereaksi pada objek sama dengan percepatan dikalikan dengan massa objek tersebut. Hukum kedua Newton pada arah x dapat dituliskan sebagai berikut Σ F x = ma x (2.3) F x dan a x adalah gaya-gaya resultan dan percepatan pada arah-x. Secara umum hukum kekekalan momentum (The Conservation of Momentum) arah sumbu-x 3 dimensi dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut. ρ Du p == Dt x + σ xx x + τ yx y + τ zx z ρf x (2.4a)

19 Gambar 2.12 Sebuah elemen fluida untuk hukum kekekalan momentum dalam 3D Dengan menggunakan cara yang sama, persamaan persamaan kekekalan momentum 3 dimensi arah sumbu-y dan arah sumbu-z dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut. ρ Dv Dt = p y + τ xy x + σ yx y + τ zy z ρf y (2.4b) Dan, ρ Dw Dt = p y + τ xz x + τ yz y + τ zz z ρf z (2.4c) Persamaan diatas diperoleh dari elemen fluida yang bergerak dengan aliran atau dikenal sebagai bentuk yang tidak kekekalan momentum. (Marbun, H.M., Hazwi, M. (2013) 2.5.3 Hukum Kekekalan Energi (The Conservation of Energy) Hukum ini merupakan aplikasi dari hukum ketiga fisika (termodinamika) yaitu laju perubahan energi dalam (E) suatu elemen adalah sama dengan jumlah net fluks

20 panas (Q) yang masuk ke dalam elemen dan kerja yang digunakan W dalam elemen tersebut. Pernyataan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan: E = Q W (2.5) Gambar 2.13 Kerja yang dilakukan di elemen oleh gaya pada sumbu x Dengan menggunakan definisi, tingkat kerja oleh gaya di sumbu x dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. W x = uf x (2.8) Dengan mensubstitusi semua kekuatan yang ditunjukkan pada gambar di atas maka. W x = [up (up + (up) x δx)] δyδz + [uσ xx + (uσ xx) δx uσ x xx ] δyδz (uτ yx ) + [uτ xx δy uσ y yx +] δyδz (uτ zx ) + [uτ zx δz uσ z zx ] δxδy + upf x δxδyδz (2.9)

21 Secara umum kerja yang dikenakan arah sumbu-x, sumbu-, dan sumbu-z dapat ditulis dengan persamaan berikut W x = [ (up) x W y = [ (vp) y W z = [ (wp) y + (uσ xx) x + (uτ xy) x + (wτ xz) x + (uτ yx) y + (vσ xy) y + (wτ yz) y + (uτ zx) + upf z x ] δv + (uτ zy) + vpf z y ] δv + (wσ zz) + vpf z z ] δv (2.30a) (2.30b) (2.30c) Bagian berikutnya adalah tingkat net fluks panas menjadi elemen fluida. Ada dua sumber fluks panas ini. Yang pertama adalah karena panas generasi di dalam elemen, seperti adsorpsi panas, reaksi kimia, atau radiasi. Yang kedua adalah perpindahan panas ke elemen di permukaan karena perbedaan suhu. Menentukan panas volumetrik yang dihasilkan di dalam elemen sebagai q dan kecepatan perpindahan panas di seluruh permukaan sumbu x, y, z dan masing-masing q x, q y, q z. Semua sumber ini ditunjukkan pada Gambar 2. 6. Dengan menggunakan semua sumber-sumber yang ditunjukkan pada gambar, sehingga tingkat net fluks panas ke elemen dapat dihitung sebagai Q = [q x (q x + q x x δx)] δxδy + [q y (q y + q y δy)] δxδy y (2.31) + [q z (q z + q z δz)] δxδy + ρq δxδyδz z Memecahkan persamaan ini menghasilkan Q = [ρq q x x + q y y + q z z ] δxδyδz (2.32)

22 Gambar 2.14 Panas fluks di permukaan elemen fluida (Marbun, H.M., Hazwi, M. 2013) Fluks panas pada persamaan diatas dapat dihitung dengan menggunakan hukum Fourier, adalah sebanding dengan gradient suhu setempat. Fluks panas pada persamaan diatas dapat dihitung dengan menggunakan hukum Fourier, adalah proporsional ke gradien temperatur lokal. Yaitu q x = k T q z = k T z x, q y = k T y, dan Fluks panas pada arah x-, y-, dan z-. Disini, k adalah konduktivitas thermal. Jadi, persamaan (2.37) bisa ditulikan sebagai : Q = [ρq T (k x x ) + T (k y y ) + T (k z z )] δv (2.33)

23 2.6 TEORI PINDAH PANAS 2.6.1 Pindah Panas Konduksi Pindah panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah proses aliran panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium (padat, cair, dan gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1994). Besarnya pindah panas secara konduksi dinyatakan dalam persamaan berikut. q cond = KA dt dx (2.34) Tanda minus diselipkan untuk memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala suhu. Persamaan 2.34 disebut hukum Fourier tentang pindah panas konduksi. Energi yang berpindah secara konduksi ini merupakan fungsi dari konduktivitas termal yang searah dengan perpindahan kalor (k), luas penampang yang terletak pada aliran panas (A), dan gradien suhu dalam arah aliran panas (dt/dx). (Oktariski, Delmi., 2012) 2.6.2 Pindah Panas Konveksi Aliran fluida yang menyerap panas pada suatu tempat, lalu bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya disebut sebagai konveksi (Cengel dan Turner 2001). Gambar 8 menunjukkan tipe konveksi yang terjadi pada suatu dinding, dimana konveksi bisa terjadi secara alami atau paksa pada bagian luar ataupun dalam. Aliran yang terjadi bisa laminar ataupun turbulen. Bila perpindahan panas berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaaan massa jenis yang disebabkan oleh gradien suhu, maka proses ini yang disebut dengan konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila perpindahan panas disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa.

24 Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas. Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel - partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana partikel tersebut akan bercampur dan memindahkan sebagian energinya pada partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi disimpan didalam partikel - partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel tersebut. Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam persamaan 2.35. q conv = ha T (2.35) Gambar 2.15. Tipe Aliran Konveksi (Cengel dan Turner, 2001).

25 Persamaan 2.34 disebut dengan hukum pendinginan newton. Laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu menyeluruh antara dinding dan fluida, luas permukaan (A), dan koefisien perpindahan panas konveksi (h). Untuk memperbesar atau memperkecil terjadinya proses konveksi maka salah satu cara dapat dilakukan dengan memperkecil atau memperbesar nilai koefisien pindah panas konveksi. Koefisien pindah panas konveksi berbanding lurus dengan energi pindah panas konvkesi yang dihasilkan. Koefisien pindah panas konveksi dapat dihitung menggunakan persamaan konveksi alami ataupun konveksi paksa. Aliran fluida yang melalui sebuah pelat koefisien pindah panas konveksi paksa dihitung menggunakan persamaan 2.36, 2.37, 2.38, 2.39 dan 2.40 (Cengel dan Turner, 2001). Re L = ρu L μ (2.36) Pr = C p μ/k (2.37) Aliran Laminer: Nu L = 0.664. (Pr) 1/3. (Re L ) 0.5 ; Re L < 5x10 5 (2.38) Aliran Turbulen: Nu L = 0.664. (Pr) 1/3. (Re L ) 0.8 ; 5x10 5 Re L < 10 7 (2.39) Nu L = h (L). L/k (2.40) Re (Reynold number), Pr (Prandt number) dan Nu (Nusselt number) merupakan bilangan tak berdimensi yang merupakan fungsi untuk mendapatkan koefisien pindah panas konveksi (h). Menurut Jansen (1995) dan American Society of Heating, Refrigerating, and Airconditioning Engineers/ASHRAE (2001), koefisien pindah panas konveksi merupakan fungsi terhadap kecepatan angin yang dihitung berdasarkan persamaan: h = 5.7 + 3.8v (2.41) Apabila perpindahan panas terjadi secara konveksi alami, maka untuk menghitung koefisien pindah panas pada sebuah pelat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 15, 16, 17, 18, 19, dan 20 (Cengel dan Turner, 2001).

26 Pr = C p μ/k (2.42) Gr = (L 3 ρ 2 gcosφδtβ)/μ 2 (2.43) Ra = Gr x Pr (2.44) Untuk Ra yang laminar ( 10 8 ) digunakan nilai Nu: 0.670Ra 1/4 (2.45) Nu L = 0.68 + [1 + (0.492) 9/16 ] 4/9 Untuk seluruh nilai Ra nilai Nu: 0.670Ra 1/6 2 (2.46) Nu L = {0.825 + [1 + (0.492) 9/16 ] 8/27} Gr (Grasof number), Pr (Prandt number), Ra (Rayleigh number) dan Nu (Nusselt number) merupakan bilangan tak berdimensi yang merupakan fungsi untuk mendapatkan koefisien pindah panas konveksi (h). Menurut ASHRAE (2001) laju aliran yang terjadi akibat perbedaan panas menimbulkan efek buoyancy dihitung menggunakan persamaan stack effect sebagai berikut: Q = C D A[2gH(T i T 0 )/T i ] 1/2 (2.47) 2.6.3 Pindah Panas Radiasi Radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah bila benda-benda tersebut terpisah di dalam ruang (Kreith, 1994). Laju aliran panas suatu benda dengan cara radiasi, dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. q rad = σea(t i 4 T 0 4 ) (2.48)

27 Dimana energi radiasi merupakan fungsi dari nilai konstanta Boltzmann (σ) emisivitas benda (E ), luas permukaan dan beda dan perbedaan suhu. (Oktariski, Delmi., 2012) 2.6.4 Diskritisasi pada CFD Pada dasarnya FLUENT hanya menghitung pada titik-titik simpul mesh geometri sehingga pada bagian di antara titik simpul tersebut harus dilakukan interpolasi untuk mendapatkan nilai kontinyu pada seluruh domain. Terdapat beberapa skema interpolasi yang sering digunakan, yaitu : First-order upwind scheme Skema interpolasi yang paing ringan dan cepat mencapai konvergen, tetapi ketelitiannya hanya orde satu. Ketika skema ini dipilih, nilai bidang φf adalah sama dengan nilai pusat sell φ dalam sell upstream. Skema ini memungkinkan digunakan pada penyelesaian berbasis tekanan dan rapatan (density) Second-order upwind scheme Menggunakan persamaan yang lebih teliti sampai orde 2, sangat baik digunaan pada mesh tri/tet dimana arah aliran tidak sejajar dengan mesh. Karena metode interpolasi yang digunakan lebih rumit, maka lebih lambat mencapai konvergen. Ketika skema ini dipilih, nilai bidang φf dikomputasi mengikuti bentuk : φf, sou = φ + φ. r (2.49) Dimana, φ dan φ adalah nilai pusat sell dan gradient dalam sell upstream, dan φ adalah vektor perpindahan dari pusat luasan sell upstream ke bidang pusat luasan. Quadratic Upwind Interpolation (QUICK) scheme Diaplikasikan untuk mesh quad/hex dan hybrid, tetapi jangan digunakan untuk elemen mesh tri, dengan alian fluida yang berputar/swirl. Ketelitiannya mencapai orde 3 pada ukuran mesh yang seragam. Untuk bidang e pada Gambar 2.9, jika aliran dari kiri ke kanan, seperti itu nilai dapat ditulis sebagai berikut :

28 S d Φ e = θ [ Φ S c + S p + d S d S c + S d Φ E ] + (1 θ) [ S u + 2S c S u + S c Φ p + S d S u + S c Φ w ] (2.50) Gambar 2.16. Volume kontrol satu dimensi θ = 1 dalam persamaan di atas hasil dalam pusat interpolasi orde 2 dimana θ = 0 hasil nilai orde kedua. Biasanya skema QUICK diperoleh dengan kedaaan θ = 1 8 Implementasi pada FLUENT menggunakan variabel, solusi dependen nilai θ, dipilih supaya menghindari pengenalan solusi ekstrim yang baru.