SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP SKRIPSI. Oleh : DELYMI OKTARISKI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP SKRIPSI. Oleh : DELYMI OKTARISKI F"

Transkripsi

1 SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP SKRIPSI Oleh : DELYMI OKTARISKI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 NUMERICAL SIMULATION OF TEMPERATURE DISTRIBUTION OF SEMI- CLOSED COVER BACK-PASS FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR Delymi Oktariski and Leopold Oscar Nelwan Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone , ABSTRACT Solar energy is abundantly available, so this energy is very potential to be developed, especially in Indonesia. One of the alternative to utilize solar energy is using back-pass flat plate solar collector. The thermal energy produced by the collector can be used for crop drying. In this study, the back-pass flat plate solar collector with semi-closed cover was connected to a drying box and the thermal energy will flow into it. The effect of variation of the length of cover percentage at several tilt angle to the collector performance (temperature distribution and mass flow rate) were investigated experimentally and numerically. Numerical simulation result showed that cover of 60% had adequated to produce the air temperature above 40 o C that can be used for drying most of agricultural products. Increasing percentage of cover to 80% or 100% did not improve air temperature significantly. Even the effect would increase collector manufacturing cost. The results of numerical simulations showed that tilt angle 45 o had optimum mass flow rate, it was about kg/s. Validation with experiment data showed that total error was below 10% and R 2 varied from 0.76 until Simulation of temperature distribution in drying box showed that temperature varied from 41 o C until 51 o C with error below 10% and R 2 varied from Keywords: back-pass, flat plate solar collector, numerical simulation, semi-closed cover.

3 DELYMI OKTARISKI F SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP. Dibimbing oleh Leopold Oscar Nelwan RINGKASAN Kolektor surya pemanas udara pelat datar (Solar Energy Air Heating Collector) merupakan suatu sistem yang memanfaatkan energi matahari dalam bentuk termal. Energi termal tersebut bisa digunakan untuk pengeringan bahan pertanian. Sebuah kotak pengering yang dihubungkan dengan kolektor surya pelat datar akan mengalirkan udara panas ke kotak pengering. Aliran udara terjadi karena adanya efek buoyancy dari kolektor. Sehingga kolektor sangat berperan penting dalam mengalirkan energi termal ke kotak pengering. Kolektor surya pelat datar ada yang mengunakan cover (cover-plate) dan ada yang tanpa cover (bare-plate). Penggunaan cover akan mengurangi transmisivitas dari iradiasi matahari namun kehilangan panas akan berkurang. Peniadaan cover akan meningkatkan transmisivitas karena iradiasi matahari akan langsung mengenai absorber namun kehilangan panas cukup besar. Maka dari itu perlu penggunaan cover semi tertutup pada kolektor surya pelat datar, sehingga mendapatkan transmisivitas yang tinggi dan kehilangan panas yang kecil. Pengujian dan pembuatan kolektor surya memerlukan waktu yang panjang dalam hal desain dan kesalahan desain yang dilakukan bisa saja terjadi. Maka dari itu diperlukan teknik lain untuk meminimalisasi hal tersebut. Salah satunya dengan melakukan simulasi numerik (numerical simulation). Simulasi numerik bertujuan untuk menduga pola sebaran suhu dan aliran fluida pada kolektor. Sebaran suhu pada kolektor perlu diketahui karena suhu pada kolektor cenderung tidak merata. Tujuan dari penelitian ini ada dua yaitu melakukan simulasi numerik dan validasi pada kolektor surya pelat datar, kemudian melakukan simulasi dan validasi pada kotak pengering yang dihubungkan dengan kolektor. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah peningkatan transmisivitas, mengurangi kehilangan panas dengan cara melakukan modifikasi pada persentase panjang cover dan meningkatkan laju aliran massa pada kemiringan yang optimal. Sehingga didapatkan konfigurasi persentase panjang cover dan kemiringan kolektor yang memadai untuk dapat mengalirkan udara panas ke kotak pengering yang digunakan untuk proses pengeringan bahan pertanian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode simulasi numerik menggunakan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dynamics). Pendekatan yang dilakukan adalah dengan membuat geometri 3 dimensi kolektor dan kotak pengering yang didefenisikan melalui kondisi batas. Hasil rancangan tersebut kemudian dilakukan proses pembuatan (pabrikasi) dengan menghitung biaya konstruksi kolektor. Kolektor yang telah dibuat dilakukan pengujian lapang untuk validasi yaitu membandingkan data simulasi dan data pengujian lapang. Metode validasi yang digunakan adalah dengan penentuan koefisien determinasi (R 2 ) dan error antara data simulasi dan data pengukuran. Pemilihan kolektor yang akan dihubungkan dengan kotak pengering dilakukan berdasarkan kriteria laju aliran massa, persentase panjang cover dan biaya konstruksi kolektor. Selanjutnya dilakukan simulasi dan validasi terhadap sebaran suhu di kotak pengering untuk melihat hasil pemanasan dari kolektor. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa koefisien kehilangan panas bagian atas (U t ) kolektor cover 0% memiliki nilai terbesar yaitu 7.1 hingga 11.9 W/m 2.K dan kolektor cover 100% memiliki nilai terkecil yaitu 3.5 hingga 4 W/m 2.K. Penggunaan cover 100%, 80%, dan 60% memiliki suhu outlet yang tinggi dengan kisaran suhu diatas 40 0 C. Sedangkan cover 40%, 20%, dan 0% memiliki suhu outlet yang rendah dibawah 40 o C. Naiknya sudut kemiringan kolektor mulai dari

4 kemiringan 6 o, 15 o, 30 o, dan 45 o mengakibatkan kenaikan laju aliran massa, namun pada kemiringan 60 o terjadi penurunan laju aliran massa. Hasil validasi sebaran suhu kolektor menunjukkan error ratarata dibawah 10%, namun ada beberapa data dengan error % dan %. Secara keseluruhan error yang dihasilkan dibawah 10% sedangkan nilai R 2 bervariasi dari 0.77 sampai Kolektor yang dipilih untuk dihubungkan ke kotak pengering adalah kolektor dengan cover 60% pada kemiringan 45 o. Kolektor cover 60% dipilih karena suhu outlet kolektor sudah mencapai kisaran suhu yang diharapkan yaitu diatas 40 o C yang sudah memadai untuk proses pengeringan bahan pertanian. Penggunaan cover 80% atau cover 100% tidak meningkatkan suhu outlet kolektor secara signifikan. Selain itu biaya konstruksi pembuatan kolektor cover 60% lebih rendah dari pada kolektor cover 80% dan 100%. Biaya konstruksi kolektor cover 60% adalah Rp. 432,480, biaya konstruksi cover 80% adalah Rp. 436,200 dan biaya konstruksi kolektor cover 100% adalah Rp. 439,920. Sedangkan Kemiringan 45 o dipilih karena memiliki laju aliran massa yang tinggi dibandingkan sudut lainnya. Hasil simulasi menunjukkan bahwa udara pemanasan dari kolektor dapat memanaskan kotak pengering secara konveksi alami. Aliran udara terjadi akibat adanya perbedaan massa jenis di aliran udara kolektor dimana massa jenis udara yang lebih ringan akan bergerak ke atas. Hal ini juga dibuktikan dengan keadaan pengujian kolektor ditutup/insulasi sehingga matahari tidak dapat mengenai absorber dan memanaskan udara di kotak pengering. Nilai suhu di kotak pengering adalah 39.6 o C sedangkan suhu lingkungan saat itu 38 o C. Simulasi sebaran suhu kotak pengering menunjukkan pada simulasi pukul dengan intensitas iradiasi matahari W/m 2 rata-rata suhu kotak pengering berkisar 43 o C-45 o C. Simulasi pada pukul dengan intensitas iradiasi matahari W/m 2, suhu kotak pengering berkisar 46 o C-51 o C dan pada saat simulasi dengan kondisi batas pukul 15.00, intensitas iradiasi matahari W/m 2 sebaran suhu kotak pengering berkisar 41 o C- 44 o C. Validasi yang dilakukan memberikan nilai R 2 berkisar dari sedangkan error berkisar mulai dari 1.05% hingga 1.84%.

5 SIMULASI NUMERIK UNTUK POLA SEBARAN SUHU KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR TIPE BACK-PASS COVER SEMI TERTUTUP SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : DELYMI OKTARISKI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul Skripsi Nama NIM : Simulasi Numerik untuk Pola Sebaran Suhu Kolektor Surya Pelat Datar Tipe Back-pass Cover Semi Tertutup. : Delymi Oktariski : F Menyetujui : Pembimbing Akademik Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si NIP Mengetahui : Ketua Departemen Dr. Ir. Desrial, M. Eng. NIP Tanggal Lulus :

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASINYA Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi dengan judul Simulasi Numerik untuk Pola Sebaran Suhu Kolektor Surya Pelat Datar Tipe Back-pass Cover Semi Tertutup adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apappun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Yang membuat pernyataan Delymi Oktariski F

8 Hak cipta milik Delymi Oktariski, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

9 BIODATA PENULIS Delymi Oktariski dilahirkan di Rengat pada tanggal 28 Oktober 1989 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, Ayah Alm. Mairis Syamsi dan Ibu Ratpabima. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 003 Pasir Penyu pada tahun , dan melanjutkan ke SMP Negeri 1 Pasir Penyu pada tahun Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri Plus Provinsi Riau dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mengambil pilihan mayor Teknik Pertanian. Penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti panitia seminar, panitia masa perkenalan jurusan, dan panitia kegiatan olahraga di kampus. Selain menjalani aktivitas akademik, penulis juga aktif melakukan kegiatan di luar kampus dibidang desain grafis. Penulis melaksanakan program praktik lapang di PT. RAPP APRIL GROUP Pangkalan Kerinci, Riau di bagian Riau Energi Plant. dengan judul Mempelajari Sistem Elektrifikasi PT. RAPP, Pangkalan Kerinci,. Untuk menyelesaikan studi S1 penulis menyusun skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si.

10 KATA PENGANTAR Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mamberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul Simulasi Numerik untuk Pola Sebaran Suhu Kolektor Surya Pelat Datar Tipe Back-pass Cover Semi Tertutup. Skripsi ini disusun berdasarkan simulasi komputer dan pengambilan data di Laboratorium Surya TMB. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang terlibat dalam membantu penyusunan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Orang tua penulis Mama (Ratpabima), Bapak (Mahzur), adik-adik tersayang (Hendra, Hendri, Ayu dan Wahyu), dan keluarga besar yang telah senantiasa memberikan doa, semangat, dan rasa kasih sayang yang tak terhingga. 2. Bapak Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu senantiasa memberikan bimbingan dan arahan yang baik bagi penulis. 3. Teknisi TEP, Mas Firman, dan Pak Harto atas kesediaan waktunya untuk membantu dalam penyelesaian penelitian. 4. Teman-teman satu bimbingan Rizki Thariq, Fibula, Yuliana dan khususnya Yulfi Nizzatal sebagai partner penulis yang telah bersedia bahu membahu dalam melakukan penelitian. 5. Saudari Lintang Zulqaida Fitrahani yang selalu setia menemani penulis untuk memberikan semangat beserta motivasi yang besar untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Teman teman terdekat Ahmad Noval, Achmad Nuh, dan Ahmad Eriska yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu penulis serta Fajri Ilham sebagai teman bertukar pikiran untuk membuat simulasi. 7. Teman-teman satu angkatan TEP 45 khususnya teman-teman terbaik Salman, Panji, Jefri, Edo, Mita, Anggi, Dea, Gladys, Astin, Diza, Hafizh, Rima, Fiki, Gita, Andre, Indra, Uda, Yutha, dan Tino untuk rasa persahabatan dan kekeluargaan selama mengikuti perkuliahan di TEP. 8. Teman-Teman Kontrakan Gudangers Kartiko, Harry, Ulqi, Dea dan Asep yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian. 9. Seluruh pihak yang terlibat dan telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dengan segala kekurangan yang masih banyak terdapat di dalamnya, penulis berharap tulisan ini dapat mendatangkan manfaat bagi siapapun yang membutuhkannya. Semoga tulisan ini menjadi salah satu amalan baik bagi penulis di hadapan Allah SWT. Bogor, Agustus 2012 Penulis, (Delymi Oktariski) x

11 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR SIMBOL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Kolektor Surya Pelat datar... 3 B. Teori CFD... 5 C. Teori Pindah Panas... 9 D. Aplikasi CFD pada Kolektor Surya III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat B. Alat dan Bahan C. Prosedur Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya B. Simulasi Distribusi Suhu Kotak Pengering V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Halaman xi

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat Material dari Bahan Tabel 2. Setting Kondisi Batas Termal pada Dinding Tabel 3. Tipe Kondisi Batas Radiasi pada Cover dan Absorber Tabel 4. Kondisi Batas Radiasi Tabel 5. Skenario Validasi Kemiringan 6 o (11 April) Tabel 6 Skenario Validasi Kemiringan 15 o (4 April) Tabel 7 Skenario Validasi Kemiringan 30 o (5 April) Tabel 8 Skenario Validasi Kemiringan 45 o (9 April) Tabel 9 Skenario Validasi Kemiringan 60 o (10 April) Tabel 10 Skenario Validasi Kotak Pengering Tanpa Beban (22 Juni) Tabel 11. Perbandingan Validasi T CFD dan T ukur xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kolektor tipe tanpa cover... 3 Gambar 2. Kolektor Surya Tipe Front-Pass... 4 Gambar 3. Kolektor Surya Tipe Back-pass... 4 Gambar 4. Kolektor Surya Paralel-pass (a) dan Double-pass (b)... 5 Gambar 5. Kolektor Surya Tipe Pelat Berpori... 5 Gambar 6. Diagram Alir Metode Simulasi Numerik CFD... 6 Gambar 7. Contoh Pembuatan Mesh/Grid dari Geometri Balok... 7 Gambar 8. Tipe Aliran Konveksi Gambar 9. Diagram Alir Tahapan Penelitian Gambar 10. Kolektor Surya Tipe Back-pass Cover 100%, 80%, 60%, 40%, 20% dan 0% Gambar 11. Diagram Alir Penelitian Gambar 12. Kondisi Batas pada Kolektor Surya Gambar 13. Titik Pengukuran Suhu Kolektor Surya Tipe Back-pass Gambar 14. Titik Pengukuran Suhu Kolektor dan Kotak Pengering Gambar 15. Domain dan Mesh Kolektor Cover 100% Gambar 16. Domain dan Mesh Kolektor Cover 80% Gambar 17. Domain dan Mesh Kolektor Cover 60% Gambar 18. Domain dan Mesh Kolektor Cover 40% Gambar 19. Domain dan Mesh Kolektor Cover 20% Gambar 20. Domain dan Mesh Kolektor Cover 0% Gambar 21. Efek Buoyancy pada Kolektor Surya Gambar 22. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Pagi Hari Gambar 23. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Siang Hari Gambar 24. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Sore Hari Gambar 25. Kontur Suhu Udara Kolektor Surya Gambar 26.. Vektor Kecepatan Udara Gambar 27. Perbandingan Nilai U t Terhadap Berbagai Persentase Cover Gambar 28. Perbandingan Nilai U t terhadap Kecepatan Angin Gambar 29. Perbandingan Suhu Udara Outlet Kolektor Pukul Gambar 30. Perbandingan Suhu Udara Outlet Kolektor Pukul Gambar 31. Perbandingan Suhu Udara Outlet Kolektor Pukul xiii

14 Gambar 32. Laju Aliran Massa Pukul Gambar 33. Laju Aliran Massa Pukul Gambar 34. Laju Aliran Massa Simulasi Gambar 35. Validasi Kolektor kemiringan 6 o Pukul Gambar 36. Validasi Kolektor kemiringan 6 o Pukul Gambar 37. Validasi Kolektor kemiringan 6 o Pukul Gambar 38. Validasi Kolektor kemiringan 15 o Pukul Gambar 39. Validasi Kolektor kemiringan 15 o Pukul Gambar 40. Validasi Kolektor kemiringan 15 o Pukul Gambar 41. Validasi Kolektor Kemiringan 30 o Pukul Gambar 42. Validasi Kolektor kemiringan 30 o Pukul Gambar 43. Validasi Kolektor kemiringan 30 o Pukul Gambar 44. Validasi Kolektor kemiringan 45 o Pukul Gambar 45. Validasi Kolektor kemiringan 45 o Pukul Gambar 46. Validasi Kolektor kemiringan 45 o Pukul Gambar 47 Validasi Kolektor kemiringan 60 o Pukul Gambar 48 Validasi Kolektor kemiringan 60 o Pukul Gambar 49 Validasi Kolektor kemiringan 60 o Pukul Gambar 50 Validasi Laju Aliran Massa pada Kolektor Surya Gambar 51 Domain dan Mesh Kotak Pengering Gambar 52 Kontur Suhu Kotak Pengering pada Saat Kolektor Ditutup Gambar 53 Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul Gambar 54. Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul Gambar 55. Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul Gambar 56. Validasi Suhu Udara Kotak Pengering Pukul Gambar 57. Validasi Suhu Udara Kotak Pengering Pukul Gambar 58 Validasi Suhu Udara Kotak Pengering Pukul Gambar 59. K oordinat (0,0,0) pada kolektor kemiringan 30 o (a), Iso Surface x = 0.15 (b) xiv

15 DAFTAR SIMBOL A luas penampang (m 2 ) C D koefisien discharge panas jenis (kj/kg.k) C p gradien suhu dalam arah aliran panas ( 0 C/m) Gr bilangan grasof (tak berdimensi) g percepatan gravitasi (m/s 2 ) H ketinggian (m) h koefisien pindah panas konveksi (W/m 2.K) k koefisien pindah panas konduksi (W/m.K) L panjang pelat (m) m laju aliran massa (kg/s) Nu bilangan nusselt (tak berdimensi) Pr bilangan prandt (tak berdimensi) Q debit aliran (m 3 /s) q laju perpindahan panas (W) Re bilangan reynold (tak berdimensi) tahanan termal (m 2.K/W) R t R 1 tahanan termal kolektor tertutup cover (m 2.K/W) R 2 tahanan termal kolektor tak tertutup cover (m 2.K/W) R 2 koefisien determinasi S sumber gerakan T suhu udara ( o C) T langit suhu langit (K) U t koefisien kehilangan panas atas kolektor V angin kecepatan angin u kecepatan aliran (m/s) v kecepatan angin (m/s) x koordinat arah x y koordinat arah y z koordinat arah z Huruf Yunani ɸ β konstanta stefant boltzmann (5.67 x 10-8 W/m 2 K 4 ) sudut kemiringan pelat koefisien ekspansi termal emisivitas ρ massa Jenis (kg/m 3 ) µ viskositas dinamik (Pa.s) beda suhu ( O C) Subskrip a c cond conv koefisien pindah panas konveksi antara cover dan absorber koefisien pindah panas konveksi antara cover dan dan udara luar konduksi konveksi xv

16 i L o p t rad rc ra udara dalam panjang pelat udara lingkungan pelat bagian atas radiasi koefisien pindah panas radiasi antara cover dan udara luar koefisien pindah panas radiasi antara cover dan absorber xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Perhitungan Koefisien kehilangan panas dan laju aliran massa Lampiran 2. Biaya Konstruksi Kolektor Lampiran 3. Tabel Koefisien Kehilangan Panas U t Lampiran 4. Jurnal File Pengerjaan Simulasi Lampiran 5. Tabel Simulasi Distribusi Suhu Udara di Bawah Absorber Lampiran 6. Koordinat Titik dan Validasi Kolektor Surya Tipe Back-pass Lampiran 7. Validasi Laju ALiran Massa Kolektor Surya Tipe Back-pass Lampiran 8. Validasi Suhu pada Kotak Pengering Lampiran 7. Gambar Teknik Kolektor Surya Lampiran 8. Gambar Teknik Kolektor Cover 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, dan 0% Lampiran 9. Gambar Teknik Kotak Pengering xvii

18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan energi matahari sangat melimpah dan mudah didapat karena itu sangat potensial untuk dikembangkan. Walaupun energi matahari tersedia dalam jumlah berlimpah, namun terdapat kendala dalam penyimpanan dan pengkonversiannya. Teknologi pemanfaatan energi surya dapat dibedakan menjadi dua yaitu konversi energi surya menjadi listrik melalui sel surya dan pemanfaatan termal menggunakan kolektor. Teknologi sel surya membutuhkan proses manufaktur yang lebih rumit, sedangkan teknologi kolektor surya tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan relatif lebih mudah untuk dilakukan. Ekechukwu dan Norton (1997) menyatakan pemanfaatan energi termal di bidang pertanian umumnya digunakan untuk proses pengeringan, baik itu buah-buahan, biji-bijian, dan bahan pangan lainnya. Bahan-bahan tersebut akan ditempatkan pada kotak pengering yang dihubungkan dengan kolektor surya. Bagian utama dari kolektor surya berupa pelat penyerap berwarna hitam (absorber) berfungsi sebagai penyerap radiasi matahari dan meneruskannya ke fluida kerja dalam bentuk panas. Bagian selanjutnya adalah insulasi yang digunakan untuk mengurangi kehilangan panas pada sisi-sisi kolektor. Bagian lainnya berupa penutup transparan (cover) yang memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari dapat masuk dan radiasi gelombang panjang yang dihasilkan terjebak didalam kolektor. Kolektor surya ada juga yang tidak menggunakan cover sehingga radiasi matahari akan langsung mengenai absorber. Jenis-jenis kolektor surya yang dikembangkan ada beberapa macam diantaranya kolektor surya pelat datar, kolektor surya konsentrator dan kolektor surya tabung hampa (Nitipraja, 2008). Kolektor surya pelat datar merupakan sebuah kotak terinsulasi yang terdiri dari pelat penyerap berwarna hitam (absorber) yang terletak dibawah penutup transparan (cover). Konsentrator merupakan jenis kolektor surya berupa logam parabola (cermin parabola) untuk mengkonsentrasikan radiasi surya ke absorber yang berada dipusatnya. Sedangkan kolektor surya tabung hampa merupakan jenis kolektor surya untuk pemanasan fluida yang terdiri dari jajaran tabung kaca (seperti tabung lampu neon). Setiap jenis kolektor fluida yang dipanaskan biasanya berupa udara dan air. Menurut Ekechukwu dan Norton (1997) jenis kolektor yang biasa digunakan untuk pengeringan adalah kolektor surya pemanas udara pelat datar (Solar Energy Air Heating Collector). Jenis kolektor ini banyak digunakan karena konstruksi yang lebih sederhana, tidak rumit dan biaya pembuatan yang lebih murah dari kolektor jenis lainnya. Kolektor surya akan menjadi suatu sistem yang mengalirkan udara panas ke kotak pengering. Kolektor surya pemanas udara pelat datar berdasarkan penggunaan cover bisa diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu tipe tanpa cover (bare-plate) dan tipe dengan cover (cover-plate). Penggunaan cover mempengaruhi kinerja kolektor. Karnasaputra (2008) menyatakan bahwa salah satu usaha untuk memperbaiki kinerja kolektor adalah dengan meningkatkan transmisivitas. Peningkatan nilai transmisivitas dapat dilakukan dengan cara meniadakan cover, akan tetapi kehilangan panasnya akan tinggi. Maka dari itu variasi persentase panjang cover pada kolektor surya perlu dilakukan agar kehilangan panas rendah dengan transmisivitas yang tinggi pula. Kolektor surya pemanas udara pelat datar berdasarkan laluan aliran fluida ada beberapa tipe, yaitu front-pass, back-pass, double-pass, dan parallel-pass. Kolektor surya tipe back-pass memiliki air gap yang berfungsi untuk mencegah kehilangan panas kolektor dibagian atas. Aliran fluida dibawah pelat absorber terjadi secara konveksi alami ataupun konveksi paksa. Konveksi alami tanpa 1

19 menggunakan kipas atau blower dan aliran terjadi akibat perbedaan massa jenis udara. Sedangkan konveksi paksa menggunakan bantuan blower atau kipas untuk meningkatkan laju aliran fluida. Penggunaan konveksi paksa memiliki keuntungan karena laju aliran fluida dapat dikontrol dengan menggunakan blower, namun biaya konstruksi menjadi meningkat dan rumit karena menggunakan energi listrik untuk menggerakkan blower. Sistem konveksi alami lebih sederhana dan tidak membutuhkan energi listrik, namun memerlukan kemiringan tertentu agar dihasilkan laju aliran massa yang baik. Kriteria ini diperlukan agar hasil pemanasan fluida kerja di kolektor dapat sampai ke kotak pengering. Penelitian ini bertujuan untuk merancang kolektor surya pelat datar tipe back-pass cover semi tertutup yang optimal. Perancangan dan pengujian kolektor tentunya memerlukan waktu yang panjang dalam hal desain dan kesalahan desain bisa saja terjadi. Maka dari itu diperlukan metode lain untuk meminimalisasi hal tersebut. Salah satu caranya dengan melakukan simulasi numerik menggunakan perangkat lunak CFD dan melakukan validasi terhadap pengujian di lapang. Simulasi numerik dilakukan untuk menduga pola sebaran suhu dan aliran fluida pada kolektor. Sebaran suhu pada kolektor perlu diketahui karena suhu pada kolektor cenderung tidak merata. Validasi dilakukan untuk melihat ketepatan data simulasi dan data pengujian lapang. Diharapkan dengan rancangan dan simulasi yang dibuat, dapat memprediksi pola sebaran suhu dari kolektor cover semi tertutup pada berbagai kemiringan. Sehingga dapat dilakukan pemilihan konfigurasi kolektor yang tepat berdasarkan persentase panjang cover, sudut kemiringan, dan biaya konstruksi kolektor. B. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang pola sebaran suhu kolektor surya pelat datar tipe back-pass dengan berbagai persentase panjang cover pada berbagai kemiringan. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Melakukan simulasi menggunakan metode CFD dan melakukan validasi pada kolektor surya pelat datar tipe back-pass dengan berbagai persentase panjang cover pada kemiringan tertentu. 2. Melakukan simulasi menggunakan metode CFD dan melakukan validasi pada kotak pengering yang dihubungkan dengan kolektor pada kondisi tanpa beban. 2

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya pelat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 100 C. Keuntungan utama dari kolektor surya pelat datar adalah dapat memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari, desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya, kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri. Prinsip dasar dari pemanasan kolektor surya pelat datar dimana pelat penyerap hitam (absorber) yang menerima panas dari energi matahari, kemudian energi panas yang diserap ini akan di transfer ke fluida kerja. Untuk mengurangi kehilangan panas secara konveksi dan radiasi pada absorber maka digunakan penutup transparan (cover) dibagian atas. Insulasi pada bagian bawah dan samping kolektor juga digunakan untuk mengurangi kehilangan panas. Ekechukwu dan Norton (1997) menyatakan bahwa kolektor surya pelat datar umumnya digunakan untuk pengeringan bahan pertanian yang dihubungkan dengan ruang pengering. Kolektor surya pelat datar ini biasanya disebut dengan Solar Energy Air Heating Collectors (kolektor udara). Kolektor surya bisa diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu, tipe tanpa cover (bare-plate) dan tipe dengan cover (cover-plate). a. Kolektor Surya Tanpa Cover Kolektor surya tanpa cover adalah kolektor surya yang paling sederhana, yang terdiri dari saluran udara yang diatasnya berupa pelat absorber dengan bagian bawah yang terinsulasi. Kolektor surya tanpa cover biasa digunakan untuk pengeringan bahan pertanian (sistem konveksi bebas/ sistem konveksi paksa). Prinsip kolektor tipe tanpa cover ini sudah banyak di adopsi pada atap gudang penyimpanan bahan pertanian. Dimana atap berfungsi sebagai penyerap radiasi matahari. Kolektor surya tipe tanpa cover dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kolektor tipe tanpa cover (Ekechukwu dan Norton, 1997). Pada kolektor surya tipe tanpa cover banyak terjadi kehilangan panas pada permukaan atas. Sebagai akibatnya tipe ini memiliki efisiensi yang rendah pada suhu tinggi namun cukup efisien jika beroperasi pada suhu rendah. Maka dari itu kolektor tipe tanpa cover hanya cocok untuk aplikasi pengeringan bahan pertanian pada suhu yang rendah. Walaupun memiliki efisiensi yang rendah, tipe ini sangat sederhana dengan biaya konstruksi yang murah. 3

21 b. Kolektor Surya Dengan Cover Kehilangan panas pada kolektor surya dapat diminimalisasi menggunakan satu atau lebih cover pada bagian atas sebagai penutup pelat absorber. Cover ini berfungsi untuk mencegah kehilangan panas secara konveksi dari pelat absorber, mengurangi kehilangan panas radiasi gelombang panjang dan melindungi pelat absorber dari pendinginan pada saat hujan. Kolektor surya dengan cover memiliki efisiensi yang lebih tinggi dari pada tipe tanpa cover pada operasi suhu tinggi. Namun untuk biaya konstruksi menjadi meningkat dan biaya perawatan juga meningkat. Kolektor surya tipe cover ini biasanya direkomendasikan pada suhu 10 o C- 35 o C diatas suhu lingkungan. Ada beberapa tipe kolektor surya tipe dengan cover berdasarkan aliran fluida di kolektor diantaranya: 1. Kolektor Surya Tipe Front-pass Pada tipe ini fluida kerja (udara) dipanaskan melewati saluran diantara cover dan pelat absorber (pada bagian bawah diinsulasi). Pindah panas terjadi dari aliran udara yang melewati bagian atas pelat absorber. Kolektor surya tipe front-pass dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kolektor Surya Tipe Front-Pass (Ekechukwu dan Norton, 1997). 2. Kolektor Surya Tipe Back-pass Pada tipe ini pelat absorber ditempatkan langsung dibawah cover yang terdapat sebuah lapisan udara statik (air gap). Udara menjadi panas diantara permukaan bagian dalam dari pelat absorber dan lapisan insulasi. Pindah panas bergerak pada bagian bawah pelat absorber. Tipe ini umumnya lebih efisien dari front-pass. Kolektor surya tipe back-pass dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Kolektor Surya Tipe Back-pass (Ekechukwu dan Norton, 1997). 3. Kolektor Surya Tipe Pelat Antara Letak pelat absorber berada diantara cover dan lapisan bawah dari insulasi. Aliran udara dipanaskan sehingga mengalir pada sisi absorber, ini akan meningkatkan pindah panas pada permukaan. Biasanya diterapkan pada suhu rendah yang meradiasikan ulang dari udara yang dilewati (Qenawy dan Mohamad, 2007). Tipe ini memiliki dua jenis yaitu parallel-pass dan double-pass pada Gambar 4. 4

22 a b Gambar 4. Kolektor Tipe Paralel-pass (a) dan Double-pass (b) (Ekechukwu dan Norton, 1997). 4. Kolektor Surya Tipe Pelat Berpori Tipe ini juga dikenal dengan kolektor surya tipe matriks, yang merupakan modifikasi dari tipe pelat antara. Pelat dibuat dengan media berpori pada absorber. Kolektor tipe ini akan meningkatkan pindah panas permukaan antara udara dan pelat absorber (Pradhapraj, Velmurugan, dan Sivarathinamoorty, 2010). Gambar 5 menunjukkan kolektor surya tipe pelat berpori. Gambar 5. Kolektor Surya Tipe Pelat Berpori (Ekechukwu dan Norton, 1997). B. Teori CFD (Computational Fluid Dynamics) 1. Proses Simulasi CFD Menurut Tuakia (2008) CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). CFD mampu memprediksi aliran berdasarkan model matematika (persamaan diferensial parsial), metode numerik (teknik solusi dan diskritisasi) dan peralatan perangkat lunak (problem solving, pre-processing, dan post-processing). Diagram alir metode simulasi numerik CFD dapat dilihat pada Gambar 6. 5

23 Gambar 6. Diagram Alir Metode Simulasi Numerik CFD (Ansys, 2010). CFD terbentuk berdasarkan algoritma numerik dari permasalahan fluida yang terjadi sehingga dibutuhkan solusi permasalahan berdasarkan parameter-parameter yang mempengaruhi sifat fluida tersebut. Di dalam CFD, terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam melakukan pemrosesan (Versteeg dan Malalasekera, 1995). a. Pra-pemrosesan (pre-processing) Pra-pemrosesan merupakan tahapan di mana dilakukan pendefinisian masalah. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam pra-pemrosesan, yaitu: 1. Membentuk geometri (computational domain) dua dimensi atau tiga dimensi. 2. Membentuk geometri menjadi sejumlah bagian yang lebih kecil (grid/mesh). Grid merupakan bagian yang akan dicari solusinya karena tingkat keakuratan hasil CFD didasarkan pada jumlah grid yang dibentuk. Bila jumlah grid lebih banyak maka hasil komputasi menjadi lebih akurat tetapi proses komputasi menjadi lebih lama sehingga dibutuhkan perangkat komputer yang lebih baik. Sebaliknya, bila jumlah grid lebih sedikit maka hasil komputasi kurang akurat tetapi proses komputasi berjalan dengan cepat. Contoh hasil dari pembuatan grid/mesh dapat dilihat pada Gambar Mendefinisikan fenomena-fenomena yang terjadi (fisik dan kimia) karena dibutuhkan dalam pemodelan. 4. Mendefinisikan karakteristik fluida. 5. Mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada model geometri. 6

24 Gambar 7. Contoh Pembuatan Mesh/Grid dari Geometri Balok (Ansys, 2010). b. Pencarian solusi (problem solving) Pencarian solusi merupakan tahapan di mana seluruh kondisi pra-pemrosesan telah terpenuhi. Pencarian solusi menggunakan metode volume hingga yang dikembangkan dari metode beda hingga khusus. Dengan metode ini simulasi diselesaikan melalui persamaan-persamaan konservasi CFD. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mencari solusi pada CFD meliputi: 1. Memperkirakan variable aliran yang tidak diketahui mengunakan fungsi sederhana. 2. Diskritisasi hasil prakiraan dengan mensubtitusi ke dalam persamaan aliran fluida melalui persamaan konservasi dan memanipulasi secara matematis. 3. Membuat solusi dengan persamaan aljabar. c. Pasca-pemrosesan (post-processing) Tahapan pasca-pemrosesan merupakan tahapan terakhir dalam proses CFD yang bertujuan untuk menyajikan hasil dari analisis fluida. Hasil analisis didasarkan pada visualisasi warna yang meliputi: 1. Hasil dari geometri dan grid yang telah dibentuk. 2. Plot berdasarkan vektor. 3. Plot berdasarkan kontur. 4. Plot berdasarkan permukaan (dua dimensi atau tiga dimensi). 2. Persamaan Konservasi CFD Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model yang dibuat, model tersebut mempertimbangkan faktor reaksi kimia, perpindahan massa, perpindahan panas atau hanya berupa aliran fluida non kompresibel dan laminar. Model dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan diferensial parsial atau yang dikenal dengan PDE (Partial Differential Equation) yang mempresentasikan hukum konservasi kekekalan massa, momentum dan energy, kemudian diubah 7

25 dalam bentuk numerik dengan teknik diskritisasi. Hukum konservasi merupakan dasar dari penyelesaian simulasi menggunakan CFD. Persamaan-persamaan konservasi tersebut adalah: 1. Kekekalan Massa 3 Dimensi Keseimbangan massa fluida menyatakan laju kenaikan (pertambahan) massa elemen fluida sama dengan laju net aliran massa ke dalam elemen fluida. Karena semua elemen fluida merupakan fungsi dari ruang dan waktu, maka massa jenis fluida ρ ditulis dalam bentuk ρ (x, y, z, t) dan komponen kecepatan fluida ditulis sebagai dx/dt=u, dy/dt=v, dan dz/dt=w. Dalam bentuk persamaan matematika untuk fluida yang tidak terkompresi pada kondisi steady dinyatakan sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995) : + + =0 (1) dimana ρ adalah massa jenis fluida (kg/m 3 ) dan x, y, z adalah arah koordinat kartesian. 2. Kekekalan Momentum 3 Dimensi Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Strokes dalam bentuk sesuai dengan metode finite volume pada kondisi steady (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Momentum x: [u +v + w ]= +µ[ + + ]+S MX (2) Momentum y: [u +v + w ]= +µ[ + + ]+S MY (3) Momentum z: [u +v + w ]= +µ[ + + ]+S MZ (4) dimana µ adalah viskositas dinamik fluida (Pa.s) dan S MX, S MY, S MZ adalah momentum yang berasal dari body per unit volume per unit waktu, masing-masing untuk koordinat x, y, dan z. 3. Kekekalan Energi 3 Dimensi Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang menyatakan bahwa : Laju perubahan energi partikel fluida sama dengan laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambah dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Secara matematik pada kondisi steady dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995): [u +v + w ]= p[ + + ] +k[ + + ]+S i (5) Dimana : [u +v + w ]= + µ[ + + ]+S MX (6) dimana p adalah tekanan fluida (Pa), k adalah konduktivitas termal fluida (W/m⁰C), T adalah suhu fluida (⁰C), dan Si adalah energi yang ditambahkan per unit volume per unit waktu. Persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan metode iterasi (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Nilai solusi awal umumnya merupakan nilai dugaan yang dibutuhkan di awal proses perhitungan. Persamaan numerik digunakan untuk menghasilkan nilai pendekatan yang lebih akurat dimana semua variabel telah memenuhi ketiga persamaan aliran fluida. Nilai baru yang 8

26 diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai nilai awal dalam perhitungan selanjutnya. Proses ini terus berulang sampai nilai error, atau disebut juga residual variation cukup kecil atau konvergen. Setiap pengulangan dalam proses untuk mendapatkan solusi disebut iterasi. Untuk analisis pada kondisi tunak, proses perhitungan akan berulang sampai dengan konvergen. Sedangkan pada kondisi tidak tunak proses berlanjut hingga perhitungan ke waktu berikutnya. C. Teori Pindah Panas 1. Pindah Panas Konduksi Pindah panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah proses aliran panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium (padat, cair, dan gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1994). Besarnya pindah panas secara konduksi dinyatakan dalam persamaan berikut. q cond = (7) Tanda minus diselipkan untuk memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala suhu. Persamaan 7 disebut hukum Fourier tentang pindah panas konduksi. Energi yang berpindah secara konduksi ini merupakan fungsi dari konduktivitas termal yang searah dengan perpindahan kalor (k), luas penampang yang terletak pada aliran panas (A), dan gradien suhu dalam arah aliran panas (dt/dx). 2. Pindah Panas Konveksi Aliran fluida yang menyerap panas pada suatu tempat, lalu bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya disebut sebagai konveksi (Cengel dan Turner 2001). Gambar 8 menunjukkan tipe konveksi yang terjadi pada suatu dinding, dimana konveksi bisa terjadi secara alami atau paksa pada bagian luar ataupun dalam. Aliran yang terjadi bisa laminar ataupun turbulen. Bila perpindahan panas berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaaan massa jenis yang disebabkan oleh gradien suhu, maka proses ini yang disebut dengan konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila perpindahan panas disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas. Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel - partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana partikel tersebut akan bercampur dan memindahkan sebagian energinya pada partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi disimpan didalam partikel - partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel tersebut. Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam persamaan berikut. q conv = (8) 9

27 alami paksa eksternal internal Aliran laminar Aliran turbulen Gambar 8. Tipe Aliran Konveksi (Cengel dan Turner, 2001). Persamaan 8 disebut dengan hukum pendinginan newton. Laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu menyeluruh antara dinding dan fluida, luas permukaan (A), dan koefisien perpindahan panas konveksi (h). Untuk memperbesar atau memperkecil terjadinya proses konveksi maka salah satu cara dapat dilakukan dengan memperkecil atau memperbesar nilai koefisien pindah panas konveksi. Koefisien pindah panas konveksi berbanding lurus dengan energi pindah panas konvkesi yang dihasilkan. Koefisien pindah panas konveksi dapat dihitung menggunakan persamaan konveksi alami ataupun konveksi paksa. Aliran fluida yang melalui sebuah pelat koefisien pindah panas konveksi paksa dihitung menggunakan persamaan 9, 10, 11, 12 dan 13 (Cengel dan Turner, 2001). Re L = ρ u L/ µ (9) Pr = C p µ/k (10) Aliran Laminer: Nu L = (Pr) 1/3.(Re L ) o.5 ;Re L < 5x10 5 (11) Aliran Turbulen: Nu L = (Pr) 1/3.(Re L ) o.8 ; 5x10 5 Re L 10 7 (12) Nu L = h( L ).L/k (13) Re (Reynold number), Pr (Prandt number) dan Nu (Nusselt number) merupakan bilangan tak berdimensi yang merupakan fungsi untuk mendapatkan koefisien pindah panas konveksi (h). Menurut Jansen (1995) dan American Society of Heating, Refrigerating, and Airconditioning Engineers/ASHRAE (2001), koefisien pindah panas konveksi merupakan fungsi terhadap kecepatan angin yang dihitung berdasarkan persamaan: h = v (14) Apabila perpindahan panas terjadi secara konveksi alami, maka untuk menghitung koefisien pindah panas pada sebuah pelat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 15, 16, 17, 18, 19, dan 20 (Cengel dan Turner, 2001). 10

28 Pr = C p µ/k (15) Gr = (L 3 ρ 2 gcosɸ Tβ)/μ 2 (16) Ra = Gr x Pr (17) Untuk Ra yang laminar ( 10 9 ) digunakan nilai Nu: Nu L = [ ] (18) Untuk seluruh nilai Ra nilai Nu: Nu L = { [ ] } (19) Nu L = h( L ).L/k (20) Gr (Grasof number), Pr (Prandt number), Ra (Rayleigh number) dan Nu (Nusselt number) merupakan bilangan tak berdimensi yang merupakan fungsi untuk mendapatkan koefisien pindah panas konveksi (h). Menurut ASHRAE (2001) laju aliran yang terjadi akibat perbedaan panas menimbulkan efek buoyancy dihitung menggunakan persamaan stack effect sebagai berikut: 3. Pindah Panas Radiasi Q = C D A [2gH (T i -T 0 )/T i ] 1/2 (21) Radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah bila benda-benda tersebut terpisah di dalam ruang (Kreith, 1994). Laju aliran panas suatu benda dengan cara radiasi, dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. q rad = (22) Dimana energi radiasi merupakan fungsi dari nilai konstanta Boltzmann ( ( ), luas permukaan dan beda dan perbedaan suhu. emisivitas benda D. Aplikasi CFD pada Kolektor Surya Gao, Lin, dan Lu (1999) telah melakukan simulasi terhadap konveksi alami pada kolektor surya dengan pelat absorber bergelombang. Simulasi kolektor diselesaikan dengan simulasi numeric untuk menyelesaikan persamaan Navier-Stokes dan persamaan energi. Persamaan Navier-Stokes dan persamaan energy merupakan persamaan dalam CFD untuk menghitung perpindahan panas pada fluida. Hasil simulasi numerik menunjukkan nilai koefisien pindah panas konveksi (h) dipengaruhi oleh A (rasio tinggi), β (sudut kemiringan), L (rasio geometri). Nilai A harus lebih besar dari 2, β kurang dari 40 o dan L lebih besar 1. Rasio tinggi merupakan perbandingan dari panjang aliran kolektor dan tinggi amplitude gelombang pelat absorber. Rasio geometri merupakan rasio perbandingan luasan geometri kolektor terhadap jumlah gelombang pelat absorber. Penelitian Lenić dan Franković (2002) memperoleh hasil simulasi pada kehilangan panas konveksi alami kolektor surya pelat datar. Model yang digunakan dalam simulasi berupa model simulasi numerik 2 dimensi mengunakan persamaan matematika Oberbeck. Persamaan matematika 11

29 Overbbeck merupakan persamaan konservasi CFD yang dikembangkan oleh Oberbeck. Persamaan konservasi tersebut adalah hukum kekekalan massa, energi dan momentum. Persamaan ini digunakan untuk menyelesaikan hitungan simulasi CFD. Hal yang menjadi fokus penelitian adalah mengurangi kehilangan panas konveksi alami pada percobaan kemiringan kolektor 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, dan 90 o dengan Nu (Nusselt Number) di aliran udara kolektor sebagai parameter pengukuran. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa angka Nu pada kemiringan kolektor <30 o memiliki nilai Nu yang tinggi, sedangkan nilai Nu tidak berubah signifikan pada kemiringan kolektor >30 o. Gunnewiek, Hollands, dan Brundrett (2001) menjelaskan tentang pengaruh angin terhadap kolektor surya pelat datar tanpa cover. Konstruksi kolektor dibuat dengan pelat absorber yang memiliki lubang hisapan udara. Simulasi menggunakan perangkat lunak CFD TASCflow pada kemiringan kemiringan kolektor 45 o. Pengaruh angin meningkatkan kecepatan aliran pada kolektor dan mencegah reverse flow (aliran balik). Dengan asumsi kecepatan angin 5 m/s, hasil simulasi menunjukkan kecepatan aliran di kolektor meningkat dari m/s menjadi m/s. Lubang hisapan di pelat absorber memberikan peningkatan kecepatan aliran sehingga aliran balik yang terjadi pada kolektor berkurang. Bennacer, Kadri, dan Ganaoui (2007) melakukan simulasi numerik pada konveksi alami hybrid sel surya dan kolektor (PV-T). Metode penelitian yang digunakan adalah simulasi CFD menggunakan metode volume hingga dengan model turbulensi K-epsilon. Hasil simulasi menunjukkan bahwa efek chimney meningkat apabila fluks panas diberikan di bagian terendah dari kolektor (inlet), dan laju aliran meningkat pada saat kondisi fluks panas yang tinggi. Thong (2007) melakukan simulasi kolektor surya konveksi alami menggunakan metode simulasi CFD. Perangkat lunak yang digunakan adalah fluent. Hasil simulasi menunjukkan kemiringan kolektor mempengaruhi laju aliran massa. Laju aliran massa meningkat mulai dari kemiringan kolektor 15 o, 25 o, 35 o kemudian pada sudut 55 o dan 60 o terjadi penurunan laju aliran massa. 12

30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. B. Alat dan Bahan 1. Alat 1. Perangkat komputer merk Samsung tipe N148 (windows os 7 dan microsoft office 2007) Perangkat komputer digunakan untuk melakukan proses pengolahan data. 2. Perangkat lunak CFD (ANSYS Ver.13) Perangkat lunak digunakan untuk melakukan simulasi numerik yang di-install pada perangkat komputer. 3. Thermorecorder hybrid merk Yokogawa tipe Thermorecorder hybrid digunakan untuk pembacaan data pada saat melakukan pengukuran suhu. 4. Thermorecorder chino merk Yokogawa tipe 3058 Thermorecorder chino kegunaannya sama dengan hybrid untuk pembacaan data pengukuran suhu. Chino digunakan karena titik pembacaan suhu di hybrid masih kurang. 5. Thermocouple tipe Chromel-Constantan (CC) Thermocouple tipe CC merupakan sensor untuk pengukuran suhu yang dihubungkan ke recorder. 6. Anemometer merk Kanomax Anemometer digunakan untuk melakukan pengukuran kecepatan angin. 7. Pyranometer model EKO tipe MS-401 Pyranometer merupakan alat untuk pengukuran iradiasi matahari 8. Multimeter digital model YEW tipe 2506A Multimeter digunakan untuk pembacaan iradiasi matahari yang dihubungkan ke pyranometer. 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kolektor surya tipe back-pass. Desain kolektor berbentuk persegi panjang berupa cover, pelat absorber, insulasi dan kerangka kolektor. Kolektor memiliki dua bagian utama yaitu air gap dan aliran udara dibawah pelat absorber. Desain kolektor dapat dilihat pada Lampiran 9-10 halaman 82 dan 83. Bagian kolektor dilakukan modifikasi terhadap persentase panjang cover, sehingga ada bagian pelat absorber yang tidak tertutup oleh cover. Modifikasi berjumlah 5 desain kolektor yaitu kolektor cover 80%, cover 60%, cover 40%, cover 20%, cover 0% (tanpa cover), sedangkan desain kolektor yang tidak dimodifikasi adalah kolektor ditutup cover penuh (cover 100%). Sehingga dalam penelitian ini terdapat 6 desain kolektor yang akan di analisis. Desain kolektor surya terdiri dari : 1. Pelat absorber berupa pelat aluminium lembaran tebal 0.5 mm, berukuran 1000 x 300 mm. 2. Insulasi berupa armaflex (busa insulasi) jenis lembaran buatan Armacell dengan tebal 25.4 mm. Bagian kolektor yang diinsulasi yaitu pada samping kanan dan kiri dengan ukuran 1000 x 70 13

31 mm, bagian depan dan belakang dengan ukuran 300 x 20 mm, dan bagian bawah dengan ukuran 1000 x 300 mm. 3. Cover terbuat dari kaca es merk Indofigur tipe mislite FM5. Kaca yang dipakai memiliki tebal 5 mm. Ukuran cover dari 6 desain kolektor berbeda-beda. Cover 100% memiliki ukuran 1000 x 300 mm, cover 80% memiliki ukuran 800 x 300 mm, cover 60% memiliki ukuran 600 x 300 mm, cover 40% memiliki ukuran 400 x 300 mm, cover 20% memiliki ukuran 200 x 300 mm dan cover 0% tidak menggunakan cover. 4. Rangka kolektor memiliki ukuran 1000 x 300 x 70 mm dengan bahan berupa besi siku 20 x 20 mm. Model selanjutnya yang digunakan adalah kotak pengering. Desain kotak pengering dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 84. Kotak pengering merupakan kotak yang memiliki kerangka dari besi siku dan penutup insulasi untuk setiap sisi kotak. Penutup terbuat dari bahan triplex yang dilapisi dengan armaflex dan aluminium foil. Bahan-bahan tersebut berfungsi sebagai insulasi kotak pengering untuk mengurangi kehilangan panas pada sisi-sisi kotak. Kotak pengering ini nantinya akan dihubungkan dengan kolektor. Kolektor berfungsi untuk memanaskan udara di kotak pengering. Udara hasil pemanasan akan dimanfaatkan untuk keperluan pengeringan bahan pertanian. Desain kotak pengering terdiri dari: 1. Rangka kotak dengan ukuran 300 x 300 x 300 mm, kerangka terbuat dari besi siku 20 x 20 mm. 2. Penutup kotak terbuat dari triplex dengan ukuran 300 x 300 mm untuk setiap sisi kotak pengering. Triplex memiliki tebal 5 mm. 3. Setiap sisi kotak dilapisi oleh armaflex dan aluminium foil. armaflex memiliki tebal 25.4 mm dan alumnium foil memiliki tebal 0.05 mm. 4. Cerobong pengeluaran kotak terbuat dari pipa PVC berdiameter 100 mm dan panjang 150 mm. Cerobong kotak juga dilapisi oleh armaflex dan aluminium foil. C. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dilakukan meliputi 5 tahapan yaitu: 1. Penentuan rancangan kolektor yang merupakan pembuatan desain dan simulasi sebaran suhu kolektor. Proses rancangan ini meliputi penggambaran model geometri, pembuatan mesh, pendefenisian domain, dan simulasi menggunakan perangkat lunak ansys. Hasil yang didapat berupa laju aliran massa dan sebaran suhu kolektor. Hasil ini akan dilakukan untuk setiap kolektor pada sudut kemiringan 6 o, 15 o, 30 o, 45 o, dan 60 o. 2. Pembuatan dan menghitung biaya konstruksi pabrikasi kolektor, kemudian melakukan pengujian kolektor di lapang. Pengujian kolektor dengan melakukan pengukuran suhu di kolektor, perhitungan laju aliran massa dan perhitungan kehilangan panas bagian atas kolektor. 3. Validasi data simulasi dan pengujian kolektor dilakukan untuk membandingkan data hasil simulasi dan pengukuran terhadap sebaran suhu dan laju aliran massa. Tujuan validasi adalah untuk melihat akurasi data simulasi dan data pengujian. 4. Pemilihan kolektor berdasarkan pertimbangan suhu outlet kolektor, laju aliran massa serta biaya konstruksi. 5. Penentuan rancangan kotak pengering yang akan dihubungkan dengan kolektor. Proses rancangan terdiri dari proses pembuatan desain, pengujian, simulasi, dan validasi sebaran suhu pada kotak pengering. 14

32 Tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 9 yang merupakan diagram alir dari penelitian yang telah dilakukan. Secara lengkap tahapan penelitian yang dilakukan dijelaskan di paragraf berikut: Mulai Pembuatan desain dan simulasi kolektor Rancang bangun kolektor Pengujian kolektor Validasi data simulasi dan data pengujian Validasi baik Tidak ya Pemilihan kolektor Desain dan simulasi sebaran suhu kotak pengering Rancang bangun dan pengujian terhadap sebaran suhu kotak Validasi data simulasi dan data pengujian Validasi baik Tidak ya Selesai Gambar 9. Diagram Tahapan Penelitian. 15

33 1. Penentuan Rancangan Kolektor a. Geometri, Meshing dan Penentuan Kondisi Batas Kolektor Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simulasi numerik menggunakan perangkat lunak CFD. Tahap awal sebelum melakukan proses simulasi adalah pembuatan desain kolektor. Pembuatan desain kolektor menggunakan perangkat lunak ansys geometry. Ansys geometri merupakan perangkat lunak untuk membuat desain suatu bangun ruang. Setiap jenis kolektor mulai dari cover 0%, cover 20%, cover 40%, cover 60%, cover 80%, dan cover 100% didesain dengan 5 variasi sudut kemiringan kolektor (β) yaitu 6 o, 15 o, 30 o, 45 o, dan 60 o. Geometri kolektor dan sudut kemiringan kolektor dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 10. Kolektor Surya Cover 100% (1), Cover 80% (2), Cover 60% (3), Cover 40% (4), Cover 20% (5), Cover 0% (6) β β β β β Gambar 11. Analisis Kolektor Kemiringan 6 o (1), Kemiringan 15 o (2), Kemiringan 30 o (3), Kemiringan 45 o (4), Kemiringan 60 o (5). Geometri yang telah dibuat akan dilakukan proses pembuatan Grid/Mesh. Pembuatan mesh dilakukan menggunakan perangkat lunak ansys meshing. Meshing merupakan proses pembagian geometri menjadi ruang yang memiliki ukuran lebih kecil yang disebut dengan cell. Fungsi dari mesh adalah untuk melakukan perhitungan dalam proses numerik. Mesh yang digunakan untuk penyelesaian dipilih jenis mesh fine dengan bentuk mesh tetrahedral dan hexahedral. Tipe mesh fine digunakan karena memiliki jumlah cell yang lebih banyak dari pada mesh tipe lain, sehingga dapat menjaga akurasi simulasi. 16

34 Selanjutnya dilakukan penentuan kondisi batas simulasi. Penentuan kondisi batas bertujuan untuk membatasi bagian yang akan dianalisis oleh perangkat lunak. Kondisi batas yang dipakai ada 3 jenis yaitu dinding, pressure inlet dan pressure outlet. Kondisi batas dinding berfungsi untuk memisahkan antara regional fluida dan solid, sedangkan pressure inlet dan pressure outlet untuk mendefenisikan masuk dan keluarnya aliran udara di kolektor. Kondisi batas dinding yaitu pada dinding insulasi, cover, dan absorber. Sedangkan pressure inlet dan pressure outlet sebagai inlet dan outlet kolektor. Gambar 12 menunjukkan pendefenisian kondisi batas pada geometri kolektor. Hasil dari pembuatan mesh dan pendefenisian kondisi batas disebut dengan domain. Domain merupakan bagian dari geometri yang akan dianalisis. Preesure outlet Dinding cover Dinding absorber Dinding insulasi Pressure inlet Gambar 12 Kondisi Batas pada Kolektor Surya. b. Pembuatan Simulasi Kolektor Surya Proses pembuatan simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak ansys fluent. Sebelum dilakukan proses simulasi, perlu ditentukan fenomena-fenomena yang terjadi dan yang akan dianalisis dari domain. Dengan demikian akan memudahkan dalam hal analisis dari hasil pemodelan. Tahap simulasi adalah sebagai berikut: 1. Penentuan sifat material Sifat material perlu ditentukan untuk mendefenisikan kriteria dinding domain. Jenis dinding yang dipakai ada tiga, yaitu dinding absorber, dinding insulasi dan dinding cover. Absorber terbuat dari bahan aluminium, insulasi terbuat dari bahan armaflex dan cover terbuat dari bahan kaca. Berikut pada Tabel 1 merupakan penentuan sifat material dari dinding domain. Sifat material hasil input di fluent dapat dilihat pada jurnal file di Lampiran 4 halaman 55 dan 56. Jurnal file adalah file berekstensi *.txt yang merupakan hasil pengerjaan yang telah dilakukan pada proses simulasi di fluent. Tabel 1. Sifat Material dari Bahan Material ρ (kg/m 3 ) Cp (J/kg.K) k (W/m.K) Ketebalan (m) Kaca * Armaflex ** Aluminum * Keterangan:*Sumber: ASHRAE 2001 **Sumber: Katalog Armaflex 2. Pengaktifan Model Penyelesaian Model penyelesaian yang dipakai dalam sebuah simulasi menentukan output yang diinginkan dari simulasi yang akan dilakukan. Maka perlu diaktifkan persamaan energi untuk menghitung terjadinya perpindahan panas. Model aliran fluida yang dipakai adalah Standard K-Epsilon (SKe), 17

35 pemodelan radiasi menggunakan Solar Load Model, sedangkan udara di kolektor dimodelkan menggunakan buossinesq model. Ske digunakan untuk memodelkan aliran yang terjadi dan mengantisipasi adanya turbulensi pada domain, sedangkan Solar Load Model digunakan untuk melihat pengaruh iradiasi matahari pada waktu tertentu. Iradiasi yang mengenai permukaan domain dimodelkan dengan S2S (surface to surface) radiation, sedangkan posisi matahari ditentukan melalui input longitude, latitude, zona waktu, tanggal simulasi, dan orientasi mesh. Orientasi mesh berguna untuk menentukan letak suatu domain pada koordinat simulasi berdasarkan arah mata angin. Buossinesq model digunakan untuk menentukan model konveksi alami udara di domain. Suhu udara lingkungan diasumsikan konstan. Sedangkan massa jenis udara bervariasi berdasarkan perubahan massa jenis awal akibat naiknya suhu dan koefisien ekspansi termal udara. Hasil setting berupa jurnal file di fluent dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman Memasukkan nilai-nilai input kondisi batas pada domain Parameter input kondisi batas pada domain adalah dinding, pressure inlet dan pressure outlet. Kondisi batas dinding berupa kondisi batas termal dan kondisi batas radiasi. Untuk setting nilai kondisi batas termal dan kondisi batas radiasi dapat dilihat pada tabel 2-4. Tabel 2.Kondisi Batas Termal pada Dinding. Dinding Kondisi termal Data Input Cover Kombinasi radiasi dan konveksi Koefisien pindah panas konveksi, T lingkungan, ketebalan Insulasi Adiabatik Fluks panas =0 Absorber Coupled, Kombinasi radiasi dan Koefisien pindah panas konveksi konveksi, T lingkungan, ketebalan Tabel 3. Tipe kondisi batas Radiasi pada Cover dan Absorber. Dinding Tipe Dinding Data Input Cover Semi transparent transmisivitas (0.9) Absorber Opaque absorpsivitas (0.95) Tabel 4. Kondisi Batas Radiasi. Waktu Vektor arah matahari (x,y,z) Iradiasi (W/m 2 ) T lingkungan ( o C) Kecepatan Angin (m/s) (-0.707,0.701,0.0846) ( ,0.993,0.120) (0.707,0.702,0.086) *Orientasi Mesh : Utara (0,0,1), Timur (-1,0,0); Bogor (longitude: Latitude: -6.58); 21 Juli. Vektor arah matahari merupakan hasil perhitungan dari Solar Ray Tracing berdasarkan input longitude, latitiude, zona waktu dan orientasi mesh. Vektor arah matahari dapat menentukan posisi matahari berdasarkan vektor satuan pada koordinat x,y,z. Data iradiasi, tanggal simulasi, T lingkungan dan kecepatan angin merupakan nilai asumsi yang digunakan untuk menentukan kondisi batas radiasi. Asumsi kondisi batas yang digunakan merupakan data pengujian kolektor dari penelitian Karnasaputra (2008) yang telah melakukan pengukuran iradiasi pada tanggal 21 Juli. Data waktu simulasi dipilih 3 waktu yaitu pukul untuk mewakili posisi matahari pagi hari, pukul untuk mewakili posisi matahari siang hari dan pukul untuk mewakili posisi matahari sore hari. 18

36 Pemilihan waktu tersebut bertujuan untuk melihat perbedaan sebaran suhu di domain pada posisi matahari yang berbeda. Kondisi batas pressure inlet digunakan untuk menentukan tekanan aliran fluida saat masuk ke domain. Kondisi batas digunakan untuk mengamati terjadinya efek buoyancy pada kolektor. Untuk setting kondisi batas pada pressure inlet disumsikan dengan tekanan gauge total 0 atm dan tekanan gauge awal 0 atm. Sedangkan kondisi batas pressure outlet pada aliran fluida merupakan keluaran dari pressure inlet pada domain. Kondisi batas ini diasumsikan dengan tekanan gauge 0 atm. Hasil inputan dari setting nilai kondisi batas fluent dapat dilihat pada jurnal file di Lampiran 4 halaman Penyelesaian Pemodelan Penyelsaian pemodelan dilakukan dengan kondisi steady state. Solver yang dipakai adalah pressure based solver. Iterasi yang dilakukan sebanyak 3000 sampai dengan 5000 iterasi hingga mencapai nilai konvergen. Data yang disajikan berupa 3 jenis yaitu grafik, kontur dan tabel dari sebaran suhu simulasi. 2. Pembuatan dan Pengujian Kolektor Pembuatan kolektor merupakan kegiatan rancang bangun kolektor (pabrikasi). Proses pembuatan ini memerlukan biaya konstruksi. Biaya konstruksi kolektor merupakan fungsi dari komponen biaya. Komponen biaya tersebut adalah biaya rangka, biaya pelat absorber, biaya insulasi, biaya cover dan biaya upah kerja pembuatan. Kolektor yang dipabrikasi berjumlah 6 buah rancangan desain, yaitu kolektor cover 100%, cover 80%, cover 60%, cover 40%, cover 20%, dan cover 0%. Biaya pembuatan kolektor dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 50. Setelah dilakukan pembuatan kolektor maka diperlukan pengujian lapang. Pengujian diperlukan untuk pembanding dengan data simulasi. Pengujian dilakukan selama 5 hari dengan sudut kemiringan yang berbeda pada setiap harinya. Sudut kemiringan kolektor mulai dari hari pertama hingga hari kelima adalah 6 o, 15 o, 30 o, 45 o, dan 60 o untuk setiap jenis kolektor. Pengukuran dilakukan mulai pukul hingga pukul dengan pengambilan data setiap 15 menit. Apabila terjadi cuaca buruk seperti hujan dan tidak memungkinkan untuk terus melakukan pengambilan data, maka pengukuran akan diselesaikan, karena intensitas iradiasi matahari tidak mencukupi. Data yang diambil berupa suhu lingkungan, suhu absorber, suhu udara kolektor (dibawah pelat absorber), iradiasi matahari dan kecepatan angin. Titik pengukuran suhu dapat dilihat pada Gambar 13. Keterangan: A: Kolektor Cover 100% B: Kolektor Cover 80% C: Kolektor Cover 60% D: Kolektor Cover 40% E: Kolektor Cover 20% F: Kolektor Cover 0% T:Penempatan Thermocouple β: Sudut kemiringan kolektor Gambar 13. Titik Pengukuran Suhu Kolektor Surya Tipe Back-pass. 19

37 Nilai hasil pengujian akan dihitung untuk menentukan laju aliran massa. Perhitungan menggunakan persamaaan 21 yang menghasilkan debit aliran (m 3 /s) sehingga untuk menentukan laju aliran massa dikalikan dengan massa jenis udara (kg/m 3 ). Untuk menghitung kehilangan panas bagian atas masing-masing kolektor digunakan persamaan Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman Validasi Data Simulasi dan Data Pengujian Kolektor Skenario validasi dapat dilihat pada Tabel 5-9. Skenario validasi merupakan kondisi batas radiasi hasil pengukuran pada saat pengujian kolektor. Kondisi batas pada Tabel 2. akan diganti dengan skenario validasi dan dilakukan penghitungan ulang simulasi (pengulangan proses iterasi). Pemilihan data waktu simulasi dilakukan secara acak dari pengambilan data pengujian lapang. Pemilihan data tersebut karena validasi tidak melihat pengaruh perbedaan posisi matahari sehingga skenario validasi setiap sudut memiliki kondisi batas radiasi pada jam yang berbeda. Tujuan dari validasi ini adalah melihat keakuratan data simulasi terhadap data pengujian. Dengan membandingkan data hasil pengukuran dengan data hasil simulasi pada titik-titik validasi maka dibuat korelasi antara suhu ukur (T-Ukur) dan suhu CFD (T-CFD) pada bidang XY (Widodo, 2009). Hubungan tersebut dibuat regresi linear dan didapatkan nilai koefisien determinasi (R 2 ). Simulasi dianggap layak apabila R 2 lebih besar dari 0.8 (Puslitbang fisika terapan-lipi, 1990 didalam Puspitojati, 2003). Simulasi semakin akurat apabila nilai R 2 mendekati 1. Perhitungan terhadap nilai kesalahan (error) dilakukan dengan membandingkan besarnya nilai di masing-masing titik pengukuran dan simulasi. Besarnya error dapat dinyatakan dalam bentuk kesalahan relatif yaitu dengan membandingkan kesalahan simulasi yang terjadi dengan nilai pengukuran sebenarnya (Puspitojati, 2003). Kriteria hasil validasi tersebut ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: Error = x 100%. (23) Tabel 5. Skenario Validasi Kemiringan 6 o (Data Pengujian 11 April). Waktu Vektor arah matahari (x,y,z) Iradiasi (W/m 2 ) T lingkungan ( o C) Kecepatan Angin (m/s) (-0.844, 0.498,0.202) (-0.472,0.847,0.243) (0.090,0.962,0.257) Tabel 6. Skenario Validasi Kemiringan 15 o (Data Pengujian 4 April). Waktu Vektor arah matahari (x,y,z) Iradiasi (W/m 2 ) T lingkungan ( o C) Kecepatan Angin (m/s) ( ,0.853,0.198) (0.0177,0.977,0.213) (0.513,0.836,0.197)

38 Tabel 7. Skenario Validasi Kemiringan 30 o (Data Pengujian 5 April). Waktu Vektor arah matahari (x,y,z) Iradiasi (W/m 2 ) T lingkungan ( o C) Kecepatan Angin (m/s) (-0.735,0.653,0.181) (-0.423,0.882,0.208) (-0.111,0.969,0.218) Tabel 8. Skenario Validasi Kemiringan 45 o (Data Pengujian 9 April). Waktu Vektor arah matahari (x,y,z) Iradiasi (W/m 2 ) T lingkungan ( o C) Kecepatan Angin (m/s) (-0.684,0.698,0.213) (0.0237,0.970,0.245) (0.401,0.885,0.236) Tabel 9. Skenario Validasi Kemiringan 60 o (Data Pengujian 10 April). Waktu Vektor arah matahari Iradiasi (W/m 2 ) T lingkungan ( o C) Kecepatan Angin (m/s) (x,y,z) (-0.728,0.651,0.214) (0.154,0.956,0.250) (0.717,0.662,0.217) Pemilihan Kolektor Pemilihan kolektor dilakukan berdasarkan pertimbangan suhu outlet dan laju aliran massa yang telah memadai untuk proses pengeringan bahan pertanian. Biaya konstruksi dari masing-masing jenis kolektor juga dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan kolektor. Suhu yang diharapkan adalah suhu udara outlet diatas 40 o C. Laju aliran massa yang diharapkan dari variasi kemiringan dipilih kemiringan yang memiliki laju aliran massa tertinggi dari hasil simulasi. Sedangkan biaya konstruksi dipilih kolektor yang memiliki harga yang rendah dengan mempertimbangkan laju aliran massa dan suhu outlet kolektor. 5. Penentuan Rancangan dan Simulasi Kotak Pengering Setelah didapatkan kolektor surya yang optimal maka dilakukan pembuatan desain kotak pengering. Geometri kotak pengering dihubungkan dengan kolektor surya. Hasil dari pembuatan geometri ini akan dilakukan proses rancang bangun dan pengujian. Pengujian dilakukan dengan dua tahap, pertama pada kondisi kolektor bagian atas ditutup/diinsulasi sehingga kolektor tidak terkena iradiasi matahari. Kemudian pada kondisi kolektor terkena iradiasi. Pengujian dilakukan untuk melihat sebaran suhu kotak pengering dalam keadaan tanpa beban (kotak tanpa diisi bahan pertanian yang akan dikeringkan). Data yang diambil pada pengujian kolektor berupa sebaran suhu, kecepatan angin, dan iradiasi matahari. Titik pengukuran suhu kotak pengering dapat dilihat pada Gambar

39 Keterangan Gambar: T:Penempatan Thermocouple β: Sudur kemiringan kolektor Gambar 14. Titik Pengukuran Suhu Kolektor dan Kotak Pengering. Hasil dari desain yang telah dibuat juga dilakukan simulasi sebaran suhu. Pembuatan simulasi bertujuan untuk melihat aliran udara panas yang berasal dari kolektor memanaskan kotak pengering. Penentuan pemodelan simulasi sama dengan simulasi kolektor. Hasil simulasi juga divalidasi dengan data pengujian lapang dengan tujuan untuk melihat akurasi data simulasi dan data pengukuran. Skenario validasi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Skenario Validasi Kotak Pengering Tanpa Beban (Data Pengujian 22 Juni) Waktu Vektor arah matahari (x,y,z) Iradiasi (W/m 2 ) T lingkungan ( o C) Kecepatan Angin (m/s) (-0.633,0.614,0.471) (0.0208,0.866,0.500) (0.663,0.585,0.468)

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan Ansys Geometry dan Ansys Meshing. Geometri adalah bentuk dasar dengan kondisi batas pada cover, absorber, insulasi, inlet dan outlet. Geometri yang telah didefenisikan dengan kondisi batas tersebut disebut dengan domain yaitu bagian yang akan di analisis dengan simulasi numerik. Bagian inlet dan outlet memiliki ukuran 300 x 50 mm, absorber 1000 x 300 mm, insulasi 1000 x 300 mm (bawah), 1000 x 70 mm (kanan dan kiri). Sedangkan cover memiliki lebar 300 mm. dan panjang cover 1000 mm (cover 100%), 800 mm (cover 80%), 600 mm (cover 60%), 400 mm (cover 40%), 200 mm (cover 20%) dan 0 mm (cover 0%). Ukuran panjang grid/mesh terkecil yang dihasilkan adalah 1.6x10-1 mm dan terbesar adalah 32 mm. Mesh menggunakan tipe tetrahedral yang berbentuk segiempat mengikuti bentuk kolektor yang cenderung tidak terlalu rumit. Bentuk domain dan mesh setiap kolektor dapat dilihat pada Gambar Gambar 15. Domain dan Mesh Kolektor Cover 100% Gambar 16. Domain dan Mesh Kolektor Cover 80% Gambar 17. Domain dan Mesh Kolektor Cover 60% 23

41 Gambar 18. Domain dan Mesh Kolektor Cover 40% Gambar 19. Domain dan Mesh Kolektor Cover 20% Gambar 20. Domain dan Mesh Kolektor Cover 0% Penyelesaian simulasi kolektor akan dimulai sesuai dengan tahapan di metode pada halaman Tahap pembuatan simulasi dapat dilihat pada jurnal file pada Lampiran 4 halaman Setiap kolektor tersebut dianalisis pada kemiringan (β) yaitu 6 o, 15 o, 30 o, 45 o, dan 60 o. Secara singkat kondisi simulasi terjadi dimana radiasi surya akan mengenai cover yang kemudian akan memanaskan absorber. Hasil pemanasan menyebabkan kenaikan suhu udara di bawah pelat absorber sehingga udara panas bergerak dari inlet menuju outlet. 2. Hasil Simulasi Kolektor Surya Kondisi dari proses simulasi melibatkan pindah panas secara konveksi dan radiasi. Radiasi matahari berupa gelombang pendek akan mengenai cover. Absorber berada di bagian bawah cover dan diantaranya terdapat air gap. Air gap berfungsi untuk meminimalkan kehilangan panas. Pada bagian air gap terjadi efek rumah kaca sehingga terjadi pemanasan pada bagian ini. Pemanasan di bagian air gap meyebabkan suhu absorber meningkat karena menyerap iradiasi matahari. Kolektor yang memiliki cover 80%, 60%, 40%, 20% dan 0% memiliki bagian absorber yang tidak tertutup cover, sehingga iradiasi matahari akan langsung mengenai absorber. Pemanasan absorber menyebabkan suhu udara dibawahnya meningkat. Udara dibawah kolektor merupakan aliran udara dari inlet ke outlet. Udara dapat bergerak karena adanya perbedaan suhu. Perbedaan suhu ini mengakibatkan perbedaan nilai massa jenis udara. Karena massa jenis yang berbeda-beda dan tidak seragam, maka massa jenis udara yang lebih ringan akan menuju ke atas. 24

42 Sehingga terjadi aliran yang menuju outlet kolektor. Aliran yang terjadi ini disebut buoyancy driven flow atau aliran yang terjadi akibat gaya apung. Efek buoyancy di kolektor surya dapat dilihat pada Gambar 21. Gelombang pendek Iradiasi Matahari cover Air gap Aliran udara akibat efek buoyancy outlet Absorber Gelombang panjang insulasi Inlet β Gambar 21. Efek Buoyancy pada Kolektor Surya. Simulasi iradiasi matahari yang mengenai kolektor dimodelkan dengan solar load model. Simulasi solar load model ditetapkan berdasarkan perbedaan posisi matahari di waktu tertentu. Posisi matahari pada simulasi ditentukan melalui input bulan, hari, waktu dan letak dari daerah berdasarkan longitude dan latitude. Posisi mengikuti percobaan pada Tabel 4. yang dilakukan di Bogor (longitude: dan latitude: -6.58) pada bulan Juli hari ke 21. Waktu ditentukan pada pagi hari pukul 09.00, siang hari pukul dan sore hari pukul (zona waktu +7 GMT). Input tersebut akan menentukan vector arah matahari yang mana menentukan posisi dari matahari mendekati kondisi sebenarnya. Posisi geometri ditentukan oleh orientasi mesh. Utara pada koordinat (0,0,1) dan timur (-1,0,0). Ini berarti posisi geometri menghadap ke utara yang ditunjukkan pada z positif, sedangkan nilai x negatif adalah arah timur. Jadi pada simulasi matahari mulai terbit pada x negatif (timur) dan terbenam pada x positif (barat). Posisi matahari berpengaruh pada sebaran suhu di dinding pelat absorber kolektor. Sebaran suhu menunjukkan terjadi kenaikan dari pelat bagian bawah (inlet) ke pelat bagian atas (outlet). Kenaikan suhu pada pagi, siang dan sore hari terdapat perbedaan sebaran suhu. Perbedaan tersebut terletak arah sebaran suhu dinding absorber. Sebaran suhu dapat dilihat pada Gambar Gambar 22. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Pagi Hari. 25

43 . Gambar 22 merupakan sebaran suhu dinding pelat absorber pukul dengan vektor arah matahari (-0.70,0.70,0.08). Nilai iradiasi pada saat itu adalah W/m 2. Sebaran suhu semakin ke atas semakin tinggi dan lebih condong ke arah kanan, karena pada saat itu posisi matahari masih di timur sehingga kenaikan perpindahan panas menuju atas kanan. Gambar 23. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Siang Hari. Sedangkan pada siang hari (Gambar 23), sebaran suhu berbeda dengan pagi hari. Vektor arah matahari berada pada posisi ( ,0.99,0.11). Posisi matahari hampir tepat diatas yang ditunjukkan dengan nilai x mendekati 0 dan y mendekati 1. Nilai iradiasi matahari adalah W/m 2. Sebaran suhu dinding pelat absorber semakin keatas semakin tinggi dengan arah sebaran kenaikan perpindahan panas menuju atas tengah. Gambar 24. Kontur Suhu Dinding Absorber pada Sore Hari. Gambar 24 menunjukkan sebaran kenaikan suhu pada dinding pelat absorber sore hari dengan vektor arah matahari (0.706,0.702,0.086). Nilai iradiasi matahari adalah W/m 2. Arah sebaran suhu merupakan kebalikan dari sebaran suhu pagi hari. dimana arah perpindahan panas menuju atas kiri. Pindah panas konveksi pada pelat absorber akan menyebabkan suhu udara dibawah pelat absorber meningkat. Simulasi sebaran suhu udara pada Gambar 25, menunjukkan pemanasan udara yang meningkat mulai dari kontur 1, kontur 2 hingga ke kontur 3. Peningkatan suhu yang terjadi yaitu pada suhu udara di air gap dan udara di bawah pelat absorber. Pada air gap gelombang panjang iradiasi matahari akan dijebak sehingga terjadi efek rumah kaca, sedangkan pada suhu udara dibawah pelat absorber terjadi efek buoyancy yang menyebabkan pergerakan aliran udara dari inlet ke outlet kolektor. Perbedaan suhu udara ini menyebabkan variasi dari massa jenis udara. Semakin tinggi suhu udara maka akan semakin ringan massa jenis udara. Massa jenis udara yang lebih ringan akan bergerak menuju outlet kolektor. 26

44 Air gap outlet outlet Air gap inlet Suhu udara dibawah absorber inlet Suhu udara dibawah absorber Gambar 25. Kontur Suhu Udara Kolektor Surya Tampak Isometri (kiri), Tampak Samping (kanan). Aliran udara bagian bawah pelat absorber bergerak menuju outlet kolektor ditunjukkan pada Gambar 26 Pergerakan aliran udara digambarkan dengan vektor kecepatan. Vektor kecepatan aliran udara terlihat tidak seragam dan tidak beraturan. Aliran yang tidak seragam dan tidak beraturan ini disebabkan nilai massa jenis udara yang beragam akibat perpindahan panas konveksi di aliran udara dibawah absorber. outlet outlet Inlet Inlet Gambar 26. Vektor Kecepatan Udara Tampak Isometri (kiri), Tampak Samping (kanan). Perpindahan panas pada aliran udara dari inlet ke outlet kolektor dipengaruhi nilai koefisien perpindahan panas. Koefisien perpindahan panas ini menunjukkan kehilangan panas yang terjadi pada bagian absorber dan cover kolektor. Mekanisme kehilangan panas kolektor dimana panas hilang dari 27

45 bagian atas absorber karena konveksi alami dan karena radiasi ke permukaan dalam dari cover. Panas ini dikonduksikan oleh cover ke permukaan luarnya, lalu dipindahkan ke atmosfer luar secara konveksi dan radiasi. Pada kolektor cover 80%, 60%, 40%, 20% dan 0% ada bagian absorber yang tak tertutup cover, jadi panas langsung dikonduksi dan konveksi melalui absorber dan dipindahkan ke atmosfer luar. Kehilangan panas ini dinamakan kehilangan panas atas (top heatloss) yang dinyatakan dengan U t (koefisien kehilangan panas atas). Semakin banyak panas yang hilang pada bagian atas, maka suhu udara di bawah pelat absorber akan semakin rendah, yang menyebabkan efek buoyancy berkurang pada aliran udara. Untuk mengurangi kehilangan panas ini perlu digunakan cover, sehingga penggunaan cover mempengaruhi nilai U t. Hasil perhitungan U t dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 47 dan 48 sedangkan tabel perhitungan kehilangan panas secara keseluruhan pada pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman Ut ( W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% Gambar 27. Perbandingan Nilai U t Terhadap Persentase Cover. Kolektor cover 0% memiliki nilai U t yang lebih besar dari pada cover 100%, 80%, 60%, 40%, dan cover 20%. Ini menunjukkan bahwa penggunaan cover berpengaruh pada kehilangan panas kolektor di bagian atas. Semakin sedikit persentase cover yang dipakai maka kehilangan panas bagian atas akan semakin besar. Gambar 27 menunjukkan perbandingan nilai U t pada kemiringan 45 o. Nilai U t terbesar yaitu pada cover 0% yaitu 11.9 W/m 2.K dan terkecil pada kolektor cover 100% yaitu 4.04 W/m 2.K. Pada kemiringan kolektor 6 o, 15 o, 30 o, 60 o juga menunjukkan hal yang sama dimana kolektor cover 0% memiliki nilai U t yang terbesar dan kolektor cover 100% memiliki nilai terendah. 6 5 Ut ( W/m 2 K) ,13 0,17 0,23 0,3 0,32 0,37 0,38 0,53 0,55 0,68 1,43 kecepatan angin (m/s) Gambar 28. Perbandingan Nilai U t terhadap Kecepatan Angin. 28

46 Naiknya kecepatan angin memperbesar kehilangan panas kolektor pada bagian atas sehingga nilai U t akan semakin meningkat. Kecepatan angin terendah yaitu 0.13 m/s dan tertinggi 1.43 m/s. pada kecepatan angin 0.13 m/s nilai Ut kolektor 3.21 W/m 2 K sedangkan pada kecepatan angin 1.43 m/s nilai U t 5.6 W/m 2.K. Hasil perbandingan dapat dilihat pada Gambar 28. Grafik hubungan antara kecepatan angin dan U t cukup fluktuatif hal ini disebabkan karena nilai iradiasi pada setiap data kecepatan angin memiliki nilai yang berbeda. 4. Suhu dan Laju Aliran Massa Kolektor Surya Tipe Back-pass Simulasi numerik yang telah dilakukan dengan 5 variasi kemiringan kolektor (β) yaitu 6 o, 15 o, 30 o, 45 o, dan 60 o. Setiap kemiringan kolektor dibuat variasi geometri dengan persentase panjang cover 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, dan 0%.. Hasil simulasi menunjukkan bahwa persentase panjang cover dan sudut kemiringan kolektor memiliki pengaruh terhadap suhu outlet kolektor dan laju aliran massa. Penyajian data sebaran suhu kolektor surya dari hasil simulasi dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman Sedangkan data grafik hasil simulasi suhu outlet kolektor dapat dilihat pada Gambar Variasi persentase panjang cover kolektor bertujuan untuk melihat pengaruh cover terhadap sebaran suhu udara di kolektor. Kolektor cover 100%, 80% dan 60% memiliki suhu udara outlet yang tinggi. Sedangkan cover 40%, 20% dan 0% memiliki suhu udara outlet yang rendah. Pemilihan terhadap kolektor yang digunakan adalah kolektor cover 60% karena pada kolektor cover 60% sudah mencapai suhu outlet yang memadai untuk pengeringan yaitu kisaran suhu diatas 40 o C. Penggunaan cover 80% dan cover 100% tidak meningkatkan suhu udara outlet secara signifikan. Pertimbangan pemilihan kolektor 60% juga berdasarkan grafik dan biaya konstruksi kolektor. Dari grafik kenaikan suhu udara outlet terjadi mulai dari kolektor cover 0% hingga kolektor cover 60%, namun pada kolektor cover 60% hingga ke cover 100% tidak terjadi kenaikan dan cenderung memiliki nilai suhu yang datar. Sehingga diambil kolektor 60% karena merupakan batas kenaikan suhu udara outlet. Disamping itu kolektor cover 60% memiliki biaya konstruksi yang lebih rendah dari pada kolektor cover 80% dan cover 100% karena kolektor cover 60% mengurangi biaya pembelian kaca untuk cover. Biaya konstruksi kolektor cover 60% adalah Rp. 432,480, biaya konstruksi cover 80% adalah Rp. 436,200 dan biaya konstruksi kolektor cover 100% adalah Rp. 439,920 untuk setiap unit pembuatan kolektor. Biaya konstruksi kolektor dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 50. o C Kemiringan 6 Kemiringan 15 Kemiringan 30 Kemiringan 45 Kemiringan cover 0% cover 20% cover 40% cover 60% cover 80% cover 100% Gambar 29. Perbandingan Suhu Udara Outlet Kolektor Pukul

47 Gambar 29 menunjukkan kolektor dengan kemiringan 6 o memiliki suhu udara outlet yang lebih tinggi yaitu pada cover 60% dan cover 100% dengan suhu 55 o C jika dibandingkan dengan kolektor kemiringan 15 o, 30 o, 30 o, 45 o, dan 60 o pada setiap persentase panjang cover. Naiknya kemiringan kolektor menyebabkan energi iradiasi matahari yang diterima menjadi berkurang, sehingga suhu udara outlet kolektor menjadi rendah. Kolektor dengan cover 100%, 80%, dan 60% memiliki suhu udara outlet yang tinggi dengan kisaran o C hingga 55 o C, sedangkan pada cover 40%, 20% dan 0% memiliki suhu udara outlet yang rendah dengan kisaran o C hingga o C. Kolektor cover 40%, 20% dan 0% iradiasi langsung mengenai absorber, namun banyak terjadi kehilangan panas, karena bagian yang tidak tertutup cover cukup besar. Cover 100% cukup efektif untuk mencegah kehilangan panas, namun intensitas iradiasi yang ditransmisikan ke absorber berkurang, karena cover menjadi penghambat. Cover 80% dan 60% kehilangan panas dapat diatasi dengan adanya cover yang persentasenya cukup besar. Walaupun terjadi kehilangan panas pada bagian yang tidak tertutup cover, namun pada bagian ini iradiasi matahari dapat langsung mengenai absorber tanpa penghambat cover dengan kehilangan panas yang lebih kecil dari cover 40%, 20% dan 0%. Pada kolektor surya kemiringan 6 o cover 60% dan cover 100% memiliki suhu tertinggi yaitu 55 o C, pada kemiringan 15 o cover 100% memiliki suhu tertinggi yaitu C, pada kemiringan 30 o cover 80% memiliki suhu tertinggi yaitu o C, pada kemiringan 45 o cover 80% memiliki suhu tertinggi yaitu o C dan pada kemiringan 60 o cover 80% memiliki suhu tertinggi yaitu o C. o C Kemiringan 6 Kemiringan 15 Kemiringan 30 Kemiringan 45 Kemiringan cover 0% cover 20% cover 40% cover 60% cover 80% cover 100% Gambar 30. Perbandingan Suhu Udara Outlet Kolektor Pukul Gambar 30 menunjukkan kolektor dengan kemiringan 6 o memiliki suhu udara yang tinggi yaitu pada kolektor cover 100% dengan suhu C jika dibandingkan dengan kolektor kemiringan 15 o, 30 o, 30 o, 45 o, dan 60 o untuk setiap persentase panjang cover. Pengaruh cover terhadap suhu outlet menunjukkan suhu cover 100%, 80%, dan 60% memiliki suhu yang tinggi, sedangkan pada cover 40%, 20% dan 0% memiliki suhu yang rendah. Pada kemiringan 6 o, 15 o, dan 30 o kolektor cover 100% memiliki suhu tertinggi yaitu berturut-turut o C, o dan C. Pada kemiringan 45 0 kolektor cover 60% memiliki suhu outlet tertinggi yaitu o C dan kemiringan 60 0 kolektor cover 80% memiliki suhu tertinggi yaitu o C. Kolektor dengan cover 100%, 80%, dan 60% memiliki suhu udara outlet yang tinggi dengan kisaran o C hingga C, sedangkan pada cover 40%, 20% dan 0% memiliki suhu udara outlet yang rendah dengan kisaran o C hingga o C 30

48 o C Kemiringan 6 Kemiringan 15 Kemiringan 30 Kemiringan 45 Kemiringan cover 0% cover 20% cover 40% cover 60% cover 80% cover 100% Gambar 31. Perbandingan Suhu Udara Outlet Kolektor Pukul Hasil simulasi pada Gambar 31 menunjukkan kemiringan 6 o memiliki suhu udara outlet yang tertinggi yaitu pada kolektor cover 100% dengan suhu o C untuk setiap persentase panjang cover. Pengaruh persentase panjang cover untuk setiap kemiringan kolektor menunjukkan cover 100%, 80% dan 60% memiliki suhu yang tinggi dengan kisaran C hingga o C dan cover 40%, 20% dan 0% memiliki suhu udara outlet yang rendah dengan kisaran o hingga o C. Pada kemiringan 6 o, 30 o, dan 45 o kolektor cover 100% memiliki suhu udara outlet tertinggi yaitu berturut-turut o C, o C, C. Pada kemiringan 15 o kolektor cover 60% memiliki suhu udara outlet tertinggi yaitu o C. Sedangkan pada kemiringan 60 0 kolektor cover 80% memiliki suhu udara outlet tertinggi yaitu C. Kolektor dengan cover 100%, 80%, dan 60% memiliki suhu udara outlet yang tinggi dengan kisaran o C hingga C, sedangkan pada cover 40%, 20% dan 0% memiliki suhu udara outlet yang rendah dengan kisaran o C hingga o C. Kemiringan kolektor mempengaruhi efek buoyancy yang terjadi. Efek buoyancy berhubungan dengan stack effect pada saluran udara panas di kolektor (aliran dibawah pelat absorber). Stack effect merupakan pergerakan aliran udara dari saluran udara kolektor ke outlet kolektor yang didorong oleh gaya buoyancy. Sehingga semakin tinggi suhu udara di kolektor dan kemiringan kolektor maka semakin besar gaya buoyancy untuk dapat menimbulkan stack effect dengan laju aliran massa yang tinggi. Laju aliran massa dihitung oleh solver pada simulasi numerik, sedangkan perhitungan langsung dapat menggunakan persamaan 21. Hasil perhitungan solver simulasi numerik menunjukkan nilai laju aliran massa yang meningkat mulai dari kemiringan kolektor 6 o, 15 o, 30 o, dan 45 o sedangkan pada kemiringan 60 o terjadi penurunan laju aliran massa. Hasil ini memiliki persamaan dari penelitian oleh Thong (2007) dimana juga terdapat kenaikan laju aliran massa kemudian terjadi penurunan. Namun karena variasi sudut yang digunakan berbeda maka kemiringan optimal Thong yaitu pada sudut 35 o. Hasil menunjukkan pada kemiringan 15 o, 25 o, 35 o terjadi kenaikan kemudian pada sudut 55 o dan 60 o terjadi penurunan laju aliran massa. Stack effect dipengaruhi oleh suhu udara dan kemiringan kolektor. Suhu udara kolektor semakin rendah apabila kemiringan bertambah. Kemiringan 60 o suhu udara di kolektor tidak cukup tinggi, sehingga efek buoyancy terjadi memiliki laju aliran yang rendah. 31

49 laju aliran massa (kg/s) 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0, Kemiringan Kolektor Cover 100% Cover 80% Cover 60% Cover 40% Cover 20% Cover 0% Gambar 32. Laju Aliran Massa Pukul laju aliran massa (kg/s) 0,007 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0, Cover 100% Cover 80% Cover 60% Cover 40% Cover 20% Cover 0% Kemiringan Kolektor Gambar 33. Laju Aliran Massa Pukul laju aliran massa (kg/s) 0,006 0,005 0,004 0,003 0,002 0, Kemiringan Kolektor Cover 100% Cover 80% Cover 60% Cover 40% Cover 20% Cover 0% Gambar 34. Laju Aliran Massa Pukul Gambar menunjukkan nilai laju aliran massa dari masing masing kolektor. Simulasi pada siang, pagi, dan sore hari memberikan hasil yang sama yaitu pada sudut 45 o memiliki nilai laju aliran massa yang paling tinggi diantara setiap kemiringan. Laju aliran massa meningkat dari kemiringan 6 o, 15 o, 30 o, dan 45 o, namun pada kemiringan 60 o terjadi penurunan laju aliran massa. Hal tersebut disebabkan oleh suhu udara yang lebih rendah pada kolektor kemiringan 60 o. sehingga untuk sudut yang optimal terhadap laju aliran massa yang terjadi di kolektor dipilih kolektor dengan kemiringan 45 o. 32

50 5. Validasi Sebaran Suhu dan Laju Aliran Kolektor Surya Tipe Back-pass Validasi sebaran suhu kolektor surya dilakukan berdasarkan skenario pada Tabel 7-11 dengan pemilihan 3 waktu simulasi. Validasi sebaran suhu kolektor dilakukan untuk membandingkan data ukur (T ukur ) dan data simulasi (T CFD ) di kolektor. Dengan membandingkan data ukur dan data simulasi numerik maka didapatkan nilai error T ukur dan T CFD. Besarnya error dapat dinyatakan dalam bentuk kesalahan relatif yaitu dengan membandingkan kesalahan simulasi yang terjadi dengan nilai pengukuran sebenarnya (Puspitojati, 2003). Nilai error dibawah 10% menunjukkan simulasi dianggap layak. Perbandingan juga dibuat terhadap korelasi antara titik-titik pengukuran suhu T-Ukur dan T- CFD pada bidang XY (Widodo, 2009) untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi (R 2 ). Simulasi dianggap layak apabila R 2 lebih besar dari 0.8 (Puslitbang fisika terapan-lipi, 1990 didalam Puspitojati, 2003). Simulasi semakin akurat apabila nilai R 2 mendekati 1. Sehingga kriteria simulasi yang baik dengan memberikan nilai R 2 lebih besar dari 0.8 dan error dibawah 10%. Hasil validasi menunjukkan nilai error rata-rata berturut turut mulai dari kemiringan kolektor 6 o, 15 o, 30 o, 45 o, dan 60 o, adalah 2.99%, 2.83%, 8.00%, 4.93%, dan 4.12% dengan nilai R 2 berturut-turut 0.981, 0.926, 0.806, 0.927, dan Ini menunjukkan bahwa nilai simulasi numerik (T CFD ) mendekati nilai pengukuran (T CFD ). Karena hasil menunjukkan error dibawah 10% dan nilai R 2 lebih besar dari 0.8. Hasil dari perbandingan nilai T CFD dan T ukur terhadap masing-masing sudut dapat dilihat pada Gambar 35 sampai Gambar 49, sedangkan data dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman dan Tabel 11. T Ukur ( C) y = 0,7489x + 7,773 R² = 0, T CFD ( C) T Ukur ( C) y = 1,0012x + 0,2823 R² = 0, T CFD ( C) Gambar 35. Validasi kemiringan 6 o Pukul Gambar 36. Validasi kemiringan 6 o Pukul

51 T Ukur ( C) y = 0,9081x + 5,0187 R² = 0, T CFD ( C) Gambar 37. Validasi kemiringan 6 o Pukul Korelasi antara T CFD dan dan T ukur pada bidang xy seperti pada Gambar memberikan nilai R 2 yang menunjukkan korelasi antara T CFD dan T ukur. Nilai R 2 validasi Gambar 35 menunjukkan nilai yang kurang linear dengan nilai R , sedangkan Gambar 36 dan 37. nilai R 2 mendekati linear yaitu dan Nilai error masing-masing validasi berturut-turut 2.86%, 3.18%, dan 2.94%, sehingga rata-rata error adalah 2.99%. Nilai error yang didapat dari T ukur dan T CFD memiliki nilai dibawah 10% namun nilai R 2 pada data Gambar 35 masih dibawah 0.8. hali ini disebabkan pada data Gambar 35 terdapat beberapa data titik validasi yang memiliki perbedaan cukup jauh dengan error 6% sampai 7% sehingga pada plot di grafik XY tampak perbedaanya yang ditunjukkan dengan R 2 dibawah 0.8. Namun jika dilihat dari nilai error secara keseluruhan error masih dibawah 10%. T Ukur ( C) y = 0,9675x + 2,0492 R² = 0, T CFD C T Ukur ( C) y = 0,9748x + 1,1443 R² = 0, T CFD C Gambar 38. Validasi Kemiringan 15 o Pukul Gambar 39. Validasi Kemiringan 15 o Pukul

52 T Ukur ( C) y = 0,8879x + 4,195 R² = 0, T CFD ( C) Gambar 40. Validasi Kemiringan 15 o Pukul T CFD dan dan T ukur pada bidang xy seperti pada Gambar memberikan nilai R 2 berturut-turut 0.987, 0.992, dan Nilai R 2 memiliki nilai yang mendekati linear. sedangkan nilai error masingmasing validasi berturut-turut 2.56%, 2.63%, dan 3.31%, sehingga rata-rata error adalah 2.83%. Nilai error dibawah 10% dan R 2 diatas 0.8 sehingga dapat dikatakan validasi memiliki nilai yang valid. T Ukur ( C) y = 0,7114x + 10,589 R² = 0, T CFD C T Ukur ( C) y = 0,9395x + 3, R² = 0, T CFD C Gambar 41. Validasi Kemiringan 30 o Pukul Gambar 42. Validasi Kemiringan 30 o Pukul

53 T Ukur ( C) y = 0,8068x + 10,469 R² = 0, T CFD C Gambar 43. Validasi Kemiringan 30 o Pukul T CFD dan dan T ukur pada validasi bidang xy Gambar memberikan nilai R 2 nilai yang tidak cukup linear. Pada Gambar 41 dan 42 berturut-turut dan Namun pada Gambar 43 nilai R 2 cukup linear yaitu Apabila dilihat dari error antara T CFD dan T ukur masing-masing berturut-turut 6.56%, 7.68% dan 9.77%. Data pada Gambar 43 dan 44 memberikan R 2 dibawah 0.8 karena ada beberapa titik validasi yang berbeda jauh dari data pengukuran. Beberapa titik tersebut memberikan nilai error berkisar dari 12% sampai 36% dan satu titik yang memberikan error sebesar 51.28%. Namun jika dilihat secara keseluruhan nilai error rata-rata titik validasi masih dibawah 10%. T Ukur ( C) y = 0,9309x + 4,6402 R² = 0, T CFD ( C) T Ukur ( C) y = 0,8899x + 5,8994 R² = 0, T CFD C Gambar 44. Validasi Kemiringan 45 o Pukul Gambar 45. Validasi Kemiringan 45 o Pukul

54 T Ukur ( C) y = 0,8241x + 8,1459 R² = 0, T CFD C Gambar 46. Validasi Kemiringan 45 o Pukul T CFD dan T ukur pada bidang xy seperti pada Gambar memberikan nilai R 2 berturut-turut 0.912, 0.945, dan Nilai R 2 memiliki nilai yang mendekati linear. sedangkan nilai error validasi berturut-turut 5.64%, 4.24%, dan 4.92%, sehingga rata-rata error adalah 4.93%. Nilai error ini masih dibawah 10% dan R 2 diatas 0.8 sehingga dapat dikatakan validasi memiliki nilai yang valid. T Ukur ( C) y = 0,7607x + 7,704 R² = 0, T CFD C y = 0,8675x + 2,8133 R² = 0, Gambar 47. Validasi Kemiringan 60 o Pukul Gambar 48. Validasi Kemiringan 60 o Pukul T Ukur ( C) T CFD C 37

55 Gambar 49. Validasi Kolektor kemiringan 60 o Pukul Gambar memberikan nilai R 2 pada T CFD dan T ukur berturut-turut 0.808, 0.851, dan Nilai R 2 memiliki nilai yang mendekati linear. Nilai error validasi berturut-turut 5.68%, 3.71%, dan 2.98%, sehingga rata-rata error adalah 4.12%. Nilai error ini masih dibawah 10% dan R 2 diatas 0.8 sehingga data dapat dikatakan memiliki nilai yang valid. Tabel 11. Perbandingan Nilai error (%) dan R 2 T CFD dan T ukur. Error (%) / R 2 6 o 15 o 30 o 45 o 60 o Nilai Keseluruhan cover 100% 2.16% / % / % / % / % / % / cover 80% 2.23% / % / % / % / % / % / cover 60% 3.09% / 0/ % / % / % / % / % / cover 40% 2.75% / % / % / % / % / % / cover 20% 3.99% / % / % / % / % / % / cover 0% 3.75% / % / % / % / % / % / Nilai Keseluruhan T Ukur ( C) y = 0,9286x + 2,6768 R² = 0, T CFD C 2.99% / % / % / % / % / Tabel 11 menunjukkan error dan R 2 antara T CFD dan T ukur berdasarkan perbandingan persentase cover pada setiap kemiringan. Hasil secara rinci pada titik suhu validasi dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman Perbandingan ini dilakukan untuk melihat keakuratan simulasi terhadap pengukuran secara keseluruhan. Sehingga dari perbandingan yang didapat error paling besar terdapat pada validasi cover 100%, pada kemiringan 30 o yaitu 10.84% dengan R Sedangkan error paling kecil terdapat pada kolektor cover 40% pada kemiringan 15 o yaitu 1.71% dengan R nilai error pada cover 40% dan cover 60% kemiringan 30 o memiliki error diatas 10% yaitu masing-masing 10.84% dan 10.21% sedangkan R dan Sehingga kecocokan antara data T CFD dan T ukur memiliki nilai yang kurang valid. Hal ini disebabkan nilai T CFD yang kurang konvergen pada saat melakukan iterasi. Nilai tersebut bisa diperbaiki dengan cara melakukan penambahan jumlah iterasi yang dilakukan atau melakukan penghalusan mesh domain dan melakukan iterasi kembali. Laju aliran massa (m) pada simulasi numerik dan nilai laju aliran massa pada perhitungan menggunakan data lapang dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman sedangkan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 48 dan 49. Nilai m hitung dihitung menggunakan 38

56 persamaan 21 yang mendapatkan nilai debit aliran (m 3 /s) kemudian untuk mendapatkan laju aliran massa dikalikan dengan massa jenis udara (kg/m 3 ). Sedangkan m CFD merupakan hasil perhitungan solver fluent. Simulasi memberikan nilai error yang cukup besar yaitu 29.3%, Hasil validasi m CFD dan m hitung memiliki nilai yang kurang sesuai karena error lebih besar dari 10%. Data pengukuran memiliki nilai yang lebih kecil dari pada data simulasi numerik. Hal ini disebabkan nilai m CFD yang kurang konvergen pada saat melakukan iterasi. Walaupun demikian nilai tersebut masih memiliki kecenderungan yang sama dimana dilihat dari hasil perhitungan dan hasil simulasi nilai tertinggi terdapat pada kolektor dengan kemiringan 45 o Cover 60%, yaitu pada simulasi numerik laju aliran massa menunjukkan kg/s sedangkan pada perhitungan dari pengukuran (m ukur ) menunjukkan nilai kg/s. y = 0,9474x - 0,0005 R² = 0,7863 m Hitung (kg/s) 0,000 0,002 0,004 0,006 0,008 0,010 0,012 m CFD (kg/s) Gambar 50. Validasi Laju Aliran Massa pada Kolektor. Korelasi m CFD dan dan m Hitung pada bidang xy pada Gambar 50 memberikan nilai R Nilai R 2 kurang mendekati linear karena ada titik yang memiliki perbedaaan cukup jauh antara m CFD dan m hitung. Titik validasi tersebut cukup menyebar namun trend simulasi baik karena nilai b= yang mendekati 1. Nilai yang menyebar pada grafik juga ditunjukkan dengan error yang besar pada beberapa titik validasi. Error berkisar dari 0.19% hingga 97.86% dengan rata-rata error pada semua titik 29.3%. Dari hasil simulasi dan validasi maka dilakukan pemilihan terhadap kolektor yang akan dihubungkan ke kotak pengering. Secara keseluruhan validasi menunjukkan data simulasi layak untuk dipakai karena nilai R 2 diatas 0.8 dan error dibawah 10%. Pemilihan tersebut dipilih kolektor cover 60% dengan sudut kemiringan 45 o. Cover 60% dipilih karena suhu outlet kolektor sudah mencapai kisaran suhu yang memadai untuk pengeringan yaitu diatas 40 o C. Selain itu biaya konstruksi pembuatan kolektor cover 60% memiliki biaya yang lebih rendah dari pada kolektor cover 80% dan 100%. Biaya konstruksi cover 60% adalah Rp. 432,480, biaya konstruksi cover 80% adalah Rp. 436,200, dan biaya konstruksi kolektor cover 100% adalah Rp. 439,920. Sedangkan kemiringan 45 o dipilih karena memiliki laju aliran massa yang tinggi dibandingkan sudut lainnya yaitu kg/s pada simulasi dan kg/s pada perhitungan. 39

57 B. Simulasi Distribusi Suhu Kotak Pengering 1. Domain 3 Dimensi Kotak Pengering Pembuatan geometri 3 dimensi kotak pengering sama dengan kolektor surya yaitu diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang dari kotak pengering menggunakan Ansys Geometry dan Ansys Meshing. Hasil geometri tersebut didefenisikan dengan kondisi batas sehingga terbentuklah domain kotak pengering. Bentuk dasar dari domain adalah kolektor surya tipe back-pass cover 60% kemiringan 45 o yang dihubungkan dengan kotak pengering. Bagian inlet udara adalah inlet dari kolektor surya dan outlet berupa cerobong pengeluaran dari kotak pengering. Ukuran kotak pengering 300 x 300 mm. Ukuran mesh terkecil dari kolektor 2.4x10-1 mm dan terbesar 48 mm. Pembentukan mesh menggunakan tetrahedral dan trihedral yang mana berbentuk segi empat dan segitiga mengikuti bentuk kolektor dan kotak pengering. Bentuk domain dan serta mesh kotak pengering dapat dilihat pada Gambar 51. Gambar 51 Domain dan Mesh Kotak Pengering Iradiasi matahari akan mengenai kolektor surya, sehingga terjadi efek buoayancy. Efek buoyancy ini menyebabkan aliran udara pada kolektor bergerak menuju kotak pengering. Simulasi bertujuan untuk melihat sebaran suhu kotak pengering yang merupakan aliran udara panas yang bearasal dari kolektor surya. 2. Sebaran Suhu Kotak Pengering Kolektor akan mendapatkan iradiasi dari matahari yang kemudian akan memanaskan aliran udara dari inlet ke outlet. Pemanasan menyebabkan massa jenis udara menjadi bervariasi. Massa jenis yang lebih ringan akan bergerak ke atas akibat efek buoyancy. Aliran udara terjadi dari inlet kolekor surya dan keluar melalui cerobong kotak pengering, Dengan adanya efek ini suhu udara pada kotak pengering meningkat sehingga suhu kotak pengering akan menjadi lebih panas. 40

58 Gambar 52. Kontur Suhu Kotak Pengering pada Saat Kolektor Ditutup. Hasil simulasi pada Gambar 52 menunjukkan simulasi kotak pengering dalam keadaan kolektor ditutup atau diinsulasi pada bagian atasnya. Tujuan percobaan ini adalah melihat bahwa pemanasan udara di kotak pengering terjadi akibat pemanasan di aliran udara kolektor. Simulasi yang telah dilakukan menunjukkan sebaran suhu pada kotak pengering merata pada suhu 39.6 o C dengan suhu lingkungan pada saat itu 38 o C. Hal ini menunjukkan matahari tidak dapat memanaskan udara di kolektor karena bagian atas kolektor ditutup atau diinsulasi. Terjadinya peningkatan suhu 1.6 o C pada kolektor surya dan kotak pengering tidak cukup untuk menimbulkan efek buoyancy di kolektor. Iradiasi matahari yang mengenai cover kolektor yang menyebabkan efek rumah kaca pada udara static di air gap. Hal tersebut akan memanaskan absorber sehingga terjadi aliran udara panas dari inlet kolektor dan memanaskan udara di kotak pengering. Simulasi pada kondisi batas pukul dengan intensitas iradiasi matahari W/m 2 rata-rata suhu kotak pengering berkisar 43 o C-45 o C. Simulasi pada pukul dengan intensitas iradiasi matahari W/m 2, suhu kotak pengering berkisar 46 o C-51 o C dan pada saat simulasi dengan kondisi batas pukul 15.00, intensitas iradiasi matahari W/m 2 sebaran suhu kotak pengering berkisar 41 o C-44 o C. Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar

59 Gambar 53. Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul Gambar 54. Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul Gambar 55. Sebaran Suhu Kotak Pengering Pukul

60 3. Validasi Sebaran Suhu Kotak Pengering Validasi dengan membandingkan data simulasi (T CFD ) dan data pengukuran T ukur ) pada titik-titik suhu geometri kotak pengering. Nilai rata-rata dari validasi menunjukkan nilai error secara keseluruhan 1.22% dan R , sehingga dapat dikatakan hasil simulasi baik karena nilai error masih dibawah 10% dan nilai R 2 diatas 0.8. Hasil validasi dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 81, sedangkan data grafik dapat diliihat pada Gambar T Ukur y = 0,9605x + 1,8512 R² = 0, T CFD T Ukur Gambar 56. Validasi Kotak Pengering Pukul Gambar 57. Validasi Kotak Pengering Pukul y = 0,9229x + 3,9661 R² = 0, T CFD y = 1,0818x - 3,5687 R² = 0,9387 T Ukur T CFD Gambar 58. Validasi Kotak Pengering Pukul Korelasi antara T CFD dan dan T ukur pada bidang xy Gambar memberikan nilai R 2 diatas 0.8 menunjukkan simulasi layak digunakan. Nilai tersebut secara berturut-turut 0.947, dan Hasil validasi berturut-turut mulai dari pukul 09.00, 12.00, dan memiliki nilai error dibawah 10% yaitu1.05%, 1.84%. dan 1.60%. Sebaran suhu di ruang pengering cukup seragam dimana pengukuran pada pukul rata-rata suhu kotak pengering 47.2 o C, pukul o C dan pukul o C. sedangkan pada simulasi suhu kotak pengering menunjukkan 47.1 o C pada pukul 09.00, 50.7 o C pukul dan 46.5 o C pukul

61 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Simulasi sebaran suhu udara kolektor menunjukkan suhu outlet kolektor cover 100%, 80%, dan 60% memiliki suhu udara outlet yang tinggi sedangkan pada cover 40%, 20%, dan 0% memiliki nilai suhu udara outlet yang rendah. Kisaran suhu kolektor cover 100%, 80%, dan 60% pada simulasi pukul adalah o C hingga 55 o C, simulasi pukul memiliki kisaran suhu o C hingga o C, dan simulasi pukul memiliki kisaran suhu C hingga o C. Pemilihan terhadap kolektor yang digunakan adalah kolektor cover 60% dengan pertimbangan kolektor cover 60% sudah mencapai suhu yang memadai untuk pengeringan yaitu kisaran suhu diatas 40 o C dengan suhu outlet yang tidak berbeda secara signifikan pada cover 80% dan 100%. Disamping itu kolektor cover 60% memiliki biaya konstruksi yang lebih rendah dari pada kolektor cover 80% dan cover 100%. Karena kolektor cover 60% mengurangi biaya pembelian kaca untuk cover. Biaya konstruksi kolektor cover 60% adalah Rp. 432,480, biaya konstruksi cover 80% adalah Rp. 436,200 dan biaya konstruksi kolektor cover 100% adalah Rp. 439,920 untuk setiap unit pembuatan kolektor. Laju aliran massa kolektor kemiringan 45 o memiliki laju aliran massa yang tertinggi dibandingkan dengan kemiringan 6 o, 15 o, 30 o, dan 60 o. Sehingga kolektor yang dipilih untuk dihubungkan ke kotak pengering adalah kolektor cover 60% dengan kemiringan kolektor 45 o. Validasi suhu udara simulasi dan suhu udara pengkuran menunjukkan nilai error dibawah 10%, namun ada beberapa data yang masih diatas 10% yaitu 10.84% dan 10.21% dengan nilai R 2 berkisar dari 0.76 sampai Sedangkan validasi laju aliran massa memiliki error diatas 10%, sehingga masih memiliki tingkat valid yang kurang baik. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai R Pada simulasi kotak pengering di pukul dengan intensitas iradiasi matahari W/m 2 rata-rata suhu kotak pengering berkisar 43 o C hingga 45 o C. Simulasi pada pukul dengan intensitas iradiasi matahari W/m 2, suhu kotak pengering berkisar 46 o C hingga 51 o C dan pada saat simulasi dengan kondisi batas pukul 15.00, intensitas iradiasi matahari W/m 2 sebaran suhu kotak pengering berkisar 41 o C hingga 44 o C. Validasi pada sebaran suhu pada kotak pengering menunjukkan nilai error dibawah 10% sehingga dapar dikatakan memiliki tingkat error yang kecil, dengan R 2 berkisar dari 0.93 sampai B. Saran Untuk meningkatkan akurasi dari simulasi perlu dilakukan penghalusan pada ukuran mesh sehingga hasil simulasi akan menjadi lebih baik lagi. 44

62 DAFTAR PUSTAKA Ansys Ansys Software Manual Book. Untited States: Ansys Publisher. [ASHRAE] American Society of Heating, Refrigerating, and Air-conditioning Engineers ASHRAE Fundamental Hanbook. United States: ASHRAE Publisher. Bennacer R, Kadri EH, dan Ganaoui ME Numerical simulation of vertical solar collector under turbulent natural convection. Revues de Energes Renouvelables CER 07 Oujda: Cengel YA dan Turner RH Thermal-Fluid Sciences. United States: McGraw-Hill Duffie JA dan Beckman WA Solar Engineeering of Thermal Process. United States: Jhon Wiley & Sons, INC. Ekechukwu OV dan Norton B Review of solar-energy drying systems III low temperature airheating solar collectors for crop drying applications. Energy Conversion & Management 40: Gao W, Lin W, dan Lu E Numerical study on natural convection inside the channel between the plate cover and sine-wave absorber of a cross-corrugated solar air heater. Energy Conversion and Management 41: Gunnewiek LH, Hollands KGT, dan Brundrett E Effect of wind on flow distribution in unglazed transpired-plate collector. Solar Energy 72 (4): Jansen TJ Solar Thermal Technology. In: Arismunandar W. (ed). Jakarta: Pradnya Paramita. Karnasaputra RGG Rancangan Kolektor Surya Pelat Datara Cover Semi Tertutup untuk Pemanasan Air [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Kreith F Prinsip-prinsip Perpindahan Kalor. Jakarta: Erlangga Lenić K dan Franković B Free convection heatloss in flat plate solar collector. Energy and Environment 38: Pradhapraj M, Velmurugan V, dan Sivarathinamoorty H Review on porous and non-porous flat plate air collector with mirror enclosure. International Journal of Engineering Science and Technology 2 (9): Puspitojati E Model Matematika Pendugaan Penyebaran Suhu Pada Buah-Buahan Selama Perlakuan Panas [skripsi]. Teknologi Pertanian. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Qenawy A dan Mohamad A Analysis of high ffficiency solar air heater for cold climate. Canadian Solar Building Conference 2: Thong BT Simulations of flow in a solar roof collector driven by natural convection. Australasian Fluid Mechanics Conference 16: Tuakia F Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Bandung: Informatika Bandung. Versteeg HK dan Malalasekera W An Introduction to Computational Fluid Dynamics: The Finite Volume Method. United States: Harlow, Essex, England and Longman Scientific & Technical New York. 45

63 Widodo P Kajian Pola Sebaran Aliran Udara Panas pada Model Pengering Efek Rumah Kaca Hibrid Tipe Rak Berputar Menggunakan Computational Fluid Dynamics [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 46

64 Lampiran 1. Contoh Perhitungan Koefisisen Kehilangan Panas (U t ) Koefisien perpindahan panas konveksi antara pelat absorber dan cover (h a ). L= 1m,T pelat absorber : 84 0 C, T udara : C T f = ( )/2= C= K T: C, ρ= kg/m 3, β= C p = J/kg.K k= W/m.K μ : x 10-5 Pa.s Maka: Pr: Pr = = 0.7 Gr = (L 3 ρ 2 gcosɸ Tβ)/μ 2 = x 10 9 Ra = Gr x Pr = 2.07 x 10 9 ( nilai lebih besar dari 10 9 ) Untuk Ra yang laminar ( 10 9 ) digunakan nilai Nu: Koefisien perpindahan panas radiasi antara absorber dan cover (h ra ) =5.67 x 10-8 T p = 84 0 C, T c = C Emisivitas pelat( p ) = 0.11, Emisivitas cover ( c ) = 0.88 h ra = ( ) ( )( ) h ra = W/m 2.K koefisien perpindahan panas konveksi antara cover dan udara luar (h c ). v angin = 1.43 m/s h c = v = 11.1 W/m 2.K Koefisien perpindahan panas radiasi antara cover dan udara luar (h rc ) Untuk menghitung koefisien perpindahan panas perlu ditentukan T langit. Berdasarkan Swinbank (1963) didalam Jansen (1995) dihitung dengan: T langit = (T udara ) 3/2 Nu = [ ( ) ] Untuk seluruh nilai Ra nilai Nu: Maka h rc = = K ( ) ( ) Nu= { [ ( ) ] Maka Nu = Sehingga h a = (Nu x k)/ L = 4.41 W/m 2.K } = 6.36 W/m 2 K Untuk cover 80%, 60%, 40%, 20%, dan 0% terdapat bagian pelat absorber yang tidak tertutup cover sehingga perlu dihitung: Koefisien perpindahan panas konveksi antara pelat absorber dengan udara luar (h b ): V angin = 1.43 m/s 47

65 Lanjutan Lampiran 1. Maka h c = v = 11.1 W/m 2.K Koefisien perpindahan panas konveksi antara pelat absorber dengan udara luar (h rb ): T langit = (T udara ) 3/2 h rb = = K ( ) ( ) = W/m 2 K Perhitungan tahanan termal U t = = + R 1 = + (cover) + R 2 = Untuk perhitungan cover 100%, tidak memiliki nilai R 2 karena seluruh pelat tertutup cover, sehingga: R t = + (cover) + = m 2.K/W U t = W/m 2.K Untuk perhitungan cover 80%, 60%, 40%, 20% memiliki nilai R 2 karena sebagian pelat tidak tertutup cover, sehingga: Cover 40% R 1 = + (cover) + R 2 = = = = + A= luasan pelat (0.3 m 2 ) A 1 = luasan pelat tertutup cover = (0.3 x 0.4)= 0.12 m 2 (cover 40%) A 2 = luasan pelat tak tertutup cover = (0.3 x 0.6 ) = 0.18 m 2 (cover 40%) = K/W R t = m 2.K/W U t = 8.77 W/m 2. K Untuk perhitungan cover 0% hanya memiliki nilai R 2 karena pelat tidak tertutup cover, sehingga: Cover 0% h b = 11.1 W/m 2. K, h rb = 0.80 W/m 2.K R 2 = = m 2.K/W = R t U t = W/m 2.K Contoh Perhitungan Laju aliran Massa C D =0.65 A= m 2 H=0.71 T i = C= K T 0 = C= K Q = C D A [2gH (T i -T 0 )/T i ] 1/2 Sehingga: Q = 0.65x 0.015[2 x 9.8 x 0.71 ( )/328.3] 1/2 = m 3 /s 48

66 Lanjutan Lampiran 1. Maka: m = Q x ρ = m 3 /s x kg/m 3 = kg/s Perhitungan Hasil Simulasi Numerik menggunakan solver dari simulasi komputer berdasarkan surface integral yang merupakan fungsi dari massa jenis, luas area dan vektor kecepatan vda = 1v 1 A 1 Sehingga hasil dari perhitungan simulasi numerik simulasi komputer: kg/s Error hitungan simulasi dan pengukuran = 4.11% 49

67 Lampiran 2. Biaya Konstruksi Kolektor. No Uraian Biaya Kolektor Cover (Rp) 100% 80% 60% 40% 20% 0% 1 Armaflex Lem Armaflex Kaca Pelat Alumunium Besi Siku Pengelasan Gerinda Pengeboran Rivet Cat Upah Kerja Total Biaya

68 Lampiran 3. Tabel Koefisien Kehilangan Panas U t 11 April Pukul β= 6 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April, Pukul β= 6 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April pukul β= 6 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April pukul β= 15 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0%

69 Lanjutan Lampiran 3. 4 April pukul β= 15 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April Pukul β= 15 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April Pukul β= 30 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April Pukul β= 30 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0%

70 Lanjutan Lampiran 3. 5 April Pukul β= 30 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April Pukul β= 45 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April Pukul β= 45 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April Pukul β= 45 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0%

71 Lanjutan Lampiran April Pukul β= 60 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April Pukul β= 60 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0% April Pukul β= 60 v (m/s) R 1 (m 2.K/W) R 2 (m 2.K/W) A/R t (K/W) R t (m 2.K/W) U t (W/m 2 K) cover 100% cover 80% cover 60% cover 40% cover 20% cover 0%

72 Lampiran 4. Jurnal file pengerjaan simulasi di fluent. SETTING MODEL PENYELESAIAN /define/models> steady Steady solution model is already enabled. /define/models> energy Enable energy model? [yes] y Compute viscous energy dissipation? [no] y /define/models//define/operating-conditions> gravity enable gravitational forces? [yes] y x-component of gravity (m/s2) [0] y-component of gravity (m/s2) [-9.8] z-component of gravity (m/s2) [0] /define/models/viscous> ke-standard Enable the standard k-epsilon turbulence model? [yes] y /define/models/viscous> buoyancy-effects Enable effects of buoyancy on turbulence? [yes] y / define/models/viscous/near-wall-treatment> swf Enable standard wall functions? [no] y /define/models/radiation> solar Enable the Solar Load model? [yes] y /define/models/radiation> solar-calculator Latitude (deg) [ ] Longitude (deg) [ ] Timezone (+-GMT) [7] North (X-direction) [0] North (Y-direction) [0] North (Z-direction) [1] East (X-direction) [-1] East (Y-direction) [0] East (Z-direction) [0] Day [21] Month [7] Hour [9] Minute [0] Sunshine Factor [1] Sun Direction Vector: X: , Y: 0.701, Z: / define/models/radiation> s2s Enable the S2S radiation model? [yes] y /define/materials> change-create SETTING SIFAT MATERIAL /define/materials> change-create material-name> aluminum material name [aluminum] aluminum is a solid change Density? [no] y Density methods: (user-defined constant) new method [constant] value (kg/m3) [2719] change Cp (Specific Heat)? [no] y 55

73 Lanjutan Lampiran 4. Cp (Specific Heat) methods: (constant piecewise-linear piecewise-polynomial polynomial user-defined) new method [constant] value (j/kg-k) [871] change Thermal Conductivity? [no] y Thermal Conductivity methods: (constant piecewise-linear piecewise-polynomial polynomial biaxial cyl-orthotropic orthotropic anisotropic user-defined) new method [constant] value (w/m-k) [202.4] /define/materials> change-create material-name> glass material name [glass] glass is a solid change Density? [no] y Density methods: (user-defined constant) new method [constant] value (kg/m3) [2700] change Cp (Specific Heat)? [no] y Cp (Specific Heat) methods: (constant piecewise-linear piecewise-polynomial polynomial user-defined) new method [constant] value (j/kg-k) [840] change Thermal Conductivity? [no] y Thermal Conductivity methods: (constant piecewise-linear piecewise-polynomial polynomial biaxial cyl-orthotropic orthotropic anisotropic user-defined) new method [constant] value (w/m-k) [ ] /define/materials> change-create material-name> insulasi material name [insulasi] insulasi is a solid change Density? [no] y Density methods: (user-defined constant) new method [constant] value (kg/m3) [50] change Cp (Specific Heat)? [no] y Cp (Specific Heat) methods: (constant piecewise-linear piecewise-polynomial polynomial user-defined) new method [constant] value (j/kg-k) [800] change Thermal Conductivity? [no] y Thermal Conductivity methods: (constant piecewise-linear piecewise-polynomial polynomial biaxial cyl-orthotropic orthotropic anisotropic user-defined) new method [constant] value (w/m-k) [ ] /define/models//define/boundary-conditions> wall 56

74 Lanjutan Lampiran 4. (absorber-shadow absorber cover insulasi) zone id/name [absorber-shadow] absorber Wall Thickness (m) [0.0005] Radiation BC Type [opaque]> opaque semi-transparent Radiation BC Type [opaque]> opaque Participates in Solar Ray Tracing? [yes] SETTING KONDISI BATAS /define/models//define/boundary-conditions> wall (absorber-shadow absorber cover insulasi) zone id/name [absorber-shadow] cover Wall Thickness (m) [0.005] Radiation BC Type [opaque]> opaque semi-transparent Radiation BC Type [opaque]> semi-transparent Participates in Solar Ray Tracing? [yes] /define/models//define/boundary-conditions> wall (absorber-shadow absorber cover insulasi) zone id/name [absorber-shadow] insulasi Wall Thickness (m) [0.0254] Radiation BC Type [opaque]> opaque semi-transparent Radiation BC Type [opaque]> opaque Participates in Solar Ray Tracing? [yes] /define/models//define/boundary-conditions> pressure-inlet (inlet) zone id/name [inlet] Gauge Total Pressure (atm) [0] Initial Gauge Pressure (atm) [0] /define/models//define/boundary-conditions> pressure-outlet (outlet) zone id/name [outlet] Gauge Total Pressure (atm) [0] 57

75 Lampiran 5. Simulasi Distribusi Suhu Udara di Bawah Pelat Absorber. x (cm) Pukul β=6 Pukul β=15 Cover ( C) Cover ( C) x (cm) 0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% *x = jarak dari inlet kolektor 58

76 Lanjutan Lampiran 5. x (cm) Pukul β=30 Pukul β=45 Cover ( C) Cover ( C) x (cm) 0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% *x = jarak dari inlet kolektor 59

77 Lanjutan Lampiran 5. Pukul β=60 Pukul β=6 x (cm) Cover ( C) Cover ( C) x (cm) 0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% *x = jarak dari inlet kolektor 60

78 Lanjutan Lampiran 5. Pukul β=15 Pukul β=30 x (cm) Cover ( C) Cover ( C) x (cm) 0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% *x = jarak dari inlet kolektor 61

79 Lanjutan Lampiran 5. Pukul β=45 Pukul β=60 x (cm) Cover ( C) Cover ( C) x (cm) 0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% *x = jarak dari inlet kolektor 62

80 Lanjutan Lampiran 5. Pukul β=6 Pukul β=15 x (cm) Cover ( C) Cover ( C) x (cm) 0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% *x = jarak dari inlet kolektor 63

81 Lanjutan Lampiran 5. Pukul β=30 Pukul β=45 x (cm) Cover ( C) Cover ( C) x (cm) 0% 20% 40% 60% 80% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% *x = jarak dari inlet kolektor 64

82 Lanjutan Lampiran 5. Pukul β=60 x (cm) Cover ( C) 0% 20% 40% 60% 80% 100% *x = jarak dari inlet kolektor 65

83 Lampiran 6a Koordinat Titik Validasi Suhu Kolektor Cover 100%. Titik Suhu koordinat (β=6 ) koordinat (β=15 ) koordinat (β=30 ) koordinat (β=45 ) koordinat (β=60 ) x y z x y z x y z x y z x y z T T T T T Titik validasi diambil berdasarkan pembuatan simulasi di fluent. Dengan koordinat (0,0,0) yang terlihat pada Gambar 59a. Nilai x = 0.15 menunjukkan titik berada di tengah kolektor yang disebut dengan gambar potongan iso surface pada x = 0.15 yang terlihat pada Gambar 59b. Titik validasi kolektor cover 80% (T7, T8, T9, T10, T11), cover 60% (T12, T13, T14, T15, T16), cover 40% (T17, T18, T19, T20, T21), cover 20% (T22, T23, T24, T25, T26), dan cover 0% (T27, T28, T29, T30, T31) memiliki koordinat yang sama untuk setiap kemiringan kolektor. Iso Surface x = 0.15 a (0,0,0) b Gambar 59. Koordinat (0,0,0) pada Kolektor Kemiringan 30 o (a), Iso Surface x = 0.15 (b). 66

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK 5.1. PENDAHULUAN 5.1.1. Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang perlu diperhatikan dalam mengeringkan produk. Masalah yang terjadi

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Studi Eksperimental Pengaruh Perubahan Debit Aliran... (Kristian dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Rio Adi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD IIS WIDIYANTO NIM: 41312110073 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar JURNA TEKNIK MESIN Vol. 3, No. 2, Oktober 2001: 52 56 Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

T p = 84 0 C, T c = C. h ra = h ra = W/m 2.K. h c = v. T langit = (T udara ) 3/2. h rc = V angin = 1.

T p = 84 0 C, T c = C. h ra = h ra = W/m 2.K. h c = v. T langit = (T udara ) 3/2. h rc = V angin = 1. Lampiran 1. Contoh Perhitungan Koefisisen Kehilangan Panas (U t ) Koefisien perpindahan panas konveksi antara pelat absorber dan cover (h a ). L= 1m,T pelat absorber : 84 0 C, T udara : 35.9 0 C T f =

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG

SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG Oleh : I Nyoman Gigih Predana Putra 1004305047 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 ANALISIS

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED Author Guidance : Agus Junianto : Ketut Astawa, ST., MT Ir. Nengah Suarnadwipa,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN HEAT EXCHANGER TUBE NON FIN SATU PASS, SHELL TIGA PASS UNTUK MESIN PENGERING EMPON-EMPON

RANCANG BANGUN HEAT EXCHANGER TUBE NON FIN SATU PASS, SHELL TIGA PASS UNTUK MESIN PENGERING EMPON-EMPON TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN HEAT EXCHANGER TUBE NON FIN SATU PASS, SHELL TIGA PASS UNTUK MESIN PENGERING EMPON-EMPON Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Progam Studi Strara 1 Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V Oleh : REZA ARDIANSYAH 2015 100 033 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI, M.Eng OUTLINE LATAR BELAKANG PERUMUSAN, batasan

Lebih terperinci

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HERTO

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH TANAMAN Rumah tanaman atau greenhouse di kawasan tropika basah berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanam maupun dengan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Rumah tanaman yang digunakan terletak di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB 2105 100 127 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Matahari Matahari merupakan sebuah bola yang sangat panas dengan diameter 1.39 x 10 9 meter atau 1.39 juta kilometer. Kalau matahari dianggap benda hitam sempurna, maka energi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SOLAR COLLECTOR Kolektor energi surya adalah alat penukar kalor jenis khusus yang mengubah energi radiasi matahari ke internal energi. Komponen utama dari setiap sistem surya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-575

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-575 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-575 Studi Simulasi Numerik dan Eksperimental Pengaruh Penambahan Fin Berbentuk Prisma Segitiga Tegak Lurus Aliran yang Dipasang

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD SKRIPSI Oleh: Ido Hilka Zirahya NIM. 090210102056 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMIAH PADA SALURAN PERSEGI EMPAT BERBELOKAN TAJAM OLEH Prof. DR. Ir. Ahmad Syuhada, M.

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah mesin yang mengkonversikan energi mekanik menjadi energi tekanan. Menurut beberapa literatur terdapat beberapa jenis pompa, namun yang akan dibahas dalam perancangan

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD Herto Mariseide Marbun 1, Mulfi Hazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-62 Studi Eksperimental Pengaruh Laju Aliran Air terhadap Efisiensi Thermal pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa Sandy Pramirtha dan Bambang Arip Dwiyantoro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOMPOR SURYA TIPE KOTAK DILENGKAPI ABSORBER MIRING

PENGUJIAN KOMPOR SURYA TIPE KOTAK DILENGKAPI ABSORBER MIRING PENGUJIAN KOMPOR SURYA TIPE KOTAK DILENGKAPI ABSORBER MIRING SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HERU MANIMBUL HUTASOIT NIM. 090401043 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hidroponik Substrat Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL 0.075 m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK Disusun Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara

Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. No., Juli 2016 (1 6) Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara I Kadek Danu Wiranugraha, Hendra Wijaksana dan Ketut

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

Karakteristik Material Absorber Kolektor Surya Pelat Datar

Karakteristik Material Absorber Kolektor Surya Pelat Datar Karakteristik Material Absorber Kolektor Surya Pelat Datar Amrizal 1, * 1 Jurusan Teknik Mesin, FT, Universitas Lampung Jl. Sumantri Brodjonegoro No.1, Bandar Lampung 1, Lampung 1 1 1 1 1 1 1 *Penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3845 PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik JUNIUS MANURUNG NIM.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL Oleh Dosen Pembimbing : I Gusti Ngurah Agung Aryadinata : Dr. Eng. Made Sucipta, S.T, M.T : Ketut Astawa,

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13 B13 Studi Numerik Karakteristik Perpindahan Panas pada Membrane Wall Tube Boiler Dengan Variasi Jenis Material dan Ketebalan Insulasi di PLTU Unit 4 PT.PJB UP Gresik I Nyoman Ari Susastrawan D dan Prabowo.

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 Agustus Immawan Wahyudi Ahyar. iii

PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 Agustus Immawan Wahyudi Ahyar. iii PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan judul ANALISIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) TERHADAP PROFIL TEMPERATUR UNTUK KONDENSASI STEAM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit TUGAS AKHIR Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SUHU UDARA DAN PERMUKAAN LANTAI RUMAH TANAMAN DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

SIMULASI SEBARAN SUHU UDARA DAN PERMUKAAN LANTAI RUMAH TANAMAN DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SIMULASI SEBARAN SUHU UDARA DAN PERMUKAAN LANTAI RUMAH TANAMAN DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI NURUL FUADAH F14080049 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA Disusun Oleh: Erni Zulfa Arini NRP. 2110 100 036 Dosen Pembimbing: Nur

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik OLEH CHRIST JULIO BANGUN

Lebih terperinci

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D STUDI NUMERIK PENGARUH VARIASI REYNOLDS NUMBER DAN RICHARDSON NUMBER PADA KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP. 2112105028

Lebih terperinci