BAB I TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Optimasi Metode Ekstraksi Fase Padat Dan Kckt Untuk Analisis Kuantitatif Bahan Kimia Obat Parasetamol Dan Deksametason Dalam Jamu Pegal Linu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN

Prosiding Farmasi ISSN:

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

Latar Belakang. Teori Umum. Deinisi :

Obat tradisional 11/1/2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Fisiko Kimia

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor : HK T e n t a n g

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengobati gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan.

KLASIFIKASI KROMATOGRAFI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik, atau gejala-gejalanya pada manusia

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan Kadar Sari

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

Prosiding Farmasi ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

Penentuan Kadar Tablet Asetosal Menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Tiffany Sabilla Ramadhani

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

Nama Mata Kuliah : Kromatografi

a. Pengertian leaching

Hukum Kesetimbangan Distribusi

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan

Cara Pengklasifikasian Kromatografi :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

MATERIA MEDIKA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk

1. Pendahuluan OPTIMASI METODE EKSTRAKSI FASE PADAT UNTUK ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF PARASETAMOL DAN DEKSAMETASON DALAM JAMU PEGAL LINU

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Aditya Maulana Perdana Putra. Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB I PENDAHULUAN. HK tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Deksametason merupakan salah satu obat golongan glukokortikoid sintetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

PENGARUH LAMA WAKTU PENDINGINAN TERHADAP RENDEMEN DAN KEMURNIAN ALFA MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.

TINJAUAN PUSTAKA. bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

Transkripsi:

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999). Menurut Material Medika (MMI, 1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: 1. Simplisia nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. 4

5 2. Simplisia hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. Simplisia pelikan (mineral) Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Kep KBPOM) tahun 2004 dengan nomor: HK.00.05.4.2411, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi : 1. Jamu 2. Obat Herbal Terstandar 3. Fitofarmaka 1.1.1 Jamu Jamu adalah obat tradisional yang diracik dengan menggunakan bahan tanaman sebagai penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk serbuk seduhan, pil, atau cairan. Jamu harus memenuhi kriteria: a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. (Kep. KBPOM, 2004)

6 Gambar I.1 Logo untuk kelompok jamu (Kep KBPOM, 2004) 1.1.2 Obat herbal terstandar Obat Herbal Terstandar merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral. Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik; c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi; d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. (Kep. KBPOM, 2004) Gambar I.2 Logo untuk kelompok obat herbal terstandar (Kep KBPOM, 2004)

7 1.1.3 Fitofarmaka Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine) merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit Fitofarmaka harus memenuhi kriteria: a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik; c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi; d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. (Kep. KBPOM, 2004) Gambar I.3 Logo untuk kelompok fitofarmaka (Kep KBPOM, 2004) 1.2 Bahan Kimia Obat Bahan kimia obat merupakan senyawa kimia tunggal yang dapat memberikan efek farmakologi. BKO adalah senyawa sintetis atau produk kimiawi berasal dari bahan alam yang umumnya digunakan pada pengobatan modern. Pada umumnya BKO merupakan obat keras, contohnya deksametason. Apabila dikonsumsi berlebihan dan digunakan dalam jangka waktu yang panjang, BKO dapat memberikan efek samping bagi kesehatan tubuh.

8 1.2.1 Parasetamol Parasetamol merupakan obat analgetik non narkotik yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem syaraf pusat. Parasetamol merupakan obat yang aman dan efektif untuk pegal dan nyeri otot, dan demam akibat infeksi virus. Parasetamol dapat menimbulkan hepatotoksisitas karena sangat toksik terhadap sel hati apabila digunakan secara berlebihan dan dapat menimbulkan gangguan pada lambung apabila digunakan dalam jangka waktu lama (Kee, 1996). Parasetamol memiliki berat molekul 151,16 g/mol dengan rumus molekul C 8 H 9 NO 2. Nama kimia parasetamol adalah N-asetil-4-aminofenol. Pemerian parasetamol yaitu serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan: larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol (FI IV, 1995). Gambar I.4 Struktur kimia parasetamol 1.2.2 Deksametason Deksametason adalah glukokortikoid dengan aktivitas immunosupresan dan anti-inflamasi. Deksametason bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsangan. Aktivitas anti-inflamasi deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan

9 menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Pada pemakaian dengan dosis berlebih dan jangka panjang, deksametason dapat menyebabkan aritmia, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan gangguan penyembuhan luka (Omoigui, 1994). Deksametason memiliki nama kimia 9 - fluoro - 11β, 17, 21- trihidroksi- 16α- metil pregna- 1,4 diena- 3,20- dion dengan berat molekul 392,47 g/mol dan rumus molekul C 22 H 29 FO 5. Pemerian deksametason yaitu serbuk hablur, putih sampai praktis putih, tidak berbau, stabil di udara, melebur pada suhu lebih kurang 250 0 C disertai peruraian. Kelarutan: praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam aseton, dalam etanol, dalam dioksan, dan dalam metanol; sukar larut dalam kloroform; sangat sukar larut dalam eter (FI IV, 1995). Gambar I.5 Struktur kimia deksametason 1.3 Ekstraksi Fase Padat Ekstraksi fase padat (EFP) atau yang lebih dikenal dengan solid phase extraction (SPE) merupakan metode pemisahan dimana senyawa yang terlarut atau tersuspensi dalam campuran cairan dipisahkan dari senyawa lain dalam campuran sesuai dengan sifat fisik dan kimianya. Ekstraksi fase padat digunakan untuk memekatkan dan memurnikan sampel untuk analisis.

10 Prinsip ekstraksi fase padat yaitu analit yang terlarut dalam suatu pelarut yang memiliki daya elusi rendah dimasukkan ke dalam cartridge dan kemudian akan terperangkap pada medium SPE. Analit tersebut kemudian dapat dibilas dengan pelarut lain yang berdaya elusi rendah dan kemudian akhirnya dielusi dengan pelarut berdaya elusi kuat bervolume kecil (Watson, 2010). Penerapan SPE terutama bermanfaat untuk pemisahan selektif pengganggu-pengganggu dari analit, yang tidak mudah dicapai dengan ekstraksi cair-cair dan banyak digunakan dalam pengukuran bioanalisis dan pemantauan lingkungan untuk memekatkan sesepora analit. Kelebihan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair cair adalah: a. Proses ekstraksi lebih sempurna b. Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien c. Mengurangi pelarut organik yang digunakan d. Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan Selain kelebihan, SPE juga memiliki keterbatasan, antara lain: a. Banyaknya jenis cartridge (berisi penjerap tertentu) yang beredar di pasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika menggunakan cartridge yang berbeda b. Adanya adsorpsi yang bolak-balik pada cartridge SPE (Gandjar, 2012). SPE dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan jenis fase diam atau penjerap yang dikemas dalam cartridge, yakni fase normal (normal phase), fase terbalik (reversed phase), adsorpsi (adsorption) dan pertukaran ion (ion exchange).

11 Pemilihan penjerap didasarkan pada kemampuannya berikatan dengan analit, dimana ikatan antara analit dengan penjerap harus lebih kuat dibandingkan ikatan antara analit dengan matriks sampel. Sehingga analit akan tertahan pada penjerap. Selanjutnya dipilih pelarut yang mampu melepaskan ikatan antara analit dengan penjerap pada tahap elusi. Adapun 4 langkah utama dalam penggunaan ekstraksi fase padat, yaitu: 1. Pengkondisian Kolom/ cartridge dialiri dengan pelarut sampel untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan nilai ph yang sama, sehingga perubahan-perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika sampel dimasukkan dapat dihindari 2. Retensi sampel Larutan sampel dilewatkan ke cartridge, dimana pada proses ini analit yang diinginkan akan tertahan pada penjerap sementara komponen lain dari matriks yang tidak diinginkan akan keluar dari cartridge. 3. Pembilasan / Pencucian pembilasan (washing) yang dilakukan dengan penambahan larutan yang mampu menghilangkan sisa matriks yang tertinggal tetapi tidak mempengaruhi interaksi analit dengan penjerap. 4. Elusi Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses SPE yaitu untuk mengambil analit yang dikehendaki jika analit tersebut tertahan pada penjerap. (Gandjar, 2012).

12 1.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang juga dikenal dengan istilah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada partisi sampel diantara suatu fasa gerak dan fasa diam yang berupa cairan maupun padatan dibantu dengan adanya tekanan tinggi sehingga analit lebih mudah dipisahkan untuk selanjutnya diidentifikasi dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut. Kelebihan KCKT dibandingkan dengan teknik kromatografi yang lain adalah: a. mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran b. mudah melaksanakannya c. kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi d. dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis e. resolusi yang baik f. dapat digunakan bermacam-macam detektor g. kolom dapat digunakan kembali h. mudah melakukan sample recovery (Putra, 2004) Prinsip kerja KCKT adalah pemisahan absorpsi dan desorpsi yang berulang kali dari komponen yang dipisahkan. Pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen yang didasarkan oleh adanya perbedaan koefisien distribusi dari komponen tersebut antara kedua fasa. Selanjutnya komponen diidentifikasi secara kualitatif dan

13 dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut secara kuantitatif. a. Penentuan kualitatif KCKT digunakan untuk analisa kualitatif didasarkan pada waktu retensi untuk identifikasi. Identifikasi dapat dipastikan dengan membandingkan waktu retensi sampel dengan waktu retensi standar. b. Penentuan kuantitatif KCKT digunakan untuk analisis kuantitatif dengan data kromatogram yang didapat. Dalam kromatogram akan terdapat puncak yang menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam sampel. Sampel yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai kromatogram dengan banyak puncak. KCKT adalah suatu teknik kromatografi yang menggunakan fasa gerak cair. Berdasarkan kekuatan/kepolaran fasa geraknya KCKT terbagi menjadi fasa normal dan fasa balik. a. Fasa normal Pada fasa normal, fasa gerak kurang polar dibandingkan fasa diam. Kolom diisi dengan partikel silika yang sangat kecil dan pelarut non polar. Sebuah kolom sederhana memiliki diameter internal 4,6 mm dengan panjang 150-250 mm. Senyawa-senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang non polar kemudian lebih cepat melewati kolom.

14 b. Fasa balik Fasa balik memiliki sifat fasa gerak yang lebih polar dibandingkan dengan fasa diam. Dalam fasa balik, ukuran kolom sama dengan fasa normal, tetapi silika dimodifikai menjadi non polar melalui pelekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang pada permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Pada fasa balik, akan terdapat interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar yang terdapat dalam campuran yang melewati kolom. Oleh karena itu, molekul-molekul polar dalam campuran akan ikut bergerak bersama pelarut (fase gerak).