IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO&OT) Tawangmangu. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun, ranting, dan akar tanaman. Sebelum digunakan sebagai bahan baku, tanaman ini dilakukan perlakuan pendahuluan yaitu pengeringan dan penghalusan. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari sampai daun benar-benar kering, yang ditandai dengan pecahnya simplisia tersebut apabila diremas menggunakan tangan. Setelah pengeringan, simplisia tersebut dihancurkan atau dihaluskan menggunakan mesin penghalus (grinder). Grinder yang digunakan dalam penghalusan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Grinder Simplisia yang sudah siap, dilakukan karakterisasi simplisia meliputi uji kadar abu total, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol. Karakterisasi tersebut merujuk pada Materia Medika (1995) tanaman sambiloto. Karakterisasi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari simplisia tersebut. Hasil dari pengujian karakterisasi simplisia tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil karakterisasi simplisia sambiloto Karakteristik Persen (%) Materia medika Kadar abu total 18 12% Kadar sari larut air 19 18% Kadar sari larut etanol 13 9,7% Dari Tabel 3 dapat dilihat kadar abu total yang terkandung di dalam tanaman sambiloto adalah sebesar 18%. Kadar abu ini menunjukkan kandungan mineral dalam bahan tersebut. Mineral yang terkandung di dalam bahan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, malat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Nilai

2 kadar abu total yang diperoleh tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada Materia Medika (1995), dimana kadar abu total simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional atau herbal terstandar harus 12% sedangkan hasil pengukuran menyatakan bahwa kadar abu total sebesar 18%. Ketidaksesuaian ini terjadi akibat bahan yang digunakan merupakan campuran antara daun, ranting dan akar. Selain itu, kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan juga tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Kadar sari larut air menunjukkan banyaknya senyawa-senyawa di dalam simplisia yang terlarut di dalam air. Dari Tabel 6 dapat diketahui kadar sari yang larut dalam air sebesar 19%. Nilai tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada materia medika yaitu harus 18%. Ini berarti simplisia layak untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan obat tradisional atau obat herbal terstandar. Begitu juga dengan nilai kadar sari larut etanol, dimana hasil pengujian menyatakan dalam simplisia tersebut terkandung kadar sari larut etanol sebesar 13%. Nilai tersebut sesuai dengan yang ditetapkan di dalam materia medika, dimana kadar sari larut etanol harus memiliki nilai 9,7%. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa simplisia tersebut memiliki kandungan senyawa-senyawa (sari) yang layak untuk dilakukan ekstraksi PENENTUAN WASHING TIME Washing time merupakan waktu yang dbutuhkan untuk proses pencucian senyawa-senyawa yang ada di luar sel. Simplisia yang akan di ekstrak, sebelumnya telah dilakukan perlakuan pendahuluan seperti dikeringkan dan dihaluskan. Proses tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel tanaman simplisia sehingga senyawa-senyawa yang terkandung di dalam simplisia keluar dari sel. Pada proses pencucian ini pelarut mencuci atau melarutkan senyawa yang ada dipermukaan atau di luar sel. Washing time ditentukan dengan cara merendam simplisia di dalam pelarut (etanol 95%) dengan nisbah pelarut dan simplisia 1:1 selama 5, 1, 2, 4 hingga 12 menit. Rendemen yang diperoleh dari perendaman tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Rendemen washing time Berdasarkan Gambar 7, dapat diketahui bahwa pada perendaman selama dua jam, rendemen yang dihasilkan sudah mulai stabil. Waktu dua jam ini merupakan waktu yang cukup untuk proses pencucian. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa proses ekstraksi dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian (washing out) dan fase ekstraksi (difusi). Fase washing out merupakan proses penarikan senyawa-senyawa yang terdapat di luar sel yang merupakan akibat dari pecahnya dinding sel pada saat proses pengecilan ukuran sehingga senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya pecah keluar sel. 17

3 Fase berikutnya adalah fase ekstraksi (difusi). Pada fase difusi, pelarut menarik senyawasenyawa yang ada di dalam sel dengan cara menembus dinding sel terlebih dahulu. Pelarut dapat masuk ke dalam sel karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dalam sel dengan pelarut yang mula-mula masih tanpa bahan aktif. Proses penarikan ini akan berlangsung sampai terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di sebelah dalam dan di sebelah luar sel. Mekanisme kedua fase tersebut digambarkan pada Gambar 8. Gambar 8. Mekanisme penarikan senyawa (List dan Schmidt, ) 4.3. EKSTRAKSI SAMBILOTO Ekstraksi merupakan suatu usaha dalam penyarian senyawa tertentu dan memisahkannya dari bahan yang dicari. Ekstraksi biasanya menggunakan cairan penyari yang disebut dengan pelarut. Pelarut akan melarutkan senyawa yang memiliki kelarutan yang sama atau hampir sama dengan kelarutan pelarut, ekstraksi tersebut biasa disebut dengan sebutan solvent extraction atau ekstraksi menggunakan pelarut. Menurut Ansel (1989), ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dan menggunakan pelarut yang memiliki kelarutan sama dengan zat yang akan ditarik. Dalam penelitian ini digunakan empat metode yaitu maserasi, remaserasi, perkolasi, dan reperkolasi. Keempat metode ini merupakan ekstraksi dingin atau ekstraksi yang tidak menggunakan panas, sehingga tidak merusak senyawa yang terkandung di dalamnya. Metode ekstraksi tersebut dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Selain itu, metode ekstraksi juga dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989). Pada ekstraksi tersebut, perlarut yang digunakan adalah etanol 95%. Pemilihan pelarut ini berdasarkan beberapa sebab, antara lain kepolaran, toksisitas, dan penelitian-penilitian yang telah dilakukan sebelumnya. Kumoro et al. (9) menyatakan bahwa metanol merupakan pelarut yang terbaik dalam ekstraksi diterpenoid lakton dari A. paniculata dalam hal rendemen dan komponen yang dihasilkan tinggi, sedangkan etanol dan aseton juga merupakan pelarut yang mampu untuk mengekstrak andrographolide, namun hasilnya lebih kecil. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 4. 18

4 Tabel 4. Pengaruh polaritas terhadap rendemen andrographolide dan deoxyandrographolide Maserasi Maserasi merupakan ekstraksi dingin, dimana simplisia direndam di dalam pelarut, dan dilakukan pengadukan atau pengocokan hingga pelarut menarik atau melarutkan senyawa yang diinginkan secara maksimal. Menurut List dan Schmidt (), maserasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu maserasi sederhana, maserasi kinetik, dan maserasi dengan penggunaan tekanan. Maserasi sederhana merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara merendam simplisia di dalam pelarut dalam waktu tertentu yang disertai atau tidak disertai pengadukan pada suhu ruang. Kinetika maserasi memikili pengertian yang hampir sama dengan maserasi sederhana, namun pada kinetika maserasi dilakukan pengadukan dengan kecepatan konstan. Pada maserasi bertekanan ekstraksi dilakukan bukan pada tekanan ruang sehingga proses ekstraksi lebih efektif. Pada penelitian ini, metode maserasi yang digunakan adalah maserasi kinetik, karena maserasi dilakukan dengan menggunakan pengadukan yang konstan yaitu pada kecepatan rpm. Pengadukan ini dilakukan menggunakan shaker. Gambaran proses maserasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. 19

5 Gambar 9. Maserasi menggunakan shaker Rendemen yang diperoleh dari maserasi ini berkisar antara 5,7-7, % (Lampiran 6). Rendemen terendah terdapat pada waktu maserasi 4 jam, dan rendemen tertinggi terdapat pada waktu maserasi 24 jam. Rata-rata rendemen yang diperoleh yaitu 6,4%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama maserasi, maka rendemen yang dihasilkan pun semakin tinggi. Hal tersebut digambarkan pada Gambar 1. Gambar 1. Rendemen hasil maserasi Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada grafik tersebut cenderung naik. Seharusnya, semakin lama waktu maserasi maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Namun pada maserasi 12 dan 18 jam rendemen yang dihasilkan menurun. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan merupakan campuran batang, daun, dan akar dimana tiap bagian tanaman memiliki komposisi yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan Remaserasi Remaserasi pada prinsipnya hampir sama dengan maserasi, yaitu merendam simplisia di dalam pelarut hingga waktu tertentu yang disertai dengan pengadukan atau pengocokan. Namun ada sedikit perbedaan dimana pada remaserasi ini terjadi penggantian pelarut setelah dimaserasi selama 2 jam. Penggunaan pelarut pada metode ini dua kali lipat bila dibandingkan dengan metode maserasi. Karena hal tersebut mengacu pada literatur dimana perbandingan antara simplisia dan pelarut yang digunakan adalah 1:1. Hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi ekstraksi agar tetap sama. Rendemen yang dihasilkan pada metode ini berkisar antara antara 9,9-11,9 %. Ratarata rendemen yang diperoleh yaitu sebesar 1,8 %. Rendemen terendah terdapat pada 2

6 remaserasi 4 jam dan tertinggi terdapat pada remaserasi 24 jam. Rendemen hasil remaserasi dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Rendemen hasil remaserasi Dari Gambar 11, dapat dilihat bahwa grafik hasil remaserasi memiliki kecenderungan yang hampir sama dengan grafik hasil maserasi, dimana grafik memiliki kecenderungan naik. Hal ini mengindikasikan bahwa pelarut masih mampu untuk menarik senyawa setelah waktu remaserasi 24 jam. Namun perbedaan lamanya waktu ekstraksi disini juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen yang dihasilkan sehingga akan percuma jika ekstraksi dilakukan dalam waktu yang panjang. Rendemen ekstrak hasil remaserasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen ekstrak hasil maserasi. Hal ini dikarenakan pada saat remaserasi terdapat penggantian pelarut. Dengan penggantian pelarut ini ada beberapa hal yang terjadi, antara lain jumlah pelarut yang digunakan lebih banyak sehingga senyawa yang tertarik pun lebih banyak. Selain itu, karena mengunakan pelarut baru maka gradient konsentrasi antara pelarut dan sel berbeda jauh, sehingga mempermudah dalam penarikan senyawa-senyawa yanga ada di dalam sel Perkolasi Perkolasi selalu menggunakan pelarut yang baru dan merupakan proses yang kontinyu. Hal yang sangat berpengaruh pada proses perkolasi adalah laju alir pelarut melewati simplisia. Semakin cepat laju alir pelarut maka waktu kontak antara bahan dengan pelarut semakin kecil, sehingga senyawa yang tertarik pun sedikit, dan sebaliknya. Laju alir yang digunakan pada penelitian ini tergantung dari lama waktu ekstraksi, laju alir diatur sedemikian rupa agar 1 ml pelarut habis pada waktu tersebut. Sebelum perkolasi, simplisia dilakukan meserasi terlebih dahulu selama 2 jam untuk proses pencucian. Selain untuk proses pencucian, perendaman tersebut juga membantu mempermudah pelarut masuk ke dalam sel dengan cara membentuk suatu perlintasan melalui pembengkakan. Pada saat pelarut baru membasahi simplisia, maka dengan mudah pelarut tersebut masuk dan menarik senyawa-senyawa yang ada di dalamnya. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi dan dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif 21

7 pada perkolat terakhir. Untuk obat yang belum diketahui zat aktifnya, dapat dilakukan penentuan dengan cara organoleptis seperti rasa, bau, warna dan bentuknya (Anonim, 1986). Perkolasi ini memperoleh hasil rendemen yang berkisar sekitar 9,7-1,8%. Rata-rata rendemen yang diperoleh adalah 1,4%. Rendemen tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan rendemen hasil maserasi, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan rendemen hasil remaserasi. Hal ini terjadi karena pada perkolasi, kecepatan alir yang digunakan pada saat perkolasi terlalu cepat sehingga waktu kontak antara pelarut dan simplisia kecil. Hal ini menyebabkan pelarut akan tercuci keluar sebelum pelarut menarik senyawa-senyawa yang ada di dalam sel secara sempurna atau bahkan pelarut akan tercuci ke luar sebelum pelarut masuk ke dalam sel. Hasil rendemen perkolasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Rendemen hasil perkolasi Dari gambar 12,dapat dilihat bahwa perbedaan waktu yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan. Grafik yang ditunjukkan cenderung lurus membentuk garik horizontal. Hal ini berarti perbedaan laju alir yang digunakan pada saat perkolasi selama 4 jam hingga 24 jam tidak memberikan perbedaan terhadap rendemen yang dihasilkan Reperkolasi Reperkolasi merupakan metode yang hampir sama dengan metode perkolasi, simplisia tidak direndam di dalam pelarut namun dialirkan melalui simplisia. Perbedaan metode reperkolasi dengan perkolasi antara lain pelarut yang digunakan pada reperkolasi tidak menggunakan pelarut yang selalu baru. Pelarut yang telah melewati simplisia akan disirkulasi kembali ke atas dan akan melewati simplisia kembali sehingga pelarut yang belum sempurna dalam menarik senyawa-senyawa dalam sel akan digunakan kembali untuk menarik senyawa tersebut. Pada reperkolasi, pelarut disirkulasi menggunakan pompa kecil yang dihubungkan dengan selang kecil. Rangkaian alat perkolasi atau perkolator dapat dilihat pada Gambar

8 Gambar 13. Rangkaian perkolator Pada perkolator diatas, kecepatan laju alir yang digunakan tidak dapat ditentukan, laju alir tergantung pada ukuran pipa pada kolom perkolator dan kekuatan pompa yang digunakan. Sama halnya dengan pekolasi, simplisia di maserasi terlebih dahulu selama 2 jam sebelum dilakukan reperkolasi. Rendemen yang dihasilkan dari reperkolasi disajikan pada Gambar 14. Gambar 14. Rendemen hasil reperkolasi Rendemen yang diperoleh pada metode reperkolasi berkisar antara 8,2 8,2 % dengan rendemen rata-rata 9,1%. Rendemen hasil reperkolasi ini lebih kecil dibandingkan rendemen hasil remaserasi dan reperkolasi namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan rendemen hasil maserasi. Hal ini terjadi karena laju alir yang digunakan lebih cepat dari pada laju alir yang digunakan pada saat perkolasi sehingga mengakibatkan waktu kontak antara pelarut dan simplisia yang singkat. Waktu kontak yang kecil ini disebabkan penggunaan pompa untuk mensirkulasi pelarut sehingga laju alir tidak dapat diatur. Berbeda halnya dengan perkolasi, laju alir pelarut pada perkolasi dapat diatur sesuai dengan lamanya waktu yang digunakan walaupun perbedaan waktu pada akhirnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan. Perbedaan waktu pada reperkolasi dimaksudkan untuk memperbanyak sirkulasi pelarut yang melalui simplisia sehingga diharapkan dapat lebih banyak melarutkan senyawa-senyawa yang ada di dalam sel. Dari Gambar14, dapat dilihat bahwa terdapat titik puncak pada waktu reperkolasi 14 jam. Diatas 14 jam, rendemen turun kembali ke posisi yang setara dengan rendemen sebelumya. Pada dasarnya rendemen yang dihasilkan tidak terlalu terpengaruh terhadap perbedaan lamanya waktu reperkolasi. Titik puncak tersebut dapat disebabkan oleh kondisi simplisia yang kurang seragam. Ketidakseragaman ini dikarenakan simplisia yang 23

9 digunakan berasal dari campuran daun, batang, dan akar tanaman sambiloto. Pada setiap bagian tanaman memiliki kandungan senyawa yang berbeda, sehingga perbedaan rendemen yang dihasilkan Perbandingan Rendemen Dari keseluruhan metode yang telah dilakukan, rendemen yang diperoleh berkisar antara 5,7-11,9%. Rendemen terkecil terdapta pada metode meserasi dan tertinggi pada metode remaserasi. Perbandingan rendemen dari keempat metode tersebut dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Perbandingan rendemen empat metode ekstraksi Berdasarkan Gambar 15, rendemen terendah terdapat pada metode maserasi, dan tertinggi pada metode remaserasi. Kecilnya rendemen maserasi ini disebabkan karena pelarut yang digunakan pada metode tersebut memang paling sedikit jumlah pelarutnya dibandingkan dengan ketiga metode yang lain. Pada maserasi jumlah pelarut yang digunakan adalah 1 ml, sedangkan pada remaserasi, perkolasi, dan reperkolasi jumlah pelarut yang digunakan sebanyak ml. Metode remaserasi memiliki nilai rendemen yang tertinggi. Hal ini dikarenakan pada metode remaserasi waktu kontak yang lama antara pelarut dan simplisia, sehingga pelarut dapat lebih mudah masuk ke dalam sel dan menarik senyawa-senyawa secara maksimal tanpa takut terjadinya wash out atau tercuci keluar. Adanya pengocokan juga sangat membantu mempermudah pelarut dalam melarutkan senyawa-senyawa tersebut. Selain itu, juga karena pelarut yang digunakan lebih banyak bila dibandingkan dengan metode maserasi. Secara otomatis, molekul yang menarik senyawa yang ada dalam sel juga banyak. Namun secara keseluruhan, perbedaan lama waktu ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata atau signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan pada waktu ekstraksi 4 jam tidak jauh berbeda dengan rendemen yang dihasilkan pada waktu ekstraksi 24 jam ANALISIS KADAR SENYAWA ANDROGRAPHOLIDE Senyawa andrographolide merupakan senyawa aktif yang terdapat di dalam tanaman sambiloto. Senyawa ini yang dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit. Andrographolide merupakan senyawa utama yang ada di dalam tanaman sambiloto dan tergolong ke dalam kelompok trihidroxy lakton tak jenuh dengan rumus molekuler C 2 H 3 O 5. Kadar 24

10 andrograpolide inilah yang dijadikan parameter spesifik selain rendemen hasil masing-masing metode. Kadar andrographolide ditentukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut dengan istilah High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). Penentuan kadar andrographolide ini dihitung menggunakan metode luas puncak. Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2). Teknik ini hanya dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa (Johnson dan Stevenson, 1991). Kadar andrographolide ditentukan berdasarkan luas puncak atau peak. Luas peak ini diperoleh dengan cara membandingkan antara peak standar dengan peak sampel. Data yang diperoleh dari hasil analisis HPLC diubah kedalam bentuk persamaan regresi linier (Lampiran1). Analisa kualitatif dilihat dari pola kromatogram andrographolide. Pola kromatogram andrographolide diketahui berdasarkan kemiripan waktu retensi dan spektrum UV antara senyawa standar dan sample ekstrak. Perbandingan waktu retensi dan spectrum UV dapat dilihat pada Gambar 16, 17 dan selengkapnya ada pada Lampiran 13. A-3 5 K-28 [1] Andrographolide Name Retention Time (a) 5 4 andrographolide Minutes RP K-28 [1] Sambiloto Name Retention Time (b) 25 andrographolide Minutes Gambar 16. Analisa kualitatif ekstrak yang mengandung andrographolide pada waktu retensi 23,5 menit. (a) Senyawa standar andrographolide (b) Ekstrak sambiloto 25

11 Spektrum UV-Vis Andrograpolide 5 (a) nm Spektrum UV-Vis Sampel Sambiloto P (b) nm Gambar 17. Spectrum UV (a) Senyawa standar andrographolide (b) Sample ekstrak Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada kromatogram senyawa standar, andrographolide memiliki waktu retensi 23,5 sehingga pada kromatogram sampel waktu retensi 23,5 dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah andrographolide karena memiliki retensi waktu yang mirip. Dari gambar tersebut juga diperoleh waktu retensi lain, ini berarti terdapat banyak senyawa lain yang terkandung didalam ekstrak tersebut. Perbandingan kadar andrographolide hasil analisis HPLC pada masing-masing metode dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Perbandingan kadar andrographolide Berdasarkan Gambar 18, diketahui bahwa kadar andrographolide tertinggi dperoleh dengan metode perkolasi pada lama waktu ekstraksi 24 jam yaitu 23,5 % sedangkan kadar terendah terdapat pada metode remaserasi selama 8 jam yaitu 3,7%. Jika dilihat dari grafik tersebut, kadar 26

12 andrographolide yang diperoleh tidak menentu. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan untuk bahan baku tidak seragam atau merupakan campuran bagian daun, batang, dan akar. Setiap bagian tanaman mengadung senyawa andrographolide dengan kadar berbeda-beda. Menurut Panday dan Mandal (9), kandungan andrographolide masing-masing bagian tanaman dipresentasikan pada Gambar 19. Gambar 19. Persentase kandungan andrographolide pada tiap bagian tanaman sambiloto Kandungan senyawa andrographolide tertinggi terdapat pada bagian daunnya yaitu sebesar 2,35%, kandungan terbanyak kedua terdapat pada bagian akar yaitu sebesar,52% dan terendah terdapat pada batang yaitu,35% ANALISIS STATISTIK Perhitungan ANOVA ini dilakukan dengan menggunakan Statistical Analisys Software (SAS). Dengan menggunakan 2 faktor, dimana faktor 1 adalah perbedaan waktu dan faktor kedua adalah perbedaan metode. Hasil perhitungan ANOVA terdapat pada Lampiran 14. Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa faktor 1 yaitu perbedaan metode memiliki nilai p value lebih kecil dari nilai alpha sehingga tolak H, artinya perbedaan metode ekstraksi (maserasi, remaserasi, perkolasi, reperkolasi) berpengaruh secara nyata terhadap besarnya rendemen ekstrak yang dihasilkan. Namun pada faktor 2 yaitu perbedaan lama ekstraksi, nilai p value lebih besar dari nilai alpha maka terima H, yang artinya perbedaan lama ekstraksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap besarnya rendemen yang dihasilkan. Dari hasil tersebut, perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui lebih rinci lagi bagian mana yang berpengaruh secara nyata. Uji lanjut ini menggunakan uji Duncan. Hasil dari perhitungan Uji Duncan menyatakan bahwa pada metode remaserasi dan maserasi lamanya waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang berbeda antara metode satu dengan yang lainnya, sedangkan pada metode perkolasi dan reperkolasi lama waktu ekstraksi tidak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap rendemen tiap metode. Uji Duncan untuk melihat korelasi perbedaan metode terhadap rendemen menyatakan bahwa perbedaan metode tidak berpengaruh nyata atau signifikan terhadap besarnya rendemen yang dihasilkan pada tiap lamanya waktu ekstraksi yang digunakan. Rendemen yang dihasilkan pada lama waktu ekstraksi 4 jam tidak berbeda secara nyata dengan rendemen yang dihasilkan pada lama waktu ekstraksi 24 jam, dan lama waktu ekstraksi yang lainnya. Sehingga berdasarkan uji Duncan tersebut ekstraksi sebaiknya dilakukan hanya dalam waktu 4 jam saja. Selanjutnya analisis statistik guna mengetahui korelasi antara perbedaan lama waktu ekstraksi terhadap kadar andrographolide digunakan uji kruskal walis. Hasil dari uji kruskal 27

13 meyatakan bahwa nilai p value (,47) lebih besar dari nilai alpha (,5) maka terima H artinya kadar andrographolide tidak berbeda nyata dengan yang lainnya. Dengan kata lain bahwa perbedaan lama waktu ekstraksi dan perbedaan metode ekstraksi yang digunakan ridak berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan. Dari uji statistik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perbedaan lama waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Pada metode perkolasi perbedaan lama waktu ekstraksi memilki pengaruh yang sama dengan metode reperkolasi, namun berbeda pengaruhnya dengan metode maserasi dan remaserasi. Untuk perbedaan metode, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan pada tiap lama waktu ekstraksi masing-masing metode. Berdasarkan hasil uji kruskal walis, kadar andrographolide yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan lama waktu ekstraksi dan perbedaan jenis metode yang digunakan. 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi

Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi Lampiran 2. Diagram alir proses remaserasi Simplisia (1 gram) Etanol 95% (1 ml) Perendaman dan pengocokan (2 jam) Campuran simplisia dan pelarut Penyaringan Residu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berumur sembilan bulan yang telah diiris dan dikeringkan. Temulawak tersebut

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Pembuatan Ekstrak Pegagan

Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Pembuatan Ekstrak Pegagan Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Pembuatan Ekstrak Pegagan Hismiaty Bahua, Swasmi Purwajanti, Endah Pratiwi, Chaidir Pusat Teknologi Farmasi dan Medika (BPPT) Laptiab

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan METODE EKSTRAKSI Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) Khoirul Ngibad 1 ; Roihatul Muti ah, M.Kes, Apt 2 ; Elok

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam Maserasi Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 12: Tumbuhan Patikan kebo (Euphorbia hirta L.) Gambar 13: Simplisia Herba Patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) Lampiran 3 Herba Patikan kebo Dicuci Ditiriskan lalu disebarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi teripang Holothuria atra Jaeger

Lampiran 1. Hasil identifikasi teripang Holothuria atra Jaeger Lampiran 1. Hasil identifikasi teripang Holothuria atra Jaeger 44 Lampiran 2. Bagan alur penelitian Teripang segar dicuci hingga bersih ditiriskan hingga tidak ada lagi air ditimbang Teripang bersih dikeringkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB 4. SEDIAAN GALENIK

BAB 4. SEDIAAN GALENIK BAB 4. SEDIAAN GALENIK Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu : a. Menjelaskan definisi sediaan galenik b. Menjelaskan jenis jenis sediaan galenik c. Menjelaskan teknologi ekstraksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. METODE PERKOLASI A. Pengertian Perkolasi Perkolasi adalah cara penyyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Di dalam melakukan proses perkolasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2. Tanaman Ingul (Toona sinensis (Juss.) M. Roem) Lampiran 3. Serbuk Simplisia Kulit Batang Ingul (Toona sinensis (Juss.) M. Roem) Lampiran 4. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Bahan baku dan sianokobalamin diperiksa menurut Farmakope Indonesia IV. Hasil pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pemeriksaan Pemerian Tabel 4.1 Pemeriksaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

ANALISIS UKURAN PARTIKEL BAHAN PENYUSUN RAMUAN JAMU DAN VOLUME AIR PENYARI TERHADAP MUTU EKSTRAK YANG DIHASILKAN

ANALISIS UKURAN PARTIKEL BAHAN PENYUSUN RAMUAN JAMU DAN VOLUME AIR PENYARI TERHADAP MUTU EKSTRAK YANG DIHASILKAN ANALISIS UKURAN PARTIKEL BAHAN PENYUSUN RAMUAN JAMU DAN VOLUME AIR PENYARI TERHADAP MUTU EKSTRAK YANG DIHASILKAN Awal P. Dyah Subositi Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Litbang

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah Standardisasi Obat Bahan Alam Indah Solihah Standardisasi Rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data famakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN YANG MENGANDUNG ERDOSTEIN 1 Fetri Lestari, 2 Hilda Aprilia 1,2 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap EKSTRAKSI Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB III METODE PERCOBAAN BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Jalan Raya Tanjung Morawa Km. 9 pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada ektrak etanol jamur tiram dan kulit rambutan yang ditunjukkan dengan nilai IC 50 serta untuk mengetahui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2.Bagan pembuatan serbuk simplisia Daun gaharu Dicuci Ditiriskan lalu ditimbang Dikeringkan Ditimbang Simplisia Diserbuk Pemeriksaan makroskopik Serbuk simplisia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir Lampiran 2. Morfologi Tanaman Kecipir Gambar 1. Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) Lampiran 2. (Lanjutan) A B Gambar 2. Makroskopik Daun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI DALAM EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANDROGRAPHOLIDE

PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI DALAM EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANDROGRAPHOLIDE PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI DALAM EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANDROGRAPHOLIDE DARI TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) SKRIPSI ENDAH PRATIWI F3463255

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C HARI/ TANGGAL PRAKTKUM : KAMIS/ 20 DESEMBER 2012 JAM : 08.00 11.00 WIB Nama Praktikan : KAROLINA BR SURBAKTI (NIM: 20127008018) LUCIA AKTALINA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lampiran 1. Hasil identifikasi rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 1. Hasil identifikasi rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Gambar rumput laut dan serbuk simplisia Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Rumput laut segar Gracilaria

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

Analisis Fisiko Kimia

Analisis Fisiko Kimia Analisis Fisiko Kimia KROMATOGRAFI Oleh : Dr. Harmita DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase,

Lebih terperinci

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C Nama : Ayu Elvana dan Herviani Sari Tanggal : 19 Desember 2012 Jam : 12.00-15.00 WIB Tujuan : 1. Praktikan dapat menentukan kadar vitamin C menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN L1.1 DATA RENDEMEN EKSTRAK Dari hasil percobaan diperoleh data rendemen ekstrak sebagai berikut: Jumlah Tahap Ekstraksi 2 3 Konsentrasi Pelarut (%) 50 70 96 50 70 96 Tabel L1.1

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

Wirasuta dkk. Jurnal Farmasi Udayana Vol 5, No 2, UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK

Wirasuta dkk. Jurnal Farmasi Udayana Vol 5, No 2, UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK UJI KEMURNIAN ISOLAT ANDROGRAFOLID DENGAN HPLC FASE TERBALIK Wirasuta, I.M.A.G. 1), Astuti, N.M.W. 1), Dharmapradnyawati, N.N.P. 1), Wiputri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas Menurut Permenkes No 75 tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang sering disebut dengan Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tumbuhan dandang gendis dan simplisia

Lampiran 1. Tumbuhan dandang gendis dan simplisia Lampiran 1. Tumbuhan dandang gendis dan simplisia Gambar 1. Tumbuhan dandang gendis Gambar 2. Simplisia daun dandang gendis Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan lampiran. Bagan Pembuatan Nata de coco

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC- BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan membuat sediaan gel dari ekstrak etil asetat

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Serbuk Simplisia CAF dan RSR Sampel bionutrien yang digunakan adalah simplisia CAF dan RSR. Sampel terlebih dahulu dibersihkan dari pengotor seperti debu dan tanah.

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

Optimalisasi Proses Isolasi Etil Parametoksisinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur dengan Variasi Proses dan Konsentrasi Pelarut

Optimalisasi Proses Isolasi Etil Parametoksisinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur dengan Variasi Proses dan Konsentrasi Pelarut Optimalisasi Proses Isolasi Etil Parametoksisinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur dengan Variasi Proses dan Konsentrasi Pelarut Mohammad Istnaeny Hudha, Elvianto Dwi Daryono, Muyassaroh Jurusan Teknik Kimia,

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci