BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang meletakkan hukum sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

Asas asas perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

A.Latar Belakang Masalah

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat bagi pihak awam hukum, baik jasa untuk mewakili klien

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. hukum antar manusia maupun badan hukum sebagai subjek hukum, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang menyatakan bahwa Het recht hinkt achter de feite naan, bahwa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH YANG DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN GADAI DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) Yuni Purwati 1

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Penerapan Doktrin Misbruik Van Omstandigheiden terhadap Pembatalan Akta Notaris Berdasarkan Putusan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. perikatan yang lahir dari undang undang. Akibat hukum suatu perikatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN AKIBAT HUKUM

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor industri tercipta produk-produk barang maupun jasa yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III TINJAUAN TEORITIS. perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. 1 Gustav Radbruch, seorang ahli hukum Jerman, berpendapat bahwa hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). Hukum positif ada untuk mempromosikan nilai-nilai moral, khususnya keadilan. Hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan. 2 Ini sesuai dengan prinsip negara hukum yakni menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. John Rawls mengemukakan konsep keadilan sebagai fairness. Teori ini dibangun berdasarkan suatu anggapan mengenai kedudukan asasi ketika setiap orang duduk untuk merundingkan suatu perjanjian yang berisi aturan-aturan yang harus ditaati para pihak. Perjanjian berlangsung antara pribadi-pribadi yang bebas dan mandiri dalam kedudukan yang sama dan karena itu mencerminkan integritas dan otonomi yang sama dari pribadi-pribadi rasional yang mengadakan kontrak. 1 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 80. 2 Ibid., hlm. 77. 1

2 Aturan-aturan tersebut dibuat oleh pribadi yang bebas dan rasional, maka seyogyanya aturan itu tidak hanya bersifat rasional tetapi juga harus patut. 3 Sistem hukum yang dianut di Negara Republik Indonesia adalah civil law yakni bentuk hukum yang tertulis dan terkodifikasi. Kodifikasi hukum tidak selalu mampu menampung semua aspirasi masyarakat saat perubahan dan perkembangan terjadi begitu cepat, sehingga betapa pun cepatnya pembuat undang-undang bekerja, persoalan yang timbul dalam masyarakat yang membutuhkan pengaturan ternyata lebih cepat lagi. Kehidupan masyarakat pada kenyataannya berkembang secara dinamis sehingga menyebabkan hukum tertinggal dari peristiwanya, maka ada ungkapan het recht hink achter de feiten aan. Hukum perjanjian mengenal tiga asas yang satu sama lain saling berkaitan, yakni asas konsensualisme, asas kekuatan mengikatnya kontrak (pacta sunt servanda), dan asas kebebasan berkontrak. 4 Kekuatan mengikatnya kontrak sebagai undang-undang atau yang dikenal sebagai asas pacta sunt servanda menentukan bahwa para pihak harus tunduk dan patuh pada ketentuan kontrak yang dibuat sebagaimana tunduk dan patuh pada undang-undang. 5 Pihak yang melanggar ketentuan dan persyaratan dalam kontrak dapat dikenakan sanksi. 3 A. Sonny Keraf, 1991, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 108. 4 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Indonesia, Jakarta, hlm. 27. 5 Lengkapnya adalah pacta servanda sunt. Makna asalnya adalah bahwa kata sepakat itu tidak perlu dirumuskan dalam bentuk sumpah, perbuatan, formalitas tertentu agar perjanjian itu mengikat. Lihat Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm. 112.

3 Grotius berpendapat bahwa pacta sunt servanda adalah salah satu asas hukum terpenting. Penggunaan asas ini tidak tak terbatas karena setiap pelaksanaan perjanjian harus didasarkan pada asas keadilan seperti telah ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut KUHPerdata. 6 Asas pacta sunt servanda dan kebebasan berkontrak dalam kenyataannya dapat menimbulkan ketidakadilan. Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar yang seimbang, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar yang seimbang. Akibatnya, pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat cenderung menguasai pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih lemah. 7 Kebebasan berkontrak sekarang bukanlah kebebasan tanpa batas. Negara telah melakukan sejumlah pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Pembatasan kebebasan berkontrak tersebut setidak-tidaknya dipengaruhi dua faktor yaitu: 8 1. makin berpengaruhnya ajaran itikad baik di mana itikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan kontrak, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya kontrak; 2. makin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden atau undue influence). 6 Henry P. Panggabean, 2010, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) sebagai Alasan (Baru) Pembatalan Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, hlm. 19. 7 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam..., Op.cit, hlm. 1-2. 8 Ibid, hlm. 2-3.

4 Salah satu bentuk kewajiban para pihak dalam bernegosiasi dan menyusun kontrak adalah harus berperilaku dengan beritikad baik. 9 Beberapa negara dengan sistem civil law telah memiliki ketentuan legislasi yang mewajibkan negosiasi dan penyusunan kontrak harus dilakukan dengan itikad baik. 10 Itikad baik (good faith) dalam pelaksanaan kontrak merupakan lembaga hukum (rechtsfiguur) yang berasal dari hukum Romawi yang kemudian diserap oleh civil law. Asas ini ditempatkan sebagai asas yang paling penting (super eminent principle) dalam kontrak. Itikad baik menjadi suatu ketentuan fundamental dalam hukum kontrak dan mengikat para pihak dalam kontrak. 11 Robert Summer berpendapat bahwa bentuk itikad buruk dalam negosiasi dan penyusunan kontrak mencakup negosiasi tanpa maksud yang serius untuk mengadakan kontrak, penyalahgunaan keadaan untuk menggagalkan negosiasi, mengadakan kontrak tanpa memiliki maksud untuk melaksanakannya, tidak menjelaskan fakta materiil, dan mengambil keuntungan dari lemahnya posisi tawar pihak lain dalam kontrak. 12 Ajaran penyalahgunaan keadaan terbentuk disebabkan dulunya belum ada ketentuan Burgerlijk Wetboek Belanda yang mengatur tentang hal itu. Putusan hakim yang membatalkan perjanjian untuk sebagian atau seluruhnya dalam hal seorang hakim menemukan adanya keadaan yang bertentangan dengan kebiasaan ini sering ditemukan. Pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut ternyata tidak didasarkan pada salah satu alasan pembatalan perjanjian yaitu cacat kehendak 9 Ridwan Khairandy, 2014, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 149. 10 Ibid., hlm. 149. 11 Ibid., hlm. 123. 12 Ibid., hlm. 149.

5 klasik dalam KUHPerdata berupa kesesatan (dwaling), paksaan (dwang), dan penipuan (bedrog). Penyalahgunaan keadaan tidak hanya berhubungan dengan isi perjanjian, tetapi juga hal yang telah terjadi pada saat lahirnya perjanjian, yaitu penyalahgunaan keadaan yang menyebabkan pernyataan kehendak dan dengan sendirinya persetujuan satu pihak tanpa cacat. Penyalahgunaan keadaan berhubungan dengan keadaan-keadaan saat pembentukan kontrak yaitu memanfaatkan keadaan pihak lain yang mengakibatkan kehendaknya menjadi tidak bebas. Penyalahgunaan keadaan merupakan akibat dari adanya ketidakseimbangan posisi tawar itu terhadap pemberian kata sepakat dari pihak yang lebih lemah atau yang dipengaruhi. 13 Doktrin penyalahgunaan mengandung dua unsur yaitu unsur kerugian bagi satu pihak dan unsur penyalahgunaan kesempatan oleh pihak lain, yang mana dari kedua unsur tersebut timbul sifat penyalahgunaan keunggulan ekonomis dan penyalahgunaan keunggulan kejiwaan. 14 Doktrin penyalahgunaan keadaan secara garis besar berhubungan dengan perwujudan asas kebebasan berkontrak karena menyangkut penyalahgunaan untuk mengganggu adanya kebebasan kehendak yang bebas mengadakan persetujuan. 15 Ridwan Khairandy menyebutkan dalam penelitiannya bahwa doktrin penyalahgunaan keadaan di Indonesia relatif baru. Doktrin penyalahgunaan keadaan belum dijadikan sebagai hukum positif di Indonesia. Ini berbeda dengan 13 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam..., Op.cit., hlm. 22. 14 Henry P. Panggabean, Op.cit., hlm. 75. 15 Ibid., hlm. 89.

6 di negara Belanda. 16 Perkembangan doktrin penyalahgunaan keadaan di Indonesia telah didukung beberapa putusan pengadilan melalui lembaga peradilan yang memberikan pertimbangan dalam suatu sengketa perdata mengenai perjanjian antara penggugat dengan tergugat dalam hal berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan bahwa perjanjian tersebut telah dinilai tidak adil sehingga merugikan pihak yang posisinya lemah. Hakim memiliki kewenangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran rasa keadilan. Hakim dengan kewenangannya harus mengurangi atau bahkan meniadakan sama sekali kewajiban kontraktual dari perjanjian yang mengandung ketidakadilan. 17 Hakim dalam perkara di peradilan perdata memegang peranan penting dalam menafsirkan penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian para pihak yang tertuang dalam akta notaris dan memutuskan dengan seadil-adilnya. Lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat demi tercapainya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. 18 Alat bukti tersebut ialah akta notaris yang merupakan akta otentik, alat bukti yang sempurna, serta memiliki kekuatan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh. Pembuatan perjanjian yang mengandung penyalahgunaan keadaan dengan akta notaris yakni salah satu pihak dalam perjanjian memanfaatkan posisi lemah pihak lainnya, baik kelemahan ekonomis maupun psikologis, pada kenyataannya dalam praktik kenotariatan sering terjadi. Ini tidak sesuai dengan yang dicita-citakan di atas sebagaimana tertulis dalam Penjelasan 16 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam..., Op.cit., hlm. 22. 17 Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hlm. 71. 18 Lihat bagian umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Hal yang sering terjadi dalam praktek misalnya pembuatan perjanjian pengikatan jual beli yang sebenarnya diawali dengan perjanjian utang-piutang di mana debitur sangat membutuhkan uang sementara yang dapat debitur jaminkan adalah rumah satusatunya yang debitur tinggali. Kreditur memanfaatkan hal ini karena kebutuhan debitur yang mendesak dan ketidakmengertian debitur tentang konsekuensi hukumnya. Kreditur bukannya meminta debitur menjadikan hak atas tanah miliknya menjadi jaminan melalui lembaga hak tanggungan, melainkan dengan cara jual beli semu, padahal nilai dari hak atas tanah tersebut jauh lebih tinggi daripada nilai utang debitur dan kreditur pada prinsipnya tidak boleh memiliki barang jaminan. Debitur juga diiming-imingi dapat membeli kembali hak atas tanah tersebut agar bersedia menjual hak atas tanah miliknya kepada kreditur sebagai jaminan pelunasan utangnya. Hakim pada banyak putusan pengadilan yang berkenaan dengan penyalahgunaan keadaan memutuskan untuk membatalkan perjanjian para pihak dalam kasus-kasus tersebut. Peneliti juga menemukan pada beberapa putusan bahwa hakim membatalkan akta otentiknya, dalam hal ini akta notaris, di mana perjanjian yang mengandung penyalahgunaan tertuang. Peneliti tertarik mengenai bagaimana terjadinya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) dalam pembuatan perjanjian di antara para pihak dapat mengakibatkan akta notarisnya menjadi batal, maka peneliti meneliti penerapan doktrin penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) sebagai dasar hakim untuk membatalkan partij acte notaris dan parameternya. Peneliti menggunakan

8 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3641 K/Pdt/2001, Nomor 2131 K/Pdt/2011, dan Nomor 3160 K/Pdt/2010 untuk meneliti mengenai penerapan doktrin penyalahgunaan keadaan sebagai dasar pembatalan partij acte notaris, serta Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3182 K/Pdt/2010 dan Nomor 1979 K/Pdt/2010 sebagai pembandingnya. Paparan di atas menjadi latar belakang peneliti dalam melakukan penelitian guna mengetahui dan mengkaji mengenai doktrin penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) yang digunakan hakim sebagai dasar untuk membatalkan partij acte notaris. B. Rumusan Masalah Pokok permasalahan yang dalam penelitian tesis ini adalah: 1. Bagaimana penerapan doktrin penyalahgunaan keadaan sebagai dasar pembatalan partij acte notaris pada putusan Mahkamah Agung? 2. Parameter apakah yang digunakan dalam penyalahgunaan keadaan sebagai dasar pembatalan partij acte notaris? C. Tujuan Penelitian Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk: 1. mengetahui dan menganalisis penerapan doktrin penyalahgunaan keadaan oleh Mahkamah Agung sebagai alasan pembatalan partij acte notaris, dan 2. mengetahui dan mengkaji parameter penyalahgunaan keadaan sebagai dasar pembatalan partij acte notaris.

9 D. Manfaat Penelitian Penulisan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis: 1. Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan ilmu hukum yaitu hukum perdata, khususnya berkaitan dengan perjanjian dan akta notaris; 2. Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat digunakan oleh para hakim dan notaris serta menjadi tambahan pengetahuan mengenai doktrin penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden). E. Keaslian Penelitian Peneliti telah melakukan penelusuran pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan menemukan bahwa penulisan tesis mengenai doktrin penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) sebagai dasar pembatalan partij acte notaris belum pernah dilakukan, tetapi ada beberapa penelitian yang menyinggung tentang penyalahgunaan keadaan, antara lain: 1. Judul tesis Tolok Ukur yang Dijadikan Pedoman Hakim dalam Mengambil Keputusan yang Berkaitan dengan Akta Notaris tentang Perjanjian yang Mengandung Unsur Penyalahgunaan Keadaan (Undue Influence) yang ditulis oleh Yuni Akhadiyah pada tahun 2007 dari Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

10 Rumusan masalah yang ditekankan pada tesis ini adalah: a. Bagaimana putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap masalah yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (undue influence)? b. Bagaimana kewenangan dan tanggung jawab Notaris terhadap akta yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (undue influence)? c. Apa tolak ukur yang dijadikan pedoman hakim dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan akta notaris tentang perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (undue influence)? 19 Hasil penelitian dari tesis tersebut adalah, pertama, keadaan terpaksa dan ketidakmampuan seseorang dalam putusan Nomor 40/Pdt.G/Pn.Yyk dinilai hakim sebagai penyalahgunaan keadaan yang melanggar unsur subyektif dalam perjanjian dan oleh karena itu dapat diminta pembatalannya di pengadilan. Kedua, tanggung jawab Notaris/PPAT atas pembatalan akta yang terbukti mengandung unsur penyalahgunaan keadaan karena salah satu pihak melakukan perbuatan melawan hukum pasal 1365 KUHPerdata berupa penyalahgunaan keadaan dan apabila Notaris/PPAT memenuhi syarat formil pembuatan akta maka Notaris/PPAT tidak bertanggung jawab atas batal dan dicabutnya akta. Salah satu tolok ukur yang dijadikan pedoman hakim untuk membatalkan perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan adalah kepatutan dan moralitas dalam membuat 19 Yuni Akhadiyah, Tolok Ukur yang Dijadikan Pedoman Hakim dalam Mengambil Keputusan yang Berkaitan dengan Akta Notaris tentang Perjanjian yang Mengandung Unsur Penyalahgunaan Keadaan (Undue Influence), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.

11 perjanjian yang mana kepatutan dan moralitas di sini berarti tidak berlawanan dengan kepentingan umum atau tujuan utama dari perjanjian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yuni Akhadiyah adalah: a. Yuni Akhadiyah menggunakan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 40/Pdt.G/1999/PN.Yk juncto putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 11/Pdt/2000/PTY, sedangkan peneliti menggunakan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3182 K/Pdt/2010, Nomor 1979 K/Pdt/2010, Nomor 3641 K/Pdt/2001, Nomor 2131 K/Pdt/2011, dan Nomor 3160 K/Pdt/2010. b. Tesis yang ditulis oleh Yuni Akhadiyah tidak membangun tolok ukur yang digunakan untuk menilai sebuah perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan dari penelitiannya, melainkan hanya menulis ulang teori-teori mengenai tolok ukur penyalahgunaan keadaan yang telah dibuat oleh para ahli sebelum penelitiannya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti akan membahas parameter penyalahgunaan keadaan yang digunakan hakim dalam membatalkan partij acte notaris. c. Tesis yang ditulis oleh Yuni Akhadiyah membahas lebih kepada kewenangan dan tanggung jawab notaris terhadap akta yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti membahas mengenai hubungan doktrin penyalahgunaan keadaan dengan pembatalan partij acte notaris melalui putusan pengadilan.

12 2. Judul tesis Analisis Yuridis Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian yang ditulis oleh Rendy Saputra pada tahun 2015 dari Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Rumusan masalah yang ditekankan pada tesis ini adalah: a. Apakah indikator atau tolok ukur penyalahgunaan keadaan dalam sebuah perjanjian? b. Bagaimana pertimbangan yang digunakan hakim dalam memutus perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan? 20 Hasil penelitian dari tesis ini adalah penyalahgunaan keadaan dalam sebuah perjanjian dapat diidentifikasikan dengan memperhatikan tiga aspek tolok ukur yaitu aspek posisi para pihak pada fase pra kontraktual, aspek formulasi perjanjian, dan aspek moralitas. Para hakim mendasari pertimbangan putusannya dalam melihat perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan dari beberapa aspek tolok ukur yakni ketiga aspek tersebut di atas, namun penggunaannya tidak diberlakukan secara kumulatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Rendy Saputra adalah bahwa dalam penelitian ini, pembahasan peneliti lebih menekankan pada permasalahan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) dalam hal pembatalan partij acte notaris. 20 Rendy Saputra, Analisis Yuridis Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omsandigheden) sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian, Tesis, Program Studi Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2015.