BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
|
|
- Fanny Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga dibutuhkan pula kehadiran lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat baik perorangan ataupun badan hukum untuk meningkatkan kebutuhan komsumsi ataupun produksi untuk perkembangan ekonomi dan pembangunan oleh masyarakat banyak, dilakukan oleh bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya lagi kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Mengingat pentingnya kedudukan kredit dalam proses pembangunan, maka sudah seharusnya kepentingan bank sebagai pemberi kredit, 3 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
2 14 yakni agar kredit yang disalurkan dibayar kembali, sehingga untuk mencegah terjadinya kerugian karena tidak kembalinya seluruh atau sebagian dari kredit yang telah disalurkan, bank perlu memberi perhatian khusus terhadap masalah tersebut dan seharusnya dalam proses pemberian kredit baik pemberi maupun penerima atau pihak lain mendapatkan perlindungan hukum melalui lembaga hak jaminan yang kuat agar dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi semua pihak. Bentuk jaminan yang paling banyak digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit bank adalah hak atas tanah, baik dengan status hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak pakai, karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang tinggi dan terus meningkat, sehingga dalam hal ini sudah selayaknya apabila debitur sebagai penerima kredit dan kreditur sebagai pemberi fasilitas kredit serta pihak lain terkait memperoleh perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum. Dalam praktik perbankan, umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari jumlah kredit yang disetujui oleh bank, sehingga pihak debitur diharapkan segera melunasi hutangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta (asset) yang diserahkan sebagai jaminan kredit dalam hal kredit tersebut ditetapkan sebagai kredit macet. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 K.U.H.Perdata yang berbunyi Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
3 15 menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, serta ketentuan dalam Pasal 1132 K.U.H.Perdata yang berbunyi, Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua masyarakat yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (untuk selanjutnya disebut UUPA), disebutkan bahwa sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan sebagai pengganti lembaga hipotik dan creditverband. Amanat Pasal 51 UUPA tersebut baru dapat direalisasikan pada tanggal 9 April 1996 yang diatur dalam UUHT, Sejak berlakunya UUHT maka hipotik sebagai lembaga hak jaminan atas tanah, dan Credietverband sudah tidak ada lagi, karena sudah diganti dengan UUHT, sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang baru 4. Abdurahman dalam Rachmadi Usman menjelaskan bahwa dalam rangka pengaturan tentang jaminan nasional sepanjang yang menyangkut hak-hak atas tanah sudah diisi oleh hak tanggungan sebagaimana diatur oleh UUHT 5. Menurut Herowati Poesoko, pernyataan tersebut tidak semuanya benar karena menurut Pasal 26 UUHT bahwa eksekusi hipotik yang ada mulai berlakunya 4 Boedi Harsono, Op.cit, hlm Rachmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 328.
4 16 UUHT ini, masih berlaku terhadap eksekusi hak tanggungan, selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 14 UUHT 6. Hal ini sependapat dengan Rachmadi Usman yang menjelaskan bahwa, pada prinsipnya semua peraturan perundang-undangan yang ada, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan dalam penerapannya harus disesuaikan dengan ketentuan UUHT. Ketentuan demikian untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum, timbulnya stagnasi dan menjaga ketertiban masyarakat dalam pelaksanaan UUHT 7. Berdasarkan Pasal 6 UUHT jika debitur cidera janji (wanprestasi) pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Merujuk rumusan Pasal 6 UUHT proses eksekusi dapat dilakukan tanpa campur tangan pengadilan, dengan kata lain tidak perlu meminta fiat eksekusi dari ketua pengadilan negeri, karena hak dari pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri adalah hak berdasarkan Undang-Undang, jadi tanpa perjanjian pun hak itu sudah lahir (janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan). Kalau dibandingkan dengan parate eksekusi 6 Herowati Poesoko, 2008, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hlm Rachmadi Usman, Loc.cit.
5 17 hipotik berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) jauh lebih mudah karena Pasal 6 tersebut memberikan kuasa menjual sendiri obyek hak tanggungan berdasarkan Undang- Undang, sedangkan dalam hipotik diberikan karena berdasarkan janji menjual dalam APHT apabila debitur wanprestasi. Kemudahan tersebut berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UUHT, eksekusi atas benda jaminan hak tanggungan dapat ditempuh melalui 3 (tiga) cara, yaitu : 1. Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (parate eksekusi); 2. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditur-kreditur lainnya. 3. Eksekusi di bawah tangan yaitu penjualan obyek hak tanggungan yang dilakukan oleh pemberi hak tanggungan, berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak tanggungan, jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang tertinggi 8. Ketiga cara eksekusi atas benda jaminan hak tanggungan di atas, penulis lebih menekankan pada parate eksekusi yaitu untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum. Parate eksekusi adalah pelaksanaan hlm Salim HS, 2011, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta,
6 18 yang langsung tanpa melewati proses (pengadilan atau hakim). Menurut Subekti, yang penulis kutip dari bukunya Herowati Poesoko, Parate eksekusi obyek hak tanggungan menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya, dalam arti tanpa perantaraan hakim, yang ditujukan atas sesuatu barang jaminan untuk selanjutnya menjual sendiri barang tersebut. Sedangkan menurut Tartib berpendapat bahwa parate eksekusi adalah eksekusi yang dilaksanakan sendiri oleh pemegang hak tanggungan tanpa melalui bantuan atau campur tangan pengadilan negeri, melainkan hanya berdasarkan bantuan kantor lelang negara saja 9. Melihat pendapat di atas bahwa parate eksekusi dapat dilakukan langsung melalui kantor lelang negara atau Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (untuk selanjutnya disebut KPKNL) tanpa melalui fiat atau perintah pengadilan negeri. Apabila dibandingkan dengan cara eksekusi yang kedua di atas (titel eksekutorial) yaitu harus melalui tata cara dan dengan hukum acara perdata dan campur tangan pengadilan negeri, maka parate eksekusi merupakan cara yang lebih mudah dan lebih sederhana bagi kreditur untuk memperoleh piutangnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, apabila melihat ketentuan Pasal 6 ini maka terlihat seperti pengaturan eksekusi dalam gadai, yaitu hak tersebut diberikan oleh Undang-Undang/demi hukum tanpa diperjanjikan terlebih dahulu, namun juga ada kesamaan dengan ketentuan dalam hipotik bahwa aturan tersebut juga harus dengan syarat yaitu, penjualannya harus melalui pelelangan umum. Selanjutnya dalam Pasal 11 ayat (2) huruf (e) UUHT, menyebutkan bahwa Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain : janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk 9 Herowati Poesoko, Op.cit. hlm. 5.
7 19 menjual atas kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan apabila debitur cidera janji, sekilas ketika membaca pasal ini terlihat jelas sama seperti ketentuan hipotik Pasal 1178 ayat (2) K.U.H.Perdata bahwa kewenangan tersebut berdasarkan janji, sehingga terkesan membingungkan karena disatu sisi ketentuan Pasal 6 menjelaskan bahwa hak menjual atas kekuasaan sendiri diberikan oleh Undang-Undang, sedangkan disisi lain Pasal 11 Ayat (2) Huruf e, menyatakan bahwa hak tersebut harus diperjanjikan oleh para pihak. Sejalan dengan ketentuan mengenai pencantuman janji tersebut, penjelasan Pasal 6 juga memberikan pengertian yang sama, yaitu: hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan atau pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang hak tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa melalui persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan dari piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi hak tanggungan Menurut Herowati Poesoko, penjelasan Pasal 6 di atas setidak-tidaknya ada 2 (dua) pemahaman pertama, hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri didasarkan pada janji apabila debitur cidera janji, dan kedua, hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan Herowati Poesoko, op.cit. hlm. 250.
8 20 Melihat ketentuan Pasal 6 UUHT pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri, yang diberikan menurut Undang-Undang, bahwa hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri di pelelangan umum, tanpa syarat, artinya demi hukum pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri, berbeda dengan penjelasan Pasal 6 yang membuat rancu pasal tersebut, yang berbunyi, menjual atas kekuasaan sendiri harus didasarkan atas janji. Perbedaan makna tersebut membuat UUHT tidak konsisten, sehingga peraturan ini menjadi berlebihan dan akan menimbulkan silang pendapat sampai saat ini, serta dapat dikatakan terjadi inkonsistensi hukum dan menimbulkan ketidak pastian hukum bagi pemegang hak tanggungan/kreditur. Parate eksekusi dilarang juga dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor K/Pdt/1984, tanggal 30 Januari 1986, yang salah satu isi putusannya berbunyi jika pelaksanaan pelelangan dilaksanakan sendiri oleh Kepala Kantor Lelang Negara Bandung atas perintah tergugat (Bank,Kreditur) dan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Bandung, maka bertentangan dengan Pasal 224 H.I.R, sehingga pelelangan tersebut tidak sah, hal ini juga senada dengan penjelasan umum angka 9 UUHT, agar pelaksanaan parate eksekusi didasarkan pada Pasal 224 H.I.R yaitu eksekusi yang ditujukan kepada Grosee Akte Hipotik dan Grosee Akte Pengakuan Hutang. Kedua grosee tersebut sama-sama mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
9 21 pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yang mana pelaksanaannya harus atas perintah ketua pengadilan negeri atau fiat pengadilan. Jika parate eksekusi hak tanggungan didasarkan kepada Pasal 224 H.I.R maka bukanlah parate eksekusi, melainkan eksekusi hak tanggungan yang didasarkan kepada titel eksekutorial, sebab parate eksekusi merupakan pelaksanaan eksekusi tanpa melalui bantuan pengadilan. Selain daripada ketentuan Pasal 6, penjelasan Pasal 6 junto Pasal 11 Ayat (2) Huruf e, penjelasan umum angka 9 dan dengan adanya Putusan Mahkamah MARI Nomor K/Pdt/1984 di atas yang masih menimbulkan multitafsir terkait dengan keharusan adanya janji atau tidak adanya janji dalam akta pembebanan hak tanggungan (APHT) dan terkait dengan keharusan adanya fiat/perintah pengadilan negeri dalam permohonan lelang parate eksekusi Pasal 6. Pasal 26 juga menyebutkan bahwa Selama belum ada peraturan perundangundangan yang mengatur tentang eksekusi hak tanggungan, dengan memperhatikan Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hipotik berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan yang dimaksud dengan memperhatikan Pasal 14 adalah mengenai Grosse Acte Hipotik, dalam hal ini adalah sertipikat hak tanggungan, kalau yang diperhatikan dalam pasal ini Grosse Acte Hipotik maka aturan yang dimaksud adalah ketentuan Pasal 224 H.I.R dan Pasal 228 R.Bg yang mengharuskan adanya fiat/perintah pengadilan negeri, selanjutnya dalam penjelasan Pasal 14 disebutkan bahwa, Grosse Acte Hipotik atau dalam hal ini
10 22 sertifikat hak tanggungan yang dimaksud di atas dilaksanakan melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate eksekusi sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata, hal ini membingungkan karena secara doktrinal yang dimaksud dengan parate eksekusi adalah tidak membutuhkan perintah pengadilan negeri. Penjelasan di atas berakibat terhadap pelaksanaan dalam penerapan hukum dilapangan, khususnya mengenai permohonan parate eksekusi oleh kreditur dalam hal debitur wanprestasi, di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (selanjutnya disebut KPKNL). Dalam pelaksanaan amanat Pasal 6 tersebut tidak semua KPKNL mau melaksanakan eksekusi tanpa fiat pengadilan negeri atau tidak mau melayani permohonan menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui KPKNL oleh kreditur, karena pasal tersebut masih terdapat kerancuan dan konflik norma seperti yang telah dijelaskan di atas. Adanya kerancuan dan konflik norma dalam UUHT membuat pelaksanaan parate eksekusi tidak berjalan efektif baik minat dari pihak pembeli maupun dari pihak kreditur dan KPKNL. Kurangnya minat dari pembeli disebabkan karena akan timbul masalah pada saat pengosongan obyek lelang yang telah dibeli, karena pengadilan menolak penerbitan perintah pengosongan karena eksekusinya tidak melalui pengadilan, sedangkan dari pihak kreditur jarang mengajukan permohonan pelelangan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang berdasarkan Pasal 6 UUHT, karena adanya putusan MARI Nomor. 3210
11 23 K/Pdt/1984, tanggal 30 Januari 1986 yang mengharuskan adanya fiat eksekusi atau perintah pengadilan negeri. Ketidak pastian hukum ini selain merugikan dari pihak kreditur juga membuat KPKNL tidak seragam dalam menyikapi permohonan lelang berdasarkan Pasal 6 UUHT, seperti yang terjadi pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Wilayah Jakarta IV, Bandung dan Semarang (walaupun sampai saat ini di kota Semarang belum ada yang menggunakan permohonan lelang berdasarkan Pasal 6) 11 yang menerima permohonan lelang parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT, berbeda dengan yang terjadi pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Wilayah Jakarta II, yang prosedur permohonannya harus mendapatkan fiat/perintah ketua pengadilan negeri, karena dimungkinkan menimbulkan persoalan hukum yang dapat menjerat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang 12. Dari kenyataan ini membuat penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Yogyakarta, dengan mengangkat sebuah judul tesis ANALISIS PARATE EKSEKUSI OBYEK HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) YOGYAKARTA. 11 Siti Nurfarhah Tane, 2003, Pelakasanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Menurut Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 di Kota Semarang, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponogoro Semarang, hlm Herowati Poesoko, op.cit. hlm. 9.
12 24 B. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana penulis jelaskan di atas, maka dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan parate eksekusi yang diamanatkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Yogyakarta? 2. Apakah prosedur parate eksekusi oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Yogyakarta telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah? C. Keaslian Penelitian Keaslian Penelitian adalah suatu masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan 13. Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Gadjah Mada, sepanjang pengetahuan penulis, penelitian dengan judul Analisis Parate Eksekusi Obyek Hak Tanggungan Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. hlm Maria S.W. Sumardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Jakarta, Gramedia,
13 25 Namun ada beberapa penelitian yang mempunyai tema yang sama tetapi pokok permasalahannya berbeda. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa hasil penelitian tesis yang ada hubungannya dengan penelitian tesis ini, yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ronald T. Mangalik dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Eksekusi Obyek Hak Tanggungan Berdasarkan Parate Eksekusi. pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun Pokok permasalahan penelitian tersebut adalah mengenai eksistensi dan perlindungan hukum pemegang hak tanggungan pertama dalam melakukan parate eksekusi terhadap obyek hak tanggungan. Hasil dari penelitian tersebut adalah eksistensi pemegang hak tanggugan pertama belum sepenuhnya diakui dalam melakukan parate eksekusi, karena adanya inkonsistensi peraturan tentang prosedur pelaksanaan parate eksekusi, disatu sisi harus melalui pelelangan umum tanpa fiat ketua pengadilan negeri, disisi lain pelaksanaanya harus melalui fiat ketua pengadilan negeri. Parate eksekusi yang merupakan hak kreditur menjadi kabur dan bahkan dapat dikatakan terjadi konflik norma. Bentuk perlindungan hukumnya bagi kreditur pemegang hak tanggungan, telah dilakukan sepenuhnya dalam hal parate eksekusi terhadap obyek hak tanggungan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT, dan berdasarkan Pasal 6 UUHT, yaitu hak dari
14 26 pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) adalah hak berdasarkan Undang-Undang, jadi tanpa perjanjianpun, hak itu sudah lahir Penelitian yang dilakukan oleh Erma Yuni Mastuti dengan judul Penyelesaian Kredit Macet Melalui Parate Eksekusi Hak Tanggungan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV di Jakarta sebagai perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang hak tanggungan dan pembeli lelang Pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun Pokok permasalahan penelitian tersebut adalah bagaimanakah penyelesaian kredit macet melalui parate eksekusi hak tanggungan pada kantor pelayanan kekayaan Negara dan lelang (KPKNL) Jakarta IV? Hasil dari penelitian tersebut adalah pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan melalui KPKNL ini disamping dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak bank dalam pengembalian piutangnya, juga dapat memberikan perlindungan hukum bagi pembeli lelang, hal ini terkait dengan belum adanya peraturan mengenai pengosongan obyek lelang. Selain hal itu, terdapat beberapa kasus dalam pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan yang belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut karena adanya faktor dari pihak eksternal yaitu dari pihak Badan Pertanahan Nasional 14 Ronald T. Mangalik, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Eksekusi Obyek Hak Tanggungan Berdasarkan Parate Eksekusi, Tesis, Program Studi Magister Kenotaritan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm. 8.
15 27 dan pihak penilaian independen, namun hal tersebut tidak mempengaruhi KPKNL dalam melaksanakan lelang 15. Perbedaan pokok dan yang paling mendasar antara penelitian ini dengan kedua penelitian di atas adalah dalam penelitian ini lebih menitik beratkan kepada pelaksanaan atau penerapan parate eksekusi di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta. Penulis menilai berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa keberadaan UUHT khususnya mengenai parate eksekusi yang diatur dalam Pasal 20 angka (1) a. dan Pasal 6 belum memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak tanggungan pertama karena adanya konflik norma dalam UUHT. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis, penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan bahan masukan dan konstribusi pemikiran dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum khususnya dalam bidang kenotariatan dan hukum tanah. 2. Secara Praktis, penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para pihak pelaku ekonomi, serta masyarakat luas dalam hal menunjang pembangunan ekonomi. 15 Erna Yuni Mastuti, 2009, Penyelesaian Kredit Macet Melalui Parate Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV di Jakarta Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Dan Pembeli Lelang, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm 13.
16 28 E. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam permasalahan, tujuan penelitian yang berjudul Analisis Parate Eksekusi Obyek Hak Tanggungan Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur parate eksekusi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Yogyakarta, dan kesesuaian dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.
BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan A. Latar Belakang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyebutkan bahwa titik berat pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan ketersediaan dana semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya kegiatan pembangunan. Pembangunan yang pesat di segala bidang terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang
Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan
Lebih terperinci3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339
KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, dan prinsip negara hukum menuntut adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciPARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR
Yusuf Arif Utomo: Parate Executie Pada Hak Tanggungan 177 PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Oleh Yusuf Arif Utomo* Abstrak Bank dalam memberikan pinjaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau
VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie,
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan seluruh uraian pada bab sebelumnya, maka dalam bab penutup dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Pasal 20 UUHT telah ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di
Lebih terperinciImma Indra Dewi Windajani
HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penghimpunan tabungan dari masyarakat dan pemberian kredit kepada nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa bank lainnya untuk menunjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, pengaturan mengenai Notarisdiatur dalamundangundang
1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya, pengaturan mengenai
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016
HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN LELANG ATAS JAMINAN KEBENDAAN YANG DIIKAT DENGAN HAK TANGGUNGAN 1 Oleh : Susan Pricilia Suwikromo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciPELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.
PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH. 11010112420124 Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkembang, yaitu pembangunan di segala bidang, baik bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era pembangunan dewasa ini, peranan kredit sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan sangatlah penting untuk menunjang, merangsang dan menumbuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui
Lebih terperinciBAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam
BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara
Lebih terperinciPENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN
PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang
Lebih terperinciANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS KREDIT MACET PADA PT. BANK SUMUT
ADELIA NOVRIANI PURBA 1 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS KREDIT MACET PADA PT. BANK SUMUT (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.167/Pdt.G/2013/PN.Mdn jo Putusan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan
1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciEKSEKUSI TERHADAP OBYEK HAK TANGGUNGAN DENGAN BANTUAN PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sragen) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI
EKSEKUSI TERHADAP OBYEK HAK TANGGUNGAN DENGAN BANTUAN PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sragen) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Oleh : NUR HIDAYAH C.100.080.088 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN SECARA PARATE EKSEKUSI PADA PRAKTEK YANG DILAKUKAN DI
BAB II KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN SECARA PARATE EKSEKUSI PADA PRAKTEK YANG DILAKUKAN DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK CABANG MEDAN A. Pengertian Hak Tanggungan Menurut ketentuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis, dapat dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh hampir semua pelaku bisnis, baik pengusaha besar maupun
Lebih terperinciBAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan
28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan
BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan
Lebih terperinciDAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 Moh. Anwar Dosen Fakultas Hukum Unversitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK kredit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciHAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG
HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,
Lebih terperinciMengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah
Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kapal laut merupakan salah satu transportasi perairan yang sangat. Indonesia, baik dalam pengangkutan umum maupun
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kapal laut merupakan salah satu transportasi perairan yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik dalam pengangkutan umum maupun pengangkutan barang barang dan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade mengalami situasi yang tidak menentu. Pada tahun 1997 sistem perbankan Indonesia mengalami keterpurukan dengan adanya krisis
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA ABSTRAK Dian Pertiwi NRP. 91030805 Dee_967@yahoo.com Tujuan dari penelitian ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
Lebih terperinciKEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Retno Puspo Dewi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan masyarakat, dalam hal ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1.a.Kelebihan pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan Pasal 224 HIR/258 RBg juncto Pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT adalah sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik hakekatnya merupakan bentuk aktualisasi dari suatu perbedaan dan atau pertentangan antara dua pihak atau lebih. Sebagaimana dalam sengketa perdata,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan
8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar bank berasal dari sektor tersebut baik dalam bentuk bunga, provisi ataupun pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah, lebih dari itu tanah juga
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan paling utama, karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum dan pembangunan merupakan dua variable yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempuyai peranan
Lebih terperinciBAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA
BAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA 3.3 Tinjauan Umum Parate Eksekusi Dalam hal tidak diperjanjikan suatu jaminan
Lebih terperinciEKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Evie Hanavia Email : Mahasiswa S2 Program MknFH UNS Widodo Tresno Novianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan
PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu
Lebih terperinci