BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. mengenal batas batas administrasi wilayah, sehingga sudah waktunya strategi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

maupun daerah untuk mempercepat tercapainya pembangunan ekonomi. lahirnya dua produk undang-undang, yaitu Undang-undang No.

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan faktor-faktor alam yang satu dengan yang lainnya. Kabupaten Simalungun memiliki 4 daerah kecamatan yang wilayahnya

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG BADAN KOORDINASI PENGELOLAAN EKOSISTEM KAWASAN DANAU TOBA

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan kesejahteraan telah mengurung masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kritik dari teori trickle down effect, yang menegaskan bahwa

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI Program PPSP 2015

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi masyarakat. Dengan adanya otonomi daerah, maka wewenang pusat

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya memegang peranan penting dari

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil menempati posisi strategis dalam perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada hakekatnya pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumberdaya

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Bagi Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG

Barat yang Integratif Melalui Pegembangan Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri

TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor terbesar dalam hampir setiap ekonomi negara

I. PENDAHULUAN. Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar

INDIKATOR KAWASAN PETERNAKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP FAKULTAS PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BERITA RESMI STATISTIK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sehingga dinilai lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat dan perbaikan lingkungannya agar lebih baik dari sebelumnya. Indikator taraf hidup masyarakat biasanya digunakan ekonomi melalui besarnya pendapatan per kapita di wilayah tersebut. Sedang indikator lingkungan dinilai melalui keberlanjutannya (sustainability). Agar dicapai keberhasilan pembangunan, setiap wilayah yang melakukan pembangunan akan mengikuti strategi pembangunan wilayah yang ditentukan sebelumnya dalam bentuk tujuan pembangunan wilayah dan merupakan paradigma pembangunan. Pada umumnya tujuan pembangunan wilayah adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Dilain pihak akibat kurang tepatnya orientasi pembangunan ternyata menimbulkan adanya ketimpangan dalam hasil pembangunan yang dinikmati masyarakat. Ketimpangan pembangunan antara desa sebagai produsen pertanian dengan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi telah mendorong aliran Sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara tidak seimbang.

Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan kemudian telah mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi Sumber daya manusia, alam, bahkan modal (Douglas, 1986 dalam Djakapermana, 2003). Kondisi tersebut diatas, ditunjukkan dengan tingginya laju urbanisasi. Data Survey Penduduk Antarsensus (SUPAS) tahun 2002 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat urbanisasi di Indonesia dari 37,5% (tahun 1995) menjadi 40,5% (tahun 1998). Proses urbanisasi yang terjadi seringkali mendesak sektor pertanian ditandai dengan konversi lahan kawasan pertanian menjadi kawasan perkotaan, di mana di pantai utara Jawa mencapai kurang lebih 20%. Konsekuensi logis dari kondisi ini adalah menurunnya produktifitas pertanian. Pembangunan pertanian di Indonesia cukup kompleks. Antara lain disebabkan jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah sekitar 1,6% pertahun, sementara itu pertanian masih dicirikan oleh usaha sekala kecil yang dilaksanakan berjuta-juta petani, peternak dan nelayan, jauh dari pendapatan di sektor lainnya. Menyadari kondisi seperti ini maka untuk meningkatkan kesejahteraan petani Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian mempunyai kebijakan yaitu peningkatan

ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman Sumberdaya bahan pangan dan pengembangan agribisnis, dengan membangun keunggulan kompetitif sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah. Pengembangan agribisnis merupakan hal penting karena nilai tambah dari semua rangkaian produksi pertanian tercipta pada subsistem budidaya, pemasaran dan pengolahan atau agroindustri pedesaan dapat menjadi fase transisi menuju tranformasi struktural pertanian keproduksi pertanian sesungguhnya. Dalam pengembangan komoditi wilayah harus didasarkan atas keunggulan komparatif lokasi, dengan demikian produk-produk pertanian yang mempunyai karaktristik khusus harus mempunyai orentasi pengembangan yang lebih baik dan manajemen yang tepat untuk mencapai efisiensi yang maksimal (Panggabean, 2000). Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan adalah melalui konsep agropolitan. Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Agropolitan menjadi relevan diterapkan di Indonesia karena pada umumnya sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Pembangunan nasional berwawasan agribisnis perlu difasilitasi sedikitnya oleh dua strategi dasar yaitu: Pendekatan agropolitan dalam pengembangan agribisnis dan restrukturisasi dan konsolidasi agribisnis. Disamping itu, dalam operasionalisasinya paradigma pembangunan nasional berbasis agribisnis juga perlu

difasilitasi dengan sejumlah kebijaksanaan strategis pengembangan agribisnis. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat diselaraskan dimensi pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan pembangunan dalam arti luas. Dalam upaya mempercepat pembangunan pedesaan yang berbasis agribisnis serta meningkatkan daya saing produk-produk pertanian yang dihasilkan, Pemerintah Daerah Sumatera Utara dengan dukungan Pemerintah Pusat, khususnya Departemen Pertanian, Kimpraswil beserta Departemen terkait lainnya sepakat untuk mempromosikan pengembangan kawasan agropolitan di Sumatera Utara. Untuk tahap pertama, pengembangan kawasan dimulai di daerah Dataran Tinggi Sumatera Utara yang mencakup Kabupaten Karo, Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan. Samosir, Toba Samosir dan Kota Pematang Siantar. Penetapan kawasan tersebut didasari dengan nota kesepakatan antara lima bupati tersebut yang dikenal dengan Kesepakatan Berastagi yang ditandatangani tanggal 28 September 2002. Setelah adanya pemekaran beberapa kabupaten yang mengakibatkan bertambahnya tiga kabupaten di kawasan ini maka pada tanggal 11 April 2005 ditandatangani pernyataan kesepakatan bersama delapan Sekda Kabupaten/Kota yang terdapat di kawasan ini dan dibentuknya Pernyataan Kesepakatan Bersama (Kabupaten Samosir, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat dan Kota Pematang Siantar) untuk bergabung pada Program Agropolitan yang ditandatangani oleh Bupati/Walikota masing-masing kabupaten/kota pada tanggal 5 Mei 2005.

Untuk mempercepat implementasi, Gubernur Sumatera Utara membentuk Kelompok Kerja (POKJA) dan Tim Teknis Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) Sumatera Utara melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 050 / 1467.K, Tanggal 3 Desember 2002 dan diperbahurui dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 050/286.K tentang pembentukan Badan Koordinasi dan Tim Teknis Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara, Tanggal 26 April 2005. Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) Sumatera Utara adalah pengelompokan wilayah di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota (Karo, Dairi, Simalungun, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Pakpak Bharat, Tapanuli Utara, dan Pematang Siantar) yang disesuaikan pada kesamaan agrobiofisik dan sosial ekonomi, tanpa dibatasi oleh batas-batas administrasi. Dari total luas Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) yang mencapai 27.268,35 km 2 yang terdiri dari 126 kecamatan dan 1572 Desa/Kelurahan maka KADTBB yang paling luas terdapat di Kabupaten Simalungun (4.368,60 km 2 ), diikuti secara berturut-turut oleh Tapanuli Utara (3.764,65 km 2 ), Samosir (2.433,50 km 2 ), Toba Samosir (2.352,35 km 2 ), Humbang Hasundutan (2.297,20 km 2 ), Karo (2.127,25 km 2 ), Dairi (1.927,80 km 2 ), Pakpak Bharat (1.218,30 km 2 ) dan Kota Pematang Siantar (7.997 km 2 ). Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2005 kemudian menyusun Master Plan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.

Namun dalam perkembangannya kemudian dirasakan perlu adanya penekanan pada pengembangan komoditi tertentu pada Lokalita yang telah ditentukan sehingga pada tahun 2008 disusun Rancang Bangun Lokalita KADTBB. Rancang bangun adalah perencanaan pembangunan yang meliputi ruang, kelembagaan, infrastuktur serta sarana dan prasarana lainnya yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan (multi tahun) pada Lokalita percontohan di Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) Sumatera Utara. Kegiatannya meliputi pengembangan komoditi unggulan dan pembangunan sarana dan prasarana pendukung yang dibutuhkan sehingga pembangunan wilayah agroekosistem dengan komoditi unggulannya akan dapat mencapai sasaran, yaitu peningkatan kesejahteraan petani dan pertumbuhan ekonomi wilayah (BPTP dan Bappeda Provinsi Sumatera Utara, 2008). Lokalita agropolitan merupakan unit/satuan terkecil dari suatu kawasan agropolitan, yaitu suatu hamparan lahan dengan luasan 1.000-1.500 ha, yang memiliki kesamaan agroekosistem dengan sejumlah komoditi unggulan yang berkembang dan dikembangkan. Memiliki sejumlah usahatani individu yang terorganisir dalam kelompok-kelompok tani. Dengan syarat tersebut suatu Lokalita dapat terdiri dari 1 sampai 3 desa/kelurahan yang berdampingan. Pemilihan wilayah atau Lokalita percontohan adalah berdasarkan usulan dari masing-masing Pemerintah Kabupaten dan Kota se KADTBB. Disamping itu, lokasi yang direkomendasikan harus memiliki Sumber daya lahan, dan air serta iklim yang sesuai untuk pengembangan komoditi unggulan. Memiliki sejumlah usahatani yang

bersifat individu yang terorganisir dalam kelompok-kelompok tani serta pemerintah Kabupaten/Kota/Propinsi/Pusat memiliki komitmen untuk pengembangan Lokalita tersebut. Salah satu desa/kelurahan yang telah ditetapkan sebagai Lokalita percontohan pengembangan program Agropolitan di Sumatera Utara adalah Kelurahan Saribu Dolok, yang menjadi Ibukota Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun. Pada Master Plan KADTBB Kelurahan Saribu Dolok telah ditetapkan sebagai Pusat Distrik yang meliputi wilayah distrik Silimakuta, Purba, Dolok Silau dan Haranggaol Horison. Dipilihnya kelurahan ini sebagai objek penelitian karena dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Dewan Pakar Agropolitan Sumatera Utara dengan melihat perkembangan yang terjadi selama kurun waktu lima tahun, sejak diimplementasikannya program pembangunan kawasan agropolitan di Sumatera Utara pada tahun 2005, dari 9 Lokalita percontohan yang berada di 9 Kabupaten se- Sumatera Utara, Kelurahan Saribu Dolok telah ditetapkan sebagai Lokalita Percontohan Agropolitan terbaik di Sumatera Utara pada tahun 2010. Dalam penerapan konsep agropolitan di Sumatera Utara masih menemukan banyak kendala dan permasalahan. Dari segi aspek budidaya pertanian (on-farm) dianggap sudah berjalan cukup baik, namun dari segi pengembangan off-farm dan agribisnis masih banyak ditemui kendala yang memerlukan penanganan yang lebih baik. Target indikator kemajuan ekonomi yang telah ditetapkan pada Master Plan KADTBB Sumatera Utara yakni diharapkan tercapainya income per-kapita sebesar

minimal US$ 3.000 pada tahun 2015 nampaknya masih jauh dari kenyataan. Berawal dari hal tersebut peneliti bermaksud untuk melihat dampak pembangunan Kawasan Agropolitan terhadap pengembangan wilayah dan dan sejauh mana pengaruhnya terhadap peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat dengan melalui pendekatan spesifik pada lokalita percontohan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan kajian tentang latar belakang penelitian ini, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak pembangunan kawasan agropolitan terhadap perkembangan wilayah dilihat dari pemanfaatan lahan pada Lokalita Saribu Dolok. 2. Bagaimana dampak pembangunan kawasan agropolitan terhadap perkembangan wilayah dilihat dari produktifitas komoditi unggulan pertanian pada Lokalita Saribu Dolok. 3. Bagaimana dampak pembangunan kawasan agropolitan terhadap perkembangan wilayah dilihat dari pendapatan petani rata-rata pada Lokalita Saribu Dolok. 4. Bagaimana dampak pembangunan kawasan agropolitan terhadap pemberdayaan masyarakat di Lokalita Saribu Dolok dilihat dari faktor kelembagaan, partisipasi masyarakat, peran pemerintah, dan dukungan dunia usaha. 1.3. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis menetapkan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dampak pembangunan kawasan agropolitan terhadap perkembangan wilayah dilihat dari pemanfaatan lahan pada Lokalita Saribu Dolok; 2. Menganalisis dampak pembangunan kawasan agropolitan terhadap perkembangan wilayah dilihat dari produktifitas komoditi unggulan pada Lokalita Saribu Dolok 3. Menganalisis dampak pembangunan kawasan agropolitan terhadap perkembangan wilayah dilihat dari peningkatan pendapatan rata-rata petani pada Lokalita Saribu Dolok 4. Menganalisis dampak pembangunan kawasan agropolitan terhadap pemberdayaan masyarakat di Lokalita Saribu Dolok dilihat dari faktor kelembagaan, partisipasi masyarakat, peran pemerintah, dan dukungan dunia usaha. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang perencanaan dan pengembangan wilayah. 2. Memberikan bahan masukan/rekomendasi bagi pemerintah Kabupaten Simalungun dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk peningkatan pembangunan Kawasan Agropolitan di Sumatera Utara. 3. Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya, khususnya tentang pengembangan program Agropolitan.