BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pelayanan pasien dan koordinasi asuhan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (RS UGM) masih menjadi permasalahan sekaligus tantangan. Pengamatan di lapangan ditemukan keluhan mengenai ketidakjelasan batasan kolaborasi dalam hal rawat bersama, konsultasi antar profesi, penentuan dokter penanggung jawab (DPJP) dan DPJP Utama menyebabkan ketidaknyamanan bagi tim dan unit pelayanan. Peresepan obat dari masing-masing DPJP tidak terkoordinasikan dengan baik sehingga berisiko terjadinya interaksi obat atau potensiasi efek samping obat, sementara apoteker klinis belum mendapat ruang yang leluasa untuk memberi masukan dan ikut berperan dalam mengawal terapi pasien rawat inap. Selain itu masih ditemukan penundaan tindakan medis baik pemeriksaan/diagnostik ataupun tindakan terapetik/operatif yang sebenarnya dapat dicegah, akibat koordinasi dan komunikasi yang kurang efektif. Perawat ruang rawat juga mengeluhkan terapi dan rencana penanganan pasien dari beberapa DPJP yang merawat seorang pasien kadang kala tidak sejalan dan bahkan dapat bertentangan satu sama lain. Perencanaan pemulangan pasien juga belum berjalan dengan baik. Perencanaan pemulangan seringkali baru dilakukan atas perintah pulang dari dokter penanggung jawab pelayanan yang biasanya dilakukan sehari sebelumnya atau pada hari itu juga sehingga proses pemulangan pasien sering tidak berjalan mulus terkait koordinasi antar unit. Panduan Praktik Klinik (PPK) dan Clinical Pathway (CP) yang telah disusun oleh rumah sakit juga belum berjalan sesuai harapan. Masih ada keengganan dokter dan perawat serta profesi lain untuk mengisinya (Komite Mutu dan Keselamatan Pasien RS UGM, 2015). Ketidakjelasan dalam proses transisi (handover) pasien, perencanaan perawatan/terapi, dan realisasi rencana terapi. Sering ditemukan catatan pemindahan pasien antar ruangan belum terisi dengan jelas bahkan beberapa kali ditemukan insiden akibat ada hal yang terlewatkan dalam proses handover, yang pada akhirnya merugikan pasien dan menyebabkan ketidaknyamanan
2 hubungan antar petugas dan antar ruangan (Bidang Pelayanan Medik, 2016). Permasalahan tersebut terutama terjadi pada kasus yang kompleks yaitu kasus dengan multi diagnosis/problem, melibatkan banyak dokter dan profesi lain yang merawat, atau kondisi lain yang berisiko terjadi asuhan yang tidak adekuat untuk pasien. Salah satu kasus kompleks dalam kelompok 10 besar penyakit terbanyak di RS UGM adalah kasus stroke. Kompleksitas stroke berkaitan dengan variasi tingkat keparahan pasien, faktor risiko penyakit yang menyebabkan multi diagnosis/multi problem, risiko lama rawat yang panjang, dan dampak penyakit berupa risiko kematian atau kecacatan yang berpengaruh pada kualitas hidup pasien dan kehidupan sosial ekonomi keluarganya. Data kasus stroke 2015 di RS UGM menunjukkan 36% kasus terjadi pada usia produktif yaitu dibawah 60 tahun, serta 64% kasus terjadi pada usia lanjut yaitu diatas 60 tahun. Angka kematian kasus stroke tahun 2015 sebesar 16%, dengan lama hari dapat mencapai 20 hari (Bidang Pelayanan Medik, 2016). Stroke yang dialami oleh usia produktif akan berdampak langsung pada kegiatan ekonomi pasien dan keluarga, sementara pada usia lanjut tentu akan menambah beban bagi keluarganya terutama jika terjadi kecacatan pasca serangan. Panjangnya lama hari rawat pada kasus stroke merupakan inefisiensi bagi rumah sakit dan menambah biaya perawatan yang tidak terkompensasi (uncompensated care) oleh jaminan kesehatan dengan paket Indonesian Case Based Groups (INA CBG s). Permasalahan-permasalahan yang terjadi tersebut harus segera diatasi untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan RS UGM. Perlu pendekatan model dan strategi pelayanan yang lebih komprehensif dan efektif terutama pada manajemen pasien kronis dan atau pasien dengan permasalahan yang kompleks untuk dapat meningkatkan proses koordinasi asuhan, mengidentifikasi dan mengantisipasi risiko kegagalan pelayanan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dan secara keseluruhan meningkatkan mutu pelayanan. Salah satu upaya RS UGM untuk mengatasi permasalahan di pelayanan tersebut adalah dengan menerapkan case management system yang diyakini sebagai model yang efektif untuk peningkatan mutu pelayanan.
3 Implementasi case management secara benar pada kasus stroke yang merupakan salah satu kasus kompleks di RS UGM diharapkan mampu meningkatkan koordinasi asuhan, menambah nilai bagi pasien dan keluarga, mengurangi dampak yang serius pasca rawat, dan secara umum meningkatkan mutu pelayanan. Kajian awal diperlukan untuk melakukan evaluasi implementasi case management tersebut mengingat implementasinya di beberapa rumah sakit dinilai belum ideal. Belum ada standar dan protokol yang jelas mengenai implementasi Case Management di rumah sakit sehingga RS UGM perlu merujuk pada sumber dari luar dengan interpretasi yang bisa berbeda dan perlu dievaluasi terkait setting rumah sakit dan kondisi masyarakat yang berbeda. Case Manager sebagai motor penggerak Case Management System juga belum tersertifikasi seperti halnya di luar negeri dan sampai saat ini belum ada lembaga di Indonesia yang bisa melakukan sertifikasi case manager. Hal ini berpotensi menimbulkan kesenjangan dalam implementasi case management system. B. Perumusan Masalah Proses koordinasi dan kolaborasi pelayanan kasus stroke yang merupakan salah satu kasus kompleks belum berjalan optimal. RS menerapkan case management system untuk meningkatkan koordinasi pelayanan kasus kompleks. Sebagai sistem yang baru diimplementasikan, perlu dilakukan evaluasi untuk optimalnya implementasi case management system tersebut.
4 C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Mengevaluasi pelaksanaan sistem case management pada pasien stroke rawat inap di RS UGM Tujuan Khusus: 1. Menilai kesesuaian pelaksanaan model case management dengan panduan dan standar yang diadopsi yaitu dari Case Management Society of America (CMSA) dan American Case Management Association (ACMA) 2. Mengukur luaran pasien setelah penerapan case management system 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kesesuaian pelaksanaan sistem case management di RS UGM D. Manfaat Penelitian Bagi RS UGM: 1. Sebagai kajian untuk evaluasi implementasi case management di RS UGM 2. Sebagai masukan bagi manajemen RS untuk perbaikan penerapan sistem case management yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan RS UGM Bagi pihak di luar RS UGM: Sebagai referensi tambahan untuk kajian implementasi case management system
5 E. Keaslian Penelitian Penulis (tahun) Burns T, Catty J, Dash M, et al (2007) Wulff CN, Thygesen M, Sondergaard J, et al (2008) Sheaff R, Boaden R, Sargent P, et al (2009) Stanton M, Packa D (2010) Sandberg M, Jacobsson U, Midlov P, et al (2015) Tabel 1. Penelitian terdahulu mengenai case management Tujuan Menjelaskan mengapa uji klinis case management intensif menunjukkan inkonsistensi dalam hal pemanfaatan pelayanan RS Merangkum karakteristik intervensi, luaran minat, hasil, dan komponen validitas uji kontrol acak mengenai case management sebagai metode untuk mengoptimalkan alur klinis kanker Menilai dampak dari beberapa model case management pada pasien tua dan lemah dalam hal admisi yang tak terencana Mengkaji peran potensial dari case management dalam hal bukti-bukti, pengukuran dan analisis luaran. Evaluasi pengaruh intervensi case management pada usia lanjut dan lemah dalam hal biaya dan utilisasi Rancangan penelitian Systematic Review & Meta- Regression Randomized Controlled Trials Systematic Review Multiple Qualitative Case Study Sampel 29 data RCT Hasil utama Case management intensif bermanfaat pada kasus yang lebih sering membutuhkan perawatan di RS dibanding yang jarang membutuhkan perawatan di RS 7 RCTs Kelangkaan RCTs mengenai Case Management menyebabkan kesulitan dalam menarik kesimpulan review terutama mengenai aspek intervensi yang berkontribusi pada keseluruhan efek case management 231 responden Diperoleh gambaran fungsi case management, tidak ada perbedaan signifikan antar model case management, case management menambah nilai bagi pasien dan keluarga Journal Review - Case management diperlukan di level individual (microsystem) dan level RS (macrosystem) sebagai program manajemen luaran yang efektif. Tidak ditemukan konflik peran dalam case management Randomized Controlled Trial 153 ; n=80 (intervensi), n=73 (control) Tidak ada perbedaan signifikan dalam hal biaya total. Ada perbedaan signifikan dalam hal biaya perawatan dan pertolongan informal
6 Berbeda dengan penelitian terdahulu yang melakukan penilaian terhadap dampak intervensi case management system, penelitian ini mengevaluasi intervensi case management system pada tahap awal implementasi dengan menilai luaran implementasinya (implementation outcome) dan memfokuskan pada luaran kesesuaian (fidelity) saja. Penelitian-penelitian terdahulu menggunakan metode dan desain kuantitatif, kualitatif, case study, Randomized Controlled Trials, Journal Review, atau Systematic Review, sedangkan penelitian ini menggunakan desain studi mixed methods untuk memperoleh data yang lebih komprehensif dari berbagai aspek. Penelitian terdahulu mengambil subyek penelitian yaitu pasien, keluarga/orang yang merawat, atau case manager. Subyek Penelitian ini adalah case manager dan penyedia layanan kesehatan (provider) yaitu dokter spesialis penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan paramedis.