BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti diketahui pengelolaan obat di rumah sakit sangat penting dimana biaya obat yang dikeluarkan pada negara berkembang mengambil dana yang cukup besar yaitu berkisar antara % dari anggaran kesehatan masyarakat, dibandingkan di negara negara maju yang hanya mencapai 12% (Govindaraj et al., 2000). Dengan adanya sistem pembiayaan jaminan kesehatan yang merupakan program pemerintah baik daerah maupun pusat memberikan dampak pada penggunaan obat terutama di rawat inap. Berdasarkan penelitian Sari (2010), ditemukan adanya prescribing error di instalasi rawat inap RSUD Liwa 47,5% meliputi too low dose (0,2%), too high dose (7,1%), potensial interaksi obat (44,2%) dan antibiotika kombinasi (1,6%) serta potensial interaksi obat di instalasi rawat inap (penyakit dalam) 83,2%, lebih tinggi dibandingkan instalasi rawat jalan 79,8%. Pada penggunaan obat yang tidak rasional juga akan memicu kenaikan jumlah macam obat, yang akan menjadi beban bagi banyak pihak seperti manajemen, bertambah beratnya beban pengelolaan dan beban pembiayaan, seperti sistem pembiayaan jaminan kesehatan yang terbatas biayanya untuk obat dan bahan habis pakai, apabila penggunaan tidak rasional maka biaya akan obat dan bahan habis pakai menjadi tidak efisien. Selain itu dengan jumlah dan item obat yang semakin meningkat berdampak pada pengelolaan obat seperti kesulitan perencanaan dan penyimpanan obat. Dampak yang dirasakan konsumen karena penggunaan obat yang tidak rasional yaitu semakin banyak terjadi efek samping dan kasus resistensi serta semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (Quick et al., 2012). Dengan adanya kontrol oleh pharmasis dalam penyiapan dan distribusi obat maka insisden terjadinya errors akan menurun yang akan berdampak juga pada biaya obat dimana pasien hanya membayar obat yang digunakan,serta waktu perawatannya lebih pendek, pada penelitian yang membandingkan sistem 1

3 2 dispensing yang berbeda di rumah sakit memberikan hasil yang signifikan pada sistem unit dose dispensing yaitu mampu meningkatkan partisipasi pharmasis dalam control dan distribusi obat 39,4% dan waktu keterlibatan perawat dalam mengendalikan obat berkurang sebanyak 13,7% kejadian dispensing errors pada sistem unit dose dispensing sebanyak 3,8% (Anacleto et al., 2005). Obat merupakan salah satu komponen yang signifikan pada pengobatan dan bagian pendapatan di rumah sakit. Implementasi sistem dispensing obat yang aman,teroganisir dan efisien merupakan faktor esensial untuk mengontrol biaya dan menjamin resep sampai dengan aman dan pada saat yang dibutuhkan. Sistem dispensing yang sesuai sangat penting untuk mencegah dan mereduksi medication errors dengan membantu meminimalkan kesempatan terjadinya dispensing errors di instalasi farmasi. Rumah Sakit Umum Daerah Liwa merupakan rumah sakit klas C yang dibangun pada Tahun 1997/1998, di atas tanah seluas 5,5 ha dengan luas bangunan m 2 dan memiliki 81 tempat tidur. Rumah Sakit Umum Liwa mempunyai visi Terwujudnya pelayanan Rumah Sakit yang optimal, dan mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit dan meningkatkan profesionalisme tenaga Rumah Sakit. Berdasarkan Perda No. 14 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Tehnis Daerah Kabupaten Lampung Barat, Kantor Rumah Sakit Daerah Liwa terdiri dari 1 bagian tata usaha, 3 bidang, 3 subbag dan 6 subbid, ditambah kelompok jabatan fungsional. Pelayanan kesehatan di RSUD Liwa meliputi; tujuh unit pelayanan rawat jalan yaitu poli umum, poli kebidanan, poli penyakit dalam, poli gigi, poli bedah, poli anak dan poli paru. Selain itu terdapat enam ruang rawat inap yaitu ; ruang kebidanan, ruang anak dan perinatologi, ruang bedah, ruang penyakit dalam, ruang VIP/kelas 1 dan ruang ICU. Jumlah tempat tidur di RSUD Liwa tahun 2011 sebanyak 81 tempat tidur, dengan distribusi berdasarkan kelas dan ruang rawat, ruang VIP/kelas 1 berjumlah 8 tempat tidur, ruang kebidanan 11 tempat tidur, ruang anak 9 tempat tidur, ruang perinatologi 5 tempat tidur, ruang bedah 24 tempat tidur, ruang penyakit dalam 21 tempat tidur, serta ruang ICU 3 tempat tidur. Jumlah tenaga di RSUD Liwa tahun 2

4 2011 sebanyak 244 orang. Berdasarkan jenis ketenagaan, 70.1% adalah tenaga kesehatan, dan sisanya (29.9%) non kesehatan. Berdasarkan status kepegawaian, 98.77% PNS, dan 0.8% tenaga Kontrak, serta 0.4% adalah PTT. Jumlah dokter spsialias di RSUD Liwa belum tercukupi. Baru terdapat 3 spesialis dasar yaitu bedah, penyakit dalam, dan kebidanan serta 1 spesialis paru. Jumlah dokter umum sebanyak 13 orang. Tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit Daerah Liwa tahun 2011 sebesar 55% (dengan 81 tempat tidur), tahun 2010 sebesar 41.8 % (dengan 81 tempat tidur), tahun 2009 sebesar 48,5% (dengan 81 tempat tidur), mengalami penurunan dibanding tahun 2008 sebesar 56,7% (dengan 76 tempat tidur). Pemanfaatan tempat tidur tahun 2011 tertinggi pada bulan Desember mencapai 71% dan terendah pada bulan Agustus sebesar 46%. Lama hari perawatan di Rumah Sakit Liwa yaitu 4 hari (tahun 2008) serta 4 hari (tahun 2009), 3 hari (tahun 2010) serta 3 hari (tahun 2011). Jumlah pasien dirawat terbanyak pada bulan Maret mencapai 48 orang, sedangkan terendah sebanyak 37 orang pada bulan Juni. Rata-rata pasien dirawat per hari terbanyak di ruang penyakit dalam mencapai 12 orang/hari, sedangkan terendah di ruang anak dan ICU sebanyak masing-masing 2 orang/hari. Rata-rata jumlah pasien per hari terbanyak tahun 2011 yang pernah dicapai sebanyak 15 orang/hari di ruang penyakit dalam. Berdasarkan angka BOR dan LOS ini sebagai salah satu faktor pendukung dalam pengelolaan obat sehingga obat dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan juga bermutu yang terjangkau bagi masyarakat pengguna layanan kesehatan. Kebijakan yang telah diambil sejak diterbitkannya keputusan direktur Nomor 46/Kep/0499 pada tanggal 8 April 1999 tentang petunjuk teknis penerapan OUDD/ODDD pelayanan obat bagi pelanggan ASKES yang dirawat di RS pemerintah bisa dimulai. Dalam hal ini rumah sakit Umum Daerah Liwa untuk menurunkan kerugian dalam hal ini penurunan biaya penggunaan obat dirawat inap, menurunkan angka kejadian medication errors, mengoptimalkan pengembalian obat yang tidak digunakan, menurunkan error prescribing dilaksanakan sistem one day dose dispensing dilaksanakan pada Januari 2008.

5 4 Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian / unit / divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia., 2004). Berdasarkan definisi tersebut jelas bahwa farmasi rumah sakit merupakan bentuk pelayanannya sedangkan instalasi rumah sakit adalah tempat pelayanan kefarmasiannya dengan kata lain instalasi farmasi rumah sakit sebagai unit yang dipimpin oleh seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa Apoteker serta Asisten Apoteker untuk melaksanakan fungsi pengelolaan obat untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan secara paripurna, berkualitas serta efektif dan efisien. Tugas utama instalasi farmasi rumah sakit adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan mau pun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar dan Amalia., 2004). Berdasarkan data Rekapitulasi belanja bahan habis pakai dari sumber dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas ) terjadi peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 di RSUD Liwa terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Belanja Bahan Habis Pakai bersumber dana Jamkesmas Tahun 2009 s.d Tahun 2012 Tahun Belanja BHP (Rp) Sumber : Instalasi farmasi RSUD Liwa Sedangkan anggaran belanja obat-obatan Jamkesmas juga mengalami peningkatan dari Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2012, ini terlihat pada tabel 2. 4

6 Tabel 2. Anggaran Belanja Obat-obatan bersumber dana Jamkesmas Tahun Jumlah Dana (Rp) Realisasi (Rp) Sumber : Bidang Pelayanan RSUD Liwa Berdasarkan data tabel diatas jelas terlihat belanja obat dan bahan habis pakai terjadi peningkatan yang signifikan yang melebihi proporsi sehingga memberikan dampak rendahnya jasa pelayanan yang diterima oleh provider (maksimal 44%) ini sangat berpengaruh terhadap kinerja provider di RSUD Liwa dimana seharusnya jasa pelayanan yang diterima sesuai apabila penggunaan obat terutama dirawat inap sesuai standar sehingga tidak terjadi peningkatan biaya obat. Sejak bulan Januari 2008 telah dilaksanakan sistem One Day Dose Dispesing (ODDD) di RSUD Liwa namun hasil yang diharapkan belum maksimal sehingga diterapkan juga kartu obat rawat inap pada ODDD sebagai salah satu upaya untuk menurunkan biaya penggunaan obat rawat inap dan menurunkan kejadian double resep maupun kehilangan resep dirawat inap dilaksanakan mulai bulan Juli tahun Sebelum diterapkan kartu obat rawat inap pada One Day Dose Dispensing (ODDD) sentralisasi, dirawat inap masih menggunakan resep individual pada ODDD sentralisasi, dimana prosesnya dokter visite di ruang rawat inap masih menggunakan sistem manual prescribing, seluruh resep rawat inap masing masing bangsal diserahkan ke keluarga pasien, belum ada petugas pengantar dan pengendali resep,dan resep diserahkan ke Instalasi Farmasi, dilakukan penyiapan obat kemasan tunggal untuk 24 jam atau one day. Penyiapan obat di instalasi farmasi belum maksimal hal ini berkaitan dengan masih mengikuti waktu visite dokter yang belum terjadwal, ini sangat berpengaruh terhadap pelayanan penggunaan obat pada pasien yang seharusnya obat diterima pasien bisa tepat waktu, sehingga akan menimbulkan pelayanan obat tidak efektif (INNSA., 2007). Setelah proses penyiapan obat kemasan dosis unit untuk satu hari atau 24 jam

7 6 obat dikirim keruang rawat inap di simpan diloker obat masing masing pasien yang sesuai dengan label nama pasien, dan siap diberikan pada pasien sesuai jadwal pemberian obatnya oleh perawat. Hal itu semua menyebabkan kesulitan dalam proses pengumpulan resep, dimana resep antar berbagai sumber dana tidak dapat dibedakan, mengakibatkan risiko kehilangan resep cukup besar. Selain itu risiko terjadinya double resep atau peresepan obat yang sama risiko lebih besar karena tidak terlihat jelas obat obat yang sudah diterima pasien, dimana perawat yang bertugas juga berbeda shift. Berdasarkan kondisi tersebut, maka terdapat kebijakan manajemen berupa kesepakatan antara manajemen, IFRS dan Bagian keperawatan pada bulan Juli tahun 2012 diterapkan sistem kartu obat rawat inap pada ODDD, prosesnya dokter visite di ruang rawat inap menulis resep pada kartu obat rawat inap, seluruh kartu obat rawat inap masing masing bangsal dikumpulkan dan dikirim ke IFRS oleh petugas dari rawat inap, dilakukan verifikasi pemberian obat sesuai standar terapi/dpho,juklak/juknis Jamkesmas oleh Farmasi dan dilakukan penyiapan obat kemasan tunggal untuk 24 jam atau one day. Setelah proses penyiapan obat kemasan dosis unit untuk satu hari atau 24 jam obat dikirim keruang rawat inap di simpan diloker obat masing masing pasien yang sesuai dengan label nama pasien, dan siap diberikan pada pasien sesuai jadwal pemberian obatnya oleh perawat. Penerapan sebelum dan sesudah sistem kartu obat rawat inap pada ODDD dapat dilihat pada tabel 3. 6

8 Tabel 3. Penerapan Sebelum dan Setelah Sistem Kartu Obat Rawat Inap pada ODDD di RSUD Liwa No Uraian Sebelum penerapan sistem kartu obat rawat inap pada ODDD 1 Mulai penerapan Januari 2008 Juli 2012 Setelah penerapan sistem kartu obat rawat inap pada ODDD 2 Peresepan Resep Kartu obat rawat inap 3 Pengantar resep/kartu obat 4 Pengantar obat ke ruangan 5 Pengendali resep/obat diruangan Keluarga pasien Keluarga pasien Belum ada Petugas rawat inap Petugas IFRS Sudah ada 6 Kemasan obat Untuk 24 jam (1 hari) Untuk 24 jam (1 hari) 7 Penyimpanan obat diruangan 8 Waktu/Jadwal visite dokter 9 Manfaat dan kendala dari penerapan sistem 10 Pengumpulan resep diruangan sebelum dikirim keifrs Sumber : RSUD Liwa Loker obat Belum terjadwal - Resep dari berbagai sumber dana sulit dibedakan - Risiko kehilangan resep cukup besar - Risiko terjadi double resep atau peresepan obat yang sama lebih besar - Proses verifikasi resep lebih sulit Belum ada Loker obat yg diberi label sesuai pasien masingmasing Belum terjadwal - Kartu obat dari berbagai sumber dana dapat dibedakan - Risiko kehilangan resep/kartu obat kecil - Risiko terjadi double resep atau peresepan obat yang sama lebih kecil - Proses verifikasi resep lebih mudah Sudah ada Pada pengamatan diruang penyakit dalam bulan Desember 2012 sampai Januari 2013 ini catatan pemakaian obat dirawat inap untuk pemberian obat oral dan parenteral sudah ada namun tidak diketahui apakah ada pengembalian obat

9 8 yang tidak digunakan, maupun sisa peggunaan obat. Selain itu berdasarkan data 10 besar penyakit rawat inap kasus hipertensi cukup tinggi terutama hipertensi essensial (primer) sebanyak 185 pasien (6,8%), di rawat jalan kasus hipertensi dengan komplikasi penyakit lainnya merupakan kasus yang terbanyak yaitu 485 kasus (16,09%), sedangkan hipertensi essensial (primer) diurutan keempat yang terbanyak yaitu 331 kasus (10,99%) sedangkan dari hasil penelitian Setyowati (2012) menunjukan bahwa Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok hipertensi primer. Dengan LOS rata rata 3 hari dan BOR 55% pada Tahun 2011 ini sangat memungkinkan perhatian yang dari manajemen rumah sakit untuk pengelolaan secara aman dan efisien yang salah satu kebijakan yang dapat dilaksanakan dengan penerapan One Day Dose Dispensing. Pada pasien hipertensi maupun stroke memerlukan biaya yang sangat banyak yang meliputi biaya medik berupa biaya obat, konsultasi medik, tes laboratorium, dan biaya obat yang hampir 70% dari total biaya pelayanan kesehatan pasien (Setyowati., 2012), dari fakta fakta tersebut diperlukan pengelolaan obat guna tercapai penurunan biaya obat dengan penggunaan obat untuk pasien hipertensi. Sejak diterapkan sistem distribusi obat One Day Dose Dispensing (ODDD) sentralisasi dengan individual prescribing yang dimulai pada Januari 2008 sampai sekarang dan One Day Dose Dispensing (ODDD) sentralisasi dengan kartu obat rawat inap yang diterapkan sejak bulan Juli 2012 belum pernah dievaluasi pelaksanaannya sehingga belum diketahui pengaruh yang terjadi sejak diberlakukannya sistem ODDD ini baik pada pola penggunaan obat rawat inap, maupun biaya obat dari rawat inap. Jadi Evaluasi ini sangat diperlukan untuk bahan rekomendasi dalam menyusun langkah langkah perbaikan, peningkatan dan kemajuan RSUD Liwa khususnya dalam hal sistem distribusi obat. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 8

10 1. Bagaimana pola penggunaan obat untuk pasien hipertensi di RSUD Liwa sebelum dan setelah penerapan sistem kartu obat rawat inap pada One Day Dose Dispensing (ODDD)? 2. Bagaimana biaya obat untuk pasien hipertensi setelah penerapan sistem kartu obat rawat inap pada ODDD? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pola penggunaan obat sebelum dan sesudah penerapan sistem kartu obat rawat inap pada ODDD serta biaya obat untuk pasien hipertensi diruang penyakit dalam RSUD Liwa. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pola penggunaan obat sebelum dan setelah penerapan sistem kartu obat rawat inap pada ODDD b.untuk mengetahui biaya obat untuk pasien hipertensi di ruang penyakit dalam setelah penerapan sistem kartu obat rawat inap pada ODDD D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini bermanfaat bagi Rumah Sakit Umum daerah Liwa untuk mengetahui efisiensi biaya obat dan efisiensi biaya sistem distribusi obat ODDD sehingga dapat menjadi bahan acuan untuk perbaikan sistem yang lebih baik. 2. Bagi Minat Manajemen Rumah Sakit Ilmu Kesehatan Masyarakat, menjadi referensi pada proses pendidikan dan penelitian khususnya pada instansi yang telah menerapkan sistem ODDD 3. Bagi peneliti sebagai tambahan ilmu pengetahuan, wawasan yang dapat diterapkan dan dimanfaatkan bagi masyarakat.

11 10 E. Keaslian Penelitian Tabel 4. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya : Nama Tujuan penelitian Lokasi penelitian Rancangan Nugraheni Purwaningsih (2008) Nkansah., et al (2011) Pande.,et al (2013) Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan inefisiensi pendistribusian obat di RSUD Tanjung Pinang Menguji pengaruh pelaksanaan non dispensing terhadap hilangnya pasien di farmasi dilihat dari outcome pasien dan pelayanan kesehatan Menguji pengaruh pelaksanaan pelayanan non dispensing terhadap outcomes pasien, penggunaan pelayanan RSUD Tanjung Pinang Rawat jalan Negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang Kuasi Penelitian Eksperimental Randomized controlled trials comparing Randomized controlled trials,non Randomized Subyek penelitian Bangsal Kebidanan Pasien rawat jalan Negaranegara berpenghasi lan rendah Pengumpulan data Pengambilan sampel secara acak Pengambilan sampel acak dan penilaian bias diikutsertakan RCT dan non RCT 10

12 kesehatan dan biaya pada controlled dan sedang Negara berpendapatan rendah trials,controlled menurut dan sedang before after Bank Dunia studies and tahun 2009 interrupted time series analyses comparing Peneliti (2013) Untuk mengukur pola penggunaan obat sebelum dan sesudah penerapan sistem kartu obat rawat inap pada RSUD Liwa Kuasi eksperimental IFRS dan ruang rawat inap penyakit dalam Total populasi, secara retrospektif ODDD serta biaya obat untuk pasien hipertensi diruang penyakit dalam RSUD Liwa.