HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.))

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

HASIL DAN PEMBAHASAN A B C

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp.

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini;

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

HASIL DAN PEMBAHASAN

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

a. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis Rsalani. penyebab penyakit busuk pelepah

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

Pembinaan Terhadap Terpidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Jambi

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Transkripsi:

14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar 1). Gejala pada tanaman jeruk adalah kulit batang dan cabang mengelupas dan kering, pengelupasan kulit batang dan cabang terus meluas hingga ke seluruh permukaan sehingga terbentuk luka yang terbuka (Wiratno & Nurbanah 1997). Pada tingkat serangan yang berat batang tanaman jeruk membusuk dan kemudian mati (1A). Tanaman kakao yang terserang B. theobromae mengalami penyakit pod rot. Pada buah yang terserang terdapat bercak cokelat dan menjadi keriput (1B). Menurut CABI (2007) bercak pada buah kakao yang disebabkan B. theobromae pada awalnya merupakan klorosis yang kemudian menjadi bercak cokelat yang meluas. A B C D E Gambar 1 Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan B. theobromae pada lima tanaman inang. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); manggis (D); pisang (E). Sumber foto: (A,C,D,E) Suryo Wiyono; (B) TNAU 2008

15 Permukaan batang tanaman karet muda yang terserang B. theobromae menjadi berwarna cokelat dan teksturnya menjadi kasar (1C). Menurut Pha et al. (2009) pada kelembaban yang cukup miselia berwarna putih akan muncul pada permukaan batang yang retak serta kulit batang dan ranting terkelupas. kulit batang karet yang terserang menjadi busuk disertai keluarnya lateks atau getah pada tanaman muda berumur 1-2 tahun. Pada serangan yang berat dapat menyebabkan retak dan gummosis. Tanaman manggis yang terserang B. theobromae mengalami mati ujung, ranting menjadi kering dan berwarna hitam, selain itu kulit terkelupas dan menjadi luka (1D). Buah pisang yang terserang B. theobromae mengalami busuk buah. Pada kulit buah terdapat bercak-bercak hitam kecokelatan tidak beraturan yang dapat meluas (1E). Menurut Raut & Ranade (2004) pada awalnya bercak berwarna cokelat muda, lama kelamaan bercak berubah warna menjadi cokelat tua hingga hitam. Bercak meluas dimulai dari bagian ujung atas buah yang kemudian menyebar hingga ke seluruh bagian buah sehingga daging buah menjadi berwarna cokelat tua hingga hitam, lembek dan berair. Dalam keadaan yang lembab miselium dan piknidia berwarna hitam juga dapat terlihat pada jaringan tanaman yang bergejala. Karakter Morfologi B. theobromae Karakter morfologi cendawan B. theobromae berasal dari lima inang menunjukkan bahwa cendawan-cendawan tersebut memiliki perbedaan dalam warna koloni (Gambar 2). Koloni pada usia 11 hari (tua) isolat asal jeruk berwarna abu-abu muda, kakao berwarna cokelat, karet berwarna cokelat tua, manggis berwarna hitam keabuan, dan pisang berwarna hitam pekat. Perubahan warna koloni pada karet, kakao, pisang, dan jeruk secara merata di seluruh miselium pada cawan petri pada awalnya berwarna putih terus bertambah gelap dengan bertambahnya umur koloni. Sedangkan pada manggis perubahan warna dimulai dari tengah koloni yang mulai berwarna gelap dan terus menyebar hingga ke bagian pinggir koloni pada cawan petri.

16 3 HST 11 HST A B C D E Gambar 2 Koloni isolat cendawan B. theobromae dari lima tanaman inang pada media PDA berumur 3 dan 11 hari setelah tanam (HST). Jeruk (A), kakao (B), karet (C), manggis (D), pisang (E). Koloni mengalami perubahan warna dengan bertambahnya umur koloni. Pada isolat asal manggis miselium berwarna putih hingga 3 hari setelah tanam (HST) dan terus bertambah gelap seiring waktu hingga 7 HST. Isolat asal pisang dan karet berwarna putih hingga 6 HST dan terus bertambah gelap seiring waktu hingga 8 HST, sedangkan isolat asal kakao dan jeruk miselium masih berwarna putih hingga 10 HST dan terus bertambah gelap seiring waktu hingga 15 HST. Diameter koloni (cm) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 12 24 36 48 60 72 84 96 Umur biakan (Jam) Jeruk Kakao Karet Manggis Pisang Gambar 3 Pertumbuhan ukuran koloni cendawan B. theobromae pada media PDA selama 96 jam

Tabel 2 Pertumbuhan diameter koloni cendawan B. theobromae B. theobromae Kecepatan pertumbuhan koloni isolat asal (cm)/12 Jam ± SD Jeruk 1,48 a ± 0,24 Kakao 1,20 ab ± 0,17 Karet 1,45 a ± 0,13 Manggis 0,68 b ± 0,59 Pisang 1,68 a ± 0,15 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05), SD = standar deviasi Pertumbuhan koloni B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan kecepatan yang berbeda-beda. Koloni isolat asal pisang memiliki kecepatan tumbuh paling cepat yaitu 1,68 cm per 12 jam, sedangkan isolat asal manggis menunjukkan kecepatan pertumbuhan paling lambat yaitu 0,68 cm per 12 jam (Tabel 2). Kecepatan pertumbuhan isolat asal jeruk, karet dan pisang tidak berbeda nyata, isolat asal kakao tidak berbeda nyata dengan semua isolat lain. Ukuran maksimum koloni cendawan B. theobromae pada media PDA di dalam cawan petri dalam penelitian ini adalah 9 cm. Pada umumnya pertumbuhan miselium mencapai 9 cm pada 36-84 jam setelah tanam (JST). Pada Gambar 3 ditunjukkan bahwa pertumbuhan paling cepat adalah pada isolat B. theobromae asal pisang yaitu mencapai 9 cm pada 36 JST, miselium isolat asal jeruk dan karet memiliki kecepatan pertumbuhan yang hampir sama mencapai 9 cm pada 48 HST. Pada isolat asal kakao pertumbuhan miselium mencapai 9 cm pada 72 JST, sedangkan pertumbuhan miselium asal manggis adalah yang paling lambat yaitu mencapai 9 cm pada 84 JST. Gambar 4 menunjukkan piknidia B. theobromae asal tanaman jeruk, kakao, karet, manggis dan pisang dengan perbesaran 4 X 10. Piknidia merupakan tubuh buah yang berbentuk seperti labu yang didalamnya terdapat konidiofor dan memproduksi konidia (Agrios 2005). Pada umumnya piknidia berwarna cokelat hingga hitam dan diselimuti oleh miselia. Piknidia terbentuk secara berpencar atau tidak berkelompok. Pada Gambar 4 A, B, C, dan D piknidia tampak dari atas, sebagian tubuh piknidia muncul di permukaan, sehingga jika tampak dari atas piknidia berbentuk bulat dan timbul serta diselimuti oleh miselium cendawan 17

18 putih. Piknidia asal tanaman jeruk, kakao dan manggis berwarna hitam, sedangkan piknidia asal tanaman karet dan pisang berwarna cokelat tua hingga cokelat kehitaman. A B C D E Gambar 4 Piknidia cendawan B. theobromae dari lima tanaman inang dengan perbesaran 40x. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); manggis (D); pisang (E). Piknidia B. theobromae yang berasal dari tanaman pisang (Gambar 4 E), tampak dari samping berbentuk jorong atau tabung, berwarna cokelat, dan piknidia terbentuk diantara miselium cendawan. Tampak samping terlihat bahwa sebagian tubuh piknidia muncul di atas permukaan koloni cendawan, sedangkan sebagian lainnya berada di dalam miselium. Gambar 5 Piknidia B. theobromae yang pecah mengeluarkan konidia

19 Piknidia berwarna hitam yang pecah dan mengeluarkan konidia muda (Gambar 5). Dengan pewarnaan menggunakan lactophenol blue konidia muda tampak berwarna biru, konidia keluar dari dalam piknidia yang dipecahkan. Menurut Masilamani & Muthumar (1996) pada kondisi alami piknidia matang akan menghasilkan konidia matang yang kemudian konidia matang akan keluar melalui lubang ostiol pada piknidia dan kemudian menyebar. Gambar 6 menunjukkan konidia muda dan konidia matang B. theobromae yang berasal dari empat tanaman inang dengan perbesaran 10 X 100 dan pewarnaan dengan lactophenol blue. Konidia muda tidak memiliki sekat (bersel satu), dinding konidia relatif tebal, dan berwarna hialin sehingga jika diwarnai dengan lactophenol blue maka konidia akan terlihat berwarna biru. Morfologi konidia matang memiliki perbedaan dengan konidia muda, yaitu konidia matang berwarna cokelat tua, memiliki sekat, terdiri dari dua sel dan dinding konidia yang tidak nampak ketebalannya. Menurut Watanabe (2002) konidia B. theobromae berpencar secara tunggal, hialin, berbentuk jorong atau silinder, dan pada umumnya konidia matang terdiri dari dua sel (bersekat satu). Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa semua isolat B. theobromae asal lima tanaman inang membentuk piknidia pada media WA+jerami, sedangkan pada media PDA hanya tiga isolat saja (asal jeruk, karet dan pisang). Konidia muda dan konidia matang dibentuk oleh isolat asal empat tanaman inang pada media WA+jerami sedangkan pada media PDA hanya tiga isolat. Pada media PDA, B. theobromae asal kakao tidak terbentuk piknidia, konidia muda, dan konidia matang, hal ini karena media PDA termasuk media yang kaya hara seperti glukosa dan karbohidrat. Menurut Shivas & Beasley (2005), lingkungan yang tidak alami, seperti media agar-agar yang kaya hara, dapat saja merupakan kondisi yang kurang cocok untuk sporulasi cendawan patogen tanaman. Sporulasi B. theobromae dapat ditingkatkan dengan penambahan material asal tanaman yang telah disterilkan, misalnya jerami.

20 Konidia muda A B C D Konidia matang A B C Gambar 6 D Konidia muda maupun matang cendawan B. theobromae dari empat tanaman inang. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); pisang (D).

21 Tabel 3 Pembentukan piknidia, konidia muda, dan konidia matang B. theobromae lima tanaman inang pada media WA dan PDA Tanaman Inang WA +jerami Waktu (hari) untuk pembentukan Piknidia Konidia Muda Konidia Matang PDA WA +jerami PDA WA +jerami PDA Jeruk 13 17 13 17 21 22 Kakao 20-20 - 22 - Karet 13 32 13 39 19 48 Manggis 20 - - - - - Pisang 17 17 17 18 23 22 Keterangan: WA = water agar, PDA = potato dextrose agar, (-): tidak terbentuk Pembentukan piknidia, konidia muda, dan konidia matang pada media WA+jerami cenderung lebih cepat dibanding pada media PDA. B. theobromae memproduksi piknidia yang menghasilkan konidia pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan yaitu kurangnya hara dan media WA+jerami merupakan media yang miskin hara sehingga piknidia dan konidia terbentuk lebih cepat pada media tersebut. Piknidia isolat B. theobromae pada media PDA terbentuk antara 17-32 HST. Pada isolat asal jeruk dan pisang piknidia terbentuk paling cepat yaitu pada 17 HST, sedangkan pembentukan piknidia pada isolat asal karet paling lambat yaitu terbentuk setelah 32 HST. Pada isolat asal jeruk konidia muda terbentuk paling cepat diantara isolat lain yaitu pada 17 HST, sedangkan isolat asal kakao terbentuk paling lambat yaitu setelah 39 HST. Konidia matang pada media PDA terbentuk antara 22-48 HST. Pada isolat asal jeruk dan pisang konidia matang terbentuk paling cepat yaitu pada 22 HST, isolat asal karet pembentukan konidia matang paling lambat yaitu terbentuk setelah 48 HST. Menurut Shah et al. (2010) waktu yang dibutuhkan B. theobromae untuk menghasilkan piknidia pada media buatan adalah antara 20-34 hari setelah tanam. Isolat B. theobromae asal manggis hanya membentuk piknidia pada media WA+jerami saja, tetapi tidak pada PDA. Konidia muda, dan konidia matang tidak terbentuk baik pada media WA+jerami maupun media PDA. Sandra (2011) menyatakan bahwa piknidia dan konidia B. theobromae asal manggis hanya dapat terbentuk pada media dengan bahan induksi berupa kulit manggis, hal ini

22 menunjukkan bahwa dalam pembentukan piknidia dan konidia diperlukan nutrisi tertentu agar dapat merangsang pembentukannya. Konidia muda pada isolat B. theobromae asal jeruk berukuran 20-29 µm X 11-14 µm, konidia muda asal kakao berukuran 14-19 µm X 9-11 µm, konidia muda asal karet berukuran 16-20 µm X 9-12 µm, sedangkan konidia asal pisang berukuran 16-20 µm X 8-12 µm (Tabel 4). Menurut Watanabe (2002) piknidia cendawan B. theobromae berukuran 210 µm X 150 µm, dan konidia berukuran 7,5-17,5 µm X 2,2-4,5 µm. Tabel 4 Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda B. theobromae asal empat tanaman inang pada media water agar + jerami Tanaman Inang Panjang (µm) ± SD Ukuran konidia muda Lebar (µm) ± SD Rasio panjang/lebar ± SD Tebal dinding (µm) ± SD Jeruk 22,91 a ± 2,38 12,68 a ± 0,73 1,82 a ± 0,27 1,72 a ± 0,23 Kakao 16,96 b ± 1,64 9,54 c ± 0,52 1,78 a ± 0,19 1,54 ab ± 0,49 Karet 17,44 b ± 1,25 10,56 b ± 1,19 1,67 a ± 0,23 1,86 a ± 0,29 Pisang 17,42 b ± 1,38 10,09 bc ± 1,07 1,75 a ± 0,30 1,32 b ± 0,25 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05) SD = standar deviasi Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda B. theobromae berbeda nyata (Tabel 4). Konidia muda B. theobromae asal jeruk memiliki ukuran paling besar yaitu rata-rata panjang konidia 22,91 µm dan lebar 12,68 µm, sedangkan konidia muda isolat asal kakao memiliki ukuran paling kecil, yaitu rata-rata panjang konidia 16,96 µm dan lebar 9,54 µm. Tebal dinding isolat asal karet memiliki ukuran yang paling besar yaitu 1,86 µm, sedangkan isolat asal pisang memiliki tebal dinding yang paling kecil yaitu 1,32 µm. Rasio panjang/lebar konidia muda B. theobromae asal jeruk, kakao, karet, dan pisang tidak berbeda nyata (Tabel 5). Konidia muda isolat asal jeruk memiliki rasio panjang/lebar tertinggi yaitu 1,82 sedangkan konidia isolat asal karet memiliki rasio panjang/lebar terendah yaitu 1,67. Rasio panjang/lebar konidia muda dari keempat isolat >1 sehingga konidia berbentuk jorong. Bentuk konidia akan semakin bulat jika rasio panjang/lebar mendekati 1.

23 Panjang dan lebar konidia matang isolat B. theobromae asal empat tanaman inang memiliki ukuran panjang dan lebar konidia matang yang berbeda nyata (Tabel 5). Konidia matang pada isolat B. theobromae asal jeruk berukuran 21-28 µm X 11-14 µm, konidia matang asal kakao berukuran 13-19 µm X 9-12 µm, konidia matang asal karet berukuran 16-27 µm X 9-13 µm, sedangkan konidia matang asal pisang berukuran 17-22 µm X 10-13 µm. Berdasarkan pengukuran, ukuran konidia matang cenderung lebih besar dibandingkan konidia muda, namun tebal dinding konidia matang tidak dapat diukur karena tebal dinding terlalu kecil. Tabel 5 Ukuran panjang dan lebar konidia matang cendawa B. theobromae asal empat tanaman inang pada media water agar + jerami Ukuran konidia matang Tanaman Panjang (µm) Rasio panjang/lebar Inang Lebar (µm) ± SD ± SD ± SD Jeruk 23,63 a ± 2,26 12,83 a ± 1,10 1,86 a ± 0,31 Kakao 15,40 c ± 1,96 10,67 b ± 1,00 1,44 b ± 0,12 Karet 21,08 b ± 3,19 11,39 b ± 1,45 1,89 a ± 0,46 Pisang 19,32 b ± 1,98 11,59 b ± 1,01 1,68 ab ± 0,21 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05) SD = standar deviasi Panjang dan lebar konidia matang isolat B. theobromae asal empat tanaman inang memiliki ukuran panjang dan lebar konidia matang yang berbeda nyata (Tabel 5). Konidia matang B. theobromae asal jeruk memiliki ukuran paling besar yaitu rata-rata panjang konidia 23,63 µm dan lebar 12,83 µm, sedangkan konidia matang isolat asal kakao memiliki ukuran paling kecil, yaitu rata-rata panjang konidia 15,40 µm dan lebar 10,67 µm. Perbedaan ukuran konidia matang dan muda B. theobromae menunjukkan bahwa ada keragaman ukuran konidia antar isolat yang berasal dari tanaman inang yang berbeda. Rasio panjang/lebar konidia muda B. theobromae asal jeruk, kakao, karet, dan pisang berbeda nyata (Tabel 4). Rasio panjang/lebar konidia matang dari keempat isolat >1 sehingga konidia berbentuk jorong (Tabel 5). Bentuk konidia akan semakin bulat jika rasio panjang/lebar mendekati 1. Konidia muda isolat asal karet memiliki rasio panjang/lebar tertinggi yaitu 1,89 sedangkan konidia isolat asal kakao memiliki rasio panjang/lebar terendah yaitu 1,44. Rasio panjang/lebar

24 konidia muda lebih rendah dibanding konidia matang kecuali pada isolat asal kakao, sehingga bentuk konidia matang lebih jorong dibanding konidia muda. Karakter Molekuler Cendawan B. theobromae Analisis molekuler terhadap DNA cendawan B. theobromae dilakukan dengan teknik RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06 (Gambar 7, Tabel 6) dan OPN 07 (Gambar 8, Tabel 7). Gambar 7 menunjukkan pola RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06 dan Gambar 8 menggunakan primer OPN 07 dan marker GeneRuler TM DNA Ladder. Gambar tersebut menunjukkan bahwa primer OPD 06 dan OPN 07 dapat mengamplifikasi DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang di beberapa lokasi pada genom cendawan tersebut dengan ukuran amplikon yang berbeda-beda. Gambar 7 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06 Tabel 6 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang dengan RAPD menggunakan primer OPD 06 Pita DNA ke- Ukuran (bp) pita DNA isolat B. theobromae asal Jeruk Kakao Karet Manggis Pisang 1 1000 850 <500 <500 1000 2 750 850 Keterangan: bp= base pair (pasangan basa)

25 Tabel 6 menunjukkan ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal lima tanaman inang hasil RAPD menggunakan primer OPD 06. Profil DNA kelima cendawan B. theobromae memiliki perbedaan jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan. Pada isolat B. theobromae asal kakao, karet, dan manggis DNA teramplifikasi pada satu lokasi, DNA isolat asal jeruk dan pisang teramplifikasi pada dua lokasi, selain itu ukuran pita DNA yang teramplifikasi pada kelima isolat berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa kelima isolat tersebut memiliki perbedaan genetik. Gambar 8 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPN 07. Tabel 7 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang dengan RAPD menggunakan primer OPN 07 Pita DNA ke- Ukuran (bp) pita DNA isolat B. theobromae asal Jeruk Kakao Karet Manggis Pisang 1 1400 2000 1800 1000 2000 2 1100 1000 1400 900 3 700 600 1200 4 1000 5 600 6 450 Keterangan: bp= base pair (pasangan basa)

26 Tabel 7 menunjukkan ukuran fragmen DNA isolat B. theobromae asal lima tanaman inang hasil RAPD menggunakan primer OPN 07. Profil DNA kelima isolat B. theobromae menunjukkan perbedaan jumlah dan ukuran pita DNA yang lebih beragam dibandingkan dengan pola RAPD dengan primer OPD 06. Pada isolat B. theobromae asal manggis DNA teramplifikasi pada satu lokasi, DNA isolat asal jeruk dan kakao teramplifikasi pada tiga lokasi, sedangkan DNA isolat asal karet teramplifikasi pada enam lokasi. Selain itu ukuran pita DNA yang teramplifikasi pada kelima isolat berbeda-beda (Gambar 8), hal ini menunjukkan bahwa keempat isolat tersebut memiliki perbedaan genetik yang cukup nyata. RAPD menggunakan primer tunggal pendek dengan urutan nukleotida acak, dilakukan dengan suhu annealing rendah dan menghasilkan beberapa produk PCR yang menghasilkan pola pita setelah dilakukan pemisahan oleh elektroforesis (Edel 1998). Menurut Edel (1998), analisis DNA menggunakan RAPD umumnya dilakukan dengan primer non-spesifik sehingga kondisi reaksi dan thermocycle RAPD lebih sensitif dibandingkan tes PCR konvensional. Dengan demikian konsentrasi dari semua campuran bahan dalam reaksi harus akurat. Selain itu kualitas dari template DNA dan Taq polymerase merupakan faktor yang juga dapat mempengaruhi hasil RAPD. Gejala Penyakit oleh Cendawan R. solani Penyakit yang disebabkan oleh R. solani pada tiga tanaman inang menunjukan gejala yang beragam (Gambar 9). Gejala yang disebabkan oleh R. solani pada tanaman jagung (Gambar 9A) yaitu terdapat bercak tidak teratur berwarna putih kotor atau cokelat muda dan pada bagian pinggir bercak berwarna cokelat tua. Bercak terus meluas dari mulai bagian pelepah hingga ke seluruh jaringan tanaman. Pada bagian tanaman yang terserang cukup parah, seluruh bagian tanaman menjadi berwarna cokelat dan kering, kemudian tanaman mati. Pada bagian tanaman yang sudah mati terdapat sklerotia berwarna cokelat.

27 A B C Gambar 9 Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan R. solani pada tiga tanaman inang. Jagung (A); Padi (B); Sorghum (C). Pelepah tanaman padi yang terserang cendawan R. solani (9B) terdapat bercak tidak beraturan berwarna cokelat hingga hitam dengan pusat bercak berwarna putih, abu-abu atau cokelat muda, biasanya cendawan tersebut menyerang pada bagian bawah pelepah kemudian akan terus menyebar ke bagian atas. Pelepah bagian atas yang terserang menjadi kering, sedangkan pelepah bagian bawah menjadi lembek dan mudah hancur atau patah karena pada bagian bawah pelepah memiliki kelembaban yang lebih tinggi. Tanaman Sorghum (9C) yang terserang R. solani menunjukkan gejala yang khas, yaitu terdapat bercak meluas yang bersudut pada bagian bawah bercak dengan pusat bercak berwarna putih, putih kotor atau cokelat muda. Pada bagian pinggir bercak berwarna cokelat tua. Bagian yang terserang parah akan menjadi kering dan kemudian tanaman mati. Pada bagian tanaman yang mati terdapat sklerotia berwarna cokelat. Karakter Morfologi R. solani Hasil pengamatan karakter morfologi terhadap cendawan R. solani yang berasal dari lima inang yaitu: jagung, nanas, padi, sorghum, dan ubi jalar (Gambar 10), menunjukkan bahwa koloni kelima isolat R. solani memiliki warna yang berbeda. Pada isolat asal jagung miselium berwarna kuning cerah, isolat asal nanas berwarna cokelat, isolat asal padi berwarna cokelat kemerahan, isolat asal sorghum berwarna cokelat muda, sedangkan isolat asal ubi jalar miselium berwarna hitam pada bagian tengah koloni dan berwarna cokelat tua pada pinggiran koloni. Pada isolat asal jagung, nanas dan sorghum perubahan warna merata pada seluruh miselium seiring waktu, sedangkan pada isolat asal padi dan

ubi jalar perubahan warna dimulai dari tengah koloni dan terus bertambah gelap hingga bagian pinggir koloni. 28 4 HST 18 HST A B C D E Gambar 10 Koloni isolat cendawan R. solani dari lima tanaman inang pada umur 4 dan 18 HST pada media PDA. jagung (A); nanas (B); padi (C); sorghum (D); ubi jalar (E). Koloni mengalami perubahan warna dengan bertambahnya umur koloni. Pada isolat asal jagung miselium berwarna putih hingga 2 HST kemudian berubah menjadi berwarna kuning hingga 5 HST dan menjadi kuning cerah hingga 18 HST. Sedangkan pada isolat nanas, padi dan sorghum miselium berwarna putih hingga 3 HST kemudian menjadi berwarna kuning muda hingga 4 HST dan terus bertambah gelap hingga 15 HST. Isolat asal ubi menunjukkan perubahan warna paling cepat diantara isolat lain yaitu berwarna putih hingga 1 HST kemudian terus bertambah gelap hingga 5 HST. Kecepatan pertumbuhan koloni R. solani pada lima tanaman inang berbeda nyata (Tabel 8). Koloni isolat asal jagung memiliki kecepatan tumbuh paling cepat yaitu rata-rata pertumbuhan 4,20 cm per 12 jam, sedangkan isolat asal ubi jalar menunjukkan kecepatan pertumbuhan paling lambat yaitu rata-rata 1,60 cm per 12 jam. Pertumbuhan maksimum koloni R. solani pada media PDA di dalam cawan petri adalah 9 cm. Umumnya pertumbuhan koloni cendawan R. solani mencapai maksimum pada 48-120 jam setelah tanam (JST).

29 10 9 Diameter Koloni (cm) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 Jagung Nanas Padi Sorghum Ubi Jalar Umur Biakan (Jam) Gambar 11 Grafik pertumbuhan koloni cendawan R. solani pada media PDA. Tabel 8 Pertumbuhan diameter koloni cendawan R. solani Tanaman Inang Kecepatan pertumbuhan koloni isolat asal (cm)/12 jam ± SD Jagung 4,20 a ± 0.36 Nanas 2,37 b ± 0.58 Padi 1,87 bc ± 0.15 Sorghum 1,80 bc ± 0.17 Ubi Jalar 1,60 c ± 0.17 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05) SD = standar deviasi Pada Gambar 11 ditunjukkan bahwa pertumbuhan miselium paling cepat adalah isolat asal jagung, yaitu pada 48 JST dan yang paling lambat adalah isolat asal ubi jalar yaitu pada 120 JST. Terdapat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada kelima isolat tersebut. Gambar 12 merupakan hifa R. solani yang berasal dari lima tanaman inang, dengan pewarnaan lactophenol blue. Hifa R. solani memiliki percabangan yang tegak lurus, berwarna hialin dan memiliki sekat. Menurut Schumann & D Arcy (2006) R. solani dapat diidentifikasi dari karakter hifa yang khas, yaitu sudut percabangan yang tegak lurus yang membedakan dengan cendawan lainnya.

30 A B C D E Gambar 12 Hifa cendawan R. solani asal lima tanaman inang dengan perbesaran 10 X 100 dan pewarnaan lactophenol blue. Jagung (A); nanas (B); padi (C); sorghum (D); ubi jalar (E). Tabel 9 Ukuran panjang ruas dan lebar hifa cendawan R. solani pada lima tanaman inang Ukuran hifa (µm) Tanaman Inang Panjang ruas ± SD Lebar ± SD Jagung 29,32 c ± 7,36 2,78 c ± 0,46 Nanas 45,57 b ± 13,21 3,98 b ± 0,52 Padi 56,99 a ± 18,54 4,59 a ± 1,13 Sorghum 60,15 a ± 23,16 5,01 a ± 0,83 Ubi Jalar 39,57 b ± 11,03 3,78 b ± 0,67 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05) SD = standar deviasi Panjang ruas dan lebar hifa R. solani asal padi dengan asal sorghum tidak berbeda nyata dan isolat asal nanas dengan asal ubi jalar tidak berbeda nyata, sedangkan isolat asal jagung berbeda nyata terhadap keempat isolat lainnya. R. solani asal sorghum memiliki panjang ruas dan lebar yang paling besar diantara isolat lainnya yaitu panjang ruas 32-104 µm dan lebar 4-7 µm, sedangkan jagung memiliki panjang ruas dan lebar yang paling kecil diantara isolat lainnya yaitu panjang ruas 18-48 µm dan lebar 2-4 µm (Tabel 9).

31 Hifa R. solani pada lima tanaman inang yaitu, jagung, nanas, padi, sorghum dan ubi jalar memiliki rata-rata sudut percabangan yang berbeda-beda namun tidak berbeda nyata. Sudut percabangan cendawan tersebut pada kelima tanaman inang hampir tegak lurus mendekati 90º. Hifa isolat asal ubi jalar memiliki sudut tumpul yang paling besar yaitu dengan rata-rata 108,95º, kemudian isolat asal sorghum dengan sudut tumpul 106,1º, isolat asal padi 105,75º, isolat asal jagung 105,3º, sedangkan isolat asal nanas cenderung lebih tegak lurus dibandingkan isolat lainnya karena memiliki sudut tumpul yang paling kecil yaitu 103º. A B Gambar 13 Sklerotia cendawan R. solani. Sklerotia muda (A); sklerotia tua (B). Sklerotia merupakan sekumpulan hifa yang mengalami pemadatan, berwarna gelap dan mampu betahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Agrios 2005). Sklerotia merupakan struktur bertahan pada cendawan R. solani (Gambar 13), terbentuk ketika cendawan dalam kondisi kekurangan nutrisi namun kelembaban cukup. Sklerotia R. solani memiliki permukaan kasar dengan bentuk yang tidak beraturan serta memiliki struktur yang keras. Pada hari pertama terbentuk sklerotia berwarna putih yang merupakan sklerotia muda, kemudian hari kedua hingga hari keempat sklerotia akan berubah menjadi warna cokelat. Karakter Molekuler Cendawan R. solani Analisis molekuler terhadap DNA R. solani dilakukan dengan teknik RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06 dan OPN 07. Gambar 14 menunjukkan pola RAPD-PCR dengan primer OPD 06, sedangkan Gambar 15 merupakan pola RAPD-PCR menggunakan primer OPN 07 dan marker GeneRuler TM DNA

32 Ladder. Dari kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa kedua primer dapat mengamplifikasi DNA cendawan R. solani dari lima tanaman inang di berbagai lokasi pada genom cendawan tersebut. Gambar 14 Profil DNA empat isolat cendawan R. solani yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06. Tabel 10 Ukuran fragmen DNA cendawan R. solani asal berbagai tanaman inang dengan RAPD menggunakan primer OPD 06 Pita DNA ke- Ukuran (bp) pita DNA isolat R. solani asal Jagung Nanas Padi Sorghum Ubi Jalar 1 750 1500 1400 1100 1400 2 1100 700 900 800 3 900 600 500 4 500 Keterangan: bp= base pair (pasangan basa) Tabel 10 menunjukkan ukuran fragmen DNA cendawan R. solani asal berbagai tanaman inang hasil RAPD dengan primer OPD 06. Profil DNA keempat cendawan R. solani menunjukkan perbedaan jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan. Pada isolat R. solani asal jagung DNA teramplifikasi pada satu lokasi,

33 isolat asal sorghum teramplifikasi pada dua lokasi, isolat asal nanas dan ubi jalar teramplifikasi pada tiga lokasi, sedangkan isolat asal padi teramplifikasi pada empat lokasi. Ukuran pita DNA dan jumlah DNA yang teramplifikasi pada kelima isolat berbeda-beda, hal ini menunjukkan bahwa kelima isolat tersebut menunjukkan perbedaan genetik yang cukup nyata. Gambar 15 Profil DNA empat isolat cendawan R. solani yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPN 07. Tabel 11 Ukuran fragmen DNA cendawan R. solani asal berbagai tanaman inang dengan RAPD menggunakan primer OPN 07 Pita DNA ke- Ukuran (bp) pita DNA isolat R. solani asal Jagung Nanas Padi Sorghum Ubi Jalar 1 1100 500 400 400 600 2 750 600 500 900 3 700 650 1000 4 900 1000 1300 5 1300 1300 1400 6 1400 1400 1700 7 2000 Keterangan: bp= base pair (pasangan basa)

34 Tabel 11 menunjukkan ukuran fragmen DNA cendawan R. solani asal berbagai tanaman inang hasil RAPD menggunakan primer OPN 07. Profil DNA keempat cendawan R. solani menunjukkan perbedaan jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan dan lebih beragam dibandingkan pola RAPD dengan primer OPD 06. Pada isolat R. solani asal nanas DNA teramplifikasi pada dua lokasi, DNA isolat asal padi dan sorghum teramplifikasi pada enam lokasi, sedangkan DNA isolat asal ubi jalar teramplifikasi pada tujuh lokasi. Selain itu ukuran pita DNA yang teramplifikasi pada keempat isolat juga berbeda-beda, hal ini menunjukkan bahwa keempat isolat tersebut menunjukkan perbedaan genetik yang cukup nyata.