BAB I PENDAHULUAN. Serangan asma merupakan salah satu penyebab rawat inap pada anak dirawat di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I. PENDAHULUAN A.

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

Faktor-faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Kejadian Asma Pada Anak Usia 1-5 Tahun di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi respiratori akut (IRA) merupakan penyakit infeksi yang sering

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB 1 PENDAHULUAN. bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Prevalensi asma semakin meningkat baik di negara maju maupun negara

BAB I PENDAHULUAN. dan alergi meningkat di berbagai wilayah seluruh dunia, khususnya di negara-negara

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN : ASMA BRONKIAL DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

TESIS RISIKO SERANGAN ASMA PADA ANAK KARENA INFEKSI RESPIRATORI AKUT, PAPARAN ASAP ROKOK, DAN SERPIHAN BINATANG PELIHARAAN

Kesehatan Anak Akibat Bencana Kabut Asap

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

HASIL DAN PEMBAHASAN. 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0. Deskripsi Rerponden

BAB 1 PENDAHULUAN. berikut: timbul secara episodik cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal),

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

PENJELASAN PENELITIAN UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Infeksi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan asma merupakan salah satu penyebab rawat inap pada anak dirawat di rumah sakit. Asma yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan kehidupan sosial dan prestasi akademis terganggu sehingga menciptakan beban yang besar bagi sipenderita dan keluarga (GINA, 2015). Pedoman Nasional Asma Anak tahun 2015, serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Serangan asma merupakan cerminan gagalnya tata laksana asma jangka panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus serangan asma (Rahajoe dkk., 2015). Beberapa faktor yang dapat memengaruhi kekambuhan asma yaitu faktor pemicu (inducer), faktor pemacu (enhacer) dan faktor pencetus (trigger). Faktor pemicu adalah alergen dalam ruangan seperti: tungau debu rumah, kecoa, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus, dan lain-lain), jamur, ragi, serta pajanan asap rokok. Pemacu adalah rhinovirus, ozon. Faktor pencetus adalah semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin (Rengganis, 2008; Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Depkes RI, 2009).

2 Walaupun perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang kedokteran semakin maju, tapi tidak sepenuhnya disertai dengan kemajuan penanganan serangan asma, hal itu dapat dilihat dari data berbagai negara yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat, rawat inap, angka kesakitan, dan bahkan kematian karena serangan asma. Di Amerika, terdapat 2 juta kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan 500 ribu orang dirawat inap karena serangan asma. Di tahun 2004, serangan asma menyebabkan tingginya angka kunjungan ke IGD sebanyak 1,8 juta kunjungan dengan 5000 dirawat inap dan 4000 pasien dinyatakan meninggal karena serangan asma (Dougherty dkk., 2009), dan lebih dari 80% kematian karena serangan asma dilaporkan di negara yang berpenghasilan rendah sampai menengah kebawah (Kumar dkk, 2012). Di India prevalens diperkirakan bahwa 57.000 kematian dikaitkan dengan serangan asma pada tahun 2004 dan itu dilihat sebagai salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian di pedesaan India (Kumar dkk, 2012). Prevalens serangan asma pada anak berkisar 5,2% -5,8% yang lebih tinggi dari tingkat dewasa yang berkisar 3,3%-4,2%. Perempuan memiliki prevalens serangan asma yang lebih tinggi berkisar 4,4%-5,4% dibandingkan dengan lakilaki yang berkisar 3,1%-3,7%. Angka kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat pada anak 0-17 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa (CDC, 2012). Prevalens serangan asma menurut Martinez pada tahun 2001, serangan asma di tahun 2000 dialami oleh 63,1% pasien yang didiagnosis asma. Untuk kunjungan ke gawat darurat terjadi peningkatan antara tahun 1992 dan 1995 sebanyak 57,3%

3 menjadi 71% per 100.000 orang. Pada tahun 2002 terjadi peningkatan menjadi 68,9% dari sebelumnya rata-rata 59,8% pada tahun 2001 (Rahajoe dkk., 2015). Di Indonesia, jumlah pasien rawat inap yang disebabkan penyakit saluran napas terutama infeksi respiratori akut (IRA) masih menempati urutan pertama. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat IRA masih tinggi (RISKESDAS, 2013). Prevalens IRA di Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2013 didapatkan 25,5% dari 21,4 % pada tahun 2007. Di propinsi Bali prevalens infeksi respiratori akut meningkat yaitu 22,6% pada tahun 2013 dari 21,4% pada tahun 2007. Dari beberapa studi, infeksi respiratori akut mempunyai peranan dalam serangan asma. Sejauh ini mikroba patogen yang paling sering berperan dalam kekambuhan asma adalah mikroba patogen pada saluran respiratori. Diperkirakan lebih dari 85% serangan asma pada anak usia sekolah dikarenakan infeksi virus, dan rinovirus sebagai mikroba patogen tersering pencetus asma. Virus lain yang terdeteksi menginfeksi saluran respiratori pada anak sebagai pencetus kekambuhan asma termasuk respiratory syncytial virus (RSV), influenza, coronavirus, human meta-pneumovirus (hmpv), parainfluenza virus, adenovirus, dan bocavirus (Kercsmar dkk., 2012; Ahanchian dkk., 2012). Pada studi casecontrol di Uganda, infeksi saluran respiratori bagian atas sangat bermakna sebagai faktor pencetus terjadinya kekambuhan asma (Sanya dkk, 2014). Lin-Shien Fu dkk., pada tahun 2013 menunjukkan keterlibatan infeksi virus (>80%) sebagai faktor risiko serangan asma pada anak. Khetsuriani dkk., pada tahun 2007 mendapatkan infeksi virus pada saluran respiratori meningkatkan angka kejadian serangan asma dengan rasio odds 5,6 (KI 95 %: 2,7 sampai 11,6) dan penyebab

4 terbanyak adalah rinovirus. Studi potong lintang di Mesir, didapatkan serangan infeksi respiratori seperti common cold mempunyai hubungan yang bermakna dengan kekambuhan dan derajat serangan asma (93,7% kasus) (Mohamed dkk., 2007). Studi kasus kontrol di Mesir, infeksi saluran respiratori seperti common cold merupakan risiko terjadinya kekambuhan asma dengan didapatkan rasio odds 3,8 (KI 95 %: 2,6 sampai 5,6) (Shaaban dkk., 2012). Studi kohort di Cina, mendapatkan rinovirus menjadi penyebab tersering infeksi saluran respiratori dan merupakan faktor risiko serangan serangan asma (So dkk., 2011). Selain infeksi saluran respiratori, hubungan antara paparan asap rokok dan asma pada anak juga dilaporkan dan dapat memperburuk gejala maupun serangan asma (Subbarao dkk, 2009). Kondisi ini dapat juga dikaitkan dengan meningkatnya perilaku merokok (RISKESDAS, 2013; Durcharme dkk., 2014). Berdasarkan data, perilaku merokok bukan hanya pada populasi orang dewasa saja. Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalens penduduk usia 10 tahun ke atas yang merokok setiap hari di provinsi Bali sebanyak 24,9%. Di Ethiopia, asap rokok secara statistik tidak ada hubungan bermakna meningkatkan angka kejadian kekambuhan asma (Sanya dkk., 2014). Studi kasus kontrol di Mesir, dilaporkan asap rokok sebagai faktor risiko tersering asma dengan Rasio Odds 3,6 (IK 95%: 2,6 sampai 5,6) (Shaaban dkk., 2012). Di Amerika, lebih dari 200 ribu kejadian asma pada anak per tahun dikaitkan dengan orangtua yang merokok (Shien Fu dkk., 2013). Studi di Amerika mendapatkan anak dengan asma yang tinggal dengan perokok dewasa meningkatkan kejadian serangan asma (Dick dkk., 2014). Penelitian anak Sekolah dasar di Menado, adanya hubungan

5 bermakna antara orangtua perokok dengan kejadian kekambuhan asma pada anak (Laisina dkk., 2007). Pada anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi asma lebih tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih buruk daripada anak yang tidak terpajan (Kartasasmita, 2013). Data populasi aneka binatang peliharaan dari Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan kota Denpasar pada tahun 2013 sebanyak 51.322 ekor. Pada tahun 2015 jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi 63.322 ekor. Alergen seperti kontak dengan serpihan bulu binatang peliharaan merupakan faktor pencetus asma pada anak yang juga sering dilaporkan (Laisina dkk., 2007). Shaaban dkk., pada tahun 2012 menemukan bahwa paparan terhadap anjing dan kucing meningkatkan kejadian serangan asma. Murray dkk., pada tahun 2006 menyatakan paparan terhadap alergen kucing dan anjing meningkatkan angka kejadian kekambuhan asma. Paparan terhadap alergen kucing dan anjing dikenal dapat mencetuskan serangan asma, dan juga dapat memengaruhi tingkat keparahan penyakit antara individu yang peka, tapi peranannya terhadap sensitisasi dan penyakit alergi masih menjadi perdebatan (Salo dkk., 2009). Studi potong lintang di RSUP. Sardjito Yogyakarta menemukan bahwa keberadaan hewan berbulu di dalam rumah dapat memengaruhi frekuensi serangan asma (Wicaksono, 2009). Sanya dkk., pada tahun 2014 melaporkan tinggal bersama binatang peliharaan secara statistik tidak ada hubungan bermakna meningkatkan angka kejadian kekambuhan asma. Penelitian kontroversi yang mengatakan paparan dini terhadap kucing dapat mencegah asma, dapat dijelaskan dengan teori hipotesis higiene. Teori tersebut mengatakan infeksi dan kontak dengan

6 lingkungan yang tidak higienis dapat melindungi diri dari perkembangan alergi dan asma. Hingga saat ini belum ada bukti yang konsisten bahwa paparan atau penghindaran hewan peliharaan seperti kucing dan anjing memiliki suatu efek proteksi terhadap berkembangnya penyakit alergi (Salo dkk., 2009). Bosch dkk., pada tahun 2012 melaporkan paparan terhadap binatang peliharaan bukan merupakan faktor risiko yang signifikan untuk menimbulkan serangan asma. Peningkatan prevalens ini dapat dikaitkan dengan meningkatnya angka kejadian serangan asma karena IRA, paparan asap rokok dan paparan binatang peliharaan yang merupakan beberapa faktor risiko serangan asma. Lingkungan dapat memberikan pengaruh yang besar dalam memengaruhi serangan asma, karena itu perlu adanya perhatian yang ditujukan pada keberadaan alergen dan polusi udara yang dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan rumah dan perilaku keluarga. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya atau data yang ada, terbukti bahwa penelitian mengenai faktor risiko serangan asma di berbagai daerah masih banyak berbeda. Infeksi respiratori akut, paparan asap rokok dan serpihan bulu binatang di Bali, merupakan faktor risiko yang masih perlu diteliti sebagai tambahan bukti epidemiologi hubungan faktor risiko yang paling sering meningkatkan serangan asma. Penelitian ini menelusuri beberapa faktor diantara banyak faktor yang mencetus serangan asma namun hanya IRA, paparan asap rokok dan serpihan bulu binatang yang diteliti. Hal tersebut ditelusuri karena lokasi penelitian didaerah perkotaan yang memiliki angka kejadian IRA yang cukup tinggi terutama yang disebabkan virus, meningkatnya populasi binatang peliharaan, perilaku tinggal bersama binatang dan meningkatnya perilaku orang

7 merokok di Bali, selain itu belum adanya penelitian di Bali yang secara spesifik membahas ketiga faktor risiko tersebut. Dengan mengetahui faktor pencetus, angka kejadian serangan asma dapat dicegah dengan cara penderita asma menghindari faktor-faktor pencetus tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah infeksi saluran respiratori akut merupakan faktor risiko serangan asma? 2. Apakah paparan asap rokok merupakan faktor risiko serangan asma? 3. Apakah paparan binatang peliharaan merupakan faktor risiko serangan asma? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan faktor-faktor risiko terjadinya serangan asma pada pasien asma. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk membuktikan bahwa infeksi respiratori akut merupakan faktor risiko serangan asma. 2. Untuk membuktikan bahwa paparan asap rokok merupakan faktor risiko serangan asma

8 3. Untuk membuktikan bahwa paparan serpihan binatang peliharaan merupakan faktor risiko serangan asma.. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.4.1 Manfaat akademis 1. Hasil penelitian ini dapat memperkuat teori bahwa serangan asma dipengaruhi oleh infeksi respiratori akut, paparan asap rokok, dan paparan binatang peliharaan. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya di bidang respirologi, baik oleh dokter ataupun tenaga medis lainnya. 1.4.2 Manfaat praktis 1. Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi penderita asma dan orangtua didalam mencegah serangan asma dengan menghindarkan infeksi respiratori akut, paparan asap rokok dan binatang peliharaan. 2. Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi tenaga kesehatan dalam tata laksana serangan asma secara tepat dan benar. 1.5 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan faktor-faktor risiko serangan asma adalah sebagai berikut:

9 Tabel 1. 1 Penelitian faktor-faktor risiko serangan asma. No Peneliti Judul Metode/Subjek Hasil 1. Murray dkk., 2006 2. Ari Dwi Kurniawati 2. Ni Luh Putu Ekarini, 2012 Study of modifiable risk factors for asthma exacerbations: virus infection and allergen exposure increase the risk of asthma hospital admissions in children Analisis Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian Serangan Asma Anak di Kota Semarang 2005 (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Analisis Faktor-faktor pemicu Dominan Terjadinya Serangan Asma pada Pasien Asma Case Control Study, pada 125 pasien anak dengan asma. Pontong lintang, pada 50 anak usia 1-12 tahun. Potong lintang, pada 118 pasien asma usia dibawah 55 tahun dan diatas 55 tahun Kombinasi dari infeksi virus dan tersensitisasi dengan paparan alergen yang tinggi secara substansial meningkatkan risiko masuk ke rumah sakit (RO 19,4, 95% IK 3,7-101,5, p= 0,001) Kondisi lingkungan rumah yang berhubungan dengan serangan asma pada anak adalah kelembaban udara (RP=2,588, 95% IK 1,069-6,267, p=0,02), keberadaan debu (RP=1,889, 95% IK 1,049-3,400, p=0,04) dan penggunaan AC ( RP=1,889, 95% IK 1,099-3,226, p=0,040). Analisis multivariate regresi logitik menunjukkan penggunaan AC (RO 5,100, 95% IK 1,107-23,489, p=0,037), Keberadaan debu (RO 6,360, 95% IK 1,435-28,192, p=0,015) Bahwa faktor-faktor pemicu dominan dan karakteristik yang berhubungan dengan terjadinya serangan asma adalah paparan alergen (p=0,006), exercise (latihan) (p=0,042), kondisi psikologi (stres emosional) (p= 0,000) dan pekerjaan

10 3. Sala dkk., 2011 4. Sanya dkk., 2014 Factors Associated with the Development of Severe Asthma Exacerbations in Children Risk factors for asthma exacerbation in patients presenting to an emergency unit of a national referral hospital in Kampala, Uganda. Penelitian kasus kontrol pada 188 pasien asma berusia 2-18 tahun Penelitian kasus kontrol, Pada 86 pasien asma berusia diatas 13 tahun di Uganda (p=0,095). Kondisi psikologis (stress emosional) dan alergen adalah yang paling dominan dengan terjadinya serangan asma pada pasien asma (p=0,002) Anak dengan riwayat alergi yang mengalami serangan asma lebih berisiko secara bermakna dirawat di ruang intensif dibandingkan dengan anak dengan serangan asma yang hanya dipicu oleh iritan dan dirawat di bangsal (RO 3,9; 95% IK 1,9-8,2; p = 0,0003). Kurangnya penggunaan kortikosteroid (RO 4,516; 95% IK: 1,258-16,213; p = 0,018) (RO 22,109; 95% interval kepercayaan: 6,952-70,315; p <0,001) dan adanya infeksi saluran pernapasan atas (RO 4,516; 95% interval kepercayaan 1,258-16,213; p = 0,018) secara bermakna dikaitkan dengan eksaserbasi asma