BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun pertama mereka, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kematian akibat penyakit AIDS, malaria dan tuberkulosis. Hal ini sangat tragis karena pneumonia merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati (IVAC, 2011). Di negara berkembang pneumonia disebut sebagai the forgotten disease atau penyakit yang terlupakan karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia namun sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah ini (Misnadiarly, 2008). Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara berkembang, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa ¾ kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta (UNICEF & WHO, 2006). Rata-rata setiap tahunnya 2% - 3% balita menderita pneumonia berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan biasanya berakibat cukup fatal. Setiap 1000 kelahiran, sekitar kasus pneumonia berat terjadi pada balita, terbanyak terjadi pada balita umur 0-2 tahun, dimana sekitar 21% kematian balita disebabkan karena pneumonia berat (Scott et al., 2008). Berdasarkan laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyebab utama kematian bayi (0-11 bulan) sebesar 23,80% dan sebagai penyebab kedua kematian balita (1-4 tahun) yaitu 15,50% menempati urutan kedua setelah diare dari 10 besar kematian. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang 1

2 2 menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian balita di Indonesia (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Purbalingga jumlah kasus ISPA dari tahun fluktuatif, namun tetap menduduki peringkat pertama pada 10 besar penyakit terbanyak kunjungan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas. Pada tahun 2009 jumlah kasus ISPA sebanyak 50,871 kasus, tahun 2010 sebanyak 43,571 kasus, tahun 2011 sebanyak 60,042 kasus. Data 10 besar penyakit terbanyak di poliklinik anak Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Purbalingga tahun 2011 menunjukkan bahwa pneumonia menduduki tempat ke-3 dengan jumlah kasus sebanyak 1,079 kasus (9,03%). Jumlah kasus pneumonia yang ditemukan pada tahun 2009 sebanyak 654 kasus (9,60%), tahun 2010 sebanyak 487 kasus (6,99%), tahun 2011 sebanyak 423 kasus (5,45%) dan tahun 2012 sebanyak 560 kasus (7,22%). Meskipun jumlah kasus pneumonia yang ditemukan di Kabupaten Purbalingga dibawah perkiraan nasional, namun menurut perkiraan WHO insiden pneumonia di negara berkembang sebesar 10-20%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga (2010, 2011, 2012, 2013) Gambar 1 Jumlah Kasus Pneumonia Balita yang Ditemukan di Kabupaten Purbalingga Tahun Tingginya angka mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak usia balita di negara berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko antara lain; faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan orang tua rendah), faktor nutrisi (status gizi, riwayat suplementasi vitamin A, berat badan lahir

3 3 rendah/bblr, lahir prematur, tidak mendapat ASI yang eksklusif, dan riwayat suplementasi zinc), faktor lingkungan (kepadatan hunian, ventilasi rumah, jenis lantai rumah, letak dapur, polusi udara dalam rumah, kelembaban, dan adanya anggota keluarga yang merokok), tidak mendapat imunisasi, riwayat penyakit penyerta (anemia, diare, campak, thalasemia, dan sickle cell disease) (Wonodi et al., 2012). Hasil penelitian Prietsch et al. (2008) menyimpulkan bahwa faktor risiko utama yang berhubungan dengan kejadian pneumonia adalah tingkat pendapatan keluarga < US$ 200, kebiasaan merokok ibu, kepadatan hunian, riwayat asthma keluarga, tingkat pendidikan ibu dan episode penyakit infeksi saluran pernapasan atau wheezing. Sedangkan hasil penelitian Fonseca et al. (1996) menyimpulkan faktor risiko yang secara signifikan berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah malnutrisi, menitipkan anak pada tempat penitipan anak, BBLR, ASI tidak eksklusif, kepadatan hunian, banyaknya jumlah kehamilan, status imunisasi tidak lengkap. Faktor risiko yang tidak berhubungan dengan kejadian pneumonia adalah status sosial ekonomi dan faktor lingkungan. Hasil penelitian Rice et al. (2000), menyimpulkan bahwa malnutrisi meningkatkan risiko kematian akibat penyakit infeksi saluran pernapasan bagian bawah dan pneumonia sebesar 2-3 lebih besar. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Chisti et al. (2009) menyimpulkan bahwa status gizi buruk dan gizi kurang meningkatkan risiko kematian akibat penyakit pneumonia. Proporsi balita gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Purbalingga selama tahun mengalami peningkatan. Tahun 2009 proporsi balita yang mempunyai status gizi kurang adalah sebesar 2,25% meningkat menjadi 4,51% pada tahun 2012, sedangkan proporsi balita gizi buruk pada tahun 2009 adalah sebesar 0,24% meningkat menjadi 0,56% pada tahun Permasalahan lainnya adalah masih rendahnya cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 58,7% pada tahun Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman (Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, 2013).

4 4 Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko 50% lebih tinggi untuk terkena penyakit pneumonia jika dibandingkan dengan bayi dengan berat badan normal. Hal ini disebabkan oleh lemahnya respon sistem imunitas dan adanya gangguan fungsi paru yang berhubungan dengan kecilnya diameter saluran respirasi utama atau obstruksi saluran pernapasan perifer (Victora et al., 1994). Hasil penelitian Prietsch et al. (2008) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara BBLR dengan kejadian pneumonia. Proporsi kasus BBLR di Kabupaten Purbalingga selama tahun mengalami peningkatan dari 2,5% pada tahun 2009 mejadi 3,7% pada tahun 2012 (Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, 2013). Penyakit diare merupakan faktor risiko penting terhadap kejadian penurunan berat badan akut, malnutrisi dan stunting, seperti sudah diketahui bahwa malnutrisi merupakan faktor risiko yang berperan penting terhadap kejadian infeksi saluran pernapasan bagian bawah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Schmidt et al. (2009) yang menyimpulkan adanya hubungan antara riwayat penyakit diare 2 minggu sebelumnya meningkatkan risiko terkena penyakit pneumonia. Jumlah kasus diare di Kabupaten Purbalingga selama tahun fluktuatif, pada tahun 2009 jumlah kasus diare adalah sebanyak 7,846 kasus, meningkat pada tahun 2012 menjadi 11,164 (Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, 2013). Lingkungan rumah berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan penghuninya. Hubungan antara perumahan dengan kesehatan telah dibuktikan sejak lebih dari 60 tahun yang lalu oleh the american public health association (APHA) (Keman, 2007). Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Purbalingga tahun 2013 diketahui bahwa proporsi rumah sehat selama tahun tidak pernah mencapai target nasional yaitu 75%. Pada tahun 2010 adalah sebesar 68,10%, tahun 2011 menurun menjadi 67,40% dan tahun 2012 menurun menjadi 65,30%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

5 5 Tabel 1 Proporsi Rumah Sehat di Kabupaten Purbalingga Tahun No. Tahun Jumlah Rumah yang Ada Jumlah Rumah yang Diperiksa Jumlah Rumah Sehat % Rumah Sehat , ,295 79,881 68, , ,075 86,332 67, , , ,358 65,30 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga (2011, 2012, 2013) Kondisi rumah yang buruk memungkinkan terjadinya penularan penyakit termasuk penyakit saluran pernapasan seperti pneumonia. Kurangnya pencahayaan, terlalu lembab, ventilasi buruk. Kepadatan hunian merupakan kondisi yang sangat mendukung untuk pertumbuhan bakteri. Kepadatan hunian mengakibatkan mudahnya terjadi penularan agen patogen secara langsung melalui percikan ludah (droplet), penggunaan kamar lebih dari 2 orang meningkatkan risiko terkena pneumonia 1,8 kali lebih besar (Fatmi & White, 2002). Dua penelitian di Inggris gagal membuktikan hubungan antara temperatur dalam rumah dan kelembaban terhadap kejadian pneumonia dan 2 penelitian di Brazil menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi rumah terhadap kejadian pneumonia balita (Victora et al., 1994). Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Sinaga et al. (2009) yang menyimpulkan bahwa ventilasi yang buruk dan kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian pneumonia balita. Hal ini didukung oleh penelitian Yuwono (2008) yang meyimpulkan bahwa jenis lantai, kondisi dinding rumah, luas ventilasi rumah, tingkat kepadatan hunian, tingkat kelembaban, penggunaan jenis bahan bakar kayu dan kebiasaan anggota keluarga yang merokok mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian pneumonia. Asap mengandung beberapa partikel yang mengakibatkan timbulnya infeksi pada saluran pernapasan, beberapa sumber pencemaran udara dalam ruangan meliputi asap rokok, penggunaan bahan bakar memasak, penggunaan pestisida, obat anti nyamuk bakar, dan bahan pembersih ruangan. Sedangkan pencemaran udara luar rumah meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, masuknya asap dapur akibat ventilasi yang buruk, pencemaran mikroba yang dapat ditemukan pada saluran udara atau pendingin ruangan (Keman, 2007). Hasil penelitian Jones et al. (2011) menunjukkan bahwa orang tua yang merokok dan

6 6 keberadaan perokok dalam rumah meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi saluran pernapasan bagian bawah. Berdasarkan hasil analisis masalah kesehatan di Kabupaten Purbalingga tahun 2011 menunjukkan bahwa pneumonia menduduki prioritas masalah kedua setelah penyakit tuberkulosis (TB) paru. Semakin meningkatnya proporsi balita gizi kurang dan buruk, kasus BBLR, penyakit diare, rendahnya cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif serta proporsi rumah sehat yang tidak pernah mencapai target nasional merupakan alasan perlu dilakukan penelitian untuk melihat faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada anak balita di Kabupaten Purbalingga. Faktor risiko kejadian pneumonia pada anak balita di Kabupaten Purbalingga belum diketahui secara pasti dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor risiko individu, lingkungan, dan sosial ekonomi berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Kabupaten Purbalingga? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor risiko individu, lingkungan dan sosial ekonomi dengan kejadian pneumonia balita di Kabupaten Purbalingga. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan faktor risiko individu (BBLR, status gizi, status imunisasi, episode penyakit diare, suplementasi vitamin A, dan ASI tidak eksklusif) dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Kabupaten Purbalingga. b. Mengetahui hubungan faktor risiko lingkungan (kepadatan hunian, keberadaan perokok dalam rumah, ventilasi rumah, jenis lantai rumah,

7 7 dinding rumah, letak dapur, lubang asap dapur, bahan bakar memasak, dan kelembaban) dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Kabupaten Purbalingga. c. Mengetahui hubungan faktor risiko sosial ekonomi (tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan keluarga) dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Kabupaten Purbalingga. d. Mengetahui faktor risiko dominan terhadap kejadian pneumonia balita di Kabupaten Purbalingga. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi mengenai faktor risiko yang berperan terhadap kejadian pneumonia pada anak balita sehingga dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan balita di Kabupaten Purbalingga. 2. Bagi masyarakat di Kabupaten Purbalingga, diharapkan mendapatkan informasi tentang penyakit pneumonia sehingga bisa lebih aktif dalam upaya mengurangi faktor risiko pneumonia anak balita. Disamping itu juga memperoleh manfaat dari berbagai program intervensi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai upaya penanganan faktor risiko kejadian pneumonia anak balita. 3. Bagi peneliti, menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang pneumonia pada anak balita. E. Keaslian Penelitian 1. Rachmawati (2013), yang berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Umur Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mijen Kota Semarang. Subyek penelitian anak balita umur bulan yang berjumlah 80 orang dengan desain penelitian kasus kontrol. Hasil

8 8 penelitian, ada hubungan antara pengetahuan ibu atau pengasuh balita dan keberadaan keluarga yang merokok dengan kejadian pneumonia. Persamaan dengan penelitian ini pada desain penelitian, variabel terikat, dan beberapa variabel bebas status gizi, status imunisasi, jenis lantai, jenis dinding, luas ventilasi, kepadatan hunian, dan keberadaan anggota keluarga yang merokok. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penambahan variabel faktor individu (BBLR, episode penyakit diare, suplementasi vitamin A, dan ASI eksklusif), faktor lingkungan (letak dapur, lubang asap dapur dan bahan bakar memasak), faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan keluarga), subyek, waktu dan lokasi penelitian. 2. Sutami (2011), yang berjudul Faktor Risiko Ekstrinsik dan Intrinsik Balita Terhadap Kejadian Pneumonia di Kabupaten Kebumen. Subyek penelitian anak balita umur 2 bulan 5 tahun yang berjumlah 208 orang dengan desain penelitian kasus kontrol. Hasil penelitian, ASI tidak eksklusif, jenis lantai, kelembaban dan luas ventilasi tidak memadai berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat, desain penelitian dan beberapa variabel bebas yang diteliti yaitu faktor individu (status gizi, status imunisasi, suplementasi vitamin A, dan ASI eksklusif), faktor lingkungan (kepadatan hunian, keberadaan anggota keluarga yang merokok, jenis lantai, dinding rumah, kepadatan hunian kamar, bahan bakar memasak dan kelembaban kamar). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel bebas yang ditambahkan peneliti yaitu faktor individu (BBLR dan episode penyakit diare), faktor lingkungan (lubang asap dapur), faktor sosial ekonomi (tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan keluarga), subyek, waktu dan lokasi penelitian. 3. Thörn et al. (2011), yang berjudul Pneumonia and Poverty: a Prospective Population-based Study among Children in Brazil. Meneliti hubungan antara tingkat pendapatan keluarga terhadap kejadian pneumonia. Subyek penelitian adalah 11,521 balita umur 0 35 bulan dengan desain penelitian prospective population-based study. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa angka insiden pneumonia pada rumah tangga yang memiliki tingkat

9 9 pendapatan dan tingkat pendidikan rendah lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan tinggi. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat pneumonia, variabel bebas yaitu tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan keluarga. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada desain penelitian, variabel bebas faktor individu (BBLR, status gizi, episode penyakit diare, status imunisasi, suplementasi vitamin A, dan ASI eksklusif), faktor lingkungan (kepadatan hunian, keberadaan anggota keluarga yang merokok, jenis lantai, ventilasi, dinding rumah, letak dapur, lubang asap dapur, bahan bakar memasak dan kelembaban), subyek, lokasi dan waktu penelitian. 4. Butu (2010), yang berjudul Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Anak Usia Bulan di Kabupaten Tana Toraja. Subyek penelitian adalah balita umur bulan sebanyak 94 orang dengan desain penelitian kasus kontrol. Hasil penelitian, ASI eksklusif, MP ASI, status gizi, pendidikan ibu, polusi asap dapur, dan ventilasi rumah berhubungan dengan kejadian pneumonia. Persamaan dengan penelitian ini pada beberapa variabel bebas faktor individu (status gizi dan ASI eksklusif), faktor lingkungan (polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan hunian, dan ventilasi), dan faktor sosial ekonomi (pendidikan orang tua). Perbedaan dengan penelitian ini, ada penambahan beberapa variabel bebas yaitu faktor individu (BBLR, episode penyakit diare, status imunisasi, suplementasi vitamin A, dan status imunisasi), faktor lingkungan (jenis lantai, dinding rumah, bahan bakar memasak, letak dapur dan), faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan keluarga), subyek, waktu dan lokasi penelitian. 5. Yuwono (2008), yang berjudul Faktor Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap. Meneliti tentang hubungan faktor fisik lingkungan rumah terhadap kejadian pneumonia pada anak balita. Subyek penelitian adalah anak balita umur 1 5 tahun dengan desain penelitian kasus kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis

10 10 lantai, kondisi dinding rumah, luas ventilasi rumah, tingkat kepadatan hunian, tingkat kelembaban, penggunaan jenis bahan bakar kayu dan kebiasaan anggota keluarga yang merokok mempunyai hubungan dengan kejadian pneumonia. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada desain penelitian, variabel terikat dan beberapa variabel bebas yaitu faktor lingkungan (kepadatan hunian, keberadaan anggota keluarga yang merokok, jenis lantai, ventilasi, dinding rumah, bahan bakar memasak dan kelembaban). Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel bebas faktor individu (BBLR, status gizi, episode penyakit diare, status imunisasi, suplementasi vitamin A, dan ASI eksklusif), faktor sosial ekonomi (tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan keluarga), subyek, lokasi dan waktu penelitian. 6. Salam (2006), yang berjudul Faktor Risiko Pneumonia pada Balita di Kabupaten Magelang. Subyek penelitian adalah anak balita dengan desain kasus kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembaban yang buruk, riwayat wheezing dan riwayat pneumonia merupakan faktor risiko terjadinya penumonia pada anak balita. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada desain, variabel terikat dan beberapa variabel bebas yaitu faktor individu (BBLR, status gizi, status imunisasi, ASI eksklusif, dan suplementasi vitamin A), faktor lingkungan (kelembaban, ventilasi, letak dapur, kepadatan hunian, keberadaan anggota keluarga yang merokok) dan tingkat pendidikan ibu. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel bebas faktor individu (episode penyakit diare), faktor lingkungan (jenis lantai, dinding rumah, lubang asap dapur, dan bahan bakar memasak), faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan keluarga), subyek, lokasi dan waktu penelitian. 7. Koch et al. (2003), yang berjudul Risk Factors for Acute Respiratory Tract Infections in Young Greenlandic Children. Meneliti faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas dan bawah. subyek penelitian adalah anak balita umur 0 2 tahun dengan desain penelitian kohort. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernapasan bagian bawah adalah jenis kelamin laki-laki, dititipkan pada tempat penitipan anak, terpapar

11 11 asap rokok (perokok pasif), berbagi kamar dengan anak umur 0 5 tahun dan ASI merupakan faktor protektif terhadap kejadian pneumonia. Persamaan dengan penelitian ini pada variabel terikat dan beberapa variabel bebas yaitu pemberian ASI, tingkat pendidikan orang tua, kepadatan hunian dan keberadaan perokok dalam rumah. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada beberapa variabel bebas faktor individu (BBLR, status gizi, status imunisasi, episode penyakit diare, suplementasi vitamin A), faktor lingkungan (ventilasi, dinding rumah, jenis lantai letak dapur, lubang asap dapur, bahan bakar memasak dan kelembaban dalam rumah), faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan keluarga) desain penelitian, subyek, lokasi dan waktu penelitian. 8. Fatmi & White (2002), yang berjudul A Comparizon of Cough and Cold and Pneumonia: Risk Factors for Pneumonia in Children Under 5 Years Revisited. Meneliti faktor risiko yang membedakan antara infeksi saluran pernapasan atas dan pneumonia. Subyek penelitian adalah 446 anak balita umur < 5 tahun dengan desain penelitian kohort. Persamaan penelitian ini adalah pada variabel terikat dan beberapa variabel bebas yaitu faktor individu (status gizi) dan faktor sosial ekonomi (tingkat pendidikan orang tua). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada beberapa variabel bebas yaitu faktor individu (BBLR, status gizi, episode penyakit diare, status imunisasi, suplementasi vitamin A, dan ASI eksklusif), faktor lingkungan (kepadatan hunian, keberadaan perokok dalam rumah, ventilasi, jenis lantai, dinding rumah, letak dapur, lubang asap dapur, bahan bakar memasak, dan kelembaban), desain penelitian, subyek, lokasi dan waktu penelitian. 9. Fonseca et al. (1996), yang berjudul Risk Factors for Childhood Pneumonia Among Urban Poor in Fortaleza, Brazil : a Case Control Study. Meneliti faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pnemonia pada anak balita di wilayah perkotaan yang miskin di Fortaleza Brazil. Subyek penelitian adalah 650 anak balita umur < 2 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa malnutrisi merupakan faktor yang paling penting terhadap kejadian pneumonia. Faktor malnutrisi, menitipkan anak pada tempat penitipan anak, BBLR, ASI tidak eksklusif, kepadatan hunian, jumlah kehamilan yang tinggi,

12 12 riwayat penyakit pneumonia meningkatkan risiko terkena penyakit pneumonia. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat, desain penelitian dan beberapa variabel bebas yaitu faktor individu (BBLR, status gizi, dan ASI eksklusif), faktor lingkungan (keberadaan perokok dalam rumah dan kepadatan hunian), dan faktor sosial ekonomi (tingkat pendidikan orang tua). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada beberapa variabel bebas yaitu faktor individu (episode penyakit diare, status imunisasi, dan suplementasi vitamin A), faktor lingkungan (ventilasi, dinding rumah, jenis lantai, letak dapur, lubang asap dapur, bahan bakar memasak dan kelembaban), faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan keluarga), subyek penelitian, lokasi dan waktu penelitian. 10. Victora et al. (1994), yang berjudul Risk Factors for Pneumonia Among Children in a Brazilian Metropolitan Areas. Meneliti tentang faktor risiko pneumonia pada balita < 2 tahun. Subyek penelitian adalah 510 balita umur < 2 tahun di wilayah perkotaan Brazil Utara dengan desain penelitian hospital based case control study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor rendahnya tingkat pendidikan orang tua, jumlah anggota keluarga dalam rumah, umur ibu < 20 tahun ketika hamil, menitipkan anak pada tempat penitipan anak, tidak ASI eksklusif, BBLR, riwayat penyakit pneumonia dan status gizi berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada desain penelitian, variabel terikat dan beberapa variabel bebas yaitu faktor individu (status gizi, BBLR, status imunisasi, suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif), faktor lingkungan (kepadatan hunian), dan faktor sosial ekonomi (tingkat pendidikan orang tua). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada beberapa variabel bebas yaitu faktor individu (episode penyakit diare), faktor lingkungan (keberadaan perokok dalam rumah, ventilasi, dinding rumah, jenis lantai, lubang asap dapur, bahan bakar memasak, dan kelembaban dalam rumah), subyek, lokasi dan waktu penelitian.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya ancaman kesehatan dalam bentuk penyakit menular membuat langkah pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sama sekali tidak boleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus

Lebih terperinci

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi di perkirakan terjadi lebih 2 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan peradangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan Ball,2003). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Salah satu penyebab terbesar kematian pada anak usia balita di dunia adalah pneumonia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab kematian utama pada balita di dunia termasuk Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas baik seperti yang diharapkan, dan dapat memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium Development Goals (MDGs) yang sering disebut Tujuan Pembangunan Milenium berkomitmen mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009 Disusun untuk Memenuhi salah Satu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 19%, yang merupakan urutan kedua penyebab kematian balita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa dan pada kelompok usia lanjut. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diobati.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata. BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit pembunuh utama pada balita di dunia, kasus tersebut lebih banyak jika dibandigkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, yang menyerang satu bagian/ lebih saluran pernafasan, mulai dari hidung sampai alveoli.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1 KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN Suyami, Sunyoto 1 Latar belakang : ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita

Lebih terperinci

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan (Kemenkes RI, 2015: 121). Pada usia ini, balita masih sangat rentan terhadap berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernafasan. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Merokok adalah menghirup asap dari pembakaran tembakau yang terbungkus dalam rokok, pipa, dan cerutu. 1 Hasil survei Global Adults Tobacco Survey (GATS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada manusia. Adapun masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia karena Mycobacterieum tuberculosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan prilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling sensitif untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan anak, biasanya digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini diare masih menjadi masalah kesehatan di dunia sebagai penyebab mortalitas dan morbiditas. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Hubungan antara Polusi Udara Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran pernapasan pada anak adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia. Pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 2 juta balita setiap tahunnya. Pneumonia disebabkan oleh peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis (M.tb) kadang disebabkan oleh Mycobacterium bovis

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis (M.tb) kadang disebabkan oleh Mycobacterium bovis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian pertama pada orang dewasa di negara berkembang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang serius terutama pada anak usia 1-5 tahun dan merupakan penyebab kematian anak di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara - negara berkembang. Setiap tahunnya terdapat 8,6 juta kasus tuberkulosis baru dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, dan Indonesia menduduki tempat ke-6, dengan jumlah kasus 6 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. negara, dan Indonesia menduduki tempat ke-6, dengan jumlah kasus 6 juta kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan yang mengenai parenkim paru dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kini mengalami beban ganda akibat penyakit tidak menular terus bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit infeksi menular

Lebih terperinci

DEA YANDOFA BP

DEA YANDOFA BP SKRIPSI HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PEMBERIAN ASI PADA BALITA TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMBACANG KECAMATAN KURANJI PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Anak DEA YANDOFA BP.07121016

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak pada usia 6 24

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit ISPA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan prioritas utama manusia dalam menjalani kehidupan. Setiap orang berharap mempunyai tubuh yang sehat dan kuat serta memiliki kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masuk dalam kategori penyakit infeksi yang bersifat kronik. TB menular langsung melalui udara yang tercemar basil Mycobakterium tuberculosis, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Arah kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan MPR R.I No. IVMPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah meningkatkan mutu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di sebagian besar negara di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat, dimana angka kematian bayi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menanda tangani Tujuan Pembangunan Millenium Developmen Goals (MDGs) berkomitmen mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah observasional analitik menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara sekelompok orang terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebababkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan

Lebih terperinci

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG Mia Sri Aulina, Mursid Rahardjo, Nurjazuli Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merujuk pada kebijakan umum pembangunan kesehatan nasional, upaya penurunan angka kematian bayi dan balita merupakan bagian penting dalam program nasional bagi anak

Lebih terperinci