HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gaya Hidup - aktivitas - minat - opini

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

KUESIONER PENELITIAN

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini.

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

Download from

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

BAB I PENDAHULUAN. maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Written by Dr. Brotosari Saturday, 19 September :24 - Last Updated Sunday, 06 August :16

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

Perilaku Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara terhadap Pola Makan Vegetarian Tahun 2011

LAMPIRAN I KUESIONER PENELITIAN PERILAKU SARAPAN PADA SISWA(I) SMU. 1. Apakah yang saudara ketahui tentang gizi seimbang?

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

KUESIONER PENELITIAN

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 1 KUESIONER


Informed Consent Persetujuan menjadi Responden

KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM)

TINGKAT PEMAHAMAN SISWA TENTANG MAKANAN LAUK PAUK DAN SAYUR TRADISIONAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

KUESIONER HUBUNGAN PENGETAHUAN, POLA MAKAN, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN GIZI LEBIH PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT USU TAHUN 2015

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas

Peta Konsep. Hal yang harus kamu tahu mengenai Pertumbuhan Makhluk Hidup ini antara lain. Perubahan yang terjadi pada makhluk hidup

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

BAB V HASIL PENELITIAN. Asrama 2 Al-khodijah merupakan salah satu asrama putri yang berada di

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa :

: saya ingin mendapatkan data antropometri BB dan TB ibu.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENTINGNYA SARAPAN PAGI UNTUK ANAK-ANAK. 2008, Sarapan atau breakfast (dalam bahasa Inggris), break (istirahat)

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil Pengujian SPSS 1.1 Uji Chi Square Test Uji Korelasi Kendall. Test Statistics

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

JADWAL TENTATIF PENELITIAN. Desember November 2015

SMP/Mts PT (Sarjana) 3. Jenis Kelamin Balita : Laki laki Perempuan 4. Umur Balita :

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DATA DAN ANALISA

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

pengetahuan, dan sikap akan berhubungan dengan perilaku pembelian buku bajakan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

STUDI DESKRIPTIF PERILAKU MAKAN MAHASISWA UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

ejournal Boga, Volume 3 Nomor 3, Yudisium Oktober Tahun 2014 Halaman 47-50

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Modern Superindo Godean Kota Yogyakarta yang bersedia diwawancarai.

CATATAN PERKEMBANGAN. Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, Menggali pengetahuan orang tua kurang dari

KUESIONER. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Faktor Internal Usia. Usia mahasiswa dalam penelitian ini berksar antara 18-22 tahun Rata-rata usia mahasiswa sebesar 19,8 tahun dan standar deviasi sebesar 1,0 tahun. Rata-rata usia mahasiswa perempuan (19,7 ± 0,9 tahun) relatif lebih rendah daripada rata-rata usia mahasiswa laki-laki (20,1 tahun ± 1,1 tahun). Usia mahasiswa ini termasuk ke dalam periode remaja dan dewasa muda (Papalia, Old, & Feldman 2008). Jenis Kelamin. Pada penelitian ini, mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan (58,3%) lebih banyak daripada mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki (41,7%). Hal ini sejalan dengan data jumlah mahasiswa IPB tahun 2011, yaitu mahasiswa perempuan (60,2%) lebih banyak dibandingkan dengan lakilaki (39,8%) Urutan Kelahiran. Berdasarkan urutan kelahiran, mahasiswa dapat dibedakan menjadi anak sulung, anak bungsu, dan lainnya. Mahasiswa yang termasuk kategori lainnya adalah mahasiswa yang merupakan anak tunggal atau berada pada urutan antara anak sulung dan anak bungsu. Pada penelitian ini, proporsi terbesar mahasiswa ada pada urutan anak sulung, yaitu sebesar 45,8 persen, sedangkan proporsi terkecil berada pada urutan anak bungsu, yaitu sebesar 18,3 persen. Lama Kuliah. Dilihat dari lama kuliah (bulan), lama kuliah mahasiswa berkisar antara 14-27 bulan. Rata-rata lama kuliah mahasiswa 26,5 bulan dan standar deviasi sebesar 9,8 bulan. Asal Daerah. Proporsi terbesar mahasiswa dalam penelitian ini berasal dari daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sementara itu, sebesar 15,8 persen mahasiswa berasal dari kota yang berada di Jawa Barat selain Bogor, Depok, dan Bekasi. Mahasiswa dalam penelitian ini tidak hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga berasal dari daerah lain yang ada di luar Pulau Jawa (Gambar 4). Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa IPB berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

30 Gambar 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal daerah Suku Bangsa. Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa berasal dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa IPB memiliki latar belakang budaya yang sangat beragam. Jumlah mahasiswa terbanyak dalam penelitian ini berasal dari suku Jawa dan Sunda. Sekitar empat dari sepuluh mahasiswa berasal dari suku Jawa dan tiga dari sepuluh mahasiswa berasal dari suku Sunda. Suku bangsa lainnya adalah mahasiswa yang berasal dari suku campuran, seperti Bali-Etnis, Jawa-Sunda, Jawa-Betawi, Melayu-Sunda, dan lain-lain. Gambar 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan suku bangsa

31 Agama. Hampir seluruh mahasiswa dalam penelitian ini menganut agama Islam. Selain Islam, agama lain yang dianut oleh mahasiswa adalah Kristen dan Hindu (Gambar 6). Gambar 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan agama Uang Saku. Uang saku merupakan sumber pendapatan bagi mahasiswa. Rata-rata uang saku mahasiswa setiap bulannya adalah Rp811.316,67 dengan standar deviasi Rp293.283,29 dan berada pada rentang Rp250.000,00 sampai Rp1.750.000,00. Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi terbesar mahasiswa berada pada uang saku yang berkisar pada rentang Rp500.001,00- Rp1.000.000,00 per bulan. Uang saku mahasiswa terdiri dari uang saku utama dan uang saku tambahan. Rata-rata uang saku utama mahasiswa setiap bulan adalah Rp688.816,67 dengan standar deviasi Rp268.246.03 dan berada pada rentang Rp250.000,00-Rp1.658.000,00. Uang saku tambahan berfungsi menambah uang saku utama mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi tidak semua mahasiswa memiliki uang saku tambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh mahasiswa tidak memiliki uang saku tambahan dan memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan uang saku utama saja. Uang saku tambahan mahasiswa berada pada rentang Rp50.000,00-Rp500.000,00 per bulan. Rata-rata uang saku tambahan mahasiswa adalah Rp253.448,30 dengan standar deviasi Rp123.460,70. Tabel 3 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku Uang saku total (per bulan) n % Rp500.000 24 20,0 Rp500.001 Rp1.000.000 77 64,2 Rp1.000.001 19 15,8 Total 120 100,0

32 Mahasiswa dalam penelitian ini mendapatkan uang saku dari sumber yang beragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar uang saku utama mahasiswa berasal dari orang tua. Sumber yang lain berasal dari saudara, beasiswa, dan bekerja. Walaupun sebagian besar mahasiswa mendapatkan uang saku utama dari orang tua, ternyata ada satu orang mahasiswa yang mendapatkan uang saku utama dari hasil bekerja (mengajar les). Sama seperti uang saku utama, uang saku tambahan mahasiswa juga berasal dari berbagai sumber. Sumber uang saku tambahan terbesar adalah beasiswa. Sebanyak dua dari lima mahasiswa dalam penelitian ini mendapatkan uang tambahan dari beasiswa yang diterimanya. Sumber uang saku tambahan mahasiswa yang lain diantaranya adalah orang tua, bekerja, dan saudara. Selain itu, Tabel 4 juga menunjukan bahwa terdapat mahasiswa yang memperoleh uang saku utamanya lebih dari satu sumber, baik untuk uang saku utama maupun uang saku tambahan. Tabel 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan sumber uang saku Sumber uang saku Uang saku utama Uang saku tambahan n % n % Orang tua 101 84,2 14 24,1 Saudara 2 1,7 6 10,3 Beasiswa 7 5,8 25 43,1 Bekerja 1 0,8 9 15,5 Orang tua dan lainnya 6 5,0 2 3,4 Beasiswa dan lainnya 3 2,5 2 3,4 Total 120 100,0 58 100,0 Faktor Eksternal Karakteristik Keluarga. Usia orang tua mahasiswa secara keseluruhan termasuk dalam kategori dewasa. Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh usia ayah maupun ibu mahasiswa termasuk pada kategori dewasa madya. Tidak ada ibu yang termasuk pada usia dewasa lanjut, sedangkan ada satu orang ayah mahasiswa termasuk pada kategori dewasa lanjut. Usia ayah mahasiswa berada pada rentang 44-59 tahun dengan rata-rata 50,1 tahun dan standar deviasi 4,9 tahun. Usia ibu berada pada rentang 39-53 tahun dengan rata-rata 46,5 tahun dan standar deviasi 4,1 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu mahasiswa lebih muda daripada usia ayah mahasiswa (Tabel 5).

33 Kelompok Usia Orangtua (th) Ayah Ibu n % n % Dewasa muda (20-40) 3 2,7 9 7,5 Dewasa madya (41-65) 108 96,4 111 92,5 Dewasa lanjut (>65) 1 0,9 0 0 Total 112* 100,0 120 100,0 Tabel 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua Keterangan: *sebanyak delapan orang ayah mahasiswa telah meninggal dunia Tingkat pendidikan orang tua yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh orang tua mahasiswa. Pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh orang tua mahasiswa adalah perguruan tinggi (S1/S2/S3) dan tidak ada satu orang pun orang tua mahasiswa yang tidak menamatkan pendidikannya dari Sekolah Dasar (SD). Proporsi terbesar pendidikan ayah mahasiswa berada pada tingkat perguruan tinggi, sedangkan proporsi terbesar pendidikan ibu mahasiswa berada pada tingkat SMA/sederajat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua mahasiswa dalam penelitian ini sudah relatif baik (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan orang tua Pendidikan Ayah Ibu n % n % Tidak tamat SD 0 0 0 0 SD 5 4,5 18 15,0 SMP/sederajat 10 8,9 9 7,5 SMA/sederajat 39 34,8 46 38,3 Diploma/akademi 10 8,9 15 12,5 Perguruan tinggi (S1/S2/S3) 48 42,9 32 26,7 Total 112 100,0 120 100,0 Pekerjaan yang dilakukan orang tua mahasiswa merupakan kegiatan yang menjadi sumber pendapatan orang tua mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pekerjaan ini beragam jenisnya, mulai dari pegawai negeri, pegawai swasta, guru, dan pekerjaan lainnya. Pekerjaan ayah mahasiswa lebih didominasi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai swasta. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir seluruh ayah mahasiswa memiliki pekerjaan, akan tetapi ada tiga orang ayah mahasiswa tidak memiliki pekerjaan karena terkendala oleh masalah kesehatan.

34 Berbeda dengan pekerjaan ayah mahasiswa yang didominasi oleh PNS, pekerjaan ibu mahasiswa lebih didominasi oleh ibu rumah tangga (tidak bekerja). Pekerjaan lain yang dimiliki oleh ibu mahasiswa diantaranya adalah PNS, guru atau dosen, dan pegawai swasta. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa ada ibu mahasiswa yang bekerja sebagai dokter/perawat/analis, tetapi tidak ada ibu mahasiswa yang bekerja sebagai TNI/POLRI, pedagang/buruh, dan pensiunan. Tabel 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pekerjaan orang tua Jenis pekerjaan Ayah Ibu n % n % Tidak bekerja 3 2.7 71 59.2 PNS 29 25,9 21 17.5 Pegawai swasta 25 22.3 8 6.7 Wiraswasta 21 18.8 5 4.2 TNI/POLRI 5 4.5 0 0 Guru/Dosen 10 8.9 10 8.3 Dokter/perawat/analis 0 0 4 3.3 Pedagang/buruh 7 6.2 0 0 Pensiunan 7 6.2 0 0 Lainnya 5 4.5 1 0,8 Total 112 100.0 120 100,0 Pendapatan orang tua mahasiswa berkisar antara Rp500.000,00 hingga Rp15.000.000,00. Tetapi ada pula dua keluarga mahasiswa yang sama sekali tidak memiliki pendapatan. Hal ini dikarenakan oleh ayah mahasiswa yang sudah meninggal dan ibu mahasiswa yang tidak bekerja. Rata-rata pendapatan orang tua mahasiswa setiap bulan adalah Rp3.525.432,00 dengan standar deviasi Rp2.451.786,00. Proporsi terbesar pendapatan orang tua mahasiswa berada pada rentang kurang dari sama dengan Rp2.900.000,00 per bulan dan hanya ada satu keluarga mahasiswa yang memiliki pendapatan pada rentang lebih dari Rp11.600.000,00 per bulan (Tabel 8). Pendapatan orang tua tertinggi ini dimiliki oleh mahasiswa dengan ayah yang bekerja sebagai pegawai swasta dan ibu tidak bekerja. Tabel 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan orang tua Pendapatan n % Tidak memiliki pendapatan 2 1,7 Rp2.900.000 57 47,5 Rp2.900.001 Rp5.800.000 41 34,2 Rp5.800.001 Rp8.700.000 16 13,3 Rp8.700.001 Rp11.600.000 3 2,5 Rp11.600.001 1 0,8 Total 120 100.0

35 Rata-rata jumlah anggota keluarga mahasiswa adalah 5 orang dengan rentang jumlah anggota keluarga sebesar 2-10 orang. Hasil penellitian menunjukkan bahwa persentase terbesar besar keluarga mahasiswa berada pada kategori keluarga kecil dengan jumlah keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang, sedangkan persentase terkecil besar keluarga mahasiswa berada pada keluarga besar. Keluarga yang termasuk kategori keluarga besar ini memiliki jumlah anak lebih dari 5 orang. Tabel 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga Besar keluarga n % Kecil ( 4 org) 58 48,3 Sedang (5-7 org) 54 45,0 Besar ( 8 org) 8 6,7 Total 120 100,0 Pola Asuh Makan. Pola asuh makan yang dilakukan mahasiswa saat berada di lingkungan keluarganya berbeda-beda (Tabel 10). Sarapan ternyata selalu menjadi hal yang penting bagi sebagian besar keluarga mahasiswa (62,5%). Tidak ada satu orang mahasiswa pun yang tidak pernah dibiasakan sejak dini untuk cuci tangan sebelum makan, meskipun kebiasaan ini ada yang jarang melakukan sampai selalu melakukan. Sebanyak tujuh dari sepuluh mahasiswa lebih memilih makanan yang dimasak di rumah saat mereka sedang berkumpul dengan keluarga di rumah. Hal-hal yang selalu dilakukan mahasiswa saat berada di rumah dengan persentase tertinggi selanjutnya adalah makan tiga kali sehari, makan bersama keluarga, dan berdoa bersama sebelum makan. Walaupun tidak makan mie instan lebih dari tiga kali dalam seminggu sudah dilakukan oleh empat dari sepuluh mahasiswa ketika berada di rumah, akan tetapi mie instan seringkali masih menjadi alternatif pilihan makanan yang disediakan di rumah. Hal ini ditunjukkan dari masih adanya 53,3 persen mahasiswa yang mengaku bahwa tidak tersedianya mie instan di rumah adalah sesuatu yang jarang. Fast food juga masih menjadi makanan yang dipilih oleh mahasiswa dan keluarganya saat makan di luar rumah. Meskipun demikian, sayur dan buah juga menjadi sesuatu yang seringkali tersedia dalam menu makanan keluarga mahasiswa. Sementara itu, hal-hal yang jarang dilakukan oleh mahasiswa dan keluarganya adalah berbicara ketika makan bersama, makan dengan tertib di meja makan, menghindari minuman berwarna/ bersoda, dan tidak makan lebih dari jam 9 malam.

36 Tabel 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan pernyataan pola asuh makan Pernyataan Makan teratur 3 kali sehari ketika berada di rumah. Terbiasa makan bersama minimal satu kali dalam sehari dengan keluarga. Sarapan adalah hal yang penting dalam keluarga. Makan dengan tertib di meja makan bersama keluarga. Sayur dan buah selalu tersedia dalam menu makanan keluarga. Minuman berwarna/ bersoda adalah hal yang dihindari dalam keluarga. Sudah dibiasakan sejak dini untuk mencuci tangan sebelum makan. Tidak ada satupun anggota keluarga yang berbicara ketika makan bersama. Fast food adalah makanan favorit keluarga ketika makan bersama di luar rumah, Fast food adalah pilihan makanan pertama keluarga ketika ibu sedang tidak memasak di rumah. Tidak makan malam lebih dari jam 9 malam. Lebih memilih makanan yang dimasak di rumah daripada membeli masakan matang ketika sedang berkumpul di rumah. Makanan instan tidak tersedia di rumah. Tidak makan mie instan lebih dari 3 bungkus dalam seminggu ketika berada di rumah. Berdoa bersama sebelum makan saat makan bersama keluarga. Selalu Sering Jarang Tidak pernah Total n % n % n % n % n % 63 52,5 32 26,7 23 19,2 2 1,7 120 100,0 48 40,0 32 26,7 35 29,2 5 4,2 120 100,0 75 62,5 29 24,2 13 10,8 3 2,5 120 100,0 19 15,8 28 23,3 50 41,7 23 19,2 120 100,0 36 30,0 58 48,3 25 20,8 1 0.8 120 100,0 27 22,5 34 28,3 55 45,8 4 3,3 120 100,0 73 60,8 41 34,2 6 5,0 0 0 120 100,0 4 3,3 27 22,5 67 55,8 22 18,3 120 100,0 42 35,0 62 51,7 11 9,2 5 4,2 120 100,0 46 38,3 55 45,8 14 11,7 5 4,2 120 100,0 27 22,5 40 33,3 44 36,7 9 7,5 120 100,0 72 60,0 32 26,7 14 11,7 2 1,7 120 100,0 10 8,3 19 15,8 64 53,3 27 22,5 120 100,0 55 45,8 29 24,2 28 23,3 8 6,7 120 100,0 39 32,5 36 30,0 36 30,0 9 7,5 120 100,0 Tingkat pola asuh makan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu baik (>80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60%) seperti pengkategorian yang dilakukan oleh Ulfah dan Latifah (2007). Rata-rata skor mahasiswa untuk pola asuh makannya adalah sebesar 64,8 persen dengan standar deviasi 11,8 persen. Gambar 7 menunjukkan bahwa hanya ada sembilan orang mahasiswa yang berada pada kategori pola asuh makan yang baik, sedangkan sepertiga

37 mahasiswa berada pada kategori kurang. Sementara itu, proporsi terbesar pola asuh makan mahasiswa berada pada kategori sedang. Gambar 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pola asuh makan Seperti yang tersaji pada Tabel 11, hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa dengan usia yang berada pada periode remaja memiliki proporsi lebih besar dalam pola asuh makan kurang, sedangkan mahasiswa yang berada pada periode dewasa awal memiliki proporsi lebih besar pada pola asuh makan sedang dan pola asuh makan baik. Berdasarkan jenis kelamin, persentase mahasiswa perempuan lebih tinggi pada pola asuh makan sedang. Sementara itu, mahasiswa laki-laki memiliki persentase lebih tinggi dalam pola asuh kurang dan pola asuh makan baik. Pada hasil penelitian juga terlihat bahwa anak sulung memiliki proporsi paling tinggi pada pola asuh sedang, sedangkan pada dua kategori lainnya mahasiswa dengan urutan kelahiran selain anak sulung dan anak bungsu memiliki persentase yang paling tinggi. Tabel 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan karakteristik dengan pola asuh makan Usia Remaja Dewasa awal Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Urutan kelahiran Sulung Bungsu Lainnya Karakteristik mahasiswa Kategori pola asuh makan Total Kurang Sedang Tinggi % % % % 42,9 26,8 34,0 32,9 27,3 31,8 41,9 51,9 64,8 58,0 60,0 67,3 63,6 46,5 6,1 8,5 8,0 7,1 5,5 4,5 11,6 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

38 Kelompok Acuan. Kelompok acuan (reference group) adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata memengaruhi perilaku pembelian (Sumarwan 2004). Dalam penelitian ini mahasiswa dapat memilih lebih dari satu kelompok acuan pada setiap pernyataan, akan tetapi dari hasil penelitian ini diketahui bahwa selalu ada satu kelompok acuan yang paling banyak dipilih oleh setiap mahasiswa. Berdasarkan Tabel 12, kelompok acuan yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa adalah teman, keluarga, dan televisi. Teman menjadi kelompok acuan yang paling banyak dipilih dengan proporsi terbesar. Sementara itu, keluarga juga menjadi kelompok acuan selanjutnya yang paling banyak dipilih oleh sekitar satu dari sepuluh mahasiswa. Selain itu, lima dari seratus mahasiswa menjadikan televisi sebagai kelompok acuan yang dipilihnya. Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini lebih kepada iklan atau selebriti yang dilihat mahasiswa melalui televisi. Tabel 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan yang paling banyak dipilih mahasiswa Kelompok acuan n % Teman 101 84,2 Keluarga 13 10,8 Televisi 6 5,0 Internet 0 0 Media cetak 0 0 Ahli kesehatan/ dosen 0 0 Lainnya 0 0 Total 120 100,0 Kelompok acuan yang dipilih oleh mahasiswa sangat beragam. Selain menjadi kelompok acuan yang paling banyak dipilih, teman juga menjadi kelompok acuan yang dipilih oleh mahasiswa dengan persentase tertinggi dalam sepuluh pernyataan yang diajukan. Hal ini memperlihatkan bahwa teman adalah kelompok acuan yang paling memengaruhi mahasiswa dalam melakukan proses konsumsi. Tabel 13 memperlihatkan bahwa keluarga juga memiliki persentase yang cukup besar dalam menentukan makanan mahasiswa dan paling dipercaya oleh mahasiswa dalam memberikan pendapat. Selanjutnya proporsi terbesar televisi dan internet berada pada kelompok acuan yang memberikan informasi terbaru. Selain itu, media cetak juga menjadi salah satu kelompok acuan yang dipilih mahasiswa dalam beberapa pernyataan. Media cetak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah artikel-artikel kesehatan yang tertera pada majalah.

39 Sebanyak tiga orang mahasiswa menyatakan bahwa media cetak menjadi kelompok acuan mereka dalam memilih makanan. Beberapa mahasiswa menjadikan ahli kesehatan atau dosen mereka sebagai kelompok acuan, diantaranya adalah dalam bertanya saat kebingungan untuk membuat keputusan. Sementara itu kelompok acuan lainnya terdiri dari pacar dan orang-orang yang tidak dikenal oleh mahasiswa, seperti seseorang yang sedang makan di pinggir jalan atau pedagang makanan. Tabel 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan dalam setiap aspek proses perilaku konsumsi Kelompok acuan P1 (%) P2 (%) P3 (%) P4 (%) P5 (%) P6 (%) P7 (%) P8 (%) P9 (%) P10 (%) Teman 66,7 49,2 73,3 86,7 75,8 67,5 80,0 65,8 84,2 60,0 Keluarga 30,8 38,3 11,7 5,8 19,2 38,3 10,0 8,3 32,5 6,7 Televisi 8,3 0,8 47,5 30,8 4,2 2,5 25,0 40,0 0,8 55,0 Internet 0,0 0,0 3,3 3,3 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 12,5 Media cetak 2,5 0,0 0,8 0,0 0,8 1,7 0,8 0,0 0,0 1,7 Ahli kesehatan/ 0,0 0,0 0,8 0,0 1,7 1,7 0,0 0,0 0,8 0,0 dosen Lainnya 2,5 0,8 0,8 0,8 0,0 0,8 0,8 0,0 0,8 2,5 Keterangan: *kelompok acuan yang dipilih pada masing-masing pernyataan boleh lebih dari satu **P1: memilih makanan P2: menentukan menu makanan P3: informasi tentang jenis makanan baru P4: informasi tentang tempat makanan baru P5: mengonsumsi makanan baru P6: paling dipercaya dalam memberikan pendapat P7: paling sering memberikan informasi P8: membuat tertarik untuk mengonsumsi suatu produk P9: tempat bertanya saat kebingungan untuk membuat keputusan P10: memberikan suatu berita terbaru Gaya Hidup Gaya hidup adalah kegiatan, minat, dan pendapat yang menggambarkan perilaku mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini gaya hidup mahasiswa terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup berorientasi pendidikan dan gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Gaya hidup berorientasi pendidikan terdiri dari mahasiswa yang aktivitas, minat, dan pendapatnya dalam kehidupan sehari-hari lebih tinggi pada kegiatan belajar. Mereka lebih suka menghabiskan uang dan waktunya untuk membaca buku dan mengerjakan tugas kuliah daripada untuk jalan-jalan atau hal-hal lain yang berkaitan dengan hiburan. Mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi pendidikan ini juga memiliki perhatian lebih rendah terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan olahraga dan memiliki kebiasaan makan yang kurang

40 baik, seperti tidak makan teratur tiga kali dalam sehari serta menyukai makanan cepat saji dan makanan instan. Mahasiswa yang termasuk pada kelompok gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan adalah seseorang yang lebih suka menghabiskan uang dan waktunya dengan melakukan hal-hal terkait dengan hiburan atau jalan-jalan, suka berolahraga dan memiliki perhatian lebih tinggi dalam hal kesehatan, aktif dalam organisasi, serta lebih suka berakhir pekan bersama teman-teman daripada bersama keluarga. Mahasiswa bergaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan suka menjadi pusat perhatian karena mendapatkan penghargaan diri dari lingkungan sekitar adalah hal yang penting baginya. Selain itu gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan juga terdiri dari mahasiswa yang menyukai produk dengan merek terkenal karena menurutnya produk yang mahal pasti berkualitas tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan merupakan gaya hidup lebih banyak dimiliki oleh mahasiswa. Sementara itu, hanya sekitar sepertiga mahasiswa yang termasuk pada kelompok gaya hidup berorientasi pendidikan. Gambar 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup Hasil lain juga menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang termasuk pada periode dewasa awal hampir menyebar rata baik pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan maupun gaya hidup berorientasi pendidikan. Mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase yang lebih tinggi pada gaya hidup berorientasi pendidikan, begitu pula dengan mahasiswa berjenis kelamin perempuan. Selanjutnya, urutan kelahiran sulung dan bungsu juga memiliki proporsi terbesar dalam gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan, sedangkan proporsi mahasiswa dengan urutan kelahiran lainnya berada pada gaya hidup berorientasi pendidikan. Proporsi mahasiswa dengan uang saku kurang dari atau sama dengan Rp500.000,00 hampir menyebar rata pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan dan gaya hidup berorientasi

41 pendidikan. Sementara itu, proporsi terbesar mahasiswa dengan uang saku Rp500.001.00-Rp1.000.000,00 dan lebih dari atau sama dengan Rp1000.001,00 berada pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan (Tabel 14). Tabel 14 Sebaran mahasiwa berdasarkan karakteristik dan gaya hidup Karakteristik mahasiswa Kategori gaya hidup Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan Gaya hidup berorientasi pendidikan % % % Total Usia Remaja 75,5 24,5 100,0 Dewasa muda 56,3 43,7 100,0 Jenis kelamin Laki-laki 66,0 34,0 100,0 Perempuan 62,9 37,1 100,0 Urutan kelahiran Sulung 69,1 30,9 100,0 Bungsu 81,8 18,2 100,0 Lainnya 48,8 51,2 100,0 Uang saku Rp500.000 58,3 41,7 100,0 Rp500.001 Rp1.000.000 66,2 33,8 100,0 Rp1.000.001 63,2 36,8 100,0 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai IPK mahasiswa dengan dua gaya hidup yang berbeda ini menyebar dalam enam kisaran nilai. Akan tetapi baik proporsi terbesar mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi pendidikan maupun hedonis berada pada rentang nilai IPK sebesar 2,76-3,00 (Tabel 15). Tabel 15 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Gaya Hidup Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan Gaya hidup berorientasi pendidikan IPK 2,50 2,51 2,75 2,76 3,00 3,01 3,25 3,26 3,50 3,51 Total % % % % % % % 18,2 10,4 23,4 19,5 19,5 9,1 100,0 14,0 14,0 23,3 14,0 18,6 16,3 100,0

42 Kebiasaan Makan Frekuensi Makan. Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari. Hal ini dianjurkan agar individu dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik. Tidak hanya sekedar jumlah yang cukup, akan tetapi waktu makan yang teratur juga penting agar makanan yang masuk dapat terserap gizinya dengan baik. Dalam penelitian ini, frekuensi makan mahasiswa berkisar pada rentang 1-3 kali sehari dengan rata-rata 3 kali sehari. Sekitar separuh mahasiswa memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali sehari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih ada mahasiswa yang memiliki frekuensi makan kurang dari tiga kali sehari, satu orang diantaranya memiliki kebiasaan makan hanya satu kali dalam sehari (Gambar 9). Selain itu, terdapat juga mahasiswa dengan memiliki frekuensi makan yang tidak tentu, yaitu antara 2-3 kali sehari. Mereka mengaku lebih sering makan dua kali sehari, namun sesekali juga mereka melakukan makan tiga kali sehari, tergantung situasi dan kondisi. Gambar 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan dalam sehari Mahasiswa memiliki alasan yang beragam dalam menentukan frekuensi makannya dalam sehari. Alasan terbanyak yang melatarbelakangi mahasiswa terbiasa makan tiga kali sehari adalah karena kebutuhan (Tabel 16). Kebutuhan yang dimaksud oleh mahasiswa adalah untuk memenuhi kebutuhan energi tubuhnya atau untuk menghilangkan rasa lapar. Sekitar sepertiga mahasiswa yang terbiasa makan dua kali sehari memiliki alasan karena tidak biasa melakukan sarapan, sehingga hanya terbiasa melakukan makan siang dan makan malam saja. Mahasiswa yang mengaku hanya makan satu kali sehari menyatakan alasan bahwa ia merasa takut gemuk jika makan terlalu banyak, oleh karena itu ia hanya terbiasa melakukan makan siang saja setiap harinya. Sementara itu, alasan terbanyak yang dikemukakan oleh mahasiswa yang memiliki kebiasaan makan dengan frekuensi yang tidak tentu adalah karena

43 waktu. Aktivitas yang padat dan tidak menentu membuat jadwal makan mereka pun seringkali terganggu. Tabel 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan frekuensi makan Frekuensi makan Alasan 1 kali 2 kali 3 kali Tidak tentu n % n % n % n % Kebutuhan 0 0 6 12,0 28 43,0 1 12,5 Kebiasaan 0 0 5 10.9 13 20,0 0 0 Kesehatan 0 0 0 0 16 24,6 0 0 Tidak biasa sarapan 0 0 15 32,6 0 0 0 0 Waktu 0 0 8 17,4 3 4,6 3 37,5 Ekonomi 0 0 5 10,9 0 0 2 25,0 Malas makan 0 0 1 2,2 0 0 0 0 Diet 0 0 2 4,3 0 0 0 0 Takut gemuk 1 100,0 0 0 0 0 0 0 Lainnya 0 0 4 8,7 5 7,7 2 25,0 Total 1 100,0 46 100,0 65 100,0 8 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan memiliki persentase tertinggi pada frekuensi makan tiga kali sehari, Tidak ada satu pun mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan yang memiliki frekuensi makan satu kali sehari, sedangkan pada gaya hidup berorientasi pendidikan terdapat satu orang mahasiswa yang memiliki kebiasaan makan satu kali dalam sehari (Tabel 17). Tabel 17 Sebaran mahasiwa berdasarkan gaya hidup dan frekuensi makan Gaya hidup Frekuensi makan 1 kali 2 kali 3 kali Tidak tentu Total % % % % % Gaya hidup berorientasi pendidikan 2,3 44,2 46,5 7,0 100,0 Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan 0,0 35,1 58,4 6,5 100,0 Hasil lain menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki kebiasaan makan satu kali sehari adalah mahasiswa dengan nilai IPK kurang dari sama dengan 2,50. Proporsi terbesar pada frekuensi makan dua kali sehari adalah mahasiswa dengan nilai IPK yang berkisar pada rentang 2,76-3,00. Pada frekuensi makan tiga kali sehari, proporsi mahasiswa hampir tersebar merata pada rentang nilai IPK antara 2,76-3,50. Sementara itu, mahasiswa yang memiliki frekuensi makan yang tidak tentu memiliki persentase yang sama pada nilai IPK yang berkisar antara 2,76-3,00 dan 3,26-3,50 (Tabel 18).

44 Tabel 18 Sebaran mahasiwa berdasarkan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan frekuensi makan Frekuensi makan IPK 2,50 2,51 2,75 2,76 3,00 3,01 3,25 3,26 3,50 3,51 Total % % % % % % % 1 kali 100,0 0 0 0 0 0 100,0 2 kali 17,4 10,9 26,1 13,0 15,2 17,4 100,0 3 kali 16,9 12,3 20,0 21,5 20,0 9,2 100,0 Tidak tentu 0 12,5 37,5 12,5 37,5 0 100,0 Kebiasaan Sarapan, Makan Siang, dan Makan Malam. Kebiasaan makan berdasarkan faktor waktu terbagi menjadi makan pagi, makan siang, dan makan malam (Moertjipto, Rumijah, & Astuti 1993). Sarapan merupakan hal yang penting untuk setiap individu karena sarapan memberikan energi di pagi hari saat individu mulai beraktivitas. Sementara itu makan siang dan makan malam dapat berfungsi untuk menggantikan energi yang telah hilang selama aktivitas sepanjang hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua per tiga mahasiswa terbiasa melakukan sarapan. Selain itu, hampir seluruh mahasiswa memiliki kebiasaan untuk melakukan makan siang. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa terbiasa melakukan makan malam. Sebanyak dua orang mahasiswa dalam penelitian ini memiliki kebiasaan makan malam di sore hari. Kedua mahasiswa tersebut juga tidak terbiasa melakukan makan siang karena setiap harinya mahasiswa terbiasa makan dua kali sehari, yaitu hanya sarapan dan makan sore. Berdasarkan hasil penelitian, dapat terlihat bahwa sarapan memiliki persentase terendah dibandingkan dengan makan siang dan makan malam. Masih terdapat sepertiga mahasiswa yang belum melakukan kebiasaan sarapan. Gambar 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan sarapan, makan siang, dan makan malam

45 Setiap mahasiswa yang menjadikan sarapan, makan siang, dan makan malam sebagai suatu kebiasaan juga memiliki alasan masing-masing. Akan tetapi dari sekian banyak alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa, alasan sebagai kebutuhan merupakan alasan yang memiliki proporsi paling besar. Baik untuk kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, maupun makan malam. Selain karena kebutuhan, terdapat 5 dari 100 mahasiswa yang terbiasa melakukan sarapan memiliki alasan agar dapat berkonsentrasi dalam melakukan kegiatannya. Alasan kesehatan juga menjadi salah satu yang mendasari mahasiswa untuk terbiasa melakukan makan. Sementara itu, terdapat juga mahasiswa yang terbiasa melakukan makan malam dengan alasan agar dapat tidur dengan nyenyak (Tabel 19). Tabel 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam Makan Makan Sarapan Alasan siang malam n % n % n % Kebutuhan 50 62,5 89 80,9 83 77,5 Kebiasaan 10 12,5 5 4,5 8 7,4 Kesehatan 9 11,2 8 7,3 8 7,4 Konsentrasi 4 5,0 0 0 0 0 Penting 5 6,2 0 0 0 0 Sudah waktunya makan 0 0 5 4,5 3 2,8 Agar tidur nyenyak 0 0 0 0 4 3,7 Lainnya 2 2,5 3 2,7 2 1,9 Total 80 100,0 110 100,0 108 100,0 Selain alasan kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam, mahasiswa yang tidak memiliki kebiasaan tersebut juga memiliki alasan tersendiri. Alasan yang paling mendominasi tidak terbiasanya mahasiswa melakukan sarapan dan makan siang adalah karena tidak sempat makan. Kuliah yang seringkali dimulai sejak pagi dan terlalu padatnya aktivitas mahasiswa membuat mahasiswa seringkali tidak memiliki waktu yang cukup untuk sarapan maupun makan siang. Lain halnya dengan makan malam, berdasarkan hasil penelitian dapat terlihat bahwa alasan karena sedang diet adalah alasan paling banyak yang membuat mahasiswa memilih untuk tidak terbiasa melakukan makan malam. Tabel 20 juga menunjukkan bahwa terdapat satu orang mahasiswa yang takut mengantuk saat sedang kuliah di pagi hari jika ia sarapan terlebih dahulu. Alasan lain yang dikemukakan oleh mahasiswa yang tidak terbiasa makan siang adalah karena tidak terbiasa sejak kecil, tidak merasa lapar saat siang hari, dan

46 untuk menghemat uangnya. Alasan karena kesehatan juga dinyatakan oleh salah seorang mahasiswa yang tidak terbiasa makan malam, menurutnya makan malam akan membuat pankreasnya terganggu. Tabel 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam Makan Makan Sarapan Alasan siang malam n % n % n % Tidak terbiasa 5 12,5 2 20 2 16,7 Tidak sempat 24 60,0 4 40 0 0 Kesehatan 3 7,5 0 0 1 8,3 Malas 3 7,5 0 0 0 0 Tidak lapar 1 2,5 2 20 1 8,3 Mengantuk 1 2,5 0 0 0 0 Hemat uang 0 0 2 20 0 0 Diet 0 0 0 0 5 41,7 Biasa makan sore 0 0 0 0 2 16,7 Lainnya 3 7,5 0 0 1 8,3 Total 40 100,0 10 100,0 12 100,0 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam di kantin atau warung makan yang ada di sekitar kampus. Selain itu terdapat dua orang mahasiswa yang terbiasa melakukan sarapan dan makan malam di asrama. Kedua mahasiswa tersebut merupakan Senior Residence (SR) di asrama TPB. Tempat lain yang dipilih mahasiswa untuk makan adalah rumah dan indekos atau kontrakan. Mahasiswa yang terbiasa makan di rumah adalah mahasiswa yang berasal dari Bogor atau sekitarnya dan pergi dan pulang ke rumah setiap hari (Tabel 21). Tabel 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam Makan Makan Sarapan Tempat siang malam n % n % n % Rumah 15 18,75 4 3,6 14 12,9 Indekos/kontrakan 21 26,25 7 6,4 22 20,3 Kantin/warung makan 42 52,5 99 90,0 71 65,7 Asrama 2 2,5 0 0 2 1,8 Total 80 100 110 100,0 108 100,0 Jarak yang dekat menjadi salah satu alasan mahasiswa dalam memilih tempat sarapan. Sekitar tiga dari sepuluh mahasiswa memilih tempat sarapan karena dekat dengan tempat mahasiswa berada. Alasan lain yang membuat mahasiswa memilih tempat sarapannya adalah karena tempat tersebut nyaman

47 untuk mahasiswa. Selain itu sebanyak 15 dari 100 mahasiswa mengatakan bahwa mereka masih di rumah saat pagi hari sehingga mereka pun melakukan sarapannya di rumah Tabel 22 juga menunjukkan bahwa persentase terbesar alasan mahasiswa menentukan tempat makan siangnya adalah karena dekat dari tempatnya berada. Alasan bersih dan murah menjadi alasan lain yang juga dikemukakan oleh mahasiswa. Selain itu ada pula dua orang mahasiswa yang memilih tempat makan siangnya karena ingin makan bersema teman-teman. Tabel 22 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam Makan Makan Sarapan Alasan siang malam n % n % n % Dekat 22 27,5 48 43,6 34 31,5 Bersih 6 7,5 12 10,9 10 9,3 Murah 8 10 12 10,9 10 9,3 Nyaman 14 17,5 9 8,2 14 13,0 Ada di rumah (keberadaan) 12 15 0 0 16 14,8 Sedang di kampus 0 0 10 9,1 0 0,0 Makanannya enak 4 5 7 6,4 11 10,2 Masak sendiri 4 5 0 0 2 1,9 Praktis 5 6,25 6 5,5 7 6,5 Bersama teman-teman 0 0 2 1,8 0 0,0 Lainnya 5 6,25 4 3,6 5 4,6 Total 80 100 110 100,0 108 100,0 Alasan mahasiswa memilih tempat untuk menyantap makan malam pun beragam. Alasan yang paling panyak dikemukakan oleh mahasiswa adalah karena jarak yang dekat dengan tempat tinggal mahasiswa. Harga yang murah juga menjadi alasan sekitar delapan dari seratus mahasiswa dalam menentukan tempat makan malamnya. Alasan lain mahasiswa dalam memilih tempat makan malam diantaranya yaitu karena sudah kembali berada di rumah atau indekos, nyaman, bersih, dan makanan yang enak. Kebiasaan Makan Camilan. Kebiasaan makan camilan dapat berfungsi menambah asupan gizi untuk tubuh. Dalam penelitian ini, sekitar dua per tiga mahasiswa memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan camilan setiap hari. Akan tetapi mahasiswa lainnya tidak terbiasa untuk mengonsumsi makanan camilan dan hanya mengandalkan asupan gizi dari makanan dalam menu makanan utamanya saja (Gambar 11)

48 Gambar 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan camilan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua dari lima mahasiswa memiliki kebiasaan untuk makan camilan karena hobi atau iseng. Sekitar sepertiga mahasiswa yang lain menyebutkan bahwa makanan camilan digunakan untuk mengisi perut saat waktu makan belum tiba ataupun saat mahasiswa sedang tidak sempat makan berat. Selain itu terdapat pula mahasiswa yang memberikan alasan terbiasa mengonsumsi makanan camilan untuk pengganti makan berat dan karena memiliki penyakit maag sehingga lambungnya harus selalu terisi agar tidak sakit (Tabel 23). Tabel 23 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan makan camilan Alasan n % Mengisi perut 29 35,8 Hobi/iseng 35 43,3 Kebiasaan 8 9,9 Kesehatan (maag) 2 2,5 Konsentrasi 3 3,7 Pengganti makan 2 2,5 Lainnya 2 2,5 Total 81 100,0 Mahasiswa yang tidak biasa untuk melakukan makan camilan juga memiliki alasan yang beragam. Alasan dengan persentase terbesar adalah karena mahasiswa jarang mengonsumsi makanan camilan dan hanya mengonsumsinya saat sedang ada waktu saja. Sebanyak 20 dari 100 mahasiswa memiliki alasan tidak biasa mengonsumsi makanan camilan untuk menghemat uangnya. Selain itu Tabel 24 menunjukkan bahwa sekitar satu dari delapan mahasiswa merasa sudah cukup makan berat sehingga tidak perlu mengonsumsi makana camilan.

49 Tabel 24 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan makan camilan Alasan n % Jarang makan camilan 19 48,8 Cukup makan berat 5 12,8 Hemat uang 8 20,5 Malas 3 7,7 Takut gemuk 3 7,7 Banyak makanan yang tidak cocok 1 2,6 Total 39 100,0 Tempat makan camilan adalah tempat mahasiswa mengonsumsi atau mendapatkan makanan camilannya. Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui bahwa satu dari tiga mahasiswa memiliki tempat yang tidak tentu. Indekos atau kontrakan menjadi pilihan tempat mahasiswa mengonsumsi makanan camilan dengan persentase terbesar kedua. Tempat yang dipilih mahasiswa selanjutnya adalah sekitar kampus, warung, sekitar daerah lingkar luar kampus, rumah, minimarket, dan toko kue. Tabel 25 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat makan camilan Tempat makan camilan n % Rumah 6 7,4 Indekos/ kontrakan 16 19,8 Minimarket 6 7,4 Toko kue 3 3,7 Warung 11 13,6 Daerahlingkar luar kampus 7 8,6 Sekitar kampus 11 13,6 Tidak tentu 24 29,6 Total 81 100,0 Salah satu alasan mahasiswa dalam memilih tempat diantaranya adalah sesuai dengan keberadaan mahasiswa saat akan mengonsumsi makanan. Kemudian sama halnya dengan alasan pemilihan tempat makan yang lain, jarak yang dekat pun menjadi salah satu yang menjadi pertimbangan mahasiswa dalam memilih tempat mengonsumsi makanan camilannya (Tabel 26). Tabel 26 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat makan camilan Alasan n % Dekat 16 19,8 Bersih 5 6,2 Murah 5 6,2 Enak, nyaman 14 17,3 Tergantung keberadaan 25 30,9 Camilannya ada di rumah/indekos 4 4,9 Beragam/banyak pilihan 8 9,9 Praktis 2 2,5

50 Lainnya 5 6,2 Total 81 100,0 Pertimbangan dalam memilih makanan. Pada penelitian ini, terdapat sepuluh pertimbangan yang diberikan pada mahasiswa untuk mengetahui hal-hal yang diperhatikan mahasiswa sebelum mengonsumsi suatu makanan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa tanggal kadaluarsa selalu menjadi pertimbangan dua per tiga mahasiswa sebelum memilih suatu makanan. Begitu pun dengan kode halal, harga, dan kebersihan yang selalu menjadi pertimbangan bagi lebih dari separuh mahasiswa dalam memilih makanan. Sementara itu, jenis kemasan, tempat pembelian, manfaat makanan untuk kesehatan, dan komponen makanan kesukaan memiliki persentase terbesar dalam kategori sering (Tabel 27). Tabel 27 Sebaran mahasiswa berdasarkan pertimbangan dalam memilih makanan Komponen Tidak pernah Jarang Sering Selalu Total n % n % n % n % n % Tanggal kadaluarsa 1 0,8 15 12,5 14 11,7 90 75,0 120 100 Kode halal 6 5,0 18 15,0 29 24,2 67 55,8 120 100 Jenis kemasan 5 4,2 25 20,8 57 47,5 33 27,5 120 100 Harga 1,8 12 10,0 31 25,8 76 63,3 120 100 Tempat pembelian 2 1,7 19 15,8 51 42,5 48 40,0 120 100 Kebersihan 0 0 3 2,5 29 24,2 88 73,3 120 100 Cara pengolahan 6 5,0 51 42,5 41 34,2 22 18,3 120 100 Manfaat untuk kesehatan 0 0 28 23,3 47 39,2 45 37,5 120 100 Adanya pantangan 19 15,8 48 40,0 19 15,8 34 28,3 120 100 Makanan kesukaan 0 0 7 5,8 40 33,3 7 5,8 120 100 Selain itu, komponen yang paling jarang untuk dijadikan pertimbangan dalam memilih makanan adalah cara pengolahan makanan dan adanya suatu pantangan yang membuat mahasiswa menghindari makanan tertentu. Tabel 24 juga menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang tidak pernah menjadikan komponen kebersihan, manfaat makanan untuk kesehatan, dan makanan kesukaan sebagai dasar pertimbangan mereka dalam memilih makanan. Makanan pantangan. Makanan pantangan bagi individu dapat disebabkan oleh beragam faktor. Beberapa diantaranya adalah karena faktor agama, kesehatan, dan adat istiadat. Agama tertentu melarang para pemeluknya

51 untuk mengonsumsi suatu makanan atau minuman. Kondisi kesehatan seseorang yang sedang menurun atau mengalami sakit tertentu juga dapat menyebabkan penderita dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan yang dapat memengaruhi kondisi kesehatannya. Selain agama dan kesehatan, di beberapa daerah tertentu pun menganjurkan warganya untuk menghindari jenisjenis makanan yang sudah ditentukan karena alasan adat istiadat dan biasanya sebagian besar masyarakat mengikuti pantangan ini dengan alasan pamali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh mahasiswa memiliki pantangan makanan karena faktor agama. Seluruh mahasiswa yang memiliki pantangan ini beragama Islam, sedangkan mahasiswa yang beragama non-islam menyatakan bahwa mereka tidak memiliki pantangan makanan karena faktor agama. Faktor kesehatan juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan mahasiswa menghindari makanan tertentu. dapat dilihat bahwa terdapat 60 dari 100 mahasiswa yang memiliki pantangan makanan karena faktor kesehatan. Sementara itu hanya ada dua orang mahasiswa yang memiliki makanan pantangan karena faktor adat (Gambar 12). Gambar 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan pantangan Sebagian besar mahasiswa yang memiliki pantangan karena faktor agama mengemukakan alasan karena diharamkan. Lalu ada pula dua orang mahasiswa yang memiliki alasan karena banyaknya makanan dari luar negeri sehingga meragukan kehalalannya. Makanan yang dipantang oleh mahasiswa banyak macamnya, akan tetapi sebagian besar mahasiswa menyebutkan makanan-makanan yang diharamkan dalam agama Islam, seperti daging babi, anjing, hewah bertaring, darah, bangkai, dan lain sebagainya, sesuai dengan yang tertera dalam Al-Qur an Surat Al-An am ayat 145. Tabel 28 memperlihatkan bahwa mahasiswa yang memiliki pantangan agama lebih dikarenakan oleh ketaatan mahasiswa terhadap agama. Hal ini terlihat dari seluruh mahasiswa

52 beragama Islam yang memiliki larangan untuk tidak mengonsumsi jenis makanan atau minuman tertentu ternyata menaati larangan tersebut. Tabel 28 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor agama Pantangan agama n % Jenis makanan pantangan Makanan dan minuman yang diharamkan 108 97,3 Lainnya 2 1,8 Total 111 100,0 Alasan Haram 109 98,2 Makanan berasal dari luar negeri 2 1,8 Total 111 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya mahasiswa yang memiliki masalah dengan kesehatan yang memiliki pantangan makanan karena faktor kesehatan, tetapi juga ada pula mahasiswa yang memiliki kepedulian atau perhatian yang lebih terhadap kesehatannya sehingga menghindari suatu makanan tertentu agar kesehatannya tetap terjaga. Jenis makanan yang dipantang pun beragam, akan tetapi ikan dan makanan laut lainnya adalah makanan yang paling dihindari oleh mahasiswa karena alasan alergi. Mahasiswa yang lainnya memiliki makanan pantangan karena bermasalah dengan kesehatan. Beberapa diantaranya memiliki masalah dengan organ pencernaan seperti lambung dan tenggorokan. Sebanyak satu dari sepuluh mahasiswa juga menghindari makanan yang mengandung lemak berlebih. Hal ini dilakukan karena beberapa mahasiswa menghindari terjadinya obesitas dan menghindari kolesterol. Selain itu, dan ada juga seorang mahasiswa yang memiliki masalah dengan kesehatan jantungnya (Tabel 29). Tabel 29 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor kesehatan Pantangan kesehatan n % Jenis makanan Gorengan 2 4,3 Ikan dan makanan laut lainnya 14 29,8 Makanan pedas/asam 10 21,3 Mie instan 4 8,5 Daging/jeroan/makanan dengan lemak berlebih 5 10,6 Makanan yang terlalu manis 2 4,3 Makanan dengan bahan tambahan pangan berlebih 2 4,3 Minuman dingin/bersoda/beralkohol/berkafein 6 12,8 Buah (nanas,rambutan, nangka) 2 4,3 Total 47 100,0 Alasan Alergi 16 34,0

53 Ada masalah kesehatan 15 31,9 Tidak baik untuk kesehatan 11 23,4 Lainnya 5 10,6 Total 47 100,0 Dalam penelitian ini hanya ditemukan dua orang mahasiswa yang memiliki pantangan karena faktor adat. Masing-masing mahasiswa pun memiliki alasan dan jenis makanan yang berbeda. Tabel 30 menunjukkan bahwa mahasiswa pertama menghindari untuk mengonsumsi makanan yang asam di sore hari dengan alasan pamali. Sementara itu mahasiswa yang terakhir menghindari untuk mengonsumsi ikan mpole karena dipercaya dapat membuat gatal-gatal. Secara umum mahasiswa dalam penelitian ini tidak memiliki makanan pantangan karena faktor adat. Tabel 30 Sebaran mahasiswa berdasarkan pantangan beserta alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor adat Pantangan adat n % Jenis makanan Makanan asam di sore hari 1 50,0 Ikan mpole 1 50,0 Total 2 100,0 Alasan Pamali 1 50,0 Membuat gatal-gatal 1 50,0 Total 2 100,0 Cara memperoleh makanan. Makanan yang dikonsumsi oleh setiap individu dapat diperoleh dengan cara yang beragam. Kebiasaan memakan makanan yang instan dapat membuat kebiasaan memasak makanan sendiri menjadi hal yang jarang ditemukan, khususnya bagi mahasiswa yang memiliki aktivitas yang padat. Semakin banyaknya penjual makanan matang membuat individu lebih mudah mendapatkan makanan yang siap untuk disantap tanpa perlu diolah lebih lanjut. Tabel 31 menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa tidak terbiasa untuk memasak sendiri di waktu sarapan, makan siang, dan makan malam. Sementara itu mahasiswa yang tidak terbiasa memasak sendiri untuk makanan camilan menunjukkan persentase yang lebih besar. Walaupun demikian, masih terdapat mahasiswa yang selalu memasak sendiri makanannya pada setiap waktu makan. Alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sangat bervariasi. Akan tetapi alasan yang paling banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang tidak terbiasa memasak sendiri adalah karena waktu yang tidak sempat, tidak adanya fasilitas untuk memasak, dan tidak bisa memasak. Mahasiswa yang terbiasa memasak pun

54 memiliki alasan tersendiri. Beberapa diantaranya adalah karena untuk menghemat uang saku, praktis, serta merasa lebih higienis dan sehat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sedikit mahasiswa yang terbiasa memasak sendiri makanan yang akan dikonsumsinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak terbiasa mengonsumsi makanan yang berasal dari rumah. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar mahasiswa yang saat ini tinggal jauh dari rumah. Hanya mahasiswa yang masih tinggal di rumah yang memiliki kebiasaan selalu mengonsumsi makanan dari rumah, baik untuk sarapan, makan siang, makan malam, maupun makanan camilan. Sama halnya dengan kebiasaan memasak sendiri, alasan mahasiswa terkait kebiasaaan memperoleh makanan dari rumah pun beragam. Akan tetapi alasan jauh dari rumah merupakan alasan sebagian besar mahasiswa yang cenderung tidak terbiasa memperoleh makanannya dari rumah. Sementara itu untuk mahasiswa yang lebih terbiasa mengonsumsi makanan yang berasal dari rumah adalah karena sudah disediakan di rumah dan merasa makanan yang dikonsumsinya lebih terjamin. Tabel 31 Sebaran mahasiswa berdasarkan cara memperoleh makanan Cara memperoleh Sarapan Siang Malam Camilan n % n % n % n % Memasak sendiri Tidak pernah 62 51,7 69 57,5 61 50,8 88 73,3 Ya 58 48,3 51 42,5 59 49,2 32 26,7 Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0 Makanan dari rumah Tidak pernah 93 77,5 97 80,8 91 75,8 84 70,0 Ya 27 22,6 23 19,2 29 24,2 36 30 Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0 Membeli matang Tidak pernah 27 22,5 6 5,0 8 6,7 9 7,5 Ya 93 77,5 114 95 112 93,4 111 92,5 Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0 Selain memasak dan mendapatkan makanan dari rumah, cara lain yang lebih disukai sebagian mahasiswa adalah dengan membeli makanan yang bisa langsung dimakan. Sebagian besar mahasiswa lebih terbiasa membeli makanan yang aan dikonsumsinya, baik saat sarapan, makan siang, makan malam, maupun untuk makan camilan. Berdasarkan Tabel 31 dapat terlihat bahwa jumlah mahasiswa yang cenderung terbiasa membeli matang makanannya lebih besar pada waktu makan siang. Alasan yang dikemukakan mahasiswa yang cenderung terbiasa membeli makanan yang dikonsumsi lebih didominasi karena

55 faktor kemudahan yang mereka peroleh (praktis). Selanjutnya alasan tidak sempat memasak dan sedang berada di luar atau di kampus adalah alasan yang juga melatarbelakangi mahasiswa untuk lebih memilih membeli makanan matang. Sementara itu, alasan yang dikemukakan mahasiswa yang tidak terbiasa membeli makanan matang lebih disebabkan oleh terbiasanya mahasiswa memasak makanannya sendiri, sudah disediakan di rumah, dan merasa makanan rumah lebih terjamin. Frekuensi Konsumsi berdasarkan Kelompok Jenis Makanan. Pengelompokan jenis makanan dalam penelitian ini dibagi ke dalam kelompok makanan pokok, sayur-mayur, lauk-pauk, buah-buahan, makanan camilan. Kelompok lauk-pauk dibedakan lagi menjadi kelompok lauk hewani dan lauk nabati. Kelompok makanan camilan juga dibedakan menjadi makanan dan minuman. Makanan utama atau pokok ialah jenis-jenis masakan yang menjadi bahan pokok untuk makanan sehari-hari dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan badan dalam segala hal. Bahan pokok untuk makanan utama atau makanan pokok tersebut biasanya bahan makanan yang mengandung tepung karena tepung bersifat mengenyangkan. Sesuai bahannya, makanan pokok terdiri dari makanan pokok bahan dari beras, ketela, dan jagung (Moertjipto, Rumijah, & Astuti 1993). Makanan pokok yang dikonsumsi mahasiswa dengan frekuensi paling tinggi adalah nasi, mie, dan roti. Beras atau nasi masih menjadi makanan pokok yang dipilih oleh seluruh mahasiswa untuk dikonsumsi sehari-hari. Rata-rata skor untuk nasi adalah sebesar 48,1. Artinya, hampir seluruh mahasiswa memiliki rata-rata konsumsi nasi sebanyak tiga kali sehari. Menurut Moertjipto, Rumijah, & Astuti (1993), pada umumnya nasi dari beras dapat dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat. Mie dan roti juga menjadi makanan pokok yang cukup sering dikonsumsi oleh mahasiswa. Kedua makanan ini rata-rata dikonsumsi oleh mahasiswa kurang dari tiga kali dalam seminggu dengan skor rata-rata 9. Sayur memiliki banyak kandungan vitamin dan mineral. Sayur yang paling sering dikonsumsi oleh mahasiswa adalah wortel. Mahasiswa rata-rata mengonsumsi wortel tiga kali dalam seminggu dengan skor rata-rata sebesar 15,5. Sayur kol dan kangkung merupakan sayur selanjutnya yang dikonsumsi mahasiswa dengan skor rata-rata tertinggi. Akan tetapi dalam penelitian ini juga

56 ditemukan mahasiswa yang tidak pernah mengonsumsi sayur-mayur. Hal ini disebabkan oleh ketidaksukaan mahasiswa terhadap sayuran. Lauk-pauk adalah sumber pangan hewani dan nabati yang memiliki kandungan protein dan lemak yang dibutuhkan oleh tubuh. Telur ayam merupakan sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh sebagian besar mahasiswa sedangkan untuk sumber pangan nabati, sebagian besar mahasiswa lebih sering memilih tempe untuk dikonsumsinya. Telur ayam memiliki skor rata-rata 21,9 dan tempe memiliki skor rata-rata 26,3. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi mahasiswa terhadap lauk nabati lebih tinggi daripada frekuensi konsumsi mahasiswa terhadap lauk hewani. Tabel 32 Rata-rata skor frekuensi mahasiswa berdasarkan kelompok makanan Makanan pokok Nasi Mie Roti Sayur-mayur Wortel Kol Kangkung Lauk hewani Telur ayam Daging ayam Ikan segar Lauk nabati Tempe Tahu Buah Pepaya Jeruk Mangga Camilan Gorengan Soto Coklat Minuman Susu Teh Soft drink Kelompok makanan Rata-rata skor 48,1 9,1 8,7 15,5 12,0 11,8 21,9 16,8 12,7 26,3 23,7 11,2 8,7 8,3 14,5 8,2 8,1 18,9 16,7 8,1 Selain sayur, kelompok makanan yang kaya akan kandungan vitamin dan mineral adalah buah-buahan. Buah-buahan sangat dibutuhkan untuk membantu dalam proses metabolisme tubuh. Konsumsi mahasiswa terhadap buah-buahan masih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata tertinggi mahasiswa dalam mengonsumsi buah hanya sebesar 11,2, yaitu pada jenis buah pepaya. Artinya, rata-rata frekuensi konsumsi buah pada mahasiswa tidak