HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah Dasar yang diteliti Jumlah SD yang diteliti pada data sekunder Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 008 yaitu sebanyak 4500 SD yang tersebar pada kota dan kabupaten di 18 propinsi penelitian. Dalam penelitian ini jumlah sekolah yang dianalisis sebanyak 65 SD, dimana 51 SD di wilayah Depok dan 14 SD di Sukabumi. Sebagian besar SD di kedua wilayah berstatus negeri dan berakreditasi B. Sebaran SD berdasarkan status dan mutu sekolah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran SD berdasarkan status sekolah dan akreditasi Kategori SD Depok Sukabumi Negeri Akreditasi A Akreditasi B Swasta Akreditasi A Akreditasi B Status dan Mutu SD Karakteristik Siswa Sampel adalah siswa SD yang bersekolah di sekolah negeri dan swasta dengan akreditasi A dan B di wilayah Depok dan Sukabumi, sebaran siswa berdasarkan status dan mutu sekolah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan status, dan mutu (akreditasi) sekolah menurut wilayah Kategori Sekolah Wilayah Depok Sukabumi Total (n=105) n % n % n % Status Negeri Swasta Total Mutu (akreditasi) A B Total

2 3 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa di wilayah Depok maupun Sukabumi berada pada sekolah yang berstatus negeri. Jika dilihat berdasarkan akreditasi sekolah, sebagian besar siswa bersekolah di sekolah yang berakreditasi B. Tingkatan Kelas Siswa yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4, 5 dan 6, sebaran siswa berdasarkan kelas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan tingkatan kelas Kelas Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Depok Sukabumi Total n % n % n % Total Jenis kelamin Menurut Hurlock (1999), jenis kelamin anak mempengaruhi perkembangan secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi sebelum dan sesudah lahir, sedangkan yang tidak langsung hanya terjadi sesudah lahir. Pengaruh langsung berasal dari kondisi hormon. Kondisi hormon inilah yang mempengaruhi timbulnya perbedaan dalam perkembangan fisik dan psikologis anak perempuan dan laki-laki. Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin Jenis Depok Sukabumi Total kelamin n % n % n % Laki-laki Perempuan Total Berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan komposisi tubuh antar lakilaki dan perempuan. Anak laki-laki memiliki lebih banyak massa otot tubuh (lean body mass) per centimeter tinggi badan dibanding anak perempuan. Sedangkan anak perempuan memiliki persentase berat lemak lebih tinggi dari pada laki-laki, tetapi perbedaan keduanya tidak nampak signifikan sampai mereka memasuki usia remaja. Asupan energi dalam masa pertumbuhan pada umur yang sama dan jenis kelamin yang sama tergantung pada aktivitas yang dilakukan. Pada anak laki-laki

3 4 umur 9 tahun dan anak perempuan umur 1.5 tahun yang mendekati masa pubertas, memiliki perbedaan faktor determinan yang signifikan terhadap kebutuhan energi meskipun berada pada kategori usia menurut angka kecukupan gizi yang sama (Lucas 004). Umur Umur mempengaruhi kematangan seorang anak untuk masuk sekolah dasar, kita ketahui bahwa golongan umur anak sekolah belum mencapai dewasa dan merupakan generasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam konsumsi pangannya. Pola makan pada saat ini perlu mendapat perhatian khusus, karena pola konsumsi saat ini akan terbawa terus sampai dewasa. Sebaran umur siswa dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan umur Umur Depok Sukabumi Total (thn) n % n % n % Total Rata-rata Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada penelitian ini umur siswa di Depok dan di Sukabumi berada pada umur tahun sebanyak 37.8% di wilayah Depok dan 39.1% Sukabumi. Berdasarkan rata-rata umur, dapat diketahui umur siswa di Depok dan Sukabumi relatif sama. Besar Uang saku Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti harian, mingguan, atau bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak akan menggunakan uang yang diperolehnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk barang atau jasa tertentu. Dalam penelitian ini, uang saku diberikan kepada siswa perhari. Uang saku siswa dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (Rp 1000-Rp 4000), sedang (>Rp 4000-Rp 7000), dan tinggi (>Rp 7000-Rp 10000). Sebaran siswa berdasarkan uang saku dapat dilihat pada Tabel 8.

4 5 Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan besar uang saku Besar uang Depok Sukabumi Total saku/hari n % n % n % Rendah Sedang Tinggi Total Rata-rata Rp Rp 38.6 Rp Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di Depok maupun Sukabumi mempunyai besar uang saku dengan kategori kurang yaitu sebanyak 53.7% di wilayah Depok dan 8.6% wilayah Sukabumi. Berdasarkan nilai rata-rata, besar uang saku di wilayah Depok lebih besar (Rp 389.3) dibandingkan wilayah Sukabumi (Rp 38.6). Ada beberapa faktor yang memungkinkan lebih besarnya uang saku siswa di Depok daripada siswa di Sukabumi, diantaranya keadaan sosial ekonomi keluarga siswa di Depok lebih baik dibandingkan di Sukabumi sehingga orangtua memberikan uang saku yang lebih besar pula kepada anaknya. Faktor lainnya adalah tingkat pendidikan orangtua yang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan siswa, cara mendidik anak dan cara pengambilan keputusan anak. Hal ini sesuai dengan penelitian Andarwulan et al (009) yang menyatakan besar uang saku siswa yang tinggal di kota lebih tinggi dibanding dengan siswa di kabupaten. Semakin besar uang saku siswa, maka semakin besar peluang untuk membeli jajanan di sekolah dan di luar sekolah. Pendidikan Orangtua Karakteristik Keluarga Tingkat pendidikan orangtua sangat berpengaruh pada kehidupan di dalam keluarga, khususnya tingkat pendidikan ibu yang mempunyai pengaruh lebih besar. Hal ini dikarenakan ibu mempunyai peran dan tanggung jawab lebih besar pada pengasuhan dan perawatan anak serta keluarga. Pada umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang lebih murah tetapi memiliki kandungan gizi tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1989).

5 6 Rendahnya pendidikan dapat berakibat pada rendahnya pengetahuan kesehatan dan dapat menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan. Selain itu, tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar (Engel et al 1994). Sebaran orangtua siswa berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran orangtua siswa berdasarkan tingkat pendidikan Depok Sukabumi Tingkat Ayah Ibu Ayah Ibu pendidikan n % n % n % n % Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan tinggi Total Pendidikan orangtua pada Tabel 9 dibedakan atas pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua siswa sebagian besar adalah SMA di kedua wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan orangtua siswa masih tergolong sedang. Namun tingkat pendidikan orangtua yang PT lebih banyak terdapat di wilayah Depok dibandingkan Sukabumi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan orangtua siswa di Depok sudah lebih baik dibanding orangtua siswa di Sukabumi. Hasil uji korelasi pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara besar uang saku siswa dengan tingkat pendidikan ibu. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin besar jumlah uang saku siswa. Hal tersebut dapat diketahui dari Tabel 10, dimana terdapat kecenderungan persentase besar uang saku siswa menjadi lebih besar seiring meningkatnya tingkat pendidikan ibu. Seperti pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan SMA dan PT, dapat dilihat ibu sudah memberikan uang saku yang lebih besar kepada siswa jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan adanya pengaruh tingkat pendidikan ibu dengan pemberian besar uang saku kepada anaknya, dan memungkinkan tingkat ekonomi keluarga di Depok sudah lebih baik dibandingkan dengan keluarga di Sukabumi.

6 7 Tabel 10 Hubungan pendidikan ibu dengan besar uang saku siswa Besar uang saku Pendidikan Total Rendah Sedang Tinggi ibu n % n % n % n % Tidak sekolah SD SMP SMA PT Total Uji r=0.363 p=0.000 Bila pendidikan tinggi memungkinkan mendapatkan pendapatan yang lebih banyak pula, tingkat pendidikan orangtua siswa merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi dan status gizi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Pendidikan yang baik akan mempengaruhi sikap gizi seseorang. Hal tersebut sangat penting karena sikap gizi orangtua akan sangat mempengaruhi kesukaan dan ketidaksukaan anak terhadap makanan pada usia sekolah (Rodiah 010). Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua siswa pada penelitian ini dibagi menjadi enam kategori yaitu PNS/POLRI/TNI, swasta, petani/buruh tani, wiraswasta, ibu rumah tangga dan lainnya ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran orangtua siswa berdasarkan jenis pekerjaan Pekerjaan PNS/POLRI/TNI Swasta Petani/Buruh tani Wiraswasta Depok Sukabumi Ayah Ibu Ayah Ibu n % n % n % n % Ibu rumah tangga Lainnya Total Pada penelitian ini, persentase terbesar ayah siswa di kedua wilayah bekerja sebagai PNS/POLRI/TNI, sedangkan pekerjaan ibu sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) baik di wilayah Depok maupun Sukabumi. Hal ini dapat

7 8 diartikan walaupun Depok merupakan kota dan Sukabumi hanya kabupaten secara geografis, namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap jenis pekerjaan pada orangtua siswa. Semakin baik pekerjaan seseorang maka jumlah pendapatan yang diterima pun semakin meningkat. Meningkatnya pendapatan seseorang lebih lanjut dapat mempengaruhi asupan makanan karena dapat menyediakan makanan yang memadai baik kualitas maupun kuantitas bagi keluarganya. Besar Keluarga Besar keluarga ditentukan dengan cara mendata jumlah anggota keluarga. Ukuran besarnya keluarga berkaitan erat dengan kejadian masalah gizi dan kesehatan. Dengan pendapatan yang sama, maka pada rumah tangga yang memiliki jumlah anggota keluarga untuk menyediakan makanan dan pelayanan kesehatan adalah lebih rendah daripada rumah tangga yang jumlah anggota keluarganya lebih sedikit. Hal ini akan meningkatnya risiko terjadinya gizi kurang atau gizi buruk yang lebih besar pada rumah tangga yang jumlah anggota keluarganya lebih banyak. Kategori besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga Besar keluarga Kecil ( 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar ( 8 orang) Depok Sukabumi Total n % n % n % Total Rata-rata Pada umumnya baik di wilayah Depok maupun di Sukabumi termasuk dalam keluarga sedang (5-7 orang) sebanyak 49.5%. Namun terdapat sebanyak 3.6% keluarga dengan kategori keluarga besar di Depok. Berdasarkan rata-rata besar keluarga, di Depok lebih banyak (4.67 orang) dibandingkan dengan rata-rata Sukabumi (4.43 orang). Namun hal ini tidak berpengaruh terhadap tingkat pendidikan maupun tingkat pekerjaan orangtua, dimana di wilayah Depok tingkat pendidikan orangtua sudah lebih baik dibandingkan di wilayah Sukabumi. Begitu juga terhadap pemberian uang saku kepada siswa, walaupun di Depok rata-rata keluarga lebih besar dibandingkan di Sukabumi, namun rata-rata uang saku yang diberikan di Depok lebih besar daripada di Sukabumi.

8 9 Menurut Suhardjo (003) bahwa kurang energi dan protein berat akan sedikit dijumpai bila jumlah anggota keluarganya lebih kecil. Hal ini terjadi karena jika besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relatif lebih tinggi daripada golongan yang lebih tua. Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola makanannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Sebaran siswa di wilayah Depok maupun Sukabumi berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan gizi yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan No Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Jajanan Depok Sukabumi Total (n=8) (n=3) (n=105) n % n % n % 1 Pangan (makanan dan minuman) yang bergizi Pangan (makanan dan minuman) yang tercemar Jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh Pentingnya makan aneka ragam makanan setiap hari 5 Susunan menu makanan yang baik dan bergizi Fungsi protein Jenis makanan sumber protein Pengertian pangan jajanan Makanan yang tidak habis dimakan, jika akan dimakan lagi maka 10 Di dalam ditemukan sehelai rambut pada minuman, maka 11 Akibat pangan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat 1 Minuman yang diberi bahan tambahan makanan Pangan jajanan yang sering menyebabkan sakit Jika es batu terbuat dari air mentah Kebiasaan mencuci tangan

9 30 Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa aspek tentang pengertian pangan jajanan paling tidak dimengerti oleh siswa, hal tersebut ditunjukkan sedikitnya siswa yang menjawab dengan benar yaitu hanya sebanyak 17.1%. Aspek tentang pangan jajanan yang sering menyebabkan sakit juga paling tidak dimengerti oleh siswa, hanya sebanyak 30.0% siswa yang menjawab dengan benar. Hal ini berarti masih kurangnya pengetahuan siswa tentang pangan jajanan. Oleh karena itu, para guru hendaknya lebih memberikan pelajaran tentang gizi khususnya tentang pangan jajanan. Namun aspek tentang bahan tambahan makanan yang dalam minuman, siswa di Sukabumi sebagian besar tidak mengerti jika dibandingkan dengan siswa di Depok. Hal ini ditunjukkan lebih sedikitnya (6.1%) siswa di Sukabumi yang menjawab dengan benar, sedangkan di Depok sebanyak 57.3% siswa yang menjawab benar. Aspek tentang kebiasaan mencuci tangan, hampir semua siswa sudah menjawab dengan benar di Depok yaitu sebanyak 96.3% sedangkan di Sukabumi 100% siswanya menjawab dengan benar. Begitu juga aspek tentang makanan yang bergizi, hampir semua siswa menjawab dengan benar. Hal ini dapat diartikan bahwa siswa di kedua wilayah sudah mengerti tentang hal tersebut. Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan menurut wilayah, status dan akreditasi sekolah dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan menurut wilayah, status dan akreditasi sekolah Ket Wilayah Status Akreditasi (mutu) Depok Sukabumi Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Kurang Sedang Baik Total n % n % n % n % Skor ratarata St. Deviasi Total p=0.079 Negeri Swasta Total p=0.4 Akreditasi A Akreditasi B Total p=0.00 Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan pangan yang dibeli, dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang baik, diharapkan siswa akan memilih pangan yang aman dan bergizi (Andarwulan et al 009). Berdasarkan Tabel 14

10 31 diketahui pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan wilayah yaitu Depok dan Sukabumi sebagian besar siswa berpengetahuan sedang. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Adhistiana (009) di Bogor yang juga dilakukan pada anak sekolah dasar, sebanyak 60.0% anak sekolah memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang, selebihnya masing-masing 0.0% tinggi dan rendah. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan kategori baik, wilayah Depok memiliki 8.6% sedangkan Sukabumi tidak memiliki siswa dengan kategori baik. Hal ini berarti siswa yang berada di wilayah Depok dalam penelitian ini tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangannya sudah lebih baik dibandingkan dengan siswa di wilayah Sukabumi. Hal tersebut dikarenakan Depok yang merupakan salah satu kota yang menjadi penopang dari ibu kota Jakarta sehingga akses teknologi dan informasi tentang pengetahuan gizi makanan jajanan siswa sekolah lebih cepat beredar dibandingkan dengan Sukabumi yang merupakan sebuah kabupaten di Jawa Barat. Oleh karena itu, siswa yang berada di wilayah Sukabumi khususnya kepada para guru hendaknya lebih banyak memberikan pelajaran kepada tentang pengetahuan gizi karena tinggi rendahnya pengetahuan gizi seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan makan (food habit) sehari-hari. Dinas kesehatan setempat juga dapat memberikan penyuluhan gizi baik itu tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan maupun tentang kebersihan, sanitasi makanan kepada para guru dan kepada para orangtua siswa. Nilai skor rata-rata pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa berdasarkan wilayah, Depok (68.4±1.8) lebih tinggi dibandingkan Sukabumi (64.4±9.4). Hasil uji beda t-test pada taraf kepercayaan 10% menunjukkan terdapat perbedaaan (p=0.079) pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa di Depok dengan di Sukabumi. Jika dilihat dari hasil pengetahuan gizi siswa menurut propinsi, Jawa Barat termasuk kategori kurang (56.3). Namun pada penelitian ini, Kota Depok yang merupakan wilayah Jawa Barat sudah termasuk dalam kategori sedang dimana nilai skor rata-rata pengetahuan gizi siswanya sudah lebih baik dibandingkan nilai skor propinsi. Hal ini kemungkinan dapat diakibatkan karena Kota Depok lebih dekat dengan Jakarta dimana tingkat pengetahuan gizi siswanya sudah termasuk kategori sedang (65.4).

11 3 Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui tingkat pengetahuan gizi yang baik, siswa di sekolah swasta lebih banyak dibandingkan dengan sekolah negeri. Dapat diartikan bahwa siswa di sekolah yang swasta memiliki tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang sudah lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri walaupun berdasarkan hasil uji beda t-test, tidak adanya perbedaan (p=0.4) yang nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sekolah swasta biasanya mempunyai kelebihan baik dari segi sarana maupun prasarana yang sudah lebih baik jika dibandingkan dari sekolah negeri pada umumnya untuk mendukung tambahan wawasan siswa tentang pentingnya pengetahuan gizi demi kesehatan siswa tersebut. Dilihat lebih detail, analisis pengetahuan gizi dan keamanan pangan setiap wilayah menujukkan bahwa di wilayah Depok terdapat siswa dengan kategori pengetahuan yang kurang sebanyak 30.6%, yaitu pada siswa yang bersekolah di sekolah negeri, sedangkan pada sekolah swasta hanya 3.3%. Di wilayah Sukabumi, siswa dengan pengetahuan gizi yang kurang lebih banyak pada sekolah swasta (66.7%) dibandingkan siswa di sekolah negeri (40.0%). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan. Tingkat pengetahuan gizi berdasarkan mutu sekolah, kategori baik lebih banyak pada siswa di sekolah akreditasi A dibandingkan akreditasi B. Berdasarkan skor rata-rata, siswa di sekolah dengan akreditasi A lebih tinggi jika dibandingkan dengan akreditasi B. Hasil uji beda t-test menunjukkan ada perbedaan (p=0.00) pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa pada sekolah akreditasi A dan akreditasi B, dapat diartikan bahwa sekolah dengan akreditasi A sudah sangat baik dilihat dari segi-segi penilaian yang dilakukan oleh tim pengawas. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andarwulan et al (009) yang menyatakan siswa di SD yang berakreditasi A memiliki tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan siswa di SD yang berakreditasi B, C, dan tidak terakreditasi. Dari hasil analisis lebih detail tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan di wilayah Depok. Terdapat sebanyak 15.4% siswa yang bersekolah di akreditasi A dengan pengetahuan yang baik, sedangkan siswa di akreditasi B hanya 7.3%. Di wilayah Sukabumi tidak ada siswa yang tingkat pengetahuan gizinya dengan kategori baik.

12 33 Perilaku makan seseorang ditentukan antara lain oleh pengetahuan pangan dan gizi yang dimilikinya. Anak yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan lebih mampu memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan. Pada Tabel 15 dapat dilihat sebaran pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan tingkatan kelas, jenis kelamin dan tingkatan umur. Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan menurut kelas, jenis kelamin dan umur Keterangan Kelas Jenis kelamin Umur (tahun) Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Kurang Sedang Baik Total n % n % n % n % Skor ratarata St.d Total p=0.366 Laki-laki Perempuan Total p= Total p=0.154 Uji r=0.197 p=0.044 r=0.173 p=0.078 r=0.38 p=0.001 Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkatan kelas siswa, semakin tinggi nilai skor rata-rata pengetahuan gizi dan keamanan pangannya. Artinya siswa yang berada di kelas 6, pengetahuan gizinya lebih baik daripada kelas lainnya. Secara keseluruhan terlihat adanya peningkatan pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa kelas 4 sampai siswa kelas 6. Hal ini dikarenakan pada siswa kelas 6 sudah mendapat pelajaran maupun wawasan tentang pengetahuan gizi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan dua kelas lainnya. Hasil uji korelasi Pearson juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan positif antara kelas dengan pengetahuan siswa. Namun hasil uji one way Anova menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata skor pengetahuan antar kelas (p=0.366). Begitu juga berdasarkan umur, semakin tinggi umur siswa, tingkat pengetahuan gizinya juga semakin baik. Berdasarkan Tabel 15 juga dapat diketahui nilai skor rata-rata pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan tingkatan umur siswa dimana semakin tinggi umur siswa skornya semakin baik. Hasil uji korelasi pearson menunjukkan hubungan yang signifikan positif (p=0.001) antara

13 34 umur siswa dengan pengetahuan gizi, walaupun hasil uji one way Anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar umur siswa (p=0.154). Hal ini juga dapat dihubungkan dengan tingkatan kelas, biasanya siswa pada kelas yang lebih tinggi diikuti dengan umur yang lebih tua jika dibandingkan dengan kelas yang lebih rendah. Dimana mereka lebih mudah dan lebih cepat menerima pengetahuan dan wawasan yang diberikan oleh guru di sekolah. Menurut Contento (007) yaitu seseorang dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam menerima, memproses, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi yang diperolehnya. Hasil analisis lebih detail tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa di wilayah Depok, ternyata terdapat sebanyak 33.3% siswa yang berada di kelas 4 dan 5 dengan tingkat pengetahuan gizi yang kurang, sedangkan siswa kelas 6 hanya 17.9%. Di wilayah Sukabumi, siswa dengan tingkat pengetahuan yang kurang banyak terdapat pada siswa kelas 4 dibandingkan dengan dua kelas lainnya. Berdasarkan hasil analisis pertanyaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan khususnya pada aspek keanekaragaman makanan dan pangan jajanan, siswa kelas 4 lebih mengerti dibanding dua kelas lainnya. Hal tersebut diketahui dari lebih banyaknya sampel kelas 4 yang menjawab dengan benar. (Lampiran 3) Lebih banyaknya siswa kelas 4 menjawab dengan benar tentang pangan jajanan disebabkan materi gizi yang terangkum dalam mata pelajaran pada siswa kelas 4 mempelajari tentang: makanan dan minuman jajanan yang baik dan yang tidak baik dikonsumsi, zat-zat gizi utama yang diperlukan oleh tubuh serta siswa kelas 4 mempelajari tentang pengelompokkan makanan dan kandungan gizi utamanya. Materi gizi yang terdapat pada mata pelajaran siswa kelas 5 mencakup: menu sehat, hubungan makanan dengan pertumbuhan, kesehatan dan prestasi serta mempelajari tentang kegiatan sekolah yang mendukung upaya perbaikan gizi, dan menu makanan pribadi yang biasa dimakan sehari-hari. Sedangkan materi gizi pada siswa kelas 6 mencakup: menu sehat untuk diri pribadi, kelebihan dan kekurangan makanan bagi tubuh, mengenali ciri-ciri anak yang kekurangan dan kelebihan gizi serta mempelajari tentang kegiatan pemanfaatan lahan perkarangan di sekolah (Syarief et al 000). Hal tersebutlah yang menyebabkan siswa pada kelas

14 35 4 lebih memahami tentang pangan jajanan dibandingkan pada siswa kelas 5 maupun kelas 6. Syarief et al (000) mengatakan bahwa pentingnya pendidikan gizi bagi anak sekolah didasarkan pada dua pertimbangan. Pertama, anak usia sekolah masih mengalami pertumbuhan dengan laju yang cepat, dan anak usia sekolah adalah orangtua masa depan. Oleh karena itu keadaan gizi pada anak usia ini harus mendapat perhatian seksama agar diperoleh generasi masa depan yang berkualitas. Kedua, anak usia sekolah dapat dipandang sebagai agent of change dalam keluarga, sekurang-kurangnya dalam memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan baru. Diharapkan bahwa bekal pengetahuan gizi yang diperoleh pada usia sekolah ini dapat diimbaskan pada anggota keluarga lainnnya. Hasil Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pengetahuan gizi dan keamanan pangan siswa laki-laki (65.4±13.8) lebih rendah dibandingkan dengan perempuan (69.5±10.0), yang artinya secara keseluruhan siswa perempuan memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan lakilaki dan hasil uji t-test menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p=0.078) antara keduanya. Kebiasaan Jajan Siswa Jenis Jajanan Usia anak sekolah merupakan usia dimana mereka cenderung menyukai jajan dibanding dengan masakan rumah. Pada usia ini anak mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Anak akan sangat aktif bermain dan melakukan banyak kegiatan sehingga diperlukan konsumsi pangan bergizi yang cukup untuk menunjangnya (Andarwulan 009). Pada umumnya makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) makanan utama atau main dish seperti nasi rames, nasi pecal dan sebagainya; () penganan (snack) seperti kuekue, chiki; (3) golongan minuman seperti es teller, es buah; (4) buah-buahan segar seperti mangga, durian dan lain sebaginya (Winarno 004). Menurut Santi yang diacu dalam Thoha (003) ada beberapa alasan mengapa anak-anak sekolah suka jajan, diantaranya adalah anak tidak sempat makan sewaktu pergi ke sekolah, anak terbiasa mendapatkan uang saku, jika tidak jajan merasa tidak solider dengan temannya (gengsi turun), ibu tidak sempat

15 36 menyiapkan makanan untuk bekal di sekolah, dan kebutuhan biologi anak yang perlu dipenuhi karena kegiatan fisik di sekolah yang memang membutuhkan tambahan energi. Sebaran siswa di wilayah Depok berdasarkan jenis makanan jajanan yang dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan jajanan yang dikonsumsi di wilayah Depok Jumlah jajanan/minggu Sepinggan Snack Minuman Buah (jenis ) n % n % n % n % < > Total Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa di wilayah Depok konsumsi jajanan sepinggan, snack, minuman dan buah, persentase terbanyak pada hingga 3 jenis jajanan per minggunya. Sebaran siswa di wilayah Sukabumi berdasarkan jenis makanan jajanan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 memperlihatkan sebanyak 73.9% siswa di Sukabumi mengkonsumsi jenis jajanan camilan (snack) lebih dari 7 jenis dalam waktu satu minggu penelitian. Sedangkan jenis jajanan lainnya siswa mengkonsumsi -3 jenis perminggu. Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan jajanan yang dikonsumsi di wilayah Sukabumi Jumlah jenis jajanan/minggu Sepinggan Snack Minuman Buah n % n % n % n % < > Total Berdasarkan Tabel 16 dan 17 dapat disimpulkan bahwa konsumsi kebiasaan jajan di wilayah Depok sudah beragam jenis jajanan yang dikonsumsi, sedangkan di Sukabumi belum merata karena konsumsi makanan camilannya masih tinggi dibandingkan jenis jajanan yang lainnya. Hal ini secara tidak langsung dapat dihubungkan dengan tingkat pengetahuan gizi siswa di Depok sudah lebih baik dibandingkan dengan siswa di Sukabumi, sehingga mereka sudah bisa memilih dan

16 37 mengkonsumsi jajanan sesuai yang mereka butuhkan. Jika dilihat dari besar uang saku dimana rata-rata di Depok lebih tinggi dibandingkan Sukabumi, sehingga siswa di Depok tidak hanya mengkonsumsi satu jenis makanan jajanan saja dengan kata lain jenis makanan jajanan yang dikonsumsi siswa beragam. Lebih detail tentang frekuensi konsumsi makanan jajanan siswa di wilayah Depok dan Sukabumi berdasarkan kelompok jajanan per minggu dapat dlihat pada Lampiran 4 dan 5. Menurut Khapipah (000), anak-anak menyukai makanan jajanan seperti chiki karena rasanya yang enak dan gurih, mempunyai banyak pilihan rasa, warna, dan merek yang diproduksi oleh produsen. Selain itu didukung pula dengan kemasan yang menarik dan adanya hadiah tertentu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roberto (010) di Amerika menyatakan bahwa anak SD lebih tertarik pada makanan jajanan khususnya snack yang dibungkus (makanan pabrikan) dengan tokoh karikatur dibandingkan dengan jajanan yang tidak dibungkus seperti jajanan tradisional namun hal tersebut berefek pada rendahnya konsumsi jajanan dari buah, maupun dari biji-bijian. Lebih detail jenis makanan jajanan yang dikonsumsi siswa di Depok dan Sukabumi dapat dilihat pada Lampiran Sepinggan Kelompok sepinggan atau makanan porsi merupakan kelompok yang paling sedikit dijual. Makanan sepinggan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu hasil olahan beras, olahan mie dan bihun serta olahan ikan dan daging. Jumlah jenis makanan sepinggan berdasarkan wilayah dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Jumlah jenis makanan sepinggan yang dikonsumsi siswa berdasarkan wilayah Jenis Depok Sukabumi n % n % Olahan beras Olahan mie dan bihun Olahan ikan dan daging Total Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa jenis jajanan sepinggan di wilayah Depok cenderung lebih banyak variasinya daripada di Sukabumi. Persentase terbesar dari kelompok sepinggan atau makanan porsi di Depok adalah kelompok olahan mie dan

17 38 bihun seperti mie rebus, kwetiaw goreng. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Widjayanti (1990) diacu dalam Rizki (010) yang menyatakan bahwa makanan jajanan yang paling banyak dikonsumsi anak sekolah adalah bakso. Di wilayah Sukabumi persentase terbesar dari kelompok makanan porsi adalah olahan ikan dan daging seperti bakso, ayam bakar diikuti dengan hasil olahan mie dan bihun dan kelompok makanan utama terkecil olahan beras. Banyaknya jenis makanan yang berasal dari olahan beras dikarenakan harga makanan tersebut relatif lebih murah jika dibandingkan dengan makanan dari olahan ikan dan daging maupun makanan dari olahan beras. Penyebab lainnya dikarenakan anak sekolah dasar jarang sarapan di rumah sehingga mereka mudah merasa lapar di sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan di Kota Bogor tahun 004 menunjukkan bahwa cemaran mikroba pada bakso paling tinggi, yaitu lebih dari 40.0% jika dibandingkan gengan cemaran mikroba pada mie. Masih terdapat makanan jajanan mie dan bakso yang menggunakan formalin dan boraks, yaitu kurang dari 6.0% untuk penyalahgunaan formalin dan boraks pada sampel mie, sedangkan pada bakso penggunaan formalin kurang dari 3% dan penggunaan boraks kurang dari 8.0%. Jika siswa sering mengkonsumsi makanan jajanan dari olahan mie dan bihun seperti mie rebus, mie goreng yang tinggi karbohidrat dan sedikit kandungan zat gizi lainnya sehingga siswa akan mudah mengantuk di kelas dan dapat mempengaruhi prestasi akedemiknya.. Makanan Camilan (Snack) Kelompok camilan merupakan kelompok makanan yang paling banyak dijual di sekolah karena harganya yang sangat terjangkau oleh uang saku anak sekolah dan makanan camilan dapat langsung dimakan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Makanan camilan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok. Sebaran jumlah jenis makanan camilan (snack) dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19, kelompok makanan camilan yang terbanyak jenisnya di kedua wilayah adalah aneka gorengan seperti bakwan, risoles dan kelompok yang paling sedikit adalah permen dan coklat. Menurut Marotz (005) makanan jajanan yang baik untuk siswa sekolah jajanan yang dapat memberikan kontribusi zat gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhan siswa, namun kebanyakan makanan jajanan

18 39 hanya mengandung gula dan lemak. Dari jumlah semua jenis makanan camilan, jenis jajanan di wilayah Depok lebih banyak dibanding Sukabumi. Tabel 19 Jumlah jenis makanan camilan (snack) yang dikonsumsi siswa berdasarkan wilayah Jenis Aneka gorengan Produk ekstruksi Aneka kue Biskuit dan wafer Hasil olahan daging dan ikan Permen dan coklat Lainnya Depok Sukabumi n % n % Total Tingginya konsumsi makanan jajanan jenis makanan camilan/snack dapat disebabkan oleh banyak tersedianya jajanan jenis ini. Selain itu jajanan jenis ini banyak disajikan dengan beragam variasi bentuk, rasa, dan harga yang terjangkau bagi siswa. Menurut Syafitri (010), kebiasaan jajan anak-anak tidak perlu dihilangkan karena jika makanan yang dibeli itu sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan, maka bisa melengkapi atau menambah kebutuhan gizi anak. 3. Minuman Minuman dikelompokkan menjadi tiga yaitu minuman es, minuman ringan kemasan dan minuman berkabonasi. Minuman es merupakan kelompok yang paling banyak dijual di wilayah Depok maupun di Sukabumi, seperti es buah, es campur, dan aneka jus. Berikutnya adalah minuman ringan kemasan seperti susu kemasan, minuman teh kemasan. Jumlah jenis jajanan minuman berdasarkan wilayah dapat dilhat pada Tabel 0. Berdasarkan Tabel 0 jenis minuman yang tingkat persentasenya terendah pada kedua wilayah adalah minuman berkabonasi hal ini dikarenakan minuman berkabonasi harganya relatif lebih mahal untuk anak sekolah dasar, alasan lainnya karena tidak semua uang jajan yang diberikan oleh orangtua dihabiskan untuk membeli jajanan

19 40 Tabel 0 Jumlah jenis jajanan minuman yang dikonsumsi siswa berdasarkan wilayah Jenis Depok Sukabumi n % n % Minuman es Minuman ringan kemasan Minuman berkabonasi Total Banyaknya jenis minuman es di wilayah Depok maupun Sukabumi dikarenakan jenis jajanan tersebut mudah untuk dikonsumsi dan mempunyai rasa yang manis. Sudah menjadi sifat dasar anak-anak menyukai rasa manis, oleh karena itu, pada umumnya salah satu kriteria dalam membuat makanan anak adalah mempunyai rasa manis (Nuraini 007). Namun penelitian yang dilakukan di Bogor pada tahun 009 ditemukan Salmonella paratyphi A pada minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu, minuman es doger yang mempunyai jumlah mikroba tertinggi yaitu mencapai 108 koloni/g. 4. Buah Konsumsi buah pada siswa di wilayah Depok cenderung lebih beragam dibanding dengan jenis buah yang dikonsumsi di wilayah Sukabumi. Hal ini dikarenakan akses untuk mendapatkan buah yang beragam lebih gampang didapat di Depok daripada di Sukabumi. Kebanyakan buah yang dikonsumsi siswa adalah jenis buah utuh seperti jeruk, pisang dan mangga. Frekuensi Jajan Kebiasaan jajan anak-anak tidak perlu dihilangkan karena jika makanan yang dibeli itu sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan, maka bisa melengkapi atau menambah kebutuhan gizi anak. Frekuensi jajanan siswa dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu sering ( 4 kali/seminggu), kadang-kadang (1-3 kali/seminggu) dan tidak pernah jajan. Tabel 1 memperlihatkan sebaran frekuensi jajanan siswa berdasarkan wilayah dan jenis kelamin.

20 41 Tabel 1 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi jajan menurut wilayah dan jenis kelamin Keterangan Wilayah Jenis Kelamin Depok Sukabumi Berdasarkan Tabel 1, siswa di wilayah Depok sebagian besar (65.9%) sering mengkonsumsi jajanan, sedangkan di Sukabumi sebagian besar siswa (69.6%) hanya kadang-kadang mengkonsumsi jajanan. Berdasarkan hasil uji beda t-test terdapat perbedaan (p=0.004) antara frekuensi jajanan siswa di Depok dengan di Sukabumi. Tingginya persentase frekuensi jajan 4kali per minggu dikarenakan banyaknya jenis pangan jajanan yang ada di wilayah Depok dibandingkan kelompok makanan jajanan yang ada di Sukabumi, sehingga siswa lebih sering mengkonsumsi pangan yang berbeda-beda dalam setiap minggunya. Hal ini didukung oleh lebih tingginya rata-rata besar uang saku siswa di wilayah Depok (Rp 389.3) dibandingkan di Sukabumi (Rp38.6). Frekuensi Jajan Sering Kadang Tidak pernah Total n % n % n % n % Sebuah penelitian di Jakarta pada tahun 004 menemukan bahwa uang jajan anak SD rata-rata berkisar antara Rp 000 Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp Hanya sekitar 5% siswa-siswa tersebut membawa bekal dari rumah, karenanya mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut (Februhartanti 004). Penelitian Ekeke dan Thomas (007) diaju dalam Krebs 010 di Wales menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara pemilihan pangan anak dengan pengetahuan mereka tentang gizi seimbang. Meskipun anak-anak mengetahui mereka membutuhkan makanan yang sehat untuk pertumbuhan, kesehatan, dan pemenuhan energi serta bahwa vitamin dan serat baik untuk mereka, dan permen maupun gorengan tidak baik untuk mereka, namun sangat sedikit pemahaman tentang fungsi zat gizi di dalam tubuh. Tabel 1 juga memperlihatkan frekuensi jajan antara siswa laki-laki dan perempuan berada pada kategori sering ( 4 kali/minggu). Namun terdapat satu Total Laki-laki Perempuan Total

21 4 siswa perempuan di Depok yang tidak pernah jajan dalam seminggu, dilihat dari data kebiasaan jajannya, siswa yang bersekolah di sekolah berstatus negeri tersebut tidak ada mengkonsumsi jenis jajanan seperti makanan sepinggan, snack. Jika lihat dari karakteristik keluarga, siswa tersebut memiliki orangtua dengan pendidikan yang tinggi yaitu ayah S dan ibu S1 dimana ayah berkerja sebagai seorang dosen dan ibu bekerja sebagai seorang dokter gigi. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryati (005) tentang frekuensi jajan anak sekolah di Semarang yang menunjukkan bahwa masih ada anak sekolah yang tidak mengkonsumsi jajanan. Data tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan, siswa termasuk dalam kategori baik. Ada beberapa persepsi tentang tidak pernahnya siswa membeli makanan jajanan di sekolah, diantaranya siswa dibiasakan oleh orangtua untuk sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bowes (1955) di benua Amerika, menyatakan bahwa sarapan pagi sebelum berangkat sekolah sangat penting untuk anak sekolah dimana sarapan pagi yang baik dapat mengurangi beban anak dalam belajar. Alasan kedua adalah siswa membawa makanan dari rumah, sehingga siswa tidak lagi mengkonsumsi makanan jajanan di sekolahnya, dan alasan yang lain yaitu siswa kebetulan pada saat dilakukannya wawancara tidak mengkonsumsi makanan jajanan,

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel 15 METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Hurlock (1999) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar di Sekolah Dasar (SD), anak

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Depok. Lampiran 2 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Sukabumi

Lampiran 1 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Depok. Lampiran 2 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Sukabumi LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Depok Ket Akreditasi (mutu) Status kelamin Kelas 4 5 6 Akreditasi A Akreditasi B Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Kurang Sedang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 Umur dan Jenis Kelamin HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Jumlah siswa yang diteliti sebanyak 62 orang, terdiri dari siswa laki-laki yaitu 34 orang dan siswa perempuan yaitu 28 orang. Umur siswa

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Jajanan 1. Definisi Makanan Jajanan Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada setiap orang sejak dari dalam kandungan. Seseorang akan terus menerus tumbuh dan berkembang sesuai dengan berjalannya waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status gizi anak. Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor utama penentu status gizi seseorang. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah. Makanan dan jajanan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang. pedesaan. Salah satu alasan tingginya tingkat kesukaan pada makanan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang. pedesaan. Salah satu alasan tingginya tingkat kesukaan pada makanan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Salah satu alasan tingginya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuliana 1, Lucy Fridayati 1, Apridanti Harmupeka 2 Dosen Fakultas Pariwisata dan perhotelan UNP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan gizi telah ditetapkan secara nasional dalam widyakarya nasional pangan dan gizi (1993) di Jakarta, keluarga jarang menghitung berapa kalori atau berapa gram

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH DAN POSTER TERHADAP PERILAKU KONSUMSI MAKANAN JAJANAN MURID DI SD KELURAHAN PINCURAN KERAMBIL KECAMATAN SIBOLGA SAMBAS KOTA SIBOLGA

Lebih terperinci

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : KUESIONER SEKOLAH 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : 4. Nama Kepala Sekolah : 5. Status Sekolah : Negeri / Swasta * 6. Status Akreditasi Sekolah : 7. Jumlah Murid Seluruh Kelas : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia sekolah merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Sekolah Dasar (SD) Negeri Babakan merupakan sekolah yang beralamat di Jalan Malabar No 7 Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Sekolah ini

Lebih terperinci

ejournal Boga, Volume 3 Nomor 3, Yudisium Oktober Tahun 2014 Halaman 47-50

ejournal Boga, Volume 3 Nomor 3, Yudisium Oktober Tahun 2014 Halaman 47-50 47 PENDAHULUAN Pola konsumsi makanan remaja adalah kebiasaan makan meliputi jenis dan jumlah makanan, serta frekuensi makan yang dikonsumsi remaja pada waktu tertentu (Suhardjo, 1989). Remaja adalah individu

Lebih terperinci

PENGETAHUAN GIZI DAN KEAMANAN PANGAN JAJANAN SERTA KEBIASAAN JAJAN SISWA SEKOLAH DASAR DI DEPOK DAN SUKABUMI

PENGETAHUAN GIZI DAN KEAMANAN PANGAN JAJANAN SERTA KEBIASAAN JAJAN SISWA SEKOLAH DASAR DI DEPOK DAN SUKABUMI i PENGETAHUAN GIZI DAN KEAMANAN PANGAN JAJANAN SERTA KEBIASAAN JAJAN SISWA SEKOLAH DASAR DI DEPOK DAN SUKABUMI REVIDA ROSA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN 60 Lampiran 1 Persetujuan Responden FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN Sehubungan dengan diadakannya penelitian oleh : Nama Judul : Lina Sugita : Tingkat Asupan Energi dan Protein, Tingkat Pengetahuan Gizi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah individu yang berusia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan proses perubahan perilaku, sikap, ataupun fisik dari masa anak ke masa dewasa (Depkes, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

PENERAPAN HASIL BELAJAR NUTRISI PADA PERILAKU GIZI SISWA SMK SANDHY PUTRA BANDUNG

PENERAPAN HASIL BELAJAR NUTRISI PADA PERILAKU GIZI SISWA SMK SANDHY PUTRA BANDUNG 12 PENERAPAN HASIL BELAJAR NUTRISI PADA PERILAKU GIZI SISWA SMK SANDHY PUTRA BANDUNG Ai Martin Sopiah¹ ), Ai Nurhayati² ), Rita Patriasih² ) Abstrak: Siswa SMK berada dalam usia remaja pada masa ini rentan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK LAMPIRAN 1 Kode Responden - A Sekolah Kelas No UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK Assalammualaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak yang sehat merupakan anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental yang normal, sesuai dengan umur mereka. Anak yang sehat memiliki status

Lebih terperinci

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia,

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern kali ini makanan kemasan tidak sulit untuk dijumpai. Namun terkadang label pada makanan kemasan yang akan dibeli sering luput dari perhatian konsumen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan, kantin, swalayan di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum

BAB I PENDAHULUAN. makanan, kantin, swalayan di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar gemar sekali jajan dan pada umumnya anak sekolah sudah dapat menentukan makanan apa yang mereka sukai dan mana yang tidak. Bahkan tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan siswa serta kaitannya dengan status

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Karakteristik subyek yang diamati adalah karakteristik individu dan karakteristik keluarga. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, dan pengeluaran

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hubungan antar Variabel

Lampiran 1 Hubungan antar Variabel LAMPIRAN 72 Lampiran 1 Hubungan antar Variabel Tabel 1 Hubungan kebiasaan jajan dengan status gizi contoh Status gizi Variabel TB/U IMT/U R P R P Kebiasaan jajan 0.049 0.603-0.069 0.473 *Signifikan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak dan jajanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Anak-anak pada umumnya akan membeli aneka jajan terutama saat mereka sedang istirahat di sekolah.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, merupakan bab dimana memberikan suatu gambaran umum mengapa topik atau judul tersebut diambil dan disajikan dalam karya ilmiah bagian pendahuan menguraikan mengenai latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11).

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia Sekolah Dasar (6-12 tahun) mempunyai karakteristik banyak melakukan aktivitas jasmani. Oleh karena itu, pada masa ini anak membutuhkan energi tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh yang meliputi aspek

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh yang meliputi aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor industri secara nasional diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh yang meliputi aspek perubahan ekonomi. Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak saat ini. Upaya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangan nya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN 79 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN 80 LAMPIRAN A-1 SKALA PERILAKU MEMBELI BAKSO OJEK 81 No. : Kelas : Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Pernah makan bakso ojek : Ya / Tidak Tanggal Pengisian : Petunjuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor KERANGKA PEMIKIRAN Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk memperoleh zat- zat yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Tetapi makanan yang masuk ketubuh beresiko sebagai pembawa

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Faktor Internal Usia. Usia mahasiswa dalam penelitian ini berksar antara 18-22 tahun Rata-rata usia mahasiswa sebesar 19,8 tahun dan standar deviasi sebesar 1,0 tahun. Rata-rata

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji penerapan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makan. Selain itu anak sekolah umumnya tidak pernah lepas dari makanan jajanan, karena anak

BAB I PENDAHULUAN. makan. Selain itu anak sekolah umumnya tidak pernah lepas dari makanan jajanan, karena anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah adalah investasi bangsa dan generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Jenis pangan jajanan yang beragam di Indonesia saat ini sudah berkembang sangat pesat sejalan dengan pesatnya pembangunan. Pangan jajanan menurut FAO (1991&2000) adalah

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN TAHUN 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan adalah segala yang kita makan atau masukkan kedalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan adalah segala yang kita makan atau masukkan kedalam tubuh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan adalah segala yang kita makan atau masukkan kedalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberi tenaga atau mengatur semua proses di dalam tubuh.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi lebih dan masalah gizi kurang merupakan masalah yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Obesitas merupakan sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi yang berkualitas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai

Lebih terperinci

BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita

BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita Makanan jajanan menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini.

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini. NO. RESP A. KUESTIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Perkenalkan nama saya Intan Fermia P, mahasiswi Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,. Kakak sedang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil Pengujian SPSS Uji Beda Variabel Kelas dan Jenis Kelamin Uji Kruskall-Wallis Variabel.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil Pengujian SPSS Uji Beda Variabel Kelas dan Jenis Kelamin Uji Kruskall-Wallis Variabel. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Pengujian SPSS 1.1. Uji Beda Variabel Kelas dan Jenis Kelamin Test Statistics KELAS JK Chi- Square(a,b) 1.731 9.151 df 2 1 Asymp. Sig..421.002 2. a 0 cells (.0%) have expected

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis makanan yang sering dikonsumsi dan dikenal oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis makanan yang sering dikonsumsi dan dikenal oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan jajanan adalah makanan berupa penganan kudapan.makanan jajanan merupakan salah satu jenis makanan yang sering dikonsumsi dan dikenal oleh banyak orang, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan sebuah bangsa dalam memajukan pembangunan di segala bidang adalah salah satu wujud dari tercapainya bangsa yang maju dan mandiri. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Sekolah yang diteliti terdiri dari empat sekolah dasar, yaitu dua SDN di Kota Bogor dan dua SDN di Kabupaten Bogor. Sekolah dasar yang terdapat di kota meliputi

Lebih terperinci

Oktavia Candra Susanti, Eni Purwani. Program Studi Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura ABSTRAK

Oktavia Candra Susanti, Eni Purwani. Program Studi Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura ABSTRAK Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan ISSN 2460-4143 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KEAMANAN MAKANAN JAJANAN ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENDIDIKAN CERGAM DI SMP NEGERI 1 KEBAKRAMAT

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, salah satunya ialah remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN SISWA KELAS X SMKN 1 SEWON

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN SISWA KELAS X SMKN 1 SEWON Faktor-Faktor yang... (Anjani Mega Pertiwi) 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN SISWA KELAS X SMKN 1 SEWON Oleh: Penulis 1 : Anjani Mega Pertiwi Penulis 2

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah mulai melepaskan diri dari kelompok orang dewasa dan memiliki rasa solidaritas terhadap kelompok teman sebaya (Wong, 2009). Peer group atau teman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas responden yang membedakan antara satu responden dengan responden yang lain.. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan

BAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi usia 6-12 bulan melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Variabel independen Variabel Dependen Perilaku siswa-siswi Pengetahuan Sikap Tindakan Makanan dan Minuman yang mengandung Bahan Tambahan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa :

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa : BAB V PEMBAHASAN A. Sistem Penyelenggaraan Makan Siang Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan yang mempekerjakan 22.563 orang telah menyediakan kantin untuk tenaga kerja, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih Lampiran Kuesioner NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih PENGETAHUAN MENGENAI ANEMIA 1. Menurut kamu apakah itu anemia?

Lebih terperinci

Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan Kalori di sini adalah perkiraan

Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan Kalori di sini adalah perkiraan Hari - 1: Kurangi Kalori bukan Makanan P Kalori di sini adalah perkiraan Script Hari 1, penjelasan 3 menit Masih ingat ANGKA AJAIB Anda? 1. Ini adalah angka AJAIB karena jika Anda mengingatnya dan membatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa dewasa. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang membutuhkan buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan tersebut. Salah satu buah yang diminati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Balita 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Keadaan tersebut dapat dibedakan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln Tidak pernah n % n % n % n % n % n % Makanan pokok Beras/nasi 88 73,9 19 16,0 6 5,0 6 5,0 0 0 0 0 Mie 3 2,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Nuraida dkk, 2014). Sedangkan pada kenyataannya masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Nuraida dkk, 2014). Sedangkan pada kenyataannya masih banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan yang sehat sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Makanan jajanan sehat adalah makanan jajanan yang mengandung zat gizi

Lebih terperinci

SMP/Mts PT (Sarjana) 3. Jenis Kelamin Balita : Laki laki Perempuan 4. Umur Balita :

SMP/Mts PT (Sarjana) 3. Jenis Kelamin Balita : Laki laki Perempuan 4. Umur Balita : KUISIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PERILAKU KONSUMSI MIE INSTAN PADA BALITA DI RW. 04 PERUMAHAN VILLA BALARAJA KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2013 Identitas Peneliti Nama : Fitri Anita Nim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan jajanan (street food) menurut Food and Agriculture (FAO) didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci