BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan,

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku

BAB I PENDAHULUAN. peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

LAMPIRAN A SURAT IZIN DAN SURAT KETERANGAN PENGAMBILAN DATA PENELITIAN. 1. Surat Izin Pengambilan Data Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada karyawan PT. Perdana Perkasa

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung bersikap dan

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karyawan yang tidak puas dengan kerja mereka cenderung kehilangan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari deskripsi pekerjaan. (Organ, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. dimiliki, dengan demikian karyawan menjadi aset penting bagi perusahaan. Rasa suka rela

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan

Judul : Pengaruh Keadilan Organisasional, Komitmen Organisasional, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda dunia mengharuskan perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh perusahaan sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) organisasi (Bateman & Organ, 1983).Organ et al. (2006), mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Udayana (Unud) sebagai sebuah lembaga pemerintah yang

fundamental management journal eissn: (online) Volume:1(S) No.1 Part 1 (E-HRM 2016) Special Issues of Human Resource Management

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rahayu S. Purnami, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai suatu perasaan positif

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi saat ini, kompetisi antar perusahaan semakin ketat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel Tergantung : Organizational Citizenship Behavior. B. Definisi Operasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perilaku Kewarganegaraan Organisasional (Organizational. a. Pengertian Perilaku Kewarganegaraan Organisasional

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan komponen utama suatu organisasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB I PENDAHULUAN. menjual suatu barang atau komoditas dari negara satu kenegara lain. Proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial menjadi kebutuhan organisasi atau

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai perusahaan terdiri atas sekumpulan orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang sangat penting karena faktor manusia sangat berperan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Robbins dan Judge (2008), Kepercayaan adalah suatu harapan positif

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Panjang (RPJP) Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari

DAFTAR ISI. JUDUL i. LEMBAR PENGESAHAN ii. ABSTRAK... iii. KATA PENGANTAR iv. DAFTAR ISI... v. 1.1 Latar Belakang Masalah. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Definisi Perilaku Organisasi. meningkatkan keefektifan suatu organisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan karyawan yang dilakukan diluar peran formal seseorang untuk membantu kinerja pegawai atau memberikan dukungan dan kesadaran (conscientiousness) terhadap organisasi. Menurut Organ; Podsakoff; & Mackenzie (2006) OCB merupakan perilaku bijaksana individu yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dan dapat meningkatkan fungsi efektivitas organisasi. Robbins & Judge (2008) mengutarakan bahwa perilaku kewarganegaraan (organizational citizenship behavior OCB) merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal karyawan, namun mendukung organisasi tersebut untuk dapat berfungsi secara efektif. Lebih lanjut Robbins & Judge (2008) mengungkapkan bahwa contoh perilaku OCB yang baik adalah membantu individu lain dalam tim, mengajukan diri dalam melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak berkepentingan, hormat dan patuh pada peraturan, dan menoleransi gangguan yang kadang terjadi pada saat kerja. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku diluar daripada peran formal karyawan yang berfungsi untuk keefektifan organisasi. 9

2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) terdapat 4 (empat) dimensi OCB, yaitu : a. Helping Behavior Dimensi helping behavior berkaitan dengan perilaku membantu orang lain dalam mengatasi setiap masalah yang ada terkait dengan karyawan dalam suatu organisasi. Dimensi helping behavior merupakan gabungan dari empat dimensi, yakni: altruism, courtesy, peacemaking, dan cheerleading. Keempat dimensi tersebut memiliki pengertian sebagai berikut : a.1. Altruism, merupakan perilaku karyawan untuk menolong rekan kerjanya yang sedang mengalami kesulitan tanpa memikirkan keuntungan pribadi. a.2. Courtesy, merupakan perilaku karyawan untuk menghormati dan memperhatikan orang lain, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja dengan tujuan agar terhindar dari masalah interpersonal atau membuat langkah-langkah untuk mengurangi suatu permasalahan. a.3. Cheerleading, merupakan perilaku karyawan untuk ikut terlibat dalam perayaan prestasi atau pencapaian rekan kerjanya. Tujuannya adalah sebagai penguat positif kepada rekan kerja yang meraih prestasi sehingga perilaku rekan kerja ini memungkinkan untuk terjadi atau muncul kembali. 10

a.4. Peacemaking, terjadi apabila karyawan menyadari bahwa konflik akan menyebabkan perselihan antara dua atau lebih partisipan. Karyawan yang bertindak sebagai peacemaker akan masuk ke dalam permasalahan, memberikan kesempatan pada orang yang bermasalah untuk berpikir jernih, dan membantu penyelesaian masalah dengan mencari solusi yang tepat dari permasalahan. b. Conscientiousness Conscientiousness merupakan perilaku sukarela atau bukan suatu kewajiban karyawan yang melebihi harapan organisasi dalam hal mematuhi peraturan, kehadiran, hadir ke tempat kerja lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jam kerja telah di mulai, berbicara seperlunya untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, dan lain sebagainya. c. Sportsmanship Sportmanship merupakan perilaku pada karyawan yang mengacu pada perilaku positif terhadap situasi yang kurang ideal dalam organisasi, seperti: tidak suka mengeluh dan protes walaupun sedang berada di situasi yang kurang nyaman serta tidak membesar-besarkan masalah. d. Civic Virtue Civic virtue merupakan perilaku karyawan yang bertanggungjawab dan terlibat secara konstruktif dalam keberlangsungan kehidupan organisasi. Contoh perilakunya adalah mendiskusikan mengenai isu-isu yang sedang berkembang dalam organisasi atau dengan kata lain up to date mengenai perkembangan organisasi. 11

Keseluruhan dimensi dari OCB yang dikemukakan oleh Organ; Podsakoff; & Mackenzie (2006) nantinya akan diukur dalam skala OCB. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Spector (dalam Robbins dan Judge, 2008) mengungkapkan bahwa kepuasan terhadap kualitas kehidupan kerja merupakan faktor utama organizational citizenship behavior (OCB) seorang karyawan. Goleman; Boyatzis; & McKee (dalam Sumiyarsih; Mujiasih; & Jati, 2012) menyatakan bahwa emosi termasuk ke dalam faktor yang mempengaruhi OCB. Emosi menurut Goleman adalah suatu kondisi mental yang melibatkan aspek biologis, psikologis, ataupun kecenderungan seseorang dalam bertindak yang mempengaruhi pikirian dan tindakan individu. Individu yang memandang peristiwa secara positif akan merasa lebih optimis akan kemampuannya mencapai tujuan, meningkatkan kreativitas dan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan, dan membuat individu jadi lebih senang membantu (Goleman; Boyatzis; & McKee, dalam Sumiyarsih; Mujiasih; & Jati 2012 ). Selain itu, Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) mengacu pada teori psikologi dan organisasi sosial yang relevan mengemukan bahwa kepuasan kerja menjadi salah satu faktor yang dapat memprediksi adanya perilaku OCB pada individu. Lebih lanjut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) mengemukakan bahwa kepuasan kerja meliputi kepuasan dengan pekerjaan, gaji, kondisi pekerjaan, dan perlakuan rekan kerja dan supervisor akan menjadikan kinerja individu yang lebih baik dan lebih produktif. 12

Gaya kepemimpinan dapat menjadi pemicu munculnya OCB di perusahaan apabila bawahan mampu mempersepsikan secara positif gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pemimpinnya. Dengan adanya persepsi baik dan positif dari bawahan, maka bawahan akan mampu meningkatkan rasa percaya dan hormat mereka kepada atasannya melebihi apa yang diharapkan oleh atasan (Organ; Podsakoff; dan Mackenzie, 2006). Hal ini dapat dipahami lewat proses modelling yang dilakukan oleh atasan yang mulanya melakukan OCB yang kemudian ditiru oleh karyawan. Konovsky & Pugh (2002) juga mengemukakan bahwa masa kerja seorang karyawan menjadi salah satu faktor dalam terciptanya OCB diantara karyawan. Karyawan dengan masa kerja yang lebih lama akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam dengan organisasi dan rekan ditempatnya bekerja. Hal ini menjadikan mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bersama seperti kemauan untuk menolong rekan kerja dan berbuat lebih banyak untuk terwujudnya pencapaian dari organisasi. B. Kualitas Kehidupan Kerja 1. Defenisi Kualitas Kehidupan Kerja Gibson; John; James; & Robert (2006) mengemukakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sebuah filosofi manajemen dalam suatu organisasi yang meningkatkan harkat dan martabat karyawannya, memperkenalkan adanya perubahan dalam budaya organisasi, dan meningkatkan kesejahtaraan fisik dan emosional karyawan. Cascio (2006) mengemukakan bahwa kualitas kehidupan 13

kerja merupakan persepsi karyawan bahwa mereka merasa aman, relatif puas dan dapat berkembang sebagai manusia seutuhnya. Sama halnya dengan Nawawi (2008), ia mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai sejauh mana organisasi dapat menciptakan rasa aman dan kepuasan dalam bekerja untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Begitu juga dengan Walton (dalam Kossen, 1986) yang mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja mengacu pada seberapa efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan dan nilai-nilai dari karyawan. Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan persepsi karyawan mengenai suasana tempat kerja yang dapat menciptakan kepuasan, rasa aman, serta dapat meningkatkan harkat dan martabat karyawan dan mewujudkan tujuan perusahaan atau organisasi. 2. Dimensi Kualitas Kehidupan Kerja Walton ( dalam Kossen, 1986) mengemukakan bahwa terdapat 8 (delapan) dimensi dalam kualitas kehidupan kerja, yaitu: a. Kompensasi yang memadai dan wajar (adequate and fair compensation) Meliputi elemen-elemen seperti: gaji yang cukup untuk pembiayaan suatu kehidupan yang layak dan kesamaan upah atau gaji yang diterima oleh karyawan yang memiliki posisi dan jenis pekerjaan yang sama. b. Kondisi kerja yang aman dan sehat (safe and healthy working environment) Kondisi kerja yang aman dan sehat mengacu pada lingkungan tempat kerja yang relatif bebas dari resiko kerja yang berlebihan yang dapat menyebabkan cidera atapun penyakit pada diri karyawan. Kondisi-kondisi 14

ini dapat meliputi hal-hal seperti: fasilitas di tempat kerja, ketersediaan layanan kesehatan, jumlah jam kerja dan banyaknya beban kerja yang diterima oleh pekerja, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kondisi fisik tempat kerja yang baik dan memiliki resiko kecelakaan kerja yang rendah (Walton, dalam Pasaribu 2015). c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas individu/pekerja (developing individual capacity) Kesempatan mengembangkan dan menggunakan kapasitas individu/pekerja berhubungan dengan upaya setiap organisasi dalam memberikan kesempatan bagi setiap karyawannya untuk dapat menggunakan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki dalam bekerja, seperti: karyawan dapat menggunakan dan mengembangkan keahlian serta pengetahuannya dalam bekerja dan karyawan merasa dirinya tertantang dengan pekerjaan yang ia lakukan. d. Kesempatan untuk pertumbuhan dan jaminan kerja yang jelas dan berkesinambungan (development and security opportunities) Kesempatan pertumbuhan dan jaminan kerja yang jelas dan berkesinambungan ini meliputi adakah kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan promosi jabatan, adakah perasaan aman karyawan untuk dapat terus bekerja di perusahaan, atau apakah pekerjaan mampu memberikan jaminan dan penghasilan terhadap kehidupan karyawan. 15

e. Perasaan termasuk dalam bagian kelompok (social integration) Perasaan termasuk dalam bagian kelompok meliputi hal-hal yang berkaitan dengan hubungan interpersonal karyawan dalam organisasi, seperti: karyawan merasa dirinya sebagai bagian dalam suatu tim, karyawan merasakan adanya dukungan dari rekan kerja, serta lingkungan kerja yang relatif bebas dari prasangka destruktif. f. Hak-hak karyawan dalam perusahaan (constitutionalisme) Terkait dengan hak-hak karyawan sebagai pekerja, seperti: adanya kesamaan hak dan kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat, keadilan dalam hal pembagian imbalan, dan adanya peraturan yang jelas bagi setiap karyawan termasuk dalam hal proses menyampaikan setiap keluhan yang dirasakan oleh karyawan. g. Pekerjaan dan ruang kerja keseluruhan (total living space) Hal ini mengacu pada pengaruh pekerjaan terhadap kehidupan pribadi karyawan, seperti: hubungan karyawan dengan keluarga dan peran-peran pribadi karyawan. h. Relevansi sosial kehidupan kerja (social relevance) Organisasi memiliki tanggung jawab sosial terhadap karyawan, masyarakat, dan lingkungannya yang tercermin dari bagaimana potret organisasi dalam hal penyediaan produk, kualitas sumber daya manusia, dan metode pemasaran yang dilakukan oleh organisasi. Hal ini juga dapat dibuktikan melalui rasa bangga karyawan terhadap organisasi. 16

Dimensi dari kualitas kehidupan kerja ini adalah dimensi yang dikemukakan oleh Walton (dalam Kossen, 1986) yang akan di ukur melalui skala kualitas kehidupan kerja. 3. Dampak Kualitas Kehidupan Kerja Kualitas kehidupan kerja telah lama digunakan sebagai konstruksi yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan. Hal ini dikarenakan kualitas kehidupan kerja karyawan merupakan pertimbangan bagi pengusaha yang ingin meningkatkan produktivitas sumber daya manusia di dalam perusahaan/organisasi yang didudukinya. Berdasarkan penelitian Patil & Prabhuswamy (2013), ia mengemukakan bahwa kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh besar yang signifikan terhadap kinerja organisasi yang apabila dirusak akan mengarahkan organisasi menjadi organisasi yang negatif. Lebih lanjut Patil & Prabhuswamy (2013) menyarankan agar setiap perusahaan atau organisasi untuk dapat memberikan kualitas kehidupan kerja yang sehat kepada karyawannya. Sejalan dengan pernyataan di atas, Yadav & Khanna (2014) juga mengemukakan bahwa kualitas kehidupan kerja karyawan yang baik merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari suatu organisasi apabila organisasi ingin mempertahankan keefisienan dan keefektifannya. Yadav & Khanna (2014) juga menambahkan bahwa melalui kualitas kehidupan kerja, organisasi akan mampu untuk mencapai profitabilitas dan pertumbuhan di tengah maraknya persaingan sekarang ini. Semua ini didasari oleh adanya pertumbuhan pendapatan dan keuntungan yang memiliki hubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh karyawan dan kepuasan karyawan yang bergantung pada kualitas kehidupan kerja yang 17

diberikan oleh organisasi. Sinha (2012) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa dengan adanya kualitas kehidupan kerja karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan maka akan membantu organisasi atau perusahaan untuk sukses dan mencapai tujuannya. Hal ini didasarkan karena dengan adanya persepsi kualitas kehidupan kerja karyawan yang tinggi, maka secara langsung akan berhubungan dengan berkurangnya tingkat absensi karyawan, turnover, kurangnya frekuensi keterlambatan dan meningkatnya prestasi kerja karyawan yang mengarah pada perilaku OCB pada karyawan. Selain berpengaruh dalam membantu organisasi atau perusahaan sukses dalam mencapai tujuannya, Vazifeh et al (2013) dalam penelitiannya mengenai evaluation of impact of quality of work life on employees' menunjukan bahwa aspek-aspek dari kualitas kehidupan kerja seperti gaji yang memadai dan adil, adanya peluang pertumbuhan dan keamanan kerja, adanya aturan hukum dalam pekerjaan, dan keseimbangan kehidupan kereja secara keseluruhan memiliki pengaruh langsung pada OCB karyawan. Esmaeili (2014) berdasarkan hasil penelitiannya yang menunjukan adanya pengaruh dari kualitas kehidupan kerja terhadap OCB, menekankan kepada setiap manager di suatu organisasi/perusahaan agar memperhatikan kualitas kehidupan kerja karyawan dalam rangka meningkatkan perilaku OCB dari karyawan. 18

C. Hubungan antara Kualitas Kehidupan Kerja dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Konsep mengenai OCB merupakan konsep yang sudah lama ada dan berkembang serta menjadi harapan dari setiap manager dalam suatu organisasi untuk dapat mempekerjakan karyawan yang memiliki OCB. Seperti yang dikemukakan oleh Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) bahwa OCB merupakan perilaku bijaksana individu yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dan yang dapat meningkatkan fungsi efisiensi dan efektivitas organisasi. Spektor (dalam Yuniar, 2012) mendefinisikan OCB sebagai suatu perilaku diluar persyaratan normal dan menguntungkan bagi organisasi. Beberapa manfaat OCB dalam suatu organisasi adalah meningkatkan produktivitas rekan kerja dan manager, meningkatkan kemampuan organisasi untuk dapat mempertahankan karyawan dengan kualitas terbaik dan mempertahankan stabilitas organisasi (Organ; Podsakoff; dan MacKenzie, 2006). Hal inilah yang menyebabkan OCB karyawan harus ditingkatkan guna mencapai produktivitas organisasi yang maksimal. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terciptanya OCB, salah satunya adalah kualitas kehidupan kerja (quality of work life). Kualitas kehidupan kerja menurut Nawawi (2008) didefinisikan sebagai sejauh mana perusahaam mampu menciptakan rasa aman dan kepuasan dalam bekerja karyawan demi tercapainya tujuan perusahaan. Pernyataan dari Nawawi diperjelas oleh pernyataan oleh Sinha (2012) dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa dengan adanya kualitas kehidupan kerja karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan maka akan 19

membantu organisasi atau perusahaan untuk sukses dan mencapai tujuannya. Hal ini dikarenakan dengan adaya kualitas kehidupan kerja, maka secara langsung akan berhubungan dengan berkurangnya tingkat absensi karyawan, turnover, kurangnya frekuensi keterlambatan dan meningkatnya prestasi kerja karyawan. Kossen (1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja mengacu pada seberapa efektifnya organisasi memberikan respon terhadap kebutuhankebutuhan karyawan. Adapun dimensi kualitas kehidupan kerja yang diharapkan oleh para karyawan diantaranya adalah kompensasi yang memadai dan wajar, kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasistas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan dan jaminan yang sinabung, perasaan termasuk dalam suatu kelompok, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang kerja secara keseluruhan, dam relevansi sosial pekerjaan terhadap kehidupan pekerja (Walton, dalam Kossen 1986). Semakin kebutuhan karyawan terpenuhi dan karyawan merasa puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan atau organisasi, maka karyawan akan memiliki kecenderungan untuk berkorban lebih pada perusahaan. Salah satu hal yang ditunjukan oleh karyawan untuk menunjukan kepuasannya terhadap organisasi adalah dengan menampilkan organizational citizenship behavior (OCB). Hal ini juga dikemukakan oleh Spector (dalam Robbins dan Judge, 2008:105) yang mengatakan bahwa kepuasan terhadap kualitas kehidupan kerja adalah penentu utama OCB dari seorang karyawan. Hubungan mengenai kualitas kehidupan kerja dan OCB juga di dukung oleh penelitian Jati (2013) yang mengatakan bahwa karyawan dengan kualitas kehidupan kerja yang tinggi akan 20

mendorong timbulnya OCB. Hal ini dikarenakan karyawan yang memiliki kualitas kehidupan kerja yang tinggi akan berbicara positif tentang organisasi, memiliki kesediaan untuk membantu individu, dan melakukan pekerjaan melebihi pekerjaan normal. Selain itu, penelitian dari Aini (2012) dalam skripsinya yang berjudul Hubungan antara Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan dan Quality of Work Life dengan Organizational Citizenship Behavior Karyawan PT. Air Mancur Palur Karanganyar mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan OCB karyawan dalam suatu organisasi/perusahaan, semakin tinggi kualitas kehidupan kerja, maka semakin tinggi pula tingkat OCB karywan. Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas kehidupan kerja memiliki hubungan dengan terbentuknya perilaku OCB karyawan, dan oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan organizational citizenship behavior (OCB) karyawan. D. Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis paradigma sederhana, yaitu paradigma penelitian yang hanya terdiri dari satu variabel independen dan dependen ( Sugiyono, 2012). X Y X = kualitas kehidupan kerja Y = organizational citizenship behavior (OCB) 21

E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian teoritis dan paradigma penelitian yang telah dijabarkan, maka peneliti mengajukan suatu hipotesa hubungan yang positif antara kualitas kehidupan kerja dengan organizational citizenship behavior (OCB) Karyawan PT. Pos Indonesia, Medan. Hal ini berarti semakin tinggi kualitas kehidupan kerja maka semakin tinggi OCB karyawan PT. Pos Indonesia, Medan. Sebaliknya, semakin rendah kualitas kehidupan kerja, maka semakin rendah OCB karyawan PT. Pos Indonesia Medan. 22