APLIKASI KETIDAKPASTIAN DALAM PENGUKURAN Nama: Handoyo Margi Waluyo A. Latar Belakang dan Tujuaan Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berbasis pada pengamatan terhadap gejala alam. Inti dari pengamatan adalah pengukuran. Dengan demikian, fisika adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada pengukuran. Kebenaran tertinggi dalam fisika adalah hasil pengamatan (eksperimen). Hal ini berarti jika ada teori yang ramalannya tidak sesuai dengan hasil pengamatan, maka teori tersebut ditolak bagaimanapun bagusnya teori tersebut. Hal ini menunjukkan betapa pengamatan dalam fisika itu sangat penting. Itulah sebabnya pengetahuan tentang cara pengukuran merupakan kebutuhan yang penting. Pada pengukuran, wajib memiliki nilai ketidakpastian. Jika tidak memiliki ketidakpastian, data tersebut diragukan bahkan tidak dipakai. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui cara menggunakan alat ukur, mampu menentukan nilai ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang, serta bisa mengolah data dan menuliskannya dalam bentuk baku. B. Landasan Teori Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran yang diukur dengan besaran lain sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Pengukuran ada dua macam yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan cara langsung mengukur benda yang bersangkutan dan memperoleh hasilnya, seperti mengukur panjang dengan penggaris, massa dengan neraca, suhu dengan termometer dan sebagainya. Sedangkan, pengukuran tak langsung adalah dengan menggunakan rumus, seperti mengukur luas lingkaran, luas persegi panjang dan sebagainya. Dalam kegiatan pengukuran suatu besaran tidaklah mungkin didapatkan hasil yang sempurna. Selalu ada kesalahan, baik yang disebabkan oleh pengukur atau alat ukurnya. Dengan kata lain kita tidak mungkin memperoleh nilai benar (x 0), melainkan selalu terdapat ketidakpastian (Δx). Hasil pengukuran suatu besaran dituliskan dalam bentuk : Dengan x adalah nilai pendekatan terhadap nilai benar (x 0) dan (Δx) adalah ketidakpastian. Pengukuran langsung tunggal adalah pengukuran yang dilakukan hanya satu kali saja, NIM: H12112022 apapun alasannya. Hasil pembacaan skala yang dapat diketahui dengan pasti adalah hanya sampai kepada skala terkecilnya saja, sedangkan selebihnya adalah hanya terkaan atau taksiran saja, dan ini bersifat sangat subjektif sehingga pantas diragukan. Penulisan hasil pengukurannya adalah: x = hasil pengukuran tunggal x 0 = hasil pengukuran yang sebenarnya x = ketidakpastian = x NST Pengukuran langsung berulang adalah pengukuran yang dilakukan lebih dari satu kali yaitu lima atau sepuluh kali pengukuran. Penulisan hasil pengukurannya adalah: x = hasil pengukuran berulang hasil rata-rata pengukuran berulang ( ) ketidakpastian Pengukuran tak langsung tunggal, jika kita ingin "mengukur" (menghitung) besaran fisika C, dengan mengukur A dan B masing-masing satu kali ukur, melalui suatu fungsi (rumus) C = C(A,B). Dimana: A = A 0± A, ( A didapat melalui NST) B = B 0± B, ( B didapat melalui NST) Maka: C = C 0± C dihitung melalui: Co = C(A 0,B 0), dan ( ( ) ) ( ( ) Pengukuran tak langsung berulang, jika ingin melakukan "pengukuran" (penghitungan) suatu besaran fisika dengan mengukur besaran A dan B keduanya secara berulang melalui fungsi (rumus) C = C(A,B). A = A 0± A (A 0 didapat dari rata-rata, A didapat dengan standar deviasi) B = B 0± B (B 0 didapat dari rata-rata, B didapat dengan standar deviasi) Maka: C = C 0± C, dihitung melalui: Co = C(A 0,B 0), dan ( ( ) ) ( ( ) ) Selain ketidakpastian mutlak, dalam pengukuran juga dikenal ketidakpastian relative. Bila sebuah
besaran fisis dinyatakan dengan satuan, maka ketidakpastian mutlak besaran fisis itu adalah x satuan dan ketidakpastian relatif besaran fisis itu adalah. Dengan begitu banyaknya operasi matematika untuk mengolah data-data hasil pengukuran dan untuk menentukan ketidakpastian hasil pengukuran itu, maka dapat dibayangkan bagaimana rumitnya angka-angka yang harus diolah dan angka-angka yang harus dilaporkan. Untuk menghindari kesulitan membaca dan menuliskan atau melaporkan angka-angka hasil pengukuran dan hasil perhitungan, maka data hasil pengukuran dan hasil pengolahannya ditulis dengan menggunakan aturan angka penting. Angka penting adalah angka-angka yang diperoleh dari hasil pengukuran yang terdiri dari angka-angka pasti dan satu angka terakhir yang diragukan. Semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran disebut ANGKA PENTING, terdiri atas angka-angka pasti dan angka-angka terakhir yang ditaksir (Angka taksiran). Hasil pengukuran dalam fisika tidak pernah eksak, selalu terjadi kesalahan pada waktu mengukurnya. Kesalahan ini dapat diperkecil dengan menggunakan alat ukur yang lebih teliti. Aturan baku penulisan angka penting: jika angka pertama pada x selain nol adalah : 1,2,3 atau 4, maka diambil dua angka penting. Jika angka pertama selain nol adalah : 5, 6, 7, 8 atau 9, maka cukup menuliskan satu angka penting. Cara membulatkan angka mengikuti aturan pembulatan. Aturan pembulatan: Jika angka awal yang akan dihilangkan kurang dari 5, maka dibulatkan ke bawah. Jika angka awal yang akan dihilangkan lebih dari 5, maka dibulatkan ke atas. Jika angka yang akan dihilangkan sama dengan 5, maka angka sebelumnya harus digenapkan jika ganjil, dan dibiarkan jika genap. C. Metodologi Pengukuran dilakukan pada hari rabu, 7 November 2012 di lab. Fisika dasar FMIPA UNTAN. Pengukuran yang di lakukan antara lain: 1. Pengukuran Langsung Tunggal Alat dan bahan yang digunakan adalah satu buah jangka sorong, satu buah balok tembaga, dan alat tulis. Untuk kegiatan pengukuran, pertama alat dan bahan disiapkan. Jangka sorong diambil dan dikalibrasikan. Kemudian balok tembaga diambil dan dihitung panjang, lebar dan tingginya dengan jangka sorong. Setelah itu, nilai panjang, lebar, dan tingginya dicatat dalam tabel. 2. Pengukuran Tak Langsung Tunggal Di dalam pengukuran tak langsung tunggal yang saya lakukan, data yang digunakan adalah data dari pengukuran langsung tunggal. Hanya saja dipengukuran tak langsung tunggal ini, yang dicari adalah volumenya. Alat dan bahan yang digunakan masih sama, yaitu satu buah jangka sorong, satu buah balok tembaga, dan alat tulis. Untuk kegiatan pengukuran, pertama alat dan bahan disiapkan. Jangka sorong diambil dan dikalibrasikan. Kemudian balok tembaga diambil dan dihitung panjang, lebar dan tingginya dengan jangka sorong. Setelah itu, nilai panjang, lebar, dan tingginya dicatat dalam tabel. 3. Pengukuran Langsung Berulang Di dalam pengukuran langsung berulang, alat dan bahan yang digunakan adalah satu buah stopwatch, satu buah kelereng, satu buah penggaris yang panjangnya 100 atau lebih, dan alat tulis. Untuk kegiatan pengukuran, pertama penggaris diambil dan diukurkan pada dinding dengan ketinggian 1,5 m sebagai ketinggian untuk kelereng yang akan dijatuhkan. Kemudian kelereng diambil dan diangkat setinggi 1,5 m. Kelereng yang telah diangkat dijatuhkan. Pada saat kelereng akan dijatuhkan, stopwatch dihidupkan dan dimatikan setelah kelereng jatuh di lantai. Waktu saat jatuhnya kelereng dihitung sebanyak 10 kali dan hasilnya dicatat dalam tabel. 4. Pengukuran Tak Langsung Berulang Pada pengukuran tak langsung berulang ini saya menghitung massa jenis benda. Alat dan bahan yang digunakan adalah satu buah neraca analitik, satu buah gelas ukur, satu buah benda, dan alat tulis. Untuk kegiatan pengukurannya, pertama alat dan bahan disiapkan. Neraca analitik diambil dan dikalibrasikan. massa benda dihitung dengan menggunakan neraca analitik dan dihitung sebanyak 10 kali. Setelah itu, gelas ukur diambil dan diisi dengan air sebanyak n mililiter. Kemudian benda tersebut dimasukkan kedalam gelas ukur dan diamati serta volumenya dihitung. Hal ini dilakukan sebanyak 10 kali. Hasilnya dicatat dalam tabel.
D. Hasil dan Pembahasan 1. Pengukuran Langsung Tunggal Balok Tembaga Panjang () Lebar () Tinggi () SU SN SU SN SU SN 4,8 0,09 1,8 0,08 1,2 0,055 4,89 1,88 1,255 Pengukuran tunggal artinya pengukuran yang (karena suatu hal) dilakukan hanya sekali. Pada pengukuran ini, alat yang digunakan adalah Jangka Sorong. Maka ketidakpastiannya ( x) adalah: ( ) 2. Pengukuran Tak Langsung Tunggal Panjang () Lebar () Tinggi () Balok Tembaga SU SN SU SN SU SN 4,8 0,09 1,8 0,08 1,2 0,055 4,89 1,88 1,255 ( )( )( ) 11,537466 ( ) ( ) ( )
3. Pengukuran Langsung Berulang Pengukuran Ke- t (s) 1 0,7 0,49 2 0,44 0,1936 3 0,89 0,7921 4 0,84 0,7056 5 0,69 0,4761 6 0,87 0,7569 7 0,63 0,3969 8 0,77 0,5929 9 0,46 0,2116 10 0,52 0,2704 6,81 4,8861 46,3761 Rata-Rata 0,681 s ( ) ( ) ( ) s 4. Pengukuran Tak Langsung Berulang Pengukuran Ke- m (gr) v (ml) 1 50,7 8 2570,49 64 2 50,9 8 2590,81 64 3 51 9 2601 81 4 50,8 8 2580,64 64 5 50,9 8 2590,81 64 6 50,8 9 2580,64 81 7 50,8 8 2580,64 64 8 50,9 8 2590,81 64 9 50,9 8 2590,81 64 10 50,9 8 2590,81 64 508,6 82 25867,46 674 258673,96 6724 Rata-Rata 50,86 8,2
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) E. Kesimpulan Pada pengukuran ini dapat disimpulkan bahwa setiap pengukuran pasti memiliki nilai ketidakpastian. Untuk pengukuran langsung nilai ketidakpastian relatifnya bisa langsung diperoleh dengan rumus. Sedangkan untuk pengukuran tak langsung bisa diperoleh dengan rumus. Pada pengukuran langsung nilainya bisa langsung dicari dengan alat ukur, sedangkan pada pengukuran tak langsung harus dengan rumus sehingga terlebih dahulu melakukan pengukuran langsung. Pustaka Djonoputro, B. Darmawan. Teori ketidakpastian. Bandung: Penerbit ITB, 1984. Giancolli, Douglas. 2001. Fisika jilid 1. Jakarta : Erlangga. Tippler, P.A.1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.