GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN SKRIPSI OLEH : LISDA OKTARI NIM.

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE

POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

GAMBARAN KONSUMSI BUAH, SAYUR DAN KECUKUPAN SERAT PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI MEDAN SKRIPSI. Oleh ANGGI RARA NIM.

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

menu yang itu-itu saja, sehingga mengurangi selera makan. Menyediakan

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN

POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2005

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI SISWA KELAS X JASA BOGA DI SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA

LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN MAKANAN JAJANAN PADA ANAK SD NEGERI NO KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2010 SKRIPSI

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

GAMBARAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014 ABSTRACT

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

ASUPAN GIZI MAKRO, PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS PERTUMBUHAN ANAK USIA 6-7 TAHUN DI KAWASAN PEMBUANGAN AKHIR MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

LAMPIRAN 1 KUESIONER

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA

KUESIONER PENELITIAN

FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK ETNIS CINA DI SD SUTOMO 2 DAN ANAK ETNIS BATAK TOBA DI SD ANTONIUS MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Stunting

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

Key words: Food consumption pattern, social economic of the family, the growth of new kid in school.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

Tabel 1. Data Profil Responden (n = 146) Profil responden Jumlah Persentase (%)

KUESIONER HUBUNGAN PENGETAHUAN, POLA MAKAN, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN GIZI LEBIH PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT USU TAHUN 2015

KUESIONER. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

Penelitian akan dilaksanakan di R.S.U Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari 2014 Juli 2015.

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

PENGUKURAN KONSUMSI MAKANAN IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUKESMAS KENJERAN KOTA SURABAYA. Ari Susanti Stikes Hang Tuah Surabaya,

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian KUESIONER A. DATA RESPONDEN

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

SMP/Mts PT (Sarjana) 3. Jenis Kelamin Balita : Laki laki Perempuan 4. Umur Balita :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS

POLA MAKAN SEHAT SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN DAERAH TRANDAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ANAK SEKOLAH DENGAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI GODEAN 1 KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi dapat dilihat dari sudut pandang yang umum disebut sebagai

Transkripsi:

GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN 064994 KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN Lisda Oktari 1, Ernawati Nasution 2, Fitri Ardiani 2 1 Mahasiswa Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU 2 Dosen Departeman Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU Jl. Universitas No. 21 Kampus USU Medan, 20155 Email : lisdaoktari1696@gmail.com Abstract The children who experience obstacles into growth caused lack of the adequate food intake and infectious diseases, so that exacerbate malnutrition of children. This condition more difficult to cope growth disorders that finally likely occurrence of stunted. This research aims to know description the consumption pattern of child stunting in SDN 064994 Medan Marelan. Types of study is an observational of cross sectional study design. This study doing by calculating energy sufficiency, protein, calcium, phosphorus, magnesium, zinc, vitamin A and vitamin C by using 24 hours food recall method. This sample of research is all students stunting as many as 67 people. The results of this study to show that the consumption pattern of child stunting in SDN 064994 according to the amount of food based on the adequacy of macro nutrients such as energy sufficiency is 68,7% deficient category, protein sufficiency is 47,8% good category, and to the adequacy of micro nutrients such as calcium sufficiency is 80,6%, phosphorus is 53,7%, zinc is 98,5% and vitamin C is 80,6% medium category, while magnesium is 62,7% and vitamin A is 50,7% sufficient category. By the type of food consumed an average of 3 types per day and most of the child stunting consume rice as staple food, fish and eggs as a side dish, spinach, kale and mustard greens as a vegetable. From the results of the study suggested the school in cooperate with the primary health care that gives nutritional education school children and to cafeteria that provide healthy snacks and to students stunting to consume vegetables and fruits every day to be able to catch up growth. Keywords : Consumption Pattern,, Elementary School PENDAHULUAN Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada masa balita dan kurangnya konsumsi gizi yang seimbang dalam makanannya sehari-hari sehingga tidak adanya pencapaian pertumbuhan yang sempurna pada masa berikutnya. Anak yang menderita kekurangan gizi akan mengakibatkan daya tangkapnya berkurang, penurunan konsentrasi belajar, anak tidak aktif bergerak, lemah daya tahan tubuhnya, dan pertumbuhan fisik tidak optimal sehingga postur tubuh anak cendrung pendek. merupakan kegagalan untuk mencapai pertumbuhan optimal yang disebabkan oleh keadaan gizi kurang yang berlangsung dalam waktu yang lama.

Status stunting dihitung dengan menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak umur 5-19 tahun yaitu dengan menghitung nilai Z-score TB/U masing-masing anak (UNICEF, 2012). Prevalensi stunting dibeberapa Negara di Afrika, Asia, Amerika Selatan dan Amerika Tengah dan Kaniba berkisar antara 30-50%. Prevalensi stunting pada anak- anak berusia dibawah lima tahun di Guatemala mengalami peningkatan di tahun 1998 prevalensi stunting 53,1% dan pada tahun 2002 menjadi 54,3%. Begitu juga dengan Haiti mengalami peningkatan dari tahun 2000 prevalensi stunting 28,3% menjadi 29,7% pada tahun 2006, dan Peru terjadi penurunan di tahun 1996 yaitu 31,6%, prevalensi stunting di Peru masih berada dikisaran 30% pada tahun 2005, sedangkan prevalensi stunting di Asia tahun 2007 adalah 30,6% (UNSCN, 2008). Berdasarkan Riskesdas tahun 2010 prevalensi stunting di Sumatera Utara sebesar 43,2% dengan kategori sangat pendek sebesar 20,6% dan pendek sebesar 22,6% (Depkes, 2010). Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi sangat pendek sebesar 30-39% dan serius bila prevalensi pendek >40% (WHO, 2010). Terdapat 20 provinsi diatas prevalensi nasional termasuk Sumatera Utara yang berada pada urutan kedelapan dan termasuk kategori serius (Depkes RI, 2013). Anak sekolah dasar baik laki-laki dan perempuan sedang mengalami masa pertumbuhan adalah modal dasar dan asset yang sangat berharga bagi pembangunan bangsa di masa depan. Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek ketika memasuki usia sekolah. Hal ini merupakan indikator kurang gizi kronis. Prevalensi anak pendek ini semakin meningkat dengan bertambahnya umur, dan gambaran ini ditemukan baik pada laki-laki maupun perempuan (Devi, 2012). Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan, energi, berpikir, beraktivitas fisik, dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan anak sekolah adalah seluruh zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak, serta zat gizi mikro seperti vitamin, dan mineral. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan relatif cepat terutama penambahan tinggi badan (Cakrawati dan Mustika, 2011). Pada rentang usia 10-12 tahun kebutuhan kalsium, seng, dan fosfor mulai mulai meningkat dan merupakan angka tertinggi sepanjang kehidupan. Hal ini disebabkan pada usia 10-18 tahun adalah masa pertumbuhan tinggi badan yang begitu pesat dan pembentuk masa tulang atau kepadatan tulang, untuk itu dibutuhkan nutrisi yang cukup pada rentang usia tersebut ( Almatsier, 2001). Berdasarkan penelitian Setijowati (2005), bahwa rendahnya TB/U dikarenakan rendahnya asupan kalori dan protein yang tentunya ditunjang dengan rendahnya konsumsi yodium dan seng, akibatnya berpengaruh terhadap tinggi badan selain perlu suplementasi double micronutrien (yodium dan seng) juga perlu diperhatikan status gizi awalnya (cukup atau tidaknya konsumsi kalori dan protein). Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola konsumsi anak stunting di SDN 064994 Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi, jenis, dan jumlah makanan berdasarkan kecukupan zat gizi makro (energi dan protein), dan kecukupan zat gizi mikro (kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A dan vitamin C) anak stunting di SDN 064994 Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat observasional. Objek penelitian adalah pola konsumsi anak stunting. Penelitian dilaksanakan di SDN 064994 Medan Marelan dari Februari sampai Desember 2014. Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh siswa stunting kelas IV, V, dan VI yang diukur berdasarkan penjaringan indeks antropometri TB/U di SDN 064994 Medan Marelan. Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan alat bantu komputer. Data yang telah selesai dikumpulkan kemudian akan diolah menggunakan aplikasi komputer dan akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dapat dianalisis secara deskriptif. Data primer seperti pola konsumsi diperoleh dari hasil wawancara menggunakan form food recall 24 jam dan food frequency dan tinggi badan siswa dilakukan dengan mengukur TB/U. Sedangkan data sekunder berupa jumlah keseluruhan siswa dan identitas siswa yang diperoleh dari catatan pihak SDN 064994 Medan Marelan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik anak stunting di SDN 064994 Medan Marelan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Karakteristik Anak di SDN 064994 No 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. Karakteristik Anak Umur 7-9 tahun 10-12 tahun 13-15 tahun n % 14 51 2 20,9 76,1 3,0 Jenis Kelamin Laki-laki 42 62,7 Perempuan 25 37,3 Pekerjaan Orangtua Karyawan Swasta PNS Wiraswasta TNI/POLRI BUMN 7 3 55 1 1 10,4 4,5 82,1 1,5 1,5 Pendapatan Orangtua <1.000.000 18 26,9 1.000.000-3.000.000 45 67,2 >3.000.000 4 6,0 Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa anak stunting yang terbanyak terletak pada rentang usia 10-12 tahun sebesar 76,1% dengan jenis kelamin laki-laki yang lebih mendominasi sebesar 62,7%. Rata-rata pekerjaan orangtua anak stunting yaitu wiraswasta sebesar 82,1% yang berpendapatan rata-rata 1.000.000-3.000.000 per bulannya sebesar 67,2%. Tabel 2. Distribusi Anak di SDN 064994 Jumlah Persentase 55 82,1 12 17,9 Dari tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa status stunting pendek dan sangat pendek di SDN 064994 yaitu 82,1% dan 17,9% tergolong tinggi karena menurut Riskesdas 2010 prevalensi pendek dan sangat pendek hanya 22,6% dan 20,6%. Tabel 3. Distribusi Jenis Makanan Anak di SDN 064994 Jenis Makanan Jumlah Persentase Baik 10 14,9 Sedang 36 53,7 Tidak Baik 21 31,3 Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi makanan anak stunting di SDN 064994 setiap kali makan mengonsumsi 3 jenis makanan dalam sehari, yaitu terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, dan sayur. Umumnya anak stunting mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok daging hanya sedikit dikonsumsi, dikarenakan faktor ekonomi dan anak stunting lebih banyak mengonsumsi ikan segar dan telur sebagai lauk hewani, dan sayuran yang sering dikonsumsi anak stunting adalah sayur bayam, kangkung, dan daun singkong. Untuk buah sebagian besar siswa jarang mengonsumsi buah, hal

ini dikarenakan anak lebih senang jajan jajanan ringan dibanding makan buah. Umumnya jajanan yang sering dikonsumsi anak adalah bakso dan chiki. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi dan jumlah anak yang tergolong sering mengonsumsi jajanan tersebut. Jajanan ini sering dikonsumsi anak dikarenakan baik di sekolah maupun di sekitar rumah terdapat penjual bakso dan chiki sehingga anak sering mengonsumsinya. Tabel 4. Distribusi Kecukupan Energi, Protein, Kalsium, Fosfor, Magnesium, Seng, Vitamin A dan Vitamin C Anak di SDN 064994 No Kecukupan Zat Gizi 1 Energi Baik Sedang Defisit Jumlah Persentase 3 5 13 46 4,5 7,5 19,4 68,7 2 Protein Baik Sedang Defisit 32 14 6 15 47,8 20,9 9,0 22,4 3 Kalsium 13 19,4 54 80,6 4 Fosfor 31 46,3 36 53,7 5 Magnesium 42 62,7 25 37,3 6 Seng 1 1,5 66 98,5 7 Vitamin A 34 50,7 33 49,3 8 Vitamin C 13 19,4 54 80,6 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada umumnya asupan energi, kalsium, seng dan vitamin C dikonsumsi dalam jumlah sedikit sehingga kurang memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan. Sedangkan asupan fosfor, magnesium, dan vitamin A dikonsumsi dalam jumlah yang cukup oleh lebih dari setengah anak stunting, bahkan jumlah asupan protein siswa stunting tergolong baik, hampir setengah dari anak stunting yang jumlah konsumsi proteinnya tergolong baik. Tabel 5. Tabulasi Silang Kecukupan Energi Berdasarkan Kecukupan Energi Baik Sedang Defisit Total n % n % 3 5,5 4 7,3 11 20,0 37 67,3 55 100,0 0 0,0 1 8,3 2 16,7 9 75,0 12 100,0 Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar anak pendek mengalami defisit kecukupan energi sebanyak 37 anak (67,3%). Sama hal dengan anak pendek bahwa hampir seluruh anak sangat pendek mengalami defisit energi (75,0 %). Hal ini dapat diakibatkan oleh makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh anak stunting baik di rumah maupun dari luar rumah seperti jajanan belum bisa mencukupi kebutuhan energi yang dibutuhkan dalam sehari. Kebiasaan anak yang tidak sarapan pagi, jumlah asupan makanan pokok yang kurang dan frekuensi makan makanan pokok yang dikonsumsi hanya dua kali juga mengakibatkan kebutuhan energi anak belum tercukupi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Jumirah, dkk (2007) pada anak sekolah dasar di Desa Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan bahwa dalam penelitian tersebut anak yang sangat pendek umumnya mempunyai konsumsi energi yang kurang dan defisit, sementara anak-anak yang status gizinya normal (tidak pendek) menunjukkan konsumsi energi yang bervariasi dari tingkat konsumsi energi baik sampai defisit.

Tabel 6. Tabulasi Silang Kecukupan Protein Berdasarkan Kecukupan Protein Kuran Baik Sedang Defisit Total g n % n % 29 52,7 9 16,4 5 9,1 12 21,8 55 100,0 3 25,0 5 41,7 1 8,3 3 25,0 12 100,0 Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata anak pendek kecukupan proteinnya sudah baik yaitu sebanyak 29 anak (52,7%). Pada kategori sangat pendek kecukupan proteinnya bervariasi terdapat sebanyak 5 anak (41,7%) kecukupan proteinnya tergolong sedang. Konsumsi protein anak stunting lebih baik dibanding konsumsi energi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa anak stunting di SDN 064994 Kelurahan Tanah Enam Ratus ratarata konsumsi ikan dalam seminggu sebanyak 4-6 kali sehari. Hal ini disebabkan daerah tempat tinggal mereka yang dekat dengan pesisir sehingga tidak sulit untuk mendapatkan ikan dan ikan selalu tersedia di pasar yang mudah dijangkau oleh setiap keluarga, bahkan ada beberapa murid yang hampir setiap harinya salah satu anggota keluarga membawa pulang ikan segar dari pasar ataupun dari tempat pelelangan ikan yang bekerja sebagai buruh. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Jumirah, dkk (2007) pada anak sekolah dasar di Desa Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan bahwa ternyata anak-anak yang mempunyai tinggi badan normal ada yang mengalami asupan protein yang defisit pada saat ini. Bahkan sebaliknya anak-anak yang tinggi badannya pendek ternyata saat ini mempunyai asupan protein yang baik. Tabel 7. Tabulasi Silang Kecukupan Kalsium Berdasarkan Kecukupan Kalsium Total 44 80,0 11 20,0 55 100,0 10 83,3 2 16,7 12 100,0 Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata anak pendek dan sangat pendek memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong kurang terlihat dari persentase anak pendek yang kurang kalsium sebesar 80,0% dan anak sangat pendek sebesar 83,3%. Hal ini dapat diakibatkan dari frekuensi konsumsi makanan yang kaya akan kalsium seperti udang kering, teri kering, tahu dan sayuran seperti bayam, sawi, daun melinjo, daun katuk, dan daun singkong serta susu bubuk dan susu kental manis yang hanya sebagian kecil anak stunting yang mengonsumsi makanan tersebut yang sangat berguna untuk pertumbuhan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Solia (2014) hubungan pola konsumsi dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun di SDN 173538 Balige bahwa dari 60 anak, terdapat 48,3 % mengalami defisit kalsium, 6,7 % anak mengalami kurang kalsium, 6,7 % anak kecukupan kalsium sedang dan 38,3 % anak kecukupan kalsium baik yang berarti bahwa erat hubungan antara kecukupan kalsium dengan pertumbuhan tinggi badan anak. Tabel 8. Tabulasi Silang Kecukupan Fosfor Berdasarkan Kecukupan Fosfor Total 30 54,5 25 45,5 55 100,0 6 50,0 6 50,0 12 100,0

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian dari anak stunting baik anak pendek maupun anak sangat pendek memiliki kecukupan fosfor yang tergolong kurang dan sebagian lagi tergolong cukup. Hal ini terlihat dari presentasenya yaitu sebesar 54,5% pada anak pendek dan 50,0% untuk anak sangat pendek. Hal ini disebabkan pada umumnya anak stunting mengonsumsi makanan sumber fosfor dalam jumlah kecil dan kurang menyukai makanan yang mengandung fosfor seperti teri kering, tahu, kacang-kacangan, sayuran seperti kentang, bayam, daun singkong, dan wotel, pada buah-buahan seperti pisang ambon. Tabel 9. Tabulasi Silang Kecukupan Magnesium Berdasarkan Kecukupan Magnesium Total 19 34,5 36 65,6 55 100,0 6 50,0 6 50,0 12 100,0 Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa sebagian besar anak pendek memiliki kecukupan magnesium yang cukup sebanyak 36 anak (65,6 %) dan anak sangat pendek kecukupan magnesiumnya sebagian kurang dan sebagiannya lagi cukup yaitu sebanyak 6 orang (50,0 %). Dari hasil wawancara pada anak stunting didapatkan sebagian besar anak jarang mengonsumsi sayuran terlihat dari konsumsi sayur perminggu yang hanya 1-3 kali perminggu dan 4-6 kali perminggu dan hanya dikonsumsi dalam jumlah sedikit bahkan ada beberapa anak stunting yang tidak makan sayur dengan alasan tidak suka makan sayur, sehingga asupan magnesium sehari-hari tidak tercukupi. Tabel 10. Tabulasi Silang Kecukupan Seng Berdasarkan Kecukupan Seng Total 54 98,2 1 1,8 55 100,0 12 100,0 0 0,0 12 100,0 Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa hampir seluruh anak stunting baik pada anak pendek maupun anak sangat pendek dengan kecukupan seng yang kurang yaitu sebesar 98,2 % atau sebanyak 54 anak pendek dan untuk anak sangat pendek sebesar 100,0 % atau seluruh anak sangat pendek memiliki kecukupan seng kurang. Hal ini disebabkan konsumsi lauk pauk yang mengandung seng jarang dikonsumsi seperti daging, ayam, seafood dan susu. Jika hal ini berkepanjangan terus maka dapat memperparah proses pertumbuhannya. Berdasarkan penelitian Mardewi (2014) tentang kadar seng rendah sebagai faktor risiko perawakan pendek pada anak bahwa rata-rata kadar seng serum pada anak dengan perawakan pendek lebih rendah dibandingkan anak dengan perawakan normal. Tabel 11. Tabulasi Silang Kecukupan Vitamin A Berdasarkan Kecukupan Vitamin A Total 25 45,5 30 54,5 55 100,0 8 66,7 4 33,3 12 100,0 Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar anak pendek kecukupan vitamin A tergolong cukup yaitu sebesar 54,5 % atau sebanyak 30 anak dan anak sangat pendek sebagian besar kecukupan vitamin A tergolong kurang sebesar 66,7 % atau sebanyak 8 anak.

Tabel 12. Tabulasi Silang Kecukupan Vitamin C Berdasarkan Kecukupan Vitamin C Total 43 78,2 12 21,8 55 100,0 11 91,7 1 8,3 12 100,0 Berdasarkan tabel 12 terlihat bahwa sebagian besar anak pendek mempunyai kecukupan vitamin C yang tergolong kurang sebesar 78,2 % atau sebanyak 43 anak dan hampir seluruh anak sangat pendek memiliki kecukupan vitamin C kurang yaitu sebesar 91,7 % atau sebanyak 11 orang. Kekurangan dalam konsumsi kecukupan vitamin A dan vitamin C disebabkan kesadaran oleh anak stunting untuk membiasakan makan sayur dan buah setiap kali makan. Konsumsi buah pada umumnya dikonsumsi hanya 1-3 kali dalam seminggu dengan jumlah yang sedikit dibandingkan dengan yang diajurkan. Sama halnya dengan buah sayuran juga dikonsumsi dalam jumlah sedikit, biasanya sayuran yang dikonsumsi juga dipilih sesuai selera anak dan yang sering dikonsumsi antara lain, bayam, kangkung daun ubi dengan frekuensi makan 4-6 kali dalam seminggu. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1. Pola konsumsi anak stunting di SDN 064994 Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan menurut jenis makanan masih belum beraneka ragam, dapat diketahui dari kurangnya variasi menu setiap kali makan. Sedangkan untuk frekuensi makan masih cenderung mengonsumsi makanan makanan pokok, lauk pauk, dan sayuran, sementara buah dan susu masih sangat kurang dikonsumsi. 2. Kecukupan zat gizi makro anak stunting yaitu kecukupan energi sebesar 68,7% tergolong defisit, dan kecukupan protein sebesar 47,8% tergolong baik. 3. Kecukupan zat gizi mikro anak stunting yaitu kalsium sebesar 80,6%, fosfor sebesar 53,7%, seng sebesar 98,5% dan vitamin C sebesar 80,6% tergolong kurang, sementara kecukupan magnesium sebesar 62,7% dan vitamin A sebesar 50,7% kategori cukup. 2. Saran 1. Pihak sekolah bekerjasama dengan petugas puskesmas agar memberikan penyuluhan gizi anak sekolah serta kepada pihak kantin agar menyediakan jajanan sehat. 2. Kepada siswa/i stunting agar mengonsumsi lauk pauk seperti ikan teri, tempe, dan tahu, dan sayuran seperti bayam, kangkung, daun singkong, sawi, daun katuk, wortel, kentang, kacang panjang, kembang kol, dan brokoli dan kacang-kacangan seperti, kacang hijau, kacang kedelai, kacang tanah dan buah-buahan seperti pisang, jeruk, mangga rambutan, jambu biji, papaya, nenas, semangka, dan mangga setiap hari guna tercukupinya zat gizi khususnya untuk pertumbuhan tulang agar dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhan. DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit PT Granmedia Pustaka Utama. Cakrawati dan Mustika. 2011. Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung : Alfabeta. Depkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Devi, N. 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Kompas. Jumirah, Zulhaida, dan Evawany. 2008. Status Gizi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Anak Sekolah Dasar di Desa Namo Gajah, Kecamatan Medan Tuntungan. Medan : FKM USU. Mardewi, K. 2014. Kadar Seng Serum Rendah Sebagai Faktor Risiko Perawakan Pada Anak. Tesis. Denpasar : Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik. Universitas Udayana. Setijowati, N. 2005. Hubungan Kadar Seng Serum dengan Tinggi Badan Anak Sekolah Dasar Penderita GAKY. Malang. Universitas Brawijaya. Solia, R. 2014. Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Usia 6-12 Tahun di SDN 173538 Balige. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. UNICEF Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. http://www.unicef.org/indonesia/id /A6_- _B_Ringkasan_Kajian_Gizi.pdf. Diakses tanggal 16 Juli 2014. UNSCN. 2008. 6 th Report on The World Nutrition Situation. Geneva : SCN.