4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Perikanan

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar. Kadar air, ph, C-Organik, Bahan Organik, N total. Berikut data hasil analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Limbah Cair Tahu pada Tinggi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

S U N A R D I A

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan. 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR. St. Chadijah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

Nur Rahmah Fithriyah

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

Transkripsi:

25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik bokashi adalah tepung ikan, dedak padi dan ampas kelapa. Hasil analisis proksimat dan hara makro pada bahan baku disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis proksimat dan hara makro bahan baku pupuk bokashi Parameter Bahan baku Tepung ikan Dedak padi Ampas kelapa Proksimat Air (%) 7.60±0,04 10.51±0,09 70.52±0,36 Abu (%) 22.34±0,28 11.16±0,64 0.24±0,01 Lemak (%) 16.69±0,02 12.39±0,21 3.75±0,19 Protein (%) 55,62±0,06 29,51±0,56 5,85±0,04 Hara makro C-organik (%) 9,36±0,20 11,68±0,11 7,85±0,14 Total N (%) 9,63±0,01 5,28±0,10 0,93±0,01 Rasio C/N 0,97 2,21 8,44 Total K (%) 0,30 ±0,00 0,54±0,01 0,63±0,01 Total P (%) 3,26±0,08 0,53±0,00 0,03±0,00 Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tepung ikan yang dihasilkan memiliki kadar air sebesar 7,60%, kadar abu sebesar 22,34%, kadar lemak sebesar 16,69%, kadar protein sebesar 55,52%, C-organik sebesar 9,36%, Total N sebesar 9,63%, nilai rasio C/N sebesar 0,97, total K sebesar 0,30% dan total P sebesar 3,26%. Total nitrogen dan total fosfor tepung ikan yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 9,63% dan 3,26% yang menunjukkan bahwa tepung ikan yang dihasilkan cukup potensial sebagai sumber nitrogen dan fosfor untuk pupuk organik bokashi. Kandungan nitrogen yang dianjurkan untuk bahan baku pupuk organik yaitu > 3%, sedangkan untuk fosfor yaitu > 0,5% (Sutanto 2002). Kadar lemak tepung ikan yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 16,69%. Nilai ini melebihi kadar lemak bahan baku pupuk yang baik yaitu 1%-15%. Kandungan kadar lemak yang terlalu tinggi pada bahan baku pupuk organik dapat memperlambat proses pengomposan. Hal ini disebabkan aktivitas mikrob

26 pengurai bahan organik yang terhambat oleh tingginya kandungan lemak, terutama dari golongan Actinomycetes. Untuk bahan baku yang memiliki kadar lemak tinggi, umumnya dilakukan proses pengeluaran minyak melalui pengepresan sebelum bahan baku digunakan atau dikomposkan (Sutanto 2002). Dedak padi memiliki kadar C-organik paling tinggi yaitu 11,68% yang potensial digunakan sebagai sumber karbon pada proses pengomposan. Dedak dan sekam padi merupakan bahan baku yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik karena memiliki kandungan karbon yang tinggi dan rasio C/N yang baik. Bahan ini umumnya dikombinasikan dengan bahan lain seperti kotoran sapi atau limbah sayuran sebagai sumber nitrogen sehingga dapat dihasilkan pupuk yang mampu memenuhi kebutuhan hara makro dan mikro untuk tanaman (Mustari 2004). 4.2 Pengomposan Pupuk organik bokashi diproduksi melalui proses pengomposan bahan baku (tepung ikan, dedak padi, ampas kelapa) dengan bioaktifator EM. Proses pengomposan berlangsung selama 18 hari dengan dilakukan pengamatan beberapa parameter untuk menentukan kematangan pupuk. Parameter yang diamati selama proses pengomposan adalah ph dan suhu pupuk yang diamati setiap hari selama proses pengomposan berlangsung. 4.2.1 Perubahan ph Nilai ph merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas akhir pupuk organik. Pupuk yang baik memiliki ph akhir berkisar antara 6,7-7,0. Perubahan ph selama proses pengomposan dapat menjadi suatu parameter aktivitas mikroba dalam mendekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat dalam bahan baku pembuatan pupuk organik. Perubahan ph pupuk selama proses pengomposan disajikan pada Gambar 3. Perubahan ph selama proses pengomposan yang disajikan pada Gambar 3 memperlihatkan tren yang sama untuk semua perlakuan yaitu penurunan ph pada awal proses pengomposan hingga titik ph terendah pada hari ke-5 lalu ph meningkat hingga mendekati ph normal pada hari ke-18. Hal ini selaras dengan pernyataan Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa pada umumnya, ph selama

27 proses pengomposan akan turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam. Adanya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisikan, yaitu bakteri perombak protein, maka ph akan kembali naik setelah beberapa hari dan ph akan berada pada kondisi netral pada akhir proses pengomposan. Kenaikan ph juga dipicu oleh perombakan senyawa nitrogen kompleks menjadi basa nitrogen oleh mikrob. ph 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 P0 P 0 (Tepung ikan 100%) P1 P 1 (Tepung ikan 30%) P2 P 2 (Tepung ikan 40%) P3 P 3 (Tepung ikan 50%) P4 (Tepung ikan 60%) P 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Hari ke- Gambar 3 Grafik perubahan ph pupuk selama proses pengomposan Perubahan ph terkecil dicapai oleh perlakuan P 0, sedangkan perubahan ph terbesar dicapai oleh perlakuan P 1. Dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa semakin besar komposisi tepung ikan yang digunakan pada pembuatan pupuk, maka perubahan ph semakin kecil. Perbedaan perubahan ph pada tiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan ketersediaan karbon karena perbedaan komposisi sumber karbon yang ditambahkan sehingga akan mempengaruhi aktivitas mikroba selama proses pengomposan. Menurut Goyal et al. (2005), senyawa karbon pada proses pengomposan digunakan oleh mikroba pengompos sebagai sumber energi atau bahan bakar untuk merombak senyawa organik komplek menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pada perlakuan P 0, ketersediaan karbon hanya terbatas dari tepung ikan yang memiliki kandungan C-organik yang rendah sehingga aktivitas mikroba pengurai tidak optimal, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 yang memiliki ketersediaan karbon lebih banyak karena adanya kontribusi dedak padi sebagai sumber karbon tambahan sehingga memungkinkan mikroba

28 untuk memiliki aktivitas yang lebih optimal, terutama untuk perlakuan P 1 yang memiliki komposisi dedak padi lebih banyak yaitu 50%. Aktivitas mikroba selama proses pengomposan juga dipengaruhi oleh kadar lemak dari tepung ikan yang cukup tinggi. Perlakuan P 0 memiliki aktivitas yang paling rendah yang terlihat dari perubahan ph yang kecil dikarenakan komposisi tepung ikan yang paling besar yaitu 100% sehingga perubahan ph selama proses pengomposan lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan P 1 memiliki aktivitas yang paling tinggi dikarenakan komposisi tepung ikan yang paling rendah yaitu 30%. Kandungan lemak yang terlalu tinggi pada bahan baku pupuk dapat memperlambat proses pengomposan. Hal ini disebabkan aktivitas mikroba pengurai bahan organik yang terhambat oleh tingginya kandungan lemak, terutama dari golongan bakteri (Sutanto 2002). 4.2.2 Perubahan suhu Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam proses pengomposan. Selama proses pengomposan, panas dihasilkan dari aktifitas mikroba saat proses pencernaan bahan organik. Perubahan suhu pupuk bokashi selama proses pengomposan disajikan pada Gambar 4. Suhu ( C) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 P0 P 0 (Tepung ikan 100%) P1 P 1 (Tepung ikan 30%) P2 P 2 (Tepung ikan 40%) P3 P 3 (Tepung ikan 50%) P4 (Tepung ikan 60%) P 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Hari ke- Gambar 4 Grafik perubahan suhu pupuk bokashi selama proses pengomposan Gambar 4 menunjukkan perbedaan pola perubahan suhu pada setiap perlakuan. Pola perubahan suhu selama proses pengomposan pada perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 memiliki kecendrungan pola yang sama, sedangkan perlakuan P 0 memiliki pola yang berbeda dengan perlakuan lainnya. Dapat dilihat pada

29 Gambar 4 bahwa semakin besar komposisi tepung ikan yang digunakan pada pembuatan pupuk, maka perubahan suhu yang dihasilkan semakin besar. Perbedaan pola perubahan suhu pada tiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan ketersediaan karbon yang akan mempengaruhi aktivitas mikroba selama proses pengomposan. Menurut Goyal et al. (2005), senyawa karbon pada proses pengomposan digunakan oleh mikroba pengompos sebagai sumber energi atau bahan bakar untuk merombak senyawa organik komplek menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selama proses perombakan, mikroba akan melepaskan energi panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan suhu. Pada perlakuan P 0, ketersediaan karbon hanya terbatas dari tepung ikan yang memiliki kandungan C-organik yang rendah sehingga aktivitas mikroba pengurai tidak optimal, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 yang memiliki ketersediaan karbon lebih banyak karena adanya kontribusi dedak padi sebagai sumber karbon tambahan sehingga memungkinkan mikroba untuk memiliki aktivitas yang lebih optimal. Aktivitas mikrob selama proses pengomposan juga dipengaruhi oleh kadar lemak dari tepung ikan yang cukup tinggi, sama halnya pada perubahan ph. Perlakuan P 0 memiliki aktivitas yang paling rendah dikarenakan komposisi tepung ikan yang paling besar yaitu 100% sehingga perubahan suhu selama proses pengomposan lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan P 1 memiliki aktivitas yang paling tinggi dikarenakan komposisi tepung ikan yang paling rendah yaitu 30%. Kandungan lemak yang terlalu tinggi pada bahan baku pupuk dapat memperlambat proses pengomposan. Hal ini disebabkan aktivitas mikroba pengurai bahan organik yang terhambat oleh tingginya kandungan lemak, terutama dari golongan bakteri (Sutanto 2002). Aktivitas mikroba juga dapat dipengaruhi oleh kandungan air pada bahan selama proses pengomposan. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-60 % adalah kisaran kelembaban optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15% (Isroi 2008). Pola perubahan suhu yang fluktuatif selama proses pengomposan disebabkan oleh penurunan kandungan air

30 pada bahan. Penurunan suhu pada hari ke-5 hingga hari ke-10 disebabkan oleh kandungan air yang menurun yang menyebabkan aktivitas mikroba pengurai menurun, meskipun masih terdapat bahan organik yang dapat diurai. Setelah penambahan kadar air pada hari ke-10, suhu kembali naik yang menandakan aktivitas mikroba kembali meningkat. 4.3 Kualitas Pupuk Bokashi Kualitas pupuk merupakan salah satu faktor yang menentukan keefektifan penggunaan pupuk saat diaplikasikan ke tanaman. Kualitas pupuk mencakup kandungan hara makro dan mikro, kadar air, kandungan bahan organik, ph dan rasio C/N. Kualitas pupuk organik bokashi yang diujikan adalah hara makro yang mencakup kadar karbon organik, kadar nitrogen, rasio C/N, kadar fosfor dan kadar kalium. 4.3.1 Kadar karbon organik Karbon organik merupakan salah satu komponen penting dalam proses metabolisme dan sintetis makhluk hidup. Unsur karbon dapat membentuk senyawa rantai karbon yang berperan dalam pembentukan senyawa organik. Pada tumbuhan, senyawa karbon organik berperan dalam pembentukan selulosa dan pembentukan jaringan-jaringan serat (Satya et al. 2010). Hasil analisis C-organik pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan kandungan C-organik pupuk P 0, P 1, P 2, P 3, dan P 4 secara berurutan adalah 13,17%, 17,77%, 17,65%, 17,24% dan 16,21%. Hasil perhitungan kandungan C-organik pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan C-organik tertinggi terdapat pada pupuk P 1 yaitu sebesar 17,77%, sedangkan kandungan C-organik terkecil terdapat pada pupuk P 0 yaitu sebesar 13.17%. Perbedaan kandungan C-organik pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan komposisi bahan baku yang ditambahkan pada pupuk. Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin besar komposisi tepung ikan yang digunakan dalam pembuatan pupuk, maka kandungan C-organik yang dihasilkan semakin kecil. Semakin besar komosisi tepung ikan yang digunakan, maka akan memperkecil komposisi bahan baku lain yang memiliki kandungan C-organik yang lebih besar dari tepung ikan. Perlakuan P 0 memiliki selisih nilai C-organik

31 yang cukup jauh dengan perlakuan lainnya karena sumber karbon hanya terbatas dari tepung ikan yang memiliki nilai C-organik yang rendah, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 mendapat tambahan suplai karbon dari penambahan dedak padi dan ampas kelapa yang memiliki kandungan C-organik yang lebih tinggi. Perlakuan P 1 dengan komposisi tepung ikan yang digunakan paling kecil memiliki kandungan C-organik yang paling tinggi karena kontribusi bahan baku lainnya lebih besar. Perbandingan komposisi bahan baku akan mempengaruhi kandungan unsur hara yang dihasilkan. Perbandingan komposisi bahan baku pupuk organik yang tepat serta penggunaan teknologi pengomposan yang baik akan menghasilkan pupuk yang memiiki kualitas yang baik dan mampu dimanfaatkan dengan mudah oleh tanaman (Suwahyono 2011). C-Organik 20,00% 18,00% 16,00% 14,00% 12,00% 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% 17,77 + 0,23 17,24 + 0,13 17,65 + 0,23 16,21 + 0,32 13,17 + 0,30 P0 P 0 P1 P 1 P2 P 2 P3 P 3 P4 P 4 Perlakuan Gambar 5 Kandungan C-organik pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan), P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Kandungan C-organik pada perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 tidak menunjukkan perbedaan yang jauh, sedangkan komposisi yang digunakan berbeda. Hal ini disebabkan oleh aktivitas mikroba yang menggunakan karbon sebagai sumber energi selama proses pengomposan. Dalam kondisi anaerobik, karbon organik diubah menjadi karbondioksida, metana dan lain-lain (Jenie dan Rahayu 1993). Berdasarkan hasil analisis, kualitas semua pupuk organik bokashi yang dihasilkan memiliki kandungan C-organik yang berkisar antara 13,17%-17,77%.

32 Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik yang dihasilkan sudah memenuhi nilai kandungan C-organik menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu sebesar 9,80-32,00%. 4.3.2 Total nitrogen Unsur nitrogen atau N merupakan unsur hara di dalam tanah yang sangat berperan bagi pertumbuhan tanaman. Hasil analisis total nitrogen pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 6. Total N 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% 7,80 + 0,04 5,70 + 0,04 4,09 + 0,00 3,23 + 0,01 3,37 + 0,02 P0P 0 P1 P 1 P2P 2 P3 P 3 P4P 4 Perlakuan Gambar 6 Kandungan total nitrogen pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan, P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Hasil perhitungan kandungan total nitrogen pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan total nitrogen tertinggi terdapat pada pupuk P 0 yaitu sebesar 7,80%, sedangkan kandungan total nitrogen terkecil terdapat pada pupuk P 1 yaitu sebesar 3.23%. Perbedaan kandungan total nitrogen pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan komposisi tepung ikan yang diberikan. Perlakuan P 0 memiliki kandungan total nitrogen yang paling tinggi karena perlakuan P 0 dibentuk dari 100% tepung ikan, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 terdiri dari kombinasi tepung ikan, dedak padi dan ampas kelapa dengan konsentrasi yang berbeda. Semakin besar proporsi tepung ikan yang ditambahkan, maka kandungan total nitrogen yang dihasilkan semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supadma dan Arthagama (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan unsur nitrogen bahan baku yang ditambahkan, tingkat

33 dekomposisi akan semakin mudah sehingga akan menghasilkan nilai total nitrogen yang tinggi pada kompos yang dihasilkan. Unsur nitrogen sangat berperan dalam pembentukan senyawa protein dan klorofil. Kekurangan unsur nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan menyebabkan daun menjadi menguning (Yuliarti 2009). Berdasarkan hasil analisis, kualitas semua pupuk organik bokashi yang dihasilkan memiliki kandungan total nitrogen yang berkisar antara 3,23%-7,80%. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik yang dihasilkan sudah memenuhi nilai kandungan total N menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu sebesar > 0,40%. 4.3.3 Rasio C/N Nilai perbandingan C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Hasil perhitungan rasio C/N pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 7. 6,00 5,50 5,24 Rasio C/N 5,00 4,00 3,00 2,00 1,69 4,22 2,84 1,00 0,00 P0 0 P1 1 P2P 2 P3P 3 P4P 4 Perlakuan Gambar 7 Nilai rasio C/N pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan), P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Gambar 7 menunjukkan nilai rasio C/N pupuk P 0, P 1, P 2, P 3, dan P 4 secara berurutan adalah 1,69, 5,50, 5,24, 4,22 dan 2,84. Nilai rasio C/N pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa nilai rasio C/N tertinggi

34 terdapat pada pupuk P 1 yaitu sebesar 5,50, sedangkan nilai rasio C/N terkecil terdapat pada pupuk P 0 yaitu sebesar 1,69. Secara umum, nilai rasio C/N yang dihasilkan dari seluruh perlakuan tergolong kecil karena nilai rasio C/N yang dihasilkan < 10. Nilai rasio C/N yang dihasilkan seluruh perlakuan berkisar antara 1,69-5,50. Nilai tersebut belum memenuhi standar rasio C/N yang ditetapkan dalam SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu sebesar 10-20.. Nilai C/N merupakan perbandingan antara unsur karbon (C) dan unsur nitrogen (N). Pengomposan tergantung pada aktivitas mikroorganisme, sehingga dibutuhkan sumber karbon untuk menyediakan energi dan nitrogen sebagai zat pembangun sel mikroorganisme (Sembiring 2007). Nilai rasio C/N yang rendah dari setiap perlakuan disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang memiliki kandungan nitrogen yang tinggi. Jika nilai rasio C/N terlalu rendah karena bahan baku yang kaya nitrogen, maka karbon akan menjadi nutrien pembatas atau aktivitas penyerapan hara akan dibatasi oleh kadar karbon (Graves et al. 2000). Selama proses pengomposan, terjadi penurunan nilai rasio C/N karena penggunaan karbon oleh mikroba pengurai sebagai sumber energi untuk mendekomposisi bahan organik. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melaui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi (Ndegwa dan Thomson 2000). Gas ammonia yang terbentuk dapat menjadi racun bagi tanaman sehingga proses pelepasan ammonia diperlukan untuk mengurangi resiko kematian pada tanaman (Graves et al. 2000). Nilai rasio C/N yang tidak sesuai standar dapat mengindikasikan bahwa proses pengomposan belum selesai atau pupuk belum matang sehingga diperlukan proses lanjutan atau penambahan waktu pengomposan. Nilai nitrogen yang masih tinggi pada pupuk menandakan protein belum terdegradasi sempurna menjadi kompleks amino. Mikrob akan memecah protein menjadi kompleks amino menggunakan enzim proteolitik lalu menggunakannya sebagai makanan untuk tumbuh dan bertahan hidup, sehingga mikrob akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendekomposisi bahan yang kaya protein dibandingkan dengan bahan yang memiliki kandungan protein lebih rendah (Graves et al. 2000).

35 4.3.4 Total kalium Kalium merupakan unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman untuk menstimulasi pembentukan bunga, daun dan buah. Hasil analisis total kalium pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 8. Total K 1,80% 1,60% 1,40% 1,20% 1,00% 0,80% 0,60% 0,40% 0,20% 0,00% 1,48 + 0,02 1,19 + 0,01 1,15 + 0,01 1,05 + 0,01 0,92 + 0,00 P0 0 P1P 1 P2P 2 P3P 3 P4P 4 Perlakuan Gambar 8 Kandungan total kalium pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan), P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Hasil perhitungan kandungan total kalium pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan total kalium tertinggi terdapat pada pupuk P1 yaitu sebesar 1,48%, sedangkan kandungan total kalium terkecil terdapat pada pupuk P0 yaitu sebesar 0,92%. Perbedaan kandungan total kalium pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan komposisi bahan baku yang ditambahkan pada pupuk. Perlakuan P 0 memiliki kandungan total kalium yang paling kecil dikarenakan suplai kalium hanya berasal dari tepung ikan yang memiliki kandungan kalium rendah, sedangkan perlakuan lainnya (P 1, P 2, P 3, P 4 ) mendapat suplai kalium dari bahan baku lain (dedak padi dan ampas kelapa) yang memiliki kandungan kalium yang lebih besar dari tepung ikan. Tepung ikan sebagai bahan utama memiliki kandungan kalium yang relatif kecil yaitu 0,3% (dedak padi = 0,54%, ampas kelapa = 0,63%). Semakin besar proporsi tepung ikan dalam komposisi pupuk, maka akan memperkecil proporsi bahan baku lainnya sehingga kandungan kalium akan semakin kecil. Perbandingan komposisi bahan baku akan mempengaruhi kandungan unsur hara yang dihasilkan.

36 Perbandingan komposisi bahan baku pupuk organik yang tepat serta penggunaan teknologi pengomposan yang baik akan menghasilkan pupuk yang memiiki kualitas yang baik dan mampu dimanfaatkan dengan mudah oleh tanaman (Suwahyono 2011). Kalium berfungsi dalam pembentukan protein dan karbohidrat bagi tanaman. Selain itu, unsur ini juga beperan penting dalam pembentukan antibodi tanaman untuk melawan penyakit. Ciri fisik tanaman yang kekurangan kalium yaitu daun tampak keriting dan mengkilap. Lama kelamaan, daun akan menguning di bagian pucuk dan pinggirnya, bagian antara jari-jari daun juga menguning, sedangkan jari-jari tetap hijau. Ciri fisik lain akibat kekurangan unsur ini adalah tangkai daun menjadi lemah, dan mudah terkulai serta biji keriput (Muhammad 2007). Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K +. Kalium di dalam tanah ada dalam berbagai bentuk, yang potensi penyerapannya untuk setiap tanaman berbeda-beda. Ion-ion K + di dalam air tanah dan ion-ion K + yang di adsorpsi, dapat langsung diserap. Kalium pada tanaman berfungsi sebagai pembentuk dan pengangkut karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukan protein pada tanaman, mengatur kegiatan berbagai unsur mineral, menetralkan reaksi dalam sel terutama dari asam organik, menaikan pertumbuhan jaringan meristem, mengatur pergerakan stomata, memperkuat tegaknya batang tanaman sehingga tanaman tidak mudah roboh, mengaktifkan enzim, meningkatkan kadar karbohidrat dan gula dalam buah, membuat biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat, meningkatkan kualitas buah karena bentuk, kadar, dan warna yang lebih baik, membuat tanaman menjadi lebih tahan hama dan penyakit, dan membantu perkembangan akar tanaman (Syakir dan Gusmaini 2012). Berdasarkan hasil analisis, kualitas semua pupuk organik bokashi yang dihasilkan memiliki kandungan total kalium yang berkisar antara 0,92%-1,48%. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik yang dihasilkan sudah memenuhi nilai kandungan total kalium menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu sebesar > 0,10%.

37 4.3.5 Total Fosfor Unsur fosfor merupakan zat yang penting, tetapi selalu berada dalam keadaan kurang di dalam tanah. Hasil analisis total fosfor pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 9. 3,50% 3,00% 2,50% 2,90 + 0,02 2,10 + 0,08 2,33 + 0,01 2,38 + 0,15 Total P 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% 1,46 + 0,06 P0 0 P1P 1 P2P 2 P3P 3 P4P 4 Perlakuan Gambar 9 Kandungan total fosfor pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan), P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Hasil perhitungan kandungan total fosfor pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan total fosfor tertinggi terdapat pada pupuk P 0 yaitu sebesar 2,90%, sedangkan kandungan total fosfor terkecil terdapat pada pupuk P 1 yaitu sebesar 1,46%. Perbedaan kandungan total fosfor pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan komposisi tepung ikan yang diberikan. Perlakuan P 0 memiliki kandungan total fosfor yang paling tinggi karena perlakuan P 0 dibentuk dari 100% tepung ikan, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 terdiri dari kombinasi tepung ikan, dedak padi dan ampas kelapa dengan konsentrasi yang berbeda. Data total fosfor pada Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi tepung ikan yang ditambahkan, maka kandungan total P yang dihasilkan semakin besar. Kandungan total fosfor memiliki korelasi dengan kandungan total nitrogen. Menurut Hidayati et al. (2008), semakin besar nitrogen yang dikandung maka multiplikasi mikroorganisme yang merombak fosfor akan meningkat, sehingga kandungan fosfor dalam bahan juga meningkat, demikian

38 juga kandungan fosfor dalam pupuk seiring dengan kandungan fosfor dalam bahan. Unsur fosfor sangat penting sebagai sumber energi. Oleh karena itu, kekurangan fosfor dapat menghambat pertumbuhan dan reaksi-reaksi metabolism tanaman. Sementara itu, kandungan fosfor pada tanaman membantu dalam pertumbuhan bunga, buah, dan biji, serta mempercepat pematangan buah (Subaedah 2007). Berdasarkan hasil analisis, kualitas semua pupuk organik bokashi memiliki kandungan total fosfor antara 1,46% - 2,90%. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik yang dihasilkan sudah memenuhi nilai kandungan total fosfor menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu sebesar > 0,20%. 4.4 Aplikasi Pupuk Organik Bokashi Pengaruh aplikasi pupuk organik bokashi yang dihasilkan pada tanaman kangkung darat (I. reptana) diamati yang meliputi parameter laju pertumbuhan tinggi, tinggi panen, jumlah daun dan bobot basah panen. 4.4.1 Laju pertumbuhan tinggi kangkung darat (I. reptana) Laju pertumbuhan tinggi tanaman merupakan salah satu indikator keberhasilan pupuk untuk mensuplai unsur hara bagi tanaman. Laju pertumbuhan tinggi tanaman dihitung dari pertambahan tinggi tanaman setiap minggunya. Laju pertumbuhan tinggi kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan pemberian pupuk bokashi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tinggi tanaman kangkung darat. Perlakuan terbaik diperoleh perlakuan P 1 dengan laju pertumbuhan tinggi tertinggi dari perlakuan pupuk bokashi yaitu sebesar 9,50 cm/minggu, sedangkan laju pertumbuhan tinggi terendah terdapat pada perlakuan P 0 yaitu sebasar 7,75 cm/minggu. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan pupuk bokashi P 1 dan P 2 berbeda nyata dengan perlakuakn pupuk bokashi lainnya (P 0, P 3, P 4 ), sedangkan perlakuan P 1 dan P 2 tidak berbeda nyata serta perlakuan P 3 dan P 4 tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter laju pertumbuhan tinggi tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Lampiran 8a. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai rasio C/N dari setiap pupuk bokashi yang dihasilkan. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N paling tinggi

39 yaitu 5,50 dan 5,24, sedangkan perlakuan P 0 memiliki nilai rasio C/N terendah yaitu 1,69. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N yang paling mendekati rasio C/N tanah yaitu 10 yang merupakan nilai rasio C/N yang paling optimal untuk penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman. Nilai rasio C/N menandakan tingkat kematangan pupuk. Jika nilai rasio C/N terlalu rendah karena bahan baku yang kaya nitrogen, maka karbon akan menjadi nutrien pembatas atau aktivitas penyerapan hara akan akan terhambat dan dibatasi oleh kadar karbon. Rasio C/N yang terlalu rendah juga dapat menghambat penyerapan unsur hara lainnya sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Graves et al. 2000). Pemberian pupuk yang belum matang dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, bahkan dapat menyebabkan tanaman menjadi mati karena mikrob masih memiliki aktivitas untuk memecah bahan organik yang ada (Crawford 2003). 10,00 9,00 9,50 + 0,50 d 9,35 + 0,38 d 8,50 + 0,18 c 8,30 + 0,21 c 9,40 + 0,14 d Laju pertumbuhan (cm/minggu) 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 7,75 + 0,50 b 5,20 + 0,45 a KNK N P0 P 0 P1 P 1 P2 P 2 P3P 3 P4P 4 KP K P Perlakuan Gambar 10 Pengaruh perlakuan K N (tanpa pupuk), pupuk P 0 (100% tepung ikan), pupuk P 1 (30% tepung ikan), pupuk P 2 (40% tepung ikan), pupuk P 3 (50% tepung ikan), pupuk P 4 (60% tepung ikan), dan K P (pupuk kimia) terhadap laju pertumbuhan tinggi kangkung darat (I. reptana)

40 Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan terbaik pupuk bokashi yaitu perlakuan P 1 dengan K N (tanpa pupuk) terhadap laju pertumbuhan tinggi tanaman kangkung, namun tidak berbeda nyata dengan K P (pupuk kimia) selama masa tanam. Hal ini disebabkan perlakuan pemupukan mampu memberikan suplai unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Unsur hara pada perlakuan KN diduga tidak mampu mencukupi kebutuhan unsur hara pada akhir masa tanam sehingga laju pertumbuhan tinggi menjadi menurun pada akhir masa tanam karena hanya bergantung pada unsur hara dari tanah. Asupan unsur hara yang cukup akan menopang pertumbuhan tanaman seraca optimal, namun apabila asupan unsur hara tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman, maka pertumbuhan akan terhambat bahkan mati karena kekurangan makanan (Ruhnayat 2007). 4.4.2 Tinggi panen tanaman tanaman kangkung darat (I. reptana) Laju pertumbuhan tinggi tanaman merupakan salah satu indikator keberhasilan pupuk untuk mensuplai unsur hara bagi tanaman. Tinggi panen tanaman tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 menunjukkan pemberian pupuk bokashi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi panen tanaman kangkung darat. Perlakuan terbaik diperoleh perlakuan P 1 dengan tinggi panen tertinggi dari perlakuan pupuk bokashi yaitu sebesar 38,00 cm, sedangkan bobot basah terendah terdapat pada perlakuan P 0 yaitu sebesar 31 cm. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan pupuk bokashi P 1 dan P 2 berbeda nyata dengan perlakuakn pupuk bokashi lainnya (P 0, P 3, P 4 ), sedangkan perlakuan P 1 dan P 2 tidak berbeda nyata serta perlakuan P 3 dan P 4 tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter tinggi panen tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Lampiran 8b. Sama seperti pada laju pertumbuhan tinggi, perbedaan pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan nilai rasio C/N dari setiap pupuk bokashi yang dihasilkan. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N paling tinggi yaitu 5,50 dan 5,24, sedangkan perlakuan P 0 memiliki nilai rasio C/N terendah yaitu 1,69. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N yang paling mendekati rasio C/N tanah yaitu 10 yang merupakan nilai rasio C/N yang paling optimal untuk penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman. Nilai rasio C/N menandakan tingkat kematangan pupuk.

41 Jika nilai rasio C/N terlalu rendah karena bahan baku yang kaya nitrogen, maka karbon akan menjadi nutrien pembatas atau aktivitas penyerapan hara akan akan terhambat dan dibatasi oleh kadar karbon. Nilai rasio C/N yang terlalu rendah juga dapat menghambat penyerapan unsur hara lainnya sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Graves et al. 2000). Pemberian pupuk yang belum matang dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, bahkan dapat menyebabkan tanaman menjadi mati karena mikrob masih memiliki aktivitas untuk memecah bahan organik yang ada (Crawford 2003). 40,00 38,00 + 2,00 d 37,40 + 1,52 d 37,60 + 0,55 d Tinggi panen (cm) 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 20,80 + 1,79 a 31,00 + 2,00 b 34,00 + 0,71 c 33,20 + 0,84 c 0,00 KNK N P0 P 0 P1 P 1 P2 P 2 P3 3 P4 4 KPK P Perlakuan Gambar 11 Pengaruh perlakuan K N (tanpa pupuk), pupuk P 0 (100% tepung ikan), pupuk P 1 (30% tepung ikan), pupuk P 2 (40% tepung ikan), pupuk P 3 (50% tepung ikan), pupuk P 4 (60% tepung ikan), dan K P (pupuk kimia) terhadap tinggi panen kangkung darat (I. reptana) Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan terbaik pupuk bokashi yaitu perlakuan P 1 dengan K N (tanpa pupuk) tehadap tinggi panen tanaman kangkung, namun tidak berbeda nyata dengan K P (pupuk kimia). Hal ini disebabkan perlakuan pemupukan mampu memberikan suplai unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Unsur hara pada perlakuan K N diduga tidak mampu mencukupi kebutuhan unsur hara pada akhir masa tanam sehingga laju pertumbuhan tinggi menjadi menurun

42 pada akhir masa tanam karena hanya bergantung pada unsur hara dari tanah. Asupan unsur hara yang cukup akan menopang pertumbuhan tanaman seraca optimal, namun apabila asupan unsur hara tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman, maka pertumbuhan akan terhambat bahkan mati karena kekurangan makanan (Ruhnayat 2007). 4.4.3 Jumlah daun tanaman kangkung darat (I. reptana) Pertambahan jumlah daun merurakan salah satu bentuk pertumbuhan yang diukur secara meristik (berdasarkan jumlah). Jumlah daun mengindikasikan pertumbuhan tanaman, semakin banyak jumlah daun yang dihasilkan maka pertumbuhan tanaman tersebut semakin baik. Jumlah daun tanaman kangkung darat (Ipomea reptana) disajikan pada Gambar 12. Jumlah daun 16 14 12 10 8 6 4 KN b b K N (tanpa pupuk) P0 P 0 (100% tepung ikan) b b b b P1 (30% tepung ikan) P2 (40% tepung ikan) P 1 P3 P 4 (50% tepung ikan) P4 P 4 (60% tepung ikan) KP K P (pupuk kimia) b b b b b b b b b b b b a a a a a a a a a a P 2 2 0 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST Gambar 12 Pengaruh perlakuan K N (tanpa pupuk), pupuk P 0 (100% tepung ikan), pupuk P 1 (30% tepung ikan), pupuk P 2 (40% tepung ikan), pupuk P 3 (50% tepung ikan), pupuk P 4 (60% tepung ikan), dan K P (pupuk kimia) terhadap jumlah daun kangkung darat (I. reptana) Gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah daun bertambah setiap minggu yang menandakan bahwa pupuk bokashi yang mampu menyediakan unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan daun tanaman kangkung darat. Jumlah daun

43 terbanyak pada perlakuan pupuk bokashi saat panen (4 MST) terdapat pada perlakuan P 1 dan P 2 yaitu sebanyak 14,80 daun, sedangkan jumlah daun terkecil terdapat pada perlakuan P 0 yaitu sebanyak 13,60 daun. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa semua perlakuan pupuk bokashi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan pupuk bokashi yang dihasilkan mampu memberikan asupan kalium yang cukup untuk pertumbuhan jumlah daun tanaman kangkung darat. Semua perlakuan pupuk bokashi memiliki total K diatas standar yang telah ditetapkan pada SNI pupuk organik yaitu > 0,10% sehingga unsur kalium tidak menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman kangkung. Kalium mampu meningkatkan perkembangan akar dan daun tanaman. Kalium juga berperan penting dalam proses pembukaan stomata yang dapat mempengaruhi laju fotosintesis tanaman (Syakir dan Gusmaini 2012). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan pupuk bokashi (P 0, P 1, P 2, P 3, P 4 ) terhadap K N (tanpa pupuk) pada 3 MST dan 4 MST tehadap jumlah daun tanaman kangkung, namun tidak berbeda nyata dengan K P (pupuk kimia) selama masa tanam.. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter jumlah daun tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Lampiran 8c. Hal ini disebabkan perlakuan pemupukan mampu memberikan suplai unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan daun. Unsur hara pada perlakuan K N yang hanya berasal dari tanah diduga tidak mampu mencukupi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman kangkung darat hingga akhir masa tanam sehingga jumlah daun yang yang tumbuh menjadi sedikit, bahkan mulai gugur saat memasuki 4 MST karena hanya bergantung pada unsur hara yang terbatas dari tanah yang tidak diberi pupuk. Asupan unsur hara yang cukup akan menopang pertumbuhan tanaman seraca optimal, namun apabila asupan unsur hara tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman, maka pertumbuhan akan terhambat bahkan mati karena kekurangan makanan (Ruhnayat 2007). Jumlah daun yang semakin banyak akan meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman sehingga semakin banyak cadangan makanan yang tersimpan (Subowo et al. 2010). Pembentukan daun diawali dengan adanya pembelahan sel

44 didekat permukaan apeks tajuk. Pembelahan periklinal yang diikuti pertumbuhan sel menyebabkan adanya primodial daun sebagai titik inisiasi pertumbuhan daun muda. Sedangkan pembelahan antiklinal meningkatkan luas permukaan primodial tersebut. Pertambahan jumlah dan lebar daun disebabkan oleh meristem yang menghasilkan sejumlah sel baru (Kurniasari et al 2010). 4.4.4 Bobot basah panen tanaman kangkung darat (Ipomea reptana) Bobot basah merupakan salah satu parameter yang dapat mewakili pertumbuhan tanaman. Semakin besar bobot tanaman berarti semakin banyak biomassa yang dihasilkan, dalam hal ini tentunya berkaitan dengan jumlah unsur hara yang tersedia di tanah. Bobot basah panen tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Gambar 13. 25 Bobot basah (gr) 20 15 10 5 19,80 + 0,76 d 18,90 + 0,89 d 17,00 + 0,71 c 16,6 0 + 0,89 c 13,70 + 1,09 b 14,00 + 0,71 b 4,80 + 1,44 a 0 KN K N P0 P 0 P1 P 1 P P2 2 P3 P 3 P4 P 4 KP K P Perlakuan Gambar 13 Pengaruh perlakuan K N (tanpa pupuk), pupuk P 0 (100% tepung ikan), pupuk P 1 (30% tepung ikan), pupuk P 2 (40% tepung ikan), pupuk P 3 (50% tepung ikan), pupuk P 4 (60% tepung ikan), dan K P (pupuk kimia) terhadap bobot basah panen kangkung darat (I. reptana) Gambar 13 menunjukkan pemberian pupuk bokashi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot basah panen tanaman kangkung darat. Perlakuan terbaik diperoleh perlakuan P 1 dengan bobot basah panen tertinggi dari perlakuan pupuk bokashi yaitu sebesar 19,80 gr, sedangkan bobot basah terendah

45 terdapat pada perlakuan P 0 yaitu sebesar 13,70 gr. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan pupuk bokashi P 1 dan P 2 berbeda nyata dengan perlakuakn pupuk bokashi lainnya (P 0, P 3, P 4 ), sedangkan perlakuan P 1 dan P 2 tidak berbeda nyata serta perlakuan P 0 dan P 4 tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter tinggi panen tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Lampiran 8d. Sama seperti laju petumbuhan tinggi dan tinggi panen, perbedaan hasil pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan nilai rasio C/N dari setiap pupuk bokashi yang dihasilkan. Jika nilai rasio C/N terlalu rendah karena bahan baku yang kaya nitrogen, maka karbon menjadi nutrien pembatas atau aktivitas penyerapan hara akan terhambat dan dibatasi oleh kadar karbon. Rasio C/N yang terlalu rendah juga dapat menghambat penyerapan unsur hara lainnya sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Graves et al. 2000). Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N paling tinggi yaitu 5,50 dan 5,24, sedangkan perlakuan P0 memiliki nilai rasio C/N terendah yaitu 1,69. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N yang paling mendekati rasio C/N tanah yaitu 10 yang merupakan nilai rasio C/N yang paling optimal untuk penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman sehingga pertumbuhan bobotnya lebih optimal. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P 1 sebagai perlakuan tebaik menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap K N dan K P. Hasil bobot basah panen perlakuan P 1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan K N dan K P. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk bokashi dengan perlakuan P 1 memiliki potensi yang cukup baik untuk menggantikan peran pupuk kimia, ditunjang oleh sifat pupuk organik yang mampu memperbaiki struktur tanah yang kurang baik. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah karena terbebas dari unsur kimia yang memiliki potensi untuk merusak kesuburan tanah dalam jangka panjang. Secara kualitatif, kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak dapat melebihi pupuk anorganik, namun penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik disbanding pupuk anorganik. Penggunaan pupuk organik tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia (Musnamar 2003).