BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Krisis moneter yang berlangsung di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memporakporandakan seluruh aspek kehidupan bangsa terutama sendi-sendi perekonomian nasional. Krisis perekonomian tersebut telah mengakibatkan kondisi Indonesia terpuruk, kembali menjadi salah satu 14egara miskin di dunia. Kemiskinan telah menjadi suatu fenomena sosial yang tidak hanya dialami oleh 14egara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga terjadi di 14egara-negara yang sebelumnya sudah mempunyai kemampuan di bidang ekonomi. Hal ini pada dasarnya telah menjadi perhatian, isu, dan pergerakan global yang bersifat kemanusiaan. Krisis multi dimensi yang berawal tahun 1997, disusul dengan carut marutnya perekonomian Indonesia pasca runtuhnya rezim orde baru telah menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia jatuh dalam garis kemiskinan. Kelompokkelompok masyarakat ekonomi lemah bahkan terpuruk di bawah garis kemiskinan yang sangat memprihatinkan. Penduduk miskin yang semula 34,91 juta (BPS, 1999) pada bulan maret 2008 meningkat sebesar 34,96 juta orang (15,42 %) (http://dds.bps.go.id/brs filekemiskinan-01jul08pdf diakses tanggal 21 september 2009). Kondisi buruk ini kemudian diikuti lagi oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang membuat semakin banyak penduduk Indonesia terjerat di bawah garis kemiskinan. Jika harga Bahan Bakar Minyak saja yang naik mungkin tidak begitu dipermasalahkan, karena tidak dianggap begitu berpengaruh bagi masyarakat marginal. Namun yang menjadi persoalan adalah, ketika harga Bahan Bakar Minyak 14
melambung tinggi justru berimbas juga dengan melambungnya harga sembako dan harga-harga kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari dan keadaan ini semakin memburuk karena semakin menurunnya daya beli masyarakat. Jika kita pahami sebenarnya kenaikan pendapatan itu tidak begitu berdampak besar apabila persentasenya lebih kecil dari pada persentase kenaikan harga rata-rata. Di saat itu pulalah pemerintah mengalami kesulitan keuangan, sehingga masyarakat dipaksa untuk memaklumi serta menerima kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak. Tetapi seberapa parah kesulitan keuangan yang dialami pemerintah tidak diketahui oleh masyarakat umum karena pemerintah tidak menerapkan asas transparansi. Anggaran yang dipakai untuk kegiatan pembangunan fisik sangatlah kecil. Sebagian besar dari anggaran yang ada dipergunakan untuk menanggulangi biaya operasional lembaga dan aparatur pemerintahan dan sebagian lainnya untuk membayar cicilan dan bunga hutang luar negri. Dapat dipahami akan terbatasnya keuangan 15egara pada saat itu, hanya saja pemerintah tidak membukakan atau tidak terbuka mengenai hal ini pada masyarakat. Berdasarkan kondisi yang ada, maka maka menaikkan harga Bahan Bakar Minyaklah yang menjadi salah satu cara bagi pemerintah untuk mengurangi beban anggaran 15egara. Namun kenaikan tersebut berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan hidup lainnya. Pada kenyataannya masyarakat tidak mempersoalkan kenaikan harga atas barang apapun jika hubungan fungsional antara harga dengan pendapatan berjalan seiring atau seimbang. Artinya kenaikan harga barang mestinya berlangsung bersamaan dengan kenaikan pendapatan masyarakat. Namun kondisi kenaikan yang seimbang tersebut tidak terjadi. Kenyataannya harga-harga berbagai kebutuhan pokok bergerak naik tetapi, sebaliknya pendapatan tidak naik, atau kenaikan 15
pendapatan lebih kecil daripada kenaikan harga, sehingga daya beli masyarakat terus melemah dan tingkat kesejahteraan masyarakat pun menjadi turun. Masyarakat miskin dalam satuan rumah tangga adalah kelompok yang paling merasakan beban berat atas kondisi perekonomian yang buruk akibat pengaruh kenaikan Bahan Bahar Minyak. Meningkatnya biaya untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan menjadikan daya beli masyarakat menurun dan selanjutnya menyebabkan kehidupan masyarakat semakin terpuruk. Kerentanan terhadap gejolak ekonomi dan rendahnya kemampuan daya beli masyarakat merupakan permasalahan yang sudah terjadi sejak lama di Indonesia dan semakin memburuk sejak adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Kenyataan ini menimbulkan semakin tingginya tingkat kemiskinan di negeri ini, banyak rakyat yang semakin kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena kenaikan Bahan Bakar Minyak itu tidak hanya terkait dengan kenaikan Bahan Bakar Minyak itu sendiri, melainkan juga terkait dengan naiknya harga barang dan jasa lain. Memperhatikan kehidupan masyarakat miskin yang makin memprihatinkan, Pemerintah berusaha mengambil langkah antisipatif agar rakyar miskin mampu bertahan hidup ketika naiknya harga Bahan Bakar Minyak. Pemerintah mengambil kebijakan program kompensasi jangka pendek yang bertujuan mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan rendah, terutama masyarakat miskin melalui program pemerintah yang ditujukan pada masyarakat miskin, dimana salah satu di antaranya adalah program Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT adalah program jangka pendek yang bersifat sementara, diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketergantungan serta tidak mendorong menguatnya culture of poverty. Besarnya BLT adalah Rp 300.000 setiap tiga bulan 16
per rumah tangga sasaran. Bentuk uang tunai diberikan untuk mencegah turunnya dayabeli masyarakat miskin yang disebabkan oleh naiknya harga Bahan Bakar Minyak. Program BLT tahun 2008 disalurkan selama dua priode, Juni-Agustus. BLT disalurkan kepada 18,83 juta rumah tangga atau 99,02% dari seluruh Rumah Tangga Sasaran (RTS). Provinsi dengan penyaluran tertinggi adalah Jawa Tengah yakni sebesar 99,87%. Provinsi dengan penyaluran terendah adalah Kalimantan Tengah yakni sebesar 83,53%. Sedangkan penyaluran BLT tahap kedua untuk priode September Desember, Bantuan Langsung Tunai telah disalurkan kepada 18,78% juta rumah tangga atau 98,74% dari seluruh Rumah Tangga Sasaran Provinsi dengan penyaluran tertinggi adalah Jawa Tengah sebesar 99,72% provinsi dengan penyaluran terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 83,32% (http://oceannaz.wordpress.com/2008/10/29/analisis-terhadap-kebijakan pemberianbantuan-langsung-tunai-blt-plus/diakses tgl 21 september 2009). Bantuan Langsung Tunai disalurkan pada masyarakat miskin yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bantuan Langsung Tunai dibagikan dalam kurun waktu satu kali per tiga bulan. Secara oprasional perundang-undangan sebagai dasar kebijakan pelaksanaan program Bantuan Langsung Tunai sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kurun waktu 2004-2009, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang di antaranya memuat target penurunan angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Dimana target tersebut dianggap tercapai jika daya beli penduduk terus ditingkatkan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Wujud nyata dari orientasi Rancangan Pembangunan Jangka Menengah ini dan didorong oleh membengkaknya subsidi BBM akibat meningkatnya harga minyak 17
mentah di pasar internasional, yang tentu mempengaruhi harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri sejak awal maret 2005 dan berdampak juga pada kenaikan harga-harga kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari, yang pada akhirnya memperlemah daya beli masyarakat. Dalam keadaan inilah munculnya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang program BLT yang ditujukan kepada rumah tanggarumah tangga miskin yang ada di Indonesia, yang dikeluarkan pada tanggal 10 September 2005. Dimana pembahasan lebih lanjut pada tahap pelaksanaan melalui rapat koordinasi (rakor) tingkat Menteri pada tanggal 16 September 2005, yang memandang bahwa pelaksanaan BLT sudah siap dilaksanakan maka berlangsunglah program ini pada bulan Oktober (http://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-blt- 2005-sejumlah-ketua-rt-mundur-dibayumas-dan-purbalingga. Diakses tanggal 03 Oktober 2009. Pada kenyataannya selalu ada dampak positif dan dampak negatif dari sebuah program begitu juga dengan program BLT itu sendiri. Dampak positif dari program BLT ini adalah dengan adanya BLT maka kenaikan biaya hidup yang diakibatkan oleh kenaikan Bahan Bakar Minyak secara langsung maupun dampak kenaikan harga pokok akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak akan sedikit tertutupi dengan adanya dana Cuma-Cuma yang diberikan pemerintah. Akan tetapi di sisi yang lain program ini memiliki dampak negatif terhadap prilaku dan karakter pada masyarakat itu sendiri. Banyak pihak yang berpendapat, dengan adanya bantuan berupa uang tunai Cuma-Cuma ini tanpa perlu memeras tenaga membuat perilaku masyarakat menjadi seorang yang pemalas, melatih mental masyarakat sebagai seorang peminta-minta. Kebijakan ini sangat berdampak menciptakan karakter masyarakat yang selalu dimanja dan menjadi bangsa yang peminta-minta (Siraithttp://robbyalexandersirait. Wordprees.com/2008/06/04/kebijakanblt. Diakses tanggal 03 Oktober 2009). 18
Adanya kebijakan pemerintah mengenai program BLT menimbulkan pro dan kontra dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak sedikit protes muncul dari masyarakat Indonesia khususnya pada kelompok mahasiswa, tokoh-tokoh masyarakat dan pengamat ekonomi. Banyak yang menilai bahwa munculnya program ini bukanlah solusi yang benar, malah sebaliknya dengan adanya program BLT ini akan menimbulkan masalah nantinya. Kebijakan BLT ini hanya merupakan kebijakan yang membuat mental masyarakat semakin bobrok karena dengan program ini pemerintah terkesan hanya memberikan ikan, bukan pancing kepada masyarakat miskin. Padahal solusi yang benar itu adalah hendaknya pemerintah 19egara pancing dan menghimbau masyarakat untuk berusaha mencari ikannya. Selain itu masalah lain adalah dugaan penyelewengan dana program BLT. Masalah ini muncul ketika Badan Pusat Statistik (BPS) di lapangan masih menggunakan data yang lama bukan data yang terbaru, dan hal ini menjadi masalah pada penyaluran BLT itu sendiri, karena dapat terjadi rumah tangga yang mampu tetapi mendapat BLT. Kelemahan yang muncul berkaitan dengan pelaksanaan program BLT ini adalah: 1. Kebijakan BLT bukan kebijakan yang efektif dan efisien untuk menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia, karena kebijakan ini tidak mampu meningkatkan derajat dan tingkat kesejahteraan masyarakat miskin. 2. Efektifitas dan efesiensi penggunaan dana BLT yang tidak dapat diukur dan diawasi karena lemahnya fungsi pengawasan pemerintahan terhadap kebijakan tersebut. 3. Validitas dan masyarakat miskin yang diragukan sehingga akan berdampak pada ketepatan pemberian dana BLT kepada masyarakat yang berhak. 19
4. Kebijakan BLT memiliki kecenderungan menjadi pemicu konflik sosial di masyarakat. 5. Peran aktif masyarakat yang kurang, sehingga optimalisasi kinerja program yang sulit direalisasikan. 6. Dari sisi keuangan 20egara, kebijakan BLT merupakan kebijakan yang bersifat menghambur-hamburkan uang 20egara karena kebijakan tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan secara berkelanjutan dan tidak mampu mendatangkan produktifitas masyarakat miskin. Walau banyak protes yang muncul dari berbagai pihak dan kalangan, tetapi hal tersebut tidak mengurangi niat pemerintah untuk melaksanakan program BLT. Pada tahun 2008 pemerintah sudah menyalurkan dana BLT dua priode di seluruh provinsi di Indonesia. Hasil evaluasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) tentang pelaksanaan program BLT antara lain menyimpulkan, sebanyak 35,1% penerima BLT dari sekitar 18,8 juta rumah tangga sasaran naik kelas dari sebelumnya, yakni dari kategori miskin menjadi kategori tidak miskin. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan program Bantuan Langsung Tunai untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin sejak Pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak mulai akhir Mei 2008 lalu membuahkan hasil yang baik. Hasil evaluasi ini menunjukkan adanya dampak positif pemberian BLT pada tingkat kesejahteraan rumah tangga yang rendah (Deputi Bidang Evaluasi Kinerja-Kinerja Pembangunan Bappenas Bambang Widiyanto). Berdasarkan data-data yang ada dan informasi-informasi yang didengar, peneliti tertarik untuk mendalami perihal pelaksanaan program BLT, yang hasilnya disajikan dalam bentuk skripsi berjudul: Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan 20
Langsung Tunai di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimoon Kota Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimoon Kota Medan?. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian antara ketentuanketentuan yang ditetapkan dalam pelaksanaan program BLT dengan pelaksanaan nyata program BLT tersebut. 1.3.2 Manfaat Penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka perbaikan pelaksanaan program BLT di masa mendatang sehingga, dalam arti mengurangi penyimpangan dalam pelaksanaan jika memang program tersebut masih dilanjutkan. 21
1.4 Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian dalam bentuk skripsi ini disajikan dalam enam bab, dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, Kerangka Pemikiran, Defenisi konsep dan defenisi oprasional BAB III : METODE PENELITIAN Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data yang digunakan. BAB IV : DEPKRISI LOKASI PENELITIAN Berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, luas wilayah, gambaran kependudukan, fasilitas dan prasarana, aspek sosial budaya, dan pemerintahan. BAB V : ANALISIS DATA Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya BAB VI : PENUTUP Berisikan tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilaksanakan 22