BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan membahas tentang sampel penelitian, hasil

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA AWAL TENTANG POLA ASUH OTORITER ORANGTUA DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KELUARGA

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Komunikasi interpersonal. antara dua orang atau lebih. Komunikasi merupakan suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I. saja kesukaran pada individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi orang. tuanya. Hal ini disebabkan karena masa remaja merupakan masa transisi

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu siswa usia tahun. Peneliti mengambil

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR DIAGRAM... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Cipayung, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. SMP ini terletak di

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 RINCIAN ALAT UKUR 1. Persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. rasa. Keduanya saling mempengaruhi. Oleh karena itu, kondisi masyarakat


BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

134 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah

BAB V PENUTUP. kelas X di SMAN 3 Malang adalah tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat determinasi diri pada

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. dilakukan adalah persiapan penelitian, di antaranya:

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

PERAN KELUARGA INTI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Faktor-faktor penyebab kecemasan neurotik anak sulung berdasarkan psikoanalisis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Pada bab 5 ini, dijabarkan mengenai hasil yang telah didapatkan dari

DAFTAR ISI. PERNYATAAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR. iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI. viii

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini kenakalan pada remaja semakin meningkat. Kapolda

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA SMP DI MANADO

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. lain begitu juga dengan subjek D, R dan S dalam memberikan pola asuh dan

BAB 5. Simpulan, Diskusi & Saran

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. dan pergaulan dari teman-temannya. Mereka membuat permainan game online

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Keluarga

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

HASIL. Karakteristik Remaja

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hajah Jawiyah Badrie Kelurahan Jeruk-Lakarsantri. Sebelum dilakukan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Grobogan dengan jumlah populasi 185 siswa. Sebagai responden penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penilaian Frankl Behavior Rating Scale pada responden yang berjumlah 44

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. gambaran pengalaman psikososial remaja yang tinggal di panti asuhan.

48 Universitas Indonesia

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diterapkan oleh orang tua subjek, dan tingkat sbling rivalry subjek.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. konflik ini melibatkan orangtua dan remaja. Konflik orangtua dan remaja yang

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. telah disebarkan di lingkungan SMK Telkom Sandy Putra Jakarta dan telah

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, namun cenderung rasa penasaran itu berdampak negatif bagi remaja,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Secara umum kebiasaan menonton sinetron di SMP Negeri 5 Bandung

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya berusia

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

Transkripsi:

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga, sehingga H0 di tolak. Dapat diketahui bahwa nilai signifikansi antara kedua variabel sebesar 0,008 dengan nilai korelasi negatif sebesar -0,253 yang berarti apabila persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua tinggi, maka komunikasi interpersonal dalam keluarga rendah, begitu pula dengan sebaliknya. Responden yang paling banyak dalam penelitian ini adalah lakilaki dengan presentase 53,6%, sedangkan perempuan hanya 46,4%. Mayoritas subyek berusia 12 tahun (80,9%), sisanya berusia 11 tahun (10%) dan 13 tahun (9,1%). 1.2 Diskusi Setelah dilakukan penelitian dengan membagikan kuesioner kepada seluruh siswa di SMP Santa Cicilia 2 mengenai hubungan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga yang menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter orang tua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga. Dimana apabila persepsi remaja awal mengenai pola asuh

otoriter orang tua memiliki skor yang tinggi sehingga komunikasi interpersonal dalam kelurga cenderung rendah dan sebaliknya. Hubungan kedua variabel dapat dilihat dari faktor-faktor kedua variabel yang ada. Salah satunya adalah adanya ketidakmampuan penyesuaian emosional positif yang diakibatkan dari pola asuh otoriter, membuat seseorang tidak mampu menunjukkan perilaku positif kepada orang lain. Sehingga kemampuan untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain (sikap berempati) pun tidak dapat terproyeksikan sehingga komunikasi interpersonal menjadi rendah. Hal tersebut secara tidak langsung menggambarkan bagaimana hubungan dari kedua variabel yang ada. Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi orangtua dalam mengasuh putra-putrinya, yang tercermin dalam pola pengasuhan kepada anak-anaknya (Tarmudji, 2009 dalam Wahyuni, 2012). Pada penelitian ini mayoritas subyek bersuku Tionghoa (77,3%). Orang-orang yang bersuku Tionghoa cenderung menerapkan pola asuh otoriter dalam mengasuh anak-anaknya. Asumsi ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daniel (2005) yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan pola pengasuhan orang Barat dengan orang Cina. Dimana orang Cina cenderung mengontrol anak-anak mereka dengan ketat atau dengan kata lain orang Cina cenderung menerapkan pola asuh otoriter. Pada sisi lain kebudayaan juga memengaruhi seseorang dalam berkomunikasi khususnya dalam keluarga, karena ketika seseorang sedang

berkomunikasi dengan keluarga akan berbeda jika ia berkomukasi dengan orang lain. Hal ini menggambarkan bahwa kesamaan kebudayaan seseorang dapat memengaruhi jalannya komunikasi (Mulyana, 2005). Jika dilihat dari suku, pola asuh otoriter, dan komunikasi interpersonal dalam keluarga, keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter tetap akan memiliki komunikasi interpersonal yang rendah meskipun kesamaan dalam budaya dapat memperlancar seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dikarenakan untuk dapat mewujudkan komunikasi interpersonal secara efektif menurut Devito (2009), seseorang memerlukan kesamaan, keterbukaan, sikap positif, sikap suportif dan empati terhadap orang lain yang dimana ketika remaja berkomunikasi kepada orangtua dengan pola asuh otoriter tidak mampu mewujudkan komunikasi interpersonal secara efektif. Pada penelitian lainnya, Wahyuni (2012) mengungkapkan bahwa pendidikan terakhir orangtua sangat berpengaruh karena ketika seseorang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung akan memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik. Jadi, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin kaya pula wawasannya, termasuk juga wawasan mengenai pengasuhan anak. Dalam penelitian ini pendidikan terakhir orangtua mayoritas adalah tamatan SMA, dengan presentase untuk ayah sebesar 50,9% dan untuk ibu sebesar 41,8%. Hal ini menguatkan dimana orangtua dengan pendidikan rendah cenderung akan menerapkan pola asuh otoriter. Dalam hal ini Wahyuni (2012) juga menambahkan pendidikan orang tua yang kurang menyebabkan pola asuh otoriter meningkat karena

ketidaktahuan orangtua mengenai pola asuh yang diharapkan anak seperti apa dan juga adanya ketidak nyamanan dalam mengasuh putra-putrinya akibat kurangnya wawasan. Jadi, orangtua cenderung akan menerapkan pola pengasuhan kepada anaknya berdasarkan hasil pengalaman cara orangtua mereka mengasuhnya. Faktor lain dalam pola asuh otoriter yang memengaruhi adalah status sosial ekonomi dalam keluarga. Menurut Arnold (2008) jika sebuah keluarga memiliki status ekonomi menengah kebawah cenderung akan mengalami konflik antara orangtua dan anak. Konflik yang terjadi dalam keluarga yang diakibatkan dari status sosial ekonomi dalam keluarga terjadi karena orangtua dari kelas menengah lebih menekankan pada penyesuaian dengan standar perilaku yang sudah terinternalisasi (Mussen dalam Wahyuni, 2012). Sedangkan, disisi lain para remaja membutuhkan ruang khusus dimana mereka dapat mengeksploitasikan dirinya untuk dapat menemukan identitas diri dengan adanya kehadiran orang dewasa yang mampu memahami dan memperlakukannya secara bijaksana (Santrock, 2007). Batasan-batasan tersebut membuat para remaja tidak bebas dan memiliki persepsi yang negatif. Dalam berkomunikasi seseorang harus memiliki sikap positif, jika remaja tersebut telah memiliki persepsi yang negatif maka komunikasi interpersonal tidak akan efektif. Orangtua dengan pola asuh otoriter cenderung akan melakukan komunikasi satu arah, akan tetapi agar komunikasi interpersonal dapat efektif menurut Devito (2009), seseorang memerlukan kesamaan, keterbukaan, sikap positif, sikap suportif dan empati terhadap orang lain.

Jika orangtua otoriter memberlakukan komunikasi yang satu arah, maka tidak akan terwujudnya sikap positif, empati, sikap suportif, kesamaan, dan keterbukaan. Hal ini dikarenakan munculnya persepsi negatif remaja akibat dari pola asuh otoriter (Sartaj & Aslam, 2010). Persepsi negatif yang muncul mengakibatkan remaja tidak mampu menunjukkan sikap positif, suportif, empati dalam berkomunikasi. Pada sisi lain, diketahui bahwa remaja awal memliki emosi yang tidak stabil/badai emosi (Hall, 1904, dalam Santrock, 2007) yang akhrinya sering memunculkan konflik dalam keluarga. Jika konflik dalam keluarga terjadi, maka untuk menjadi terbuka dan memiliki kesamaan dalam berkomunikasi tidak akan terwujud, yang berarti komunikasi interpersonal tidak akan berjalan efektif. 1.3 Saran 1.3.1 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya Pada penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan sehingga dibutuhkannya saran bagi penelitian selanjutnya, antara lain: 1. Penelitian selanjunya daapat menggunakan skala populasi dan responden yang lebih besar agar dapat lebih menggambarkan hubungan antara persepsi remaja awal mengenai pola asuh otoriter orang tua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga. 2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan subyek remaja akhir.

3. Penelitian ini mengukur komunikasi interpersonal dalam keluarga masih namun bersifat umum. Sebaiknya, pada penelitian berikutnya data subyek ditambah dengan data jumlah anggota keluarga dan bagaimana hubungan komunikasi interpersonal dengan masing-masing anggota keluarga. 1.3.2 Saran Bagi Orangtua Saran bagi orangtua khususnya orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter agar lebih banyak membaca buku atau mengikuti seminar tentang teknik pola pengasuhan yang efektif untuk selanjutnya melakukan perbandingan antara teknik pengasuhan yang diterapkannya dengan teknik pengasuhan yang efektif. 1.3.3 Saran Bagi Sekolah Sekolah diharapkan bisa menerapkan sistem konseling pribadi dengan siswanya untuk mengetahui bagaimana hubungan mereka dengan keluarganya.