III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PATOGENISITAS BAKTERI Streptococcus agalactiae TIPE β-hemolitik DAN NON-HEMOLITIK PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)

II. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM PEREDARAN DARAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

Toksisitas Produk Ekstrasellular (ECP) Streptococcus agalactiae pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

FRAKSINASI DAN UJI TOKSISITAS ECP (Extracellular Product) Streptococcus agalactiae ISOLAT NK1 PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

II. METODE 2.1 Rancangan Penelitian 2.2 Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik)

(ISOLATION AND POSTULATE KOCH Aeromonas Sp. And Pseudomonas sp. ON NILA TILAPHIA (Oreocromis niloticus) IN LOA KULU KUTAI KARTANEGARA)

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji

TUGAS 3 SISTEM PORTAL

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Efektivitas Ekstrak Biji Pepaya Mentah (Carica papaya L.) Dalam Pengobatan Benih Ikan Nila Yang Terinfeksi Bakteri Streptococcus agalactiae

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAB IV METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS

III. BAHAN DAN METODE

INFEKSI Aeromonas hydrophila MELALUI JALUR YANG BERBEDA PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI LOA KULU KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HISTOPATOLOGI ORGAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DENGAN INFEKSI Vibrio alginolyticus DAN JINTAN HITAM (Nigella sativa) SEBAGAI IMUNOSTIMULAN ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan penelitian ini meliputi : 1) pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi bakteri Streptococcus agalactiae; 2) distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila; 3) perubahan tingkah laku dan gejala klinis tubuh ikan nila; 4) mortalitas ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae; dan 5) perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae pada ikan nila. 3.1 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae Pengujian ini didahului dengan tahap identifikasi bakteri untuk mengetahui sifat dan karakteristik bakteri tersebut (Tabel 1). Tabel 1 Hasil identifikasi bakteri Streptococcus agalactiae setelah reisolasi Pengujian Bakteri Streptococcus agalactiae Tipe β-hemolitik Tipe non-hemolitik Pewarnaan Gram Gram + Gram + Bentuk dan Penataan sel Bulat berantai pendek Bulat berantai panjang Tersusun 2-3 sel bakteri Tersusun >3 sel bakteri Motilitas - - Oksidatif/Fermentatif Fermentatif Fermentatif Katalase - - Oksidase - - Pertumbuhan NaCl 6,5% + + D-mannitol - - Haemolisis + - Gambar 1 Hasil pewarnaan gram bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik (SA3) dan tipe non-hemolitik (SA5). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri S. agalactiae pada ikan terbagi atas dua tipe seperti yang ditemukan oleh Sheehan et al. (2009), yaitu tipe β-hemolitik dan non-hemolitik. Bakteri β-hemolitik mampu melisis eritrosit 9

dengan sempurna yang ditunjukkan dengan adanya zona bening pada media agar darah. Sedangkan bakteri non-hemolitik tidak mampu melisis eritrosit sehingga tidak terbentuk zona pada media agar darah. Dari hasil identifikasi pada Tabel 1 telah sesuai menurut SNI 7545.3:2009 mengenai identifikasi bakteri S. agalactiae pada ikan secara konvensional. Hasil karakterisasi bakteri S. agalactiae tipe β- hemolitik pewarnaan gram ungu positif berbentuk bulat (coccus), penataan berantai pendek tersusun 2-3 sel bakteri, sedangkan tipe non-hemolitik pewarnaan gram ungu positif berbetuk bulat (coccus), penataan berantai panjang tersusun > 3 sel bakteri (Gambar 1). Bakteri hasil reisolasi ini selanjutnya digunakan pada uji ambang batas, uji LD 50, distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh dan perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae. Konsentrasi yang akan digunakan pada uji LD 50 terdiri dari 6 dosis bakteri dengan kontrol dalam 3 ulangan, dengan kisaran 10 3-10 8 CFU/ml. Data hasil pengujian LD 50 secara ringkas disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji LD 50 yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik Bakteri Pengenceran Jumlah Jumlah Total % ikan kematian Kematian Kematian 10 8 30 25 25/30 83.33 10 7 30 20 20/30 66.66 10 6 30 17 17/30 56.66 10 5 30 12 12/30 40.00 10 4 30 8 8/30 26.66 10 3 30 1 1/30 3.33 Kontrol 30 0 0/30 0 S. agalactiae tipe β-hemolitik S. agalactiae tipe non-hemolitik 10 8 30 26 26/30 86.66 10 7 30 23 23/30 76.66 10 6 30 20 20/30 66.66 10 5 30 17 17/30 56.66 10 4 30 7 7/30 23.33 10 3 30 2 2/30 6.67 Kontrol 30 0 0/30 0 Uji tantang yang dilakukkan dengan menginfeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik pada pengujian LD 50, ikan mulai mengalami kematian di hari ke-3. Nilai LD 50 yang didapatkan dari penginfeksian bakteri S. agalactiae tipe β- hemolitik adalah 10 5,6 CFU/ml. Sedangkan pada tipe non-hemolitik ikan juga mengalami kematian pada hari ke-3 namun, nilai LD 50 atau kematian 50% dari 10

populasi ikan yang didapatkan sebesar 10 4,8 CFU/ml, selengkapnya disajikan pada Lampiran 7 dan 8. Menurut Hardi (2011), bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan tipe β-hemolitik dilihat dari kematian, munculnya gejala klinis, perubahan tingkah laku, perubahan patologi anatomi baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Permukaan sel bakteri tipe β-hemolitik (non kapsul) lebih banyak tersusun atas protein yang lebih mudah dan cepat dikenali oleh sel fagosit. Sedangkan tidak seperti sel bakteri tipe non-hemolitik (berkapsul) yang selain tersusun atas protein, juga tersusun atas karbohidrat yang lebih banyak, sehingga lebih sulit untuk difagosit. Sel bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat tumbuh dan berkembangbiak serta menyebarkan virulensi di sel atau jaringan dibandingkan bakteri tipe β-hemolitik yang mudah dikenali dan mampu dilawan oleh sistem imun (Hardi 2011). Winarti (2010), menyatakan bahwa cara pemaparan antigen pada intramuscular menyebabkan bakteri langsung masuk ke dalam jaringan dan pembuluh darah (kapiler) kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh sehingga dengan dosis lebih rendah menyebabkan kematian ikan nila yang lebih banyak dan cepat. Menurut Cipriano (2001) dalam Winarti (2010), keganasan penyakit dipengaruhi oleh jumlah dari faktor yang saling berhubungan, meliputi virulensi bakteri, macam dan derajat stress yang dipengaruhi populasi ikan, kondisi fisiologi dari inang dan derajat resistensi genetik yang tidak bisa dipisahkan dalam populasi spesifik dari ikan. Selain itu Winarti (2010) juga mengemukakan perbedaan dosis LD 50 yang dihasilkan disebabkan oleh berbedanya virulensi bakteri dan kondisi fisiologi serta derajat resistensi genetik ikan uji yang digunakan pada saat penginfeksian. 3.2 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila Data yang didapatkan dari pengamatan distribusi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe-non hemolitik di dalam tubuh ikan nila berupa jumlah bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe-non hemolitik di dalam tubuh, mortalitas ikan nila yang terinfeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe-non hemolitik, serta gejala klinis ikan nila yang terinfeksi. 11

Jumlah bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe-non hemolitik di dalam tubuh ikan nila bervariasi pada setiap titik waktu setelah diinfeksi melalui intramuscular, disajikan pada Lampiran 9. Bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik ditemukan pada organ yang diamati mulai dari hari ke-3 di hati, otak, dan ginjal serta darah. Puncak kepadatan terjadi pada hari ke-6 untuk organ ginjal dan darah sedangkan untuk organ hati dan otak terjadi pada hari ke-9, kemudian jumlahnya terus menurun sampai dengan hari ke-15. Tidak berbeda pula dengan bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik, pada bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik ditemukan pada organ yang diamati mulai dari hari ke-3 di hati, otak, dan ginjal serta darah. Puncak kepadatan terjadi pada hari ke-6 untuk darah sedangkan untuk organ hati, ginjal dan otak terjadi pada hari ke-9, kemudian jumlahnya terus menurun sampai dengan hari ke-15. Pola distribusi dan kepadatan S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe-non hemolitik di dalam tubuh ikan nila disajikan pada Gambar 2 dan 3. Gambar 2 Jumlah S. agalactiae tipe β-hemolitik yang hidup per ml darah atau per g organ ikan nila. Gambar 3 Jumlah S. agalactiae tipe non-hemolitik yang hidup per ml darah atau per g organ ikan nila. 12

Menurut Angka (2001) pertumbuhan bakteri yang cepat dan produk metabolit yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan gangguan fisiologis dan kematian ikan pasca infeksi. Semakin meningkatnya pertumbuhan bakteri S. agalactiae maka semakin meningkat pula ekstraseluler produk (ECP) yang dihasilkan sehingga toksisitasnya lebih tinggi (Hardi 2011). 3.3 Perubahan Tingkah Laku dan Gejala Klinis Tubuh Ikan Nila 3.3.1 Perubahan Tingkah Laku Renang Perubahan tingkah laku renang yang muncul pada ikan nila yang terinfeksi S. agalactiae yaitu ikan cenderung agresif dengan sirip punggung yang mengembang dan juga ditemui ikan yang lemah dan diam di dasar akuarium. Perubahan yang terjadi mulai hari ke- 2 pasca infeksi bakteri tipe β-hemolitik yaitu pola renang ikan yang berenang didasar akuarium dan soliter, sedangkan pada tipe non-hemolitik perubahan tingkah laku renang berupa berenang tidak beraturan dan sirip punggung mengembang. Ikan uji menunjukkan berenang gasping yaitu mengambil udara tepat di bawah permukaan air, soliter dan respon cepat pada hari ke- 5 pasca infeksi bakteri tipe non-hemolitik sedangkan bakteri tipe β-hemolitik ikan uji menunjukkan berenang abnormal pada hari ke- 7 ikan mengalami whirling yaitu berenang berputar-putar (menggelepar), gasping dan berenang melayang dikolom air. Infeksi bakteri tipe β-hemolitik dan nonhemolitik tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada perubahan pola renang (Lampiran 10). Namun, bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat menyebabkan perubahan pada pola berenang ikan (pada hari ke- 6 pasca infeksi ikan cenderung lemah, gasping dan whirling) sedangkan gejala yang sama baru muncul hari ke- 7 pasca infeksi dengan bakteri tipe β-hemolitik. Gejala tersebut sesuai dengan gejala yang berhasil diamati oleh Evans et al. (2006) pada ikan nila yang terinfeksi S. agalactiae sebelum mati yaitu berenang lemah dan berada di dasar akuarium, respon terhadap pakan lemah, berenang whirling (menggelepar) dan tubuh membentuk huruf C. 3.3.2 Perubahan Tingkah Laku Makan Menurut Hardi (2011), perubahan tingkah laku makan ikan nila akibat serangan bakteri S. agalactiae karena terganggunya sistem pencernaan ikan akibat adanya infeksi bakteri S. agalactiae yang menyerang bagian hipotalamus (otak) 13

sebagai pusat yang mengatur rasa lapar dan juga pencernaan ikan. Perubahan tersebut terlihat pada aktivitas makan ikan nila pasca diinjeksi dengan bakteri S. agalactiae mulai tampak pada awal hari ke- 3. Ikan mulai lambat merespon pakan yang diberikan dan jumlah pakan yang dimakan juga berkurang. Umumnya respon terhadap ikan pasca injeksi bakteri S. agalactiae lemah bahkan ikan uji yang diinfeksi dengan bakteri tipe non-hemolitik tidak mau makan sejak hari ke- 3 pasca infeksi. Respon terhadap pakan ikan uji yang diinjeksi bakteri tipe β- hemolitik terlihat pada hari ke- 4 (lebih lama dari bakteri tipe non-hemolitik) terlihat pada Lampiran 11. 3.3.3 Perubahan Gejala Klinis Tubuh Ikan Nila Pasca infeksi dengan bakteri S. agalactiae, tubuh ikan nila menunjukkan perubahan gejala klinis. Gejala yang berbeda pasca injeksi tipe β-hemolitik dan non-hemolitik adalah waktu terjadinya gejala. Umumnya bakteri tipe β-hemolitik lebih lama waktunya dibandingkan dengan tipe non-hemolitik (Lampiran 12 dan 13). Pada Tabel 3 disajikan inventarisasi perubahan patologi tubuh ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae. Pada pasca injeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik lebih banyak menimbulkan gejala klinis dibandingkan dengan tipe β- hemolitik sehingga dapat dikatakan bahwa tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan tipe β-hemolitik. Tabel 3 Inventarisasi perubahan gejala klinis tubuh ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae Jumlah ikan yang mengalami gajala Gejala klinis klinis pasca infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik tipe non-hemolitik Garis vertikal tubuh menghitam 5 8 Tubuh berbengkok membentuk C 1 2 Pendarahan tubuh (Hemorragi) 2 2 Mata menonjol (exopthalmia) 3 5 Clear operculum 2 2 Warna tubuh pucat 3 4 Mata mengkerut 1 2 Ulcer dikepala 1 3 Mata putih (purulens) 3 3 Kekeruhan mata (opacity) 2 3 Jumlah 23 34 Perubahan mata yang ditunjukkan pada Gambar 5 tampak mata mengkerut, pengecilan pupil mata terjadi pada hari ke- 6 pasca infeksi bakteri tipe non- 14

hemolitik dan muncul pada hari ke- 10 pasca infeksi bakteri tipe β-hemolitik. Awal perubahan pada mata yaitu mata mengkerut kemudian pupil mata mengecil, mata seperti berkabut (opacity), purulens hingga sebelah mata dapat hilang (Hardi 2011). Perubahan mata berkabut atau keruh (opacity) terjadi pada hari ke- 2 pada saat infeksi tipe non-hemolitik, sedangkan pada tipe β-hemolitik perubahan terjadi pada hari ke- 4. Pembengkakan mata atau eksoptalmia yang disertai dengan pendarahan terjadi pada hari ke- 4 untuk tipe non-hemolitik dan pada hari ke- 5 untuk tipe β- hemolitik. Lateral eksoptalmia lebih sering terjadi dibandingkan dengan bilateral eksoptalmia. Gejala streptococcosis spesifik pada ikan nila adalah clear operculum dengan berbagai tanda. Gejala clear operculum muncul rata-rata pada hari ke- 3 dan clear operculum yang disertai pendarahan pada hari ke- 4 untuk bakteri tipe non-hemolitik dan hari ke- 5 pasca injeksi bakteri tipe β-hemolitik tanpa disertai pendarahan. A E F B 1 2 G H C I D 1 2 Gambar 4 Gejala klinis pada organ mata dan tubuh ikan nila; A. Normal; B. (1) Mata mengkerut dan (2) Garis vertikal tubuh menghitam, C. Warna tubuh memucat; D. (1) Mata berkabut (Opacity) dan (2) Pendarahan tubuh (Hemoragi); E. Clear operculum (penjernihan operculum) F. Purulens (mata putih); G. Lateral exopthalmi (penonjolan mata); H. Ulcer dikepala; I. Tubuh membengkok; 15

Menurut Irianto (2005) penyakit infeksius bisa bersifat akut dengan mortalitas tinggi dalam jangka waktu singkat dan sedikit tanda-tanda yang terlihat, sub-akut maupun kronis serta laten dengan mortalitas berlangsung hingga beberapa minggu sejak munculnya wabah. Streptococcus agalactiae merupakan bakteri patogen yang menyebabkan septicemia dengan tipikal infeksi yang kronis pada ikan nila (Conroy 2009). Penyakit S. agalactiae memiliki karakteristik yaitu septisemia dan meningoencephalitis (Mian et al. 2009). Gejala klinis dari penyakit ini adalah kelesuan, perut bengkak, lambung dan usus diisi dengan cairan gelatinous atau kekuning-kuningan dan pada beberapa ikan terjadi hemoragik kecil di mata, eksoptalmia dan kornea keburaman (opacity), selain itu hati membesar, kongesti ginjal dan limpa, dan adanya cairan di rongga peritoneal (Eldar et al. 1994). 3.4 Mortalitas Ikan Nila yang Diinfeksi S. agalactiae Mortalitas ikan nila yang terjadi selama uji distribusi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik di dalam tubuh serta perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae disajikan pada Lampiran 14. Gambar 5 Mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik (dosis LD 50 10 6 CFU/ml) dan mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik (dosis LD 50 10 5 CFU/ml). Pada Gambar 5 disajikan pola mortalitas pada ikan nila dari penginfeksian bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik sebanyak 10 6 CFU/ml dan tipe nonhemolitik sebanyak 10 5 CFU/ml. Pada pasca infeksi bakteri S. agalactiae menunjukkan bahwa kematian ikan nila mulai terjadi pada hari ke-3 untuk tipe 16

non-hemolitik tidak berbeda pula dengan tipe β-hemolitik ikan mulai mati pada hari ke- 3. Perbedaan puncak kematian mulai terjadi pada hari ke- 12 pada tipe non-hemolitik sebesar 88,89% dan untuk tipe β-hemolitik puncak kematian mulai terjadi pada hari ke-15 sebesar 77,78%. Pola kematian ini menandakan bahwa infeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik lebih virulen dibandingkan dengan S. agalactiae tipe β-hemolitik yang terlihat dari kecepatan kematian yang menyerang pada tipe bakteri tersebut. Hardi (2011), menyatakan bahwa permukaan sel bakteri tipe β-hemolitik (non kapsul) lebih banyak tersusun atas protein yang lebih mudah dan cepat dikenali oleh sel fagosit. Sedangkan tidak seperti sel bakteri tipe non-hemolitik (berkapsul) yang selain tersusun atas protein, juga tersusun atas karbohidrat yang lebih banyak, sehingga lebih sulit untuk difagosit. Sel bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat tumbuh dan berkembangbiak serta menyebarkan virulensi di sel atau jaringan dibandingkan bakteri tipe β-hemolitik yang mudah dikenali dan mampu dilawan oleh sistem imun. 3.5 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S. agalactiae pada Ikan Nila 3.5.1 Patologi Anatomi Makroskopis Pengamatan perubahan patologi anatomi makroskopis meliputi perubahan dalam bentuk, ukuran, konsistensi dan warna organ terutama hati dan ginjal. Pengamatan ini dilakukan dengan cara membedah tubuh ikan uji sesuai prosedur nekropsi (Lampiran 1) pada pra infeksi untuk mendapatkan gambaran organ internal ikan normal dan pasca infeksi tepatnya selama masa uji distribusi bakteri patogen di dalam tubuh ikan nila serta perubahan makroskopis dan mikroskopis. Patologi anatomi makroskopis ikan nila disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 7. 17

Tabel 4 Perbedaan makroskopis hati dan ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae dengan ikan normal. Perlakuan Ikan normal S. agalactiae tipe β- hemolitik S. agalactiae tipe nonhemolitik Organ internal Hati Ginjal Hati Ginjal Hati Ginjal Waktu pasca infeksi (jam) 0 3 6 9 12 15 Merah kecoklatan muda cerah Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah Merah Merah Merah Merah Merah kecoklatan kecoklatan kecoklatan pucat kecoklatan kecoklatan kecoklatan pucat muda cerah muda cerah dan kuning pucat pucat dan kehijauan kuning kehijauan Merah Merah Merah Merah Merah Merah kecoklatan kecoklatan tua, kecoklatan tua, kecoklatan kecoklatan kecoklatan pucat tua, berupa berupa berupa gumpalan pucat pucat gumpalan di gumpalan di di tengah tulang tengah tulang tengah tulang punggung punggung punggung Kecoklatan Merah Organ dalam Merah Merah tua dan Merah muda cerah kecoklatan berair merah kecoklatan membengkak kecoklatan pucat muda cerah kecokelatan pucat dan berupa pucat kuning gumpalan di kehijauan tengah tulang punggung Merah Merah Merah tua Merah tua Merah Merah kecoklatan kecoklatan tua, membengkak di membengkak kecoklatan kecoklatan pucat tua, berupa berupa tengah tulang di tengah pucat dan dan gumpalan di gumpalan di punggung tulang membengkak di membengkak di tengah tulang tengah tulang punggung tengah tulang tengah tulang punggung punggung punggung punggung

A 2 1 B 2 1 C 2 1 D 2 1 E 2 1 F 2 1 Gambar 6 Perubahan makroskopis ginjal ( )(1) dan hati ( )(2) ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae pada hari ke- 0, 3, 6, 9, 12, dan 15; (A) Organ dalam normal, (B) hati berwarna pucat dan ginjal berwarna pucat, (C) hati berwarna merah kecoklatan dan ginjal berwarna pucat, (D) hati berwarna pucat dan ginjal membengkak berwarna merah kecoklatan, (E) hati berwarna merah kecoklatan dan ginjal membangkak berwarna merah kecoklatan, dan (F) hati berwarna kecoklatan pucat dan hati berwarna kecoklatan pucat dan organ dalam berair. Hasil pengamatan pada ikan nila pasca infeksi dengan bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik menunjukkan perubahan makroskopis organ internal yang meliputi hati dan ginjal, tidak memiliki perbedaan yang jauh. Pada hari ke- 0 dan ke- 3 kondisi kedua organ masih normal, dimana hati memanjang di rongga tubuh, merah kecoklatan mudah cerah dan ginjal berwarna merah kecoklatan tua berupa gumpalan di tengah tulang 19

punggung. Kemudian hari ke- 6, 9, 12, dan 15 mulai terjadi perubahan makroskopis organ internal, mulai dari perubahan warna yang tadinya cerah menjadi pucat dan kehijauan atau semakin tua serta pembengkakan ginjal. Pada pasca infeksi S. agalactiae tipe non-hemolitik hari ke-12 dan 15, rongga perut terdapat cairan yang berlebih. Dharma (1982) menyatakan bahwa terganggunya fungsi hati dan empedu disebabkan oleh meningkatnya kerja hati untuk mengumpulkan, mengubah, menimbun metabolik-metabolik dan menetralkan serta menghilangkan zat-zat toksin. Huizinga et al. (1979) menyatakan bahwa secara internal, hati dan ginjal adalah organ target dari septisemia akut. Ginjal merupakan organ utama sistem ekskresi ikan, suatu organ besar dan terdapat di bagian atas rongga perut yang memiliki fungsi sebagai ekskresi produk limbah dari tubuh dan penting untuk keseimbangan cairan tubuh (Angka et al. 1990). Ginjal memiliki kemampuan menyaring dan membuang partikel-partikel angtigen dan hasil buangan metabolik yang tersirkulasi dalam aliran darah dan juga sebagai jaringan limfomieloid utama (ginjal anterior) pembentuk respon imun dan darah pada ikan (Ferguson 1988). Purwoko (2009) menyatakan bahwa sebagian besar bakteri gram positif memproduksi eksotoksin yaitu protein yang diproduksi dan dikeluarkan oleh bakteri gram positif, sehingga toksin tersebut terbawa oleh peredaran darah sampai ke seluruh bagian tubuh inang. Eksotoksin ini menyerang sel inang secara lokal atau terbawa peredaran darah dan menyerang jaringan dan organ yang rentan. Enzim dan toksin yang dihasilkan bakteri penyebab penyakit septicemia sebagai produk ekstraselulernya merupakan racun bagi ikan yang dapat menyebabkan perubahan warna dan struktur organ dalam (Munro 1982). 3.5.2 Patologi Anatomi Mikroskopis Menurut Takashima dan biya (1995), berbagai keadaan abnormal biasanya terlihat ketika hewan yang hidup tidak dapat memelihara kondisi normal dikarenakan gangguan di dalam fungsi fisiologikal dari sebagian atau keseluruhan tubuh, perubahan patologi tersebut secara umum meliputi: gangguan sirkulasi berupa hemoragi, hiperami, kongesti dan hydrops (edema); perubahan regresif berupa atrofi, degenerasi dan nekrosis; perubahan progresif ditandai dengan hiperplasia dan hipertropi dari sel dan jaringan; serta inflamasi. 20

3.5.2.1 Hati Pemeriksaan sel dan jaringan organ hati ikan nila kondisi normal yang disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Hati ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat. Di dalam hati perubahan patologi khusus yang terjadi terdiri atas: hipertropi, cloudy swelling, atropi, nekrosis, degenerasi vacuolar (vakuolisasi) degenerasi lemak, bile stagnation, hepatitis, cirrhosis, dan kongesti (Takashima dan biya 1995). Tabel 5 Perubahan patologi hati ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae Bakteri Waktu Pengamatan Perubahan patologi di dalam hati (Hari) He K Dv N 0 - - - - - 3 - + - + + S. agalactiae tipe 6 + + + + + β-hemolitik 9 + + - + + 12 - + - - + 15 + + - + + S. agalactiae tipe non-hemolitik 0 - - - - - 3 - + - + + 6 - - - + + 9 - + - - + 12 - + - + - 15 - + - + + Keterangan: He=hemoragi, =hiperemi, K=kongesti, Dv=degenerasi vakuolar (vakuolisasi), N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan; (+) terjadi perubahan stopatologi yang teramati dari organ hati pada ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang diinfeksi S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan patologi berupa hemoragi, hiperemi, kongesti, vakuolisasi dan nekrosis disajikan pada Tabel 5. 21

Dg Cg He Gambar 8 stopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β- hemolitik: =hiperemi, =nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi Dv 1 2 3 H Dv Dv Dv 1 2 3 Dv Gambar 9 stopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik: =hiperemi, =nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi Takashima dan biya (1995), menyatakan kongesti darah sinusoid atau pembuluh kecil terjadi pada hati. Sel hepatik di dalam area yang berdampingan mengalami atrofi dalam kasus yang hebat dari kongesti. Serta vakuola kadangkala teramati di dalam nukleus pada preparasi pewarnaan dengan hematoxylin dan eosin (HE). Vakuola ini sedikit berisi koloid protein cair tetapi terkadang menunjukkan reaksi PAS (Periodic Acid Schiff) positif. 4 5 6 22

3.5.2.2 Otak Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Otak ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat. Pengamatan histopatologi otak ikan nila memperlihatkan bahwa ikan yang diinfeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan-perubahan patologi berupa: hemoragi, hiperemi, degenerasi, dan nekrosis, disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Perubahan patologi otak ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae Bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik S. agalactiae tipe nonhemolitik Waktu Pengamatan Perubahan patologi di dalam otak (Hari) He Dg N 0 - - - - 3 - - - - 6 - - + + 9 - + + + 12 - + + + 15 - + + + 0 - - - - 3 - + + + 6 + + + + 9 - + + - 12 - + + + 15 + + + - Keterangan: He=hemoragi, =hiperemi, Dg=degenerasi, N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan; (+) terjadi perubahan Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ otak ikan nila akibat infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-6 dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis (Gambar 11). Sedangkan tipe non-hemolitik, organ mengalami perubahan mulai 23

dari hari ke-3 sampai hari ke-15 berupa: hemoragi, hiperemi, nekrosis, degenerasi vacuolar (Gambar 12). Dg Dg 1 2 3 Gambar 11 stopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β- hemolitik (mesencephalon); =hiperemi, =nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi) He Ht Dg Dg 1 2 3 Dv D Gambar 12 4 5 6 stopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik (mesencephalon); =hiperemi, =nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi 24

3.5.2.3 Ginjal Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 Ginjal ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat. Pengamatan histopatologi organ ginjal pada ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang di infeksi bakteri S. agalactiae selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan patologi berupa: hiperemi, nekrosis, degenerasi, degenerasi vacuolar (vakuolisasi), hemoragi, hipertropi yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perubahan patologi ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae Waktu Perubahan patologi di dalam ginjal Bakteri Pengamatan (Hari) He Ht Dv N 0 - - - - - 3 - + - + + S. agalactiae 6 + + - + + tipe β-hemolitik 9 - + - + + 12 - + - + + 15 - + - + + S. agalactiae tipe nonhemolitik 0 - - - - - 3 - + - + + 6 + + + + + 9 + + - + + 12 - + - + + 15 - - - + + Keterangan: He=hemoragi, =hiperemi, Ht=pertropi, Dv=degenerasi vakuolar (vakuolisasi), N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan; (+) terjadi perubahan Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ ginjal ikan nila akibat infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-3 dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis 25

serta pada hari ke- 6 disertai dengan hemoragi (Gambar 14). Sedangkan tipe nonhemolitik, organ mengalami perubahan mulai dari hari ke- 3 berupa: hiperemi, nekrosis, degenerasi vacuolar dan pada hari ke- 6 krusakan yang timbul berupa: hemoragi dan hipertropi (Gambar 15). Dg Dg He Gambar 14 stopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β- hemolitik; =hiperemi, =nekrosis, Dg=degenerasi, He=hemoragi 1 2 3 Ht He 1 2 3 He Dg Dg Dv Gambar 15 stopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik; =hiperemi, =nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), Ht=hipertropi, He=hemoragi 4 5 6 Menurut Hardi (2003), reaksi dari sel, jaringan atau organ terhadap agen perusak dapat berbentuk adaptasi, penyesuaian terhadap rangsangan fisiologik atau patologik tertentu, seperti adanya reaksi berupa hipertropi, hiperplasia, hiperemi dan atropi. Hal ini menandakan gejala klinis yang muncul pertama kali karena adanya adaptasi perubahan lingkungan (patogen, penangan, polutan). 26

Plumb (2004) juga berpendapat bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan respon awal yang diikuti dengan terjadinya peradangan, nekrosis dan terbentuknya tukak. Hal ini karena adanya tekanan dari bahan penyebab stress di lingkungan berupa infeksi bakteri S. agalactiae. Hemorragi merupakan keluarnya darah dari pembuluh darah, baik ke luar tubuh maupun ke luar jaringan tubuh, gambaran mikroskopik terlihat eritrosit di luar pembuluh darah (Takashima dan biya 1995). peremi adalah kondisi menggenang dari aliran darah arteri. Sedangkan kongesti merupakan kenaikan jumlah darah di dalam pembuluh darah sehingga tejadi pembendungan, gambaran mikroskopik berupa kapiler darah tampak melebar penuh berisi eritrosit. Menurut Ressang (1984), kongesti adalah terjadinya pembendungan darah yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. Kongesti didahului dengan pembengkakan sel hati dimana sel hati membesar yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu, hal ini menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat. Degenerasi merupakan keadaan substansi fisiologikal di dalam jaringan yang meningkat secara abnormal atau terlihat ditempat lain (Takashima dan biya 1995). krosis adalah kematian yang terjadi secara cepat pada bagian yang terbatas pada suatu jaringan dari individu tertentu disaat masih hidup. Gambaran mikroskopis dicirikan oleh adanya perubahan warna jaringan (lebih pucat): perubahan konsistensi jaringan (lebih lunak); adanya batas yang jelas antara jaringan nekrosis dan jaringan normal serta adanya perubahan pada sel yang meliputi ini, sitoplasma dan sel secara keseluruhan. Reaksi terhadap jaringan nekrosis, disekitarnya akan dikelilingi oleh neutrofil yang akan membantu mencairkan jaringan tersebut agar dapat dikeluarkan dari tubuh (Hardi 2003). Menurut Darmono (1995), tingkat kerusakan sel dan jaringan dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat. Degerenerasi termasuk dalam tingkat ringan yang ditandai dengan pembengkakan sel. Tingkat kerusakan sedang yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel dan nekrosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa organ ginjal, otak dan hati ikan nila yang diinfeksikan bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun non-hemolitik mengalami semua tingkatan kerusakan sel dan jaringan mulai dari ringan, sedang 27

dan berat. Perbaikan jaringan pada organ yang rusak akan berlangsung lambat apabila ikan yang terinfeksi tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik sehingga kerusakan organ biasanya akan berakhir dengan kematian (Nabib dan Pasaribu 1989). 3.6 Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi suhu, dissolve oxygen (DO), ph dan amoniak. Pengukuran dilakukan mulai dari awal perlakuan hingga akhir perlakuan uji tantang infeksi. Kisaran nilai parameter kualitas air selama masa penelitian disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian Parameter kualitas air Nilai kualitas air selama penelitian Kualitas air untuk ikan nila Suhu ( o C) 27 29 25 32 ph 6.63 6.95 6.5 8.5 DO (mg/l) 5.20 6.26 3 Amoniak (mg/l) 0.013 0.018 < 0.02 Referensi SNI 7550:2009 Berdasarkan Tabel 8, maka kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian berada pada kisaran yang ideal bagi pertumbuhan ikan budidaya nila (SNI 7550:2009). Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air dalam penelitian ini tidak menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi kehidupan ikan nila, sehingga infeksi yang terjadi sepenuhnya disebabkan oleh infeksi bakteri S. agalactiae. Menurut Taufik (1984) kualitas air dapat mempengaruhi keadaan ketahanan tubuh ikan dan dapat mempengaruhi timbul atau tidaknya suatu penyakit. Secara umum faktor yang terkait dengan timbulnya suatu penyakit merupakan interaksi dari tiga faktor yaitu inang, patogen dan lingkungan atau stressor eksternal (perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, tingkat higienik yang buruk dan stress) (Austin dan Austin 1999, diacu dalam Irianto 2005). Selama penelitian, parameter kualitas air pada awal dan akhir pengamatan menunjukkan kisaran yang layak untuk media budidaya ikan nila yang ditunjukkan pada Tabel 10. Kisaran suhu selama penelitian masih berada dalam kisaran normal untuk pemeliharaan ikan nila yaitu 27-29 o C. Ikan nila dapat hidup pada suhu 25-32 o C (SNI 7550:2009). Suhu air secara langsung mempengaruhi respon fisiologi, 28

reproduksi dan pertumbuhan ikan. Effendi (2003) menyatakan bahwa perubahan suhu akan mempengaruhi kecepatan perkembangan mekanisme pertahanan dan pembentukan antibodi, selain itu perubahan suhu dapat menjadi penyebab stress yang akan mempengaruhi kesehatan ikan. Selama penelitian nilai ph masih berada dalam kisaran normal yang cocok untuk pemeliharaan ikan nila yaitu berkisar antara 6.63 6.95. Boyd (1982) menyatakan bahwa air dengan ph kurang dari 4 akan membunuh ikan, antara 6.5-8.5 baik untuk ikan budidaya, ph lebih dari 8.5 akan membahayakan ikan dan ph 11 akan membunuh ikan. Ikan nila dapat hidup pada ph 6.5-8.5 (SNI 7550:2009). Kandungan oksigen terlarut dalam media pemeliharaan ikan nila selama penelitian berkisar antara 5.20 6.26 mg/l, nila ini masih sesuai dengan kondisi hidup ikan nila yang dapat hidup pada kisaran oksigen terlarut 3 mg/l (SNI 7550:2009). Selama penelitian kandungan amoniak masih berada dalam kisaran optimal yaitu sebesar 0.013 0.018 ppm. Menurut Boyd (1982), konsentrasi amoniak untuk pemeliharaan ikan adalah lebih dari 0.52 ppm, sedangkan pada konsentrasi 1.2-2 ppm dapat menyebabkan kematian ikan dan proporsi total amoniak ini akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan ph. Hal ini juga didukung dengan kondisi ikan nila masih dapat hidup pada kondisi amoniak < 0.02 mg/l (SNI 7550:2009). 29