BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan terutama ikan merupakan sumber utama pangan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Namun kegiatan yang dilakukan seringkali menghasilkan bahan buangan yang jika tidak ditangani dengan baik, akan masuk dan mengganggu upaya pemanfaatan sumberdaya perairan. Beberapa aktivitas yang dilakukan meliputi pertanian, industri, pemukiman dan perkebunan akan memenuhi ekosistem perairan dan dengan demikian organisme penghuni ekosistem perairan tersebut akan menerima dampak negatif. Ikan tagih merupakan salah satu ikan yang bernilai ekonomis penting di Indonesia. Ikan tagih dikenal sebagai salah satu ikan air tawar yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi, namun rendah lemak. Rasa dagingnya enak, gurih, dan lezat melebihi rasa daging ikan patin atau ikan jambal air tawar. Tidak mengherankan jika kelezatannya tersebut membuat harga jual ikan ini selalu lebih mahal, disamping karena jumlah pasokannya masih sedikit. Ikan tagih yang berada di Jawa Barat dapat ditemukan di perairan Sungai Citarum dan Waduk Cirata. Namun akhir-akhir ini ikan tagih sudah jarang ditemukan, bahkan telah dikategorikan sebagai ikan langka. Kualitas perairan yang menurun telah menyebabkan ikan tagih ini menjadi langka selain karena penangkapan yang berlebih. Banyaknya kegiatan akuakutur yang melebihi jumlah maksimum, pembuangan limbah-limbah kegiatan domestik dan industri secara langsung ke badan perairan khususnya yang mengandung logam berat telah mengkibatkan penurunan kualitas perairan Sungai Citarum dan sekitar Waduk Cirata. Logam berat merkuri (Hg) merupakan salah satu logam berat yang telah mencemari perairan Waduk Cirata. Menurut Palar (1994) konsertrasi yang tinggi 1

2 2 dapat menyebabkan kematian pada ikan, sedangkan pada konsentrasi sub letal dapat menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi organ. Toksisitas subletal logam berat berpengaruh terhadap: (1) Morfologis jaringan histologis; (2) Fisiologis seperti metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan morfologi ikan; (3) Biokimia (kimia darah dan kegiatan enzim); (4) Perilaku (neurofisiologi); (5) Perkembangbiakan ikan (Connell dan Miller 1995). Menurut Jalius (2008) Salah satu logam berat yang dapat menyebabkan penurunan fungsi organ-organ tubuh secara kronis adalah merkuri (Hg). Hasil Kajian beberapa peneliti di Waduk Cirata melaporkan bahwa kondisi logam berat di perairan tersebut telah memasuki kategori kritis. Kandungan logam berat di Waduk Cirata sudah melampaui batas ambang yang diizinkan terutama Hg yaitu sebanyak ppb yang akan berdampak dalam meningkatkan protein plasma sehingga ikan sulit untuk menyerap protein dan akan menurunkan tingkat respirasi sehingga pertambahan berat ikan akan menurun (Prihadi 2004). Menurut Keputusan Menteri nomer 02/MENKLH/88 baku mutu untuk biota perairan, kandungan merkuri tidak boleh melebihi ambang batas aman yaitu < 0,01 ppm dan masih dapat ditoleransi sebesar < 0,03 ppm. Hasil pemantauan BPWC pada triwulan IV (2012) konsentrasi merkuri di badan air Waduk Cirata yaitu 0,09 μg/l, namun akumulasi pada sedimen menunjukan nilai yang cukup besar yaitu 26,83 mg/kg. Tentu pencemaran merkuri ini dapat menjadi toksik pada organisme yang ada di perairan waduk. Menurut Jalius (2008) Salah satu logam berat yang dapat menyebabkan penurunan fungsi organ-organ tubuh secara kronis adalah merkuri. Sehingga dapat diduga bahwa ikan tagih yang berada di perairan Waduk Cirata hampir punah disebabkan oleh terganggunya fungsi organ-organ seperti insang, hati dan misai akibat akumulasi logam berat Hg. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang terletak pada bagian dalam rongga peritoneal dan melingkupi viscera. Hati merupakan organ yang sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia dan menjadi organ sasaran utama dari efek racun zat kimia (toksikan), karena itulah organ hati sangat rentan terhadap

3 3 pengaruh berbagai zat kimia dan merupakan organ tubuh yang sering mengalami kerusakan (Lu 1995). Insang merupakan organ respirasi pada ikan. Insang merupakan organ yang langsung berhubungan dengan air, sehingga apabila air yang masuk melalui insang mengandung polutan dapat menyebabkan kerusakan pada organ insang dan organ lain yang berhubungan dengan aat pernafasan. Sama halnya dengan misai yang merupakan alat bantu ikan tagih untuk mencari makanannya, apabila terlalu banyak zat toksik di perairan akan menyebabkan terganggunya fungsi misai. Berdasarkan permasalah ini, maka perlu dilakukan penelitian tentang sejauh mana logam berat merkuri klorida (HgCl 2 ) dapat menyebabkan kerusakan struktur mikroanatomi hati, insang dan misai pada ikan tagih. Hasil dari penelitian ini akan didapatkan informasi mengenai seberapa besar dampak yang diakibatkan merkuri klorida terhadap kerusakan organ hati, insang, misai ikan tagih. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah yang dapat diidentifikasi yaitu sejauh mana kerusakan yang terjadi pada struktur mikroanatomi hati, insang dan misai ikan tagih akibat pemberian merkuri klorida pada konsentrasi subletal. 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada struktur mikroanatomi hati, insang dan misai ikan tagih akibat pemberian merkuri klorida dengan kisaran konsentrasi sub letal. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bahaya yang diakibatkan logam berat merkuri klorida terhadap organisme perairan yang dapat diketahui dari kerusakan struktur mikroanatomi hati, insang, misai ikan tagih. Hasil dari penelitian dapat dijadikan acuan untuk pengelolaan cemaran logam berat merkuri yang terkandung di badan

4 4 perairan agar tidak melebihi batas yang ditentukan karena dapat merusak fungsi organ ikan. 1.5 Kerangka Pemikiran Sebagian besar merkuri yang terdapat di alam ini dihasilkan oleh sisa industri dalam jumlah kurang lebih ton setiap tahunnya. Penggunaan merkuri sangat luas seperti pada industri pengelolaan bahan-bahan kimia, proses pembuatan obat-obatan yang digunakan oleh manusia, sebagai bahan dasar pembuatan insektisida untuk pertanian, penambangan emas, pembakaran bahan fosil (minyak bumi, batu bara, gambut), limbah perkotaan dan industri (Lu 1995). Semua komponen merkuri baik dalam berbagai bentuk yang masuk ke dalam tubuh organisme secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati, dan ginjal (Roger et al., 1984). Logam berat merkuri digolongkan sebagai bahan pencemar paling berbahaya. Logam berat ini bersifat volatil. Jumlah rata-rata merkuri pada kerak bumi adalah 0,09 ppm, pada tanah adalah ppm, di sungai adalah 0,07 ppm dan pada air tanah adalah 0,5-1 ppm. Akumulasi merkuri dalam tubuh biota perairan berpusat pada organ tubuh yang berfungsi untuk reproduksi, detoksifikasi, pencernaan dan pernafasan sehingga akan berpengaruh terhadap kehidupannya (Jalius 2008). Merkuri masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup seperti pada ikan dapat melalui beberapa mekanisme, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Merkuri yang masuk dalam tubuh organisme air tidak dapat dicerna, namun merkuri akan terlarut di dalam lemak. Logam yang terlarut dalam lemak mampu untuk melakukan penetrasi pada membran sel, sehingga ion-ion logam merkuri akan menumpuk (terakumulasi) di dalam sel dan organ lain (Palar 2004). Menurut Dara (1997) logam berat merkuri dapat berinteraksi dengan protein dan dapat merubah sifat protein, merusak dinding selaput sel dan sistem pengaturan enzim serta metabolisme. Sasaran logam berat merkuri pada organ target dalam organ tubuh organisme perairan yaitu hati, sel darah merah, syaraf,

5 5 otak, ginjal, dan insang. Selain itu merkuri juga menghambat kegiatan coenzim yang berperan penting dalam fungsi enzim. Pengaruh pencemaran merkuri terhadap ekosistem bersifat jangka panjang, yaitu meliputi kerusakan struktur komunitas, keturunan, rantai makanan, tingkah laku hewan air, fisiologi, resistensi maupun pengaruhnya yang bersifat sinergisme. Pengaruhnya yang bersifat linier terjadi pada tumbuhan dan organisme perairan, yaitu semakin tinggi kadar merkuri semakin besar pengaruh racunnya (Nicodemus 2003). Nilai ambang batas merkuri terlarut yang berada di lingkungan perairan menurut Baku Mutu Air Laut Indonesia adalah 0,01 ppm. Sedangkan menurut US EPA Continuous Concentration Criteria adalah 0,094 ppm (Dube et al 2005). Ambang batas merkuri yang ada dalam jaringan tubuh ikan yang aman dikonsumsi menurut Food and Drug Administration (FDA) adalah tidak melebihi 1 ppm. Para peneliti dari University of Nevada, Las Vegas, AS, menemukan 55 % sampel mengandung kadar merkuri lebih tinggi dari standar EPA, yakni 0,5 ppm dan sekitar 5 persen dari seluruh sampel memiliki kandungan lebih dari 1 ppm lebih tinggi dari kadar aman untuk ikan konsumsi yang di syaratkan oleh FDA. Menurut WHO dan Standar Nasional Indonesia (SNI) kandungan merkuri yang terdapat dalam ikan pangan harus dibawah 0,5 ppm (Nurchayatun 2007). Perairan Teluk Lada, Teluk Banten, dan Teluk Jakarta telah mengalami pencemaran logam berat merkuri yaitu 0,09 mg/l; 0,05 mg/l; dan 0,121 mg/l yang mengakibatkan kematian beberapa organisme perairan (Jalius 2008). Ikanikan yang mati disekitar teluk Minamata mempunyai kadar metil merkuri sebesar 9 sampai 24 ppm (Supriharyono 2002). Pada ikan zebra yang dipaparkan dalam 1 ppb fenil merkuri asetat dapat menurunkan produksi telur sampai 22% dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi yaitu 20 ppb, ikan tersebut berhenti bertelur. Mekanisme penurunan kontraksi oviduk untuk mengeluarkan telur menurun pada ikan yang hidup dalam air yang terkontaminasi, sehingga hanya sedikit telur yang dikeluarkan. Ikan salmon yang diekpose dalam air dengan dosis 1 ppm merkuri selama 30 menit akan menurunkan fertilitas spermatozoanya. Hal tersebut akan

6 6 berpengaruh terhadap kemampuan reproduksi pada ikan dalam dosis merkuri yang lebih rendah dan waktu yang lebih lama (Dube et al 2005). Menurut Palar (2004) Konsentrasi ion logam berat merkuri yang mematikan setelah dilakukan pemaparan selama 96 jam pada ikan berkisar antara 0,23 0,8 ppm. Ikan Brachiario rerio yang hidup di air tawar mengandung 5 ppm merkuri mengalami kerusakan ginjal setelah 13 hari terpapar, dan dengan waktu pemeliharaan yang lebih lama ikan mengalami kematian (Darmono 2001). Menurut Nurchayatun (2007) konsentrasi merkuri klorida sebesar 0,02 ppm dan 0,08 ppm berpengaruh terhadap kerusakan struktur mikroanatomi insang ikan mas yang berupa edema, hyperplasia, fusi lamella nekrosis dan atropi. Trianik (2009) dalam penelitiannya, konsentrasi merkuri klorida sebesar 0,04 ppm; 0,08 ppm; 0,16 ppm; dan 0,32 ppm selama 6 minggu dapat menyebabkan beberapa kerusakan struktur anatomi ginjal ikan nila berupa nekrosis, atropi dan peradangan. Sedangkan menurut Maulida (2007) konsentrasi merkuri klorida sebesar 0,02 ppm dan 0,08 ppm pada ikan mas dapat menyebabkan kerusakan struktur mikroanatomi hati berupa pembengkakan sel dan kongesti, dan pada konsentrasi 0,08 ppm ikan mengalami kematian di minggu ke Hipotesis Pemberian merkuri klorida dengan kisaran konsentrasi subletal menyebabkan kerusakan terhadap struktur mikroanatomi.