BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman dan tingkat peradaban manusia yang. sudah semakin maju semakin mendorong manusia untuk berupaya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN PERSEMBAHAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari sampai dengan bulan Juni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

4 Hasil dan Pembahasan

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis C-3,7-dimetil-7-hidroksiheptilkaliks[4]resorsinarena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Bab IV Pembahasan. Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

SINTESIS TURUNAN KALKON DARI MIRISTISIN MINYAK PALA

BAB III METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 12 No. 2 Desember 2008

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

Senyawa 1 C7H8O2 Spektrum IR senyawa C7H8O2. Spektrum 13 C NMR senyawa C7H8O2

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

4. Hasil dan Pembahasan

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4. Hasil dan Pembahasan

BAB 3 METODE PENELITIAN

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Artonin E (36)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

SINTESIS (E)-3-(4-HIDROKSIFENIL)-1-(NAFTALEN-1-IL)PROP-2-EN-1-ON DARI ASETILNAFTALEN DAN 4-HIDROKSIBENZALDEHID. R. E. Putri 1, A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A STUDY OF THE SYNTHESIS OF VERATRYL CYANIDE REQUIRED AS AN INTERMEDIATE FOR THE PREPARATION OF C-9154 ANTIBIOTIC DERIVATIVE FROM VANILIN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan lingkungan adalah topik serius untuk ditindaklanjuti karena

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI

4 Hasil dan Pembahasan

4002 Sintesis benzil dari benzoin

4013 Sintesis benzalasetofenon dari benzaldehida dan asetofenon

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra)

BAB III METODE PENELITIAN

4. Hasil dan Pembahasan

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

Bab IV Hasil dan Pembahasan

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

4010 Sintesis p-metoksiasetofenon dari anisol

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

san dengan tersebut (a) (b) (b) dalam metanol + NaOH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Methyl Red

Pembuatan selulosa dari kulit singkong termodifikasi 2-merkaptobenzotiazol untuk pengendalian pencemaran logam kadmium (II)

SINTESIS SENYAWA METOKSIFLAVON MELALUI SIKLISASI OKSIDATIF HIDROKSIMETOKSIKALKON

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

3 Metodologi Penelitian

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Labu leher tiga Pyrex - Termometer C

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI WAKTU REAKSI SINTESIS SENYAWA BENZILIDENSIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALISATOR NATRIUM HIDROKSIDA

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

... t"f~,t.'" -rf PERBANDINGAN BASIL SINTETIS KNOEVENACEL DENGAN KATALIS PIRIDINA. ly..i."'~oo~ \ ~\t.y1js't'" ~~!I\,r'

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

Transkripsi:

37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum Burmanii. Minyak kayu manis yang digunakan dianalisis terlebih dahulu dengan menggunakan GC- MS untuk mengetahui komponen penyusun dan kadar komponen penyusun minyak kayu manis tersebut khususnya kandungan sinamaldehida yang ada. Dari hasil analisis diperoleh bahwa kandungan minyak kayu manis yang paling tinggi adalah sinamaldehida yaitu sebesar 89,15%. Kromatogram GC-MS dari minyak kayu manis ditunjukkan pada Gambar 4.1. Puncak utama 3 dengan waktu retensi 11.442 menit adalah sinamaldehida, yang terdapat sebanyak 89,15% Sinamaldehida Intensitas Waktu retensi (menit) Gambar 4.1 Kromatogram GC dari minyak kayu manis

38 Kadar sinamaldehida yang cukup tinggi dalam minyak kayu manis tersebut tentunya memudahkan dalam teknik isolasi. Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu dekantasi Natrium Bisulfit (NaHSO 3 ) jenuh pada minyak kayu manis, dilanjutkan dengan filtrasi padatan yang terbentuk dari hasil dekantasi serta merefluks padatan tersebut dengan HCl 15% pada suhu 60 0 C dan dilakukan ektraksi dengan pelarut diklorometana. Sinamaldehida yang telah berhasil diisolasi sebesar 69% dari jumlah minyak kayu manis yang diisolasi, akan tetapi kemurniannya mencapai 99,50%. Meningkatnya kadar sinamaldehida dari 89,15% menjadi 99,50% menunjukkan bahwa teknik isolasi yang digunakan sudah cukup baik. Kromatogram GC-MS hasil isolasi minyak kayu manis (sinamaldehida) ditunjukkan pada gambar 4.2. Puncak utama (99,50%) dengan waktu retensi 11,748 menit adalah sinamaldehida. Intensitas Sinamaldehida Waktu retensi (menit) Gambar 4.2 Kromatogram GC dari sinamaldehida

39 Analisis dilajutkan dengan menggunakan Spektroskopi Massa. Hasil analisis kromatografi massa ditunjukkan pada Gambar 4.3. Puncak pada m/z 132 merupakan puncak ion molekular yang khas untuk sinamaldehida dan sesuai dengan massa atom relatif sinamaldehida. Intensitas m/z Gambar 4.3 Kromatogram Spektometer Massa dari sinamaldehida Puncak pada m/z 131 merupakan puncak utama (base peak) yang dihasilkan dari pelepasan radikal atom H, sedangkan puncak m/z 103 dihasilkan pelepasan C=O dari aldehida dan seluruh fragmen pemecahan ion identik pada struktur sinamaldehida. + O O CH = CH-C H - H CH = CH -C + m/z =132 m/z =131 - C=O + -CH=CH CH = CH + m/z =77 m/z =103

40 Analisis lebih lanjut digunakan spektrofotometer infra merah dari senyawa hasil isolasi (sinamaldehida). Pada spektra IR (Gambar 4.4) dari sinamaldehida tersebut terdapat serapan pada bilangan gelombang 1678,0 cm -1 dari gugus karbonil terkonjugasi yang diperkuat dengan adanya dua serapan kembar pada 2742,6 cm -1 dan 2815,9 cm -1 yang khas untuk adsorpsi C 2 sp -H pada gugus karbonil aldehida. Ikatan rangkap dua (C=C) ditunjukkan oleh serapan pada 1624 cm -1 dan pita pita lain yang berada antara 3100 3000 cm -1 berasal dari serapan 2 =C sp -H dari senyawa aromatis dan alifatis. Selain itu, serapan kuat pada 748,3 cm -1 dan 690,5 cm -1 menunjukkan bahwa senyawa aromatis tersebut merupakan senyawa aromatis monosubstitusi (5 H berdampingan). Jadi dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi mempunyai gugus karbonil aldehida, ikatan rangkap dua pada senyawa aromatis dan alifatis dan cincin benzena monosubstitusi. % T Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.4 Spektra Infra Merah sinamaldehida

41 4.2 Sintesis Kaliks[4]Resorsinarena 4.2.1 Sintesis C-Sinamal Kaliks[4]Resorsinarena (CSK4R) Sinamaldehida yang telah diisolasi dari minyak kayu manis tersebut dijadikan bahan baku dalam sintesis C-Sinamal Kaliks[4]resorsinarena (CSK4R). CSK4R disintesis dengan menggunakan pelarut etanol 95% dan asam Bronsted (HCl) sebagai katalis. CSK4R berupa padatan berwarna merah yang dihasilkan dari reaksi antara resorsinol dan sinamaldehida pada suhu 77 0 C yang dilakukan dengan variasi waktu selama 20 jam, 24 jam dan 30 jam (Gambar 4.5). Persentase hasil sintesis C-Sinamal Kaliks[4]resorsinarena ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Persentase hasil sintesis CSK4R No Suhu Reaksi Waktu reaksi Persentase hasil 1 77 0 C 20 jam 69,42% 2 77 0 C 24 jam 75,08% 3 77 0 C 30 jam 71,23% Pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa waktu reaksi optimum dalam sintesis C-sinamal kaliks[4]resorsinarena adalah 24 jam. + Et/H + 77 0 C Gambar 4.5 Skema reaksi sintesis CSK4R

42 Spektra analisis IR untuk CSK4R (Gambar 4.6) menunjukkan rentangan sebagai pita lebar kuat pada 3409,9 cm -1. Selain itu tidak terdapat atau hilangnya spektrum regangan karbonil (C=O) pada daerah 1678,0 cm -1 dan hilangnya serapan yang khas untuk aldehida (serapan kembar pada daerah sekitar 2742,6 cm - 1 dan 2815,9 cm -1 ) yang berasal dari sinamaldehida. Pita-pita lain yang muncul dalam spektrum IR adalah 1620,1 (regang C=C aromatis), 702,0 cm -1 yang menunjukkan masih adanya ikatan C rangkap dua yang seluruhnya sesuai dengan struktur CSK4R. %T Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.6 Spektra IR CSK4R CSK4R memiliki kelarutan yang sangat kecil sekali dan hampir tidak larut dalam banyak pelarut yang telah dicoba, seperti Na, etanol, metanol, DMSO, asetonitril, kloroform, diklorometana, n-heksana, Na, etil asetat dan aseton.

43 Hal inilah yang menjadi kesulitan di dalam analisis menggunakan spektrometer 1 H NMR sehingga sinyal sinyal yang ditampilkan pun tidak dapat teridentifikasi. Dengan demikian, diperlukan pelarut yang tepat atau dilakukan suatu cara sehingga mampu meningkatkan kelarutannya dalam suatu pelarut. 4.2.2 Sintesis C-Vanilin Kaliks[4]Resorsinarena (CVK4R) C-Vanilin Kaliks[4]Resorsinarena (CVK4R) dihasilkan dari reaksi antara resorsinol dan vanilin (4-hidroksi-3-metoksi benzaldehida) dalam suasana asam. Hasil dari reaksi tersebut berupa padatan berwarna merah muda yang langsung terpisah dari campuran reaksi karena tidak larut dalam pelarut yang digunakan (etanol) (Gambar 4.7). Persentase hasil CVK4R yang diperoleh dengan variasi waktu reaksi selama 20 jam, 24 jam dan 30 jam ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.2 Persentase hasil sintesis CVK4R No Suhu Reaksi Waktu reaksi Persentase hasil 1 73 0 C 20 jam 97,25% 2 73 0 C 24 jam 96,93% 3 73 0 C 30 jam 94,24% Pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa waktu reaksi optimum dalam sintesis C-vanilin kaliks[4]resorsinarena adalah 20 jam. Produk yang dihasilkan (CVK4R) tidak larut dalam air dan etanol serta beberapa pelarut organik seperti aseton, kloroform, dietil eter, diklorometana, n- heksana dan etil asetat. Tetapi larut dalam Na, aseton-air (1:1) dan dimetilsulfoksida (DMSO).

44 OCH 3 C O H Et/H + H 3 CO + 73 0 C OCH 3 OCH 3 OCH 3 Gambar 4.7 Skema reaksi sintesis CVK4R Spektra analisis IR untuk CVK4R (Gambar 4.8) menunjukkan rentangan sebagai pita lebar kuat pada 3413,8 cm -1. Selain itu tidak terdapat spektrum regangan karbonil (C=O) pada daerah sekitar 1900 1650 cm -1 dan tidak adanya serapan yang khas untuk aldehida ( serapan kembar pada daerah sekitar 2741 cm -1 dan 2806 cm -1 ) yang berasal dari vanilin. Pita-pita lain yang muncul dalam spektrum IR adalah 1612,4 cm -1 dan 1515,9 cm -1 (regang C=C aromatis), 1203,5 (C O C), 1380,9 cm -1 (CH 3 ) yang seluruhnya sesuai dengan struktur CVK4R.

45 %T OCH 3 H 3CO OCH 3 OCH 3 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.8 Spektra IR CVK4R Selanjutnya dilakukan analisis spektrometer 1 H NMR untuk lebih memperkuat struktur dari CVK4R tersebut. Spektra 1 H NMR untuk CVK4R ditunjukkan pada Gambar 4.9.

46 Intensitas Gambar 4.9 Spektra 1 NMR CVK4R (DMSO, 500 MHz) Spektra 1 H NMR CVK4R (Gambar 4.9) menampilkan puncak-puncak pada δ 4,39 yang berasal dari gugus metoksi (3H), δ 5,55 5,40 berasal dari CH metin (1H), δ 6,43 6,08 berasal dari cincin aromatis (5H) dan δ 8,44 7,85 yang berasal dari gugus hidroksil (3H). Berdasarkan integrasi terhadap puncak puncak tersebut maka diperoleh perbandingan jumlah proton yang sesuai dengan perkiraan senyawa CVK4R yang diharapkan, yaitu 3 : 1 : 5 : 3 (proton dari : proton dari CH metin : proton dari aril : proton dari metoksi). Senyawa yang dihasilkan memiliki dua konformasi yaitu C 4v (crown atau cone) dan C 2v (chair atau partial cone) dengan perbandingan berturut turut sebesar 2 : 1. Hal ini teridentifikasi munculnya dua puncak singlet pada δ 5,55 dan 5,40 yang merujuk kepada spektra model C-Fenil kaliks[4]resorsinarena dari Tunstad dkk (1998) secara berturut turut sebagai puncak untuk konformasi C 4v dan C 2v. Sinyal sinyal lain yang muncul pada δ 3,44 3,39 dan 2,49 berasal dari pelarut (DMSO dan H 2 O) sedangkan sinyal sinyal medan atas muncul pada δ 1,06 1,03 berupa

47 puncak triplet (dari CH 3 ) dan δ 1,28 1,23 berupa puncak kuartet (dari CH 2 ) berasal etanol yang terperangkap dalam molekul C-Vanilin K4R (CVK4R). 4.3 Adsorpsi Kation Logam Pb(II) oleh CVK4R dan CSK4R 4.3.1 Pengaruh Tingkat Keasaman (ph) Percobaan adsorpsi dilakukan dengan sistem Batch menggunakan 0,0600 gram untuk masing-masing adsorben (CVK4R dan CSK4R) dan 10 ml larutan logam Pb(II) dengan konsentrasi 10 ppm. Larutan logam Pb dibuat dengan pengenceran larutan standar timbal nitrat (Pb(NO 3 ) 2 ) 500 ppm. Pengaturan keasaman dilakukan dengan penambahan larutan Na 0,1 M dan larutan HCl 0,1 M. Na dipilih karena memiliki ukuran kation logam yang relatif sangat kecil sehingga diharapkan dapat meminimalkan persaingan dengan kation logam adsorbat (Pb 2+ ). Percobaan dilakukan pada daerah ph 2 sampai ph 5. Setelah dikocok dengan menggunakan shaker selama 3 jam pada temperatur ruangan, adsorben dipisahkan melalui peyaringan dan filtrat yang diperoleh ditentukan konsentrasinya dengan AAS. Gambar 4.10 ditampilkan hasil percobaan adsorpsi Pb(II) pada variasi kondisi ph tertentu yang telah dikurangi dengan dengan hasil percobaan kontrol (blanko) sebagai koreksi terjadinya pengendapan pada percobaan adsorpsi, terutama pada ph yang tinggi.

48 Gambar 4.10 Pengaruh tingkat keasaman (ph) pada adsorpsi Pb(II) oleh adsorben CVK4R dan CSK4R Pada gambar 4.10 tersebut menunjukkan bahwa persentase adsorpsi Pb(II) oleh kedua adsorben tersebut rendah pada tingkat keasaman tinggi (ph rendah) dan akan semakin meningkat seiring dengan dengan tingkat keasaman yang semakin menurun (ph rendah) hingga tingkat keasaman tertentu. Pola grafik persentase adsorpsi Pb(II) oleh kedua adsorben memiliki kecenderungan yang sama, yaitu pada ph rendah (ph 2) terjadi adsorpsi logam Pb(II) yang paling kecil dan sekitar ph 4 terjadi adsorpsi logam Pb(II) paling besar. Pada gambar 4.8 dapat dilihat pula bahwa setelah ph 4 kembali terjadi penurunan adsorpsi logam Pb(II). Hal ini menunjukkan bahwa hanya pada daerah ph tertentu yang akan menghasilkan adsorpsi logam Pb(II) secara optimum. Dengan demikian, ph sekitar 4 merupakan ph yang optimum dalam adsorpsi logam Pb(II) dengan menggunakan CVK4R dan CSK4R. Persentase adsorpsi logam Pb(II) oleh adsorben CVK4R dan CSK4R mencapai nilai yang paling besar pada ph sekitar 4, yaitu secara berurutan

49 67,41% dan 33,71%. Dengan demikian persentase adsorpsi logam Pb(II) dengan menggunakan adsorben CVK4R jauh lebih besar dibandingkan dengan menggunakan adsorben CSK4R. Hal ini disebabkan interaksi antara adsorben dan Pb(II) diperkirakan melibatkan interaksi antara orbital kosong pada Pb(II) dengan pasangan elektron bebas dari oksigen dan awan elektron π cincin aromatis. Pada CVK4R terdapat lebih banyak gugus hidroksil dan metoksi yang berasal dari vanilin sehingga akan menjadi donor elektron yang lebih banyak dibandingkan dengan CSK4R yang hanya dibantu oleh awan elektron π dari ikatan karbon rangkap dua (C=C) yang berasal dari sinamaldehida. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam adsorpsi karena perubahan tingkat keasaman larutan logam dapat menyebabkan perubahan muatan dari permukaan adsorben maupun perubahan spesies ion logam. Pada tingkat keasaman yang tinggi (ph rendah), jumlah ion H + sangat melimpah sehingga dapat menyebabkan sebagian besar pasangan elektron bebas pada oksigen akan berikatan dengan H +. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya tolakan elektrostatik antara adsorben dan adsorbat yang sama sama bermuatan positif. Akan tetapi, tingkat keasaman yang terlalu rendah (ph tinggi) akan menyebabkan persentase logam yang terserap akan semakin berkurang karena akan terjadinya pengendapan logam. Dengan demikian penentuan ph optimum dalam adsorpsi logam sangat perlu diperhatikan agar adsorpsi logam oleh adsoben tidak terganggu dan akan dicapai hasil yang maksimum.

50 4.3.2 Pengaruh Waktu Interaksi Percobaan untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap adsorpsi logam Pb(II) dilakukan pada nilai ph optimum (sekitar ph 4) dan variasi waktu yang digunakan dari 2 menit sampat 180 menit. Waktu interaksi yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi digunakan untuk mengetahui laju adsorpsi. Semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi maka semakin tinggi laju adsorpsinya. Kesetimbangan adsorpsi dicapai apabila penambahan waktu interaksi tidak lagi menambah jumlah logam yang teradsorpsi pada adsorben. [Pb] yang teradsorpsi (umol/g) 6 5 4 3 2 1 0 0 50 100 150 200 waktu (menit) dengan adsorben C-Vanilin C4R dengan adsorben C-Sinamal C4R Gambar 4.11 Pengaruh waktu interaksi terhadap adsorpsi logam Pb(II) Grafik pada Gambar 4.11 menunjukkan pengaruh waktu interaksi terhadap adsorpsi logam Pb(II) oleh adsorben CVK4R dan CSK4R. Dari data tersebut diperoleh bahwa adsorpsi logam Pb(II) berlangsung sangat cepat pada menit menit awal interaksi sampai dengan 30 menit pertama dan adsorpsi hanya

51 sedikit berubah hingga akhirnya penambahan waktu tidak mempengaruhi lagi jumlah logam Pb(II) yang teradsorpsi oleh adsorben. Grafik di atas memperlihatkan kecenderungan yang yang hampir sama antara adsorben CVK4R dengan CSK4R dalam adsorpsi logam Pb(II). Pada 2 menit pertama waktu interaksi terjadi adsorpsi logam Pb(II) sebesar 4,7017 µmol/g (91,84%) dengan menggunakan adsorben CVK4R sedangkan sebanyak 3,4474 µmol/g (67,34%) dapat teradsorpsi oleh CSK4R pada 2 menit pertama juga. Dengan demikian waktu interaksi optimum ditetapkan pada saat terjadi penyerapan paling tinggi, yaitu ketika reaksi telah berlangsung selama 2 menit. Dari data hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa jumlah adsorbat yang teradsorpsi berbanding lurus dengan banyaknya posisi aktif pada adsorben yang belum berikatan dengan adsorbat. Makin banyak posisi aktif pada adsorben yang masih kosong maka akan semakin mudah pula terjadi adsorpsi dan sebaliknya bila posisi aktif adsorben sudah banyak yang berikatan dengan adsorbat maka makin sulit untuk terjadi adsorpsi hingga pada akhirnya tidak ada lagi adsorbat yang dapat diserap oleh adsorben. Akan tetapi, grafik pada Gambar 4.11 mengalami sedikit penurunan sampai akhirnya konstan setelah dicapai suatu batas maksimum dalam adsorpsi logam Pb(II). Hal ini bisa terjadi akibat berkurangnya kemampuan adsorben untuk berikatan lagi dengan logam Pb(II) sehingga ikatan yang terjadi akan semakin lemah dan memungkinkan ada logam Pb(II) yang kembali terlepas dari ikatan pada adsorben. Untuk mempelajari kinetika adsorpsi yang berlangsung, data adsorpsi pada berbagai waktu interaksi diolah dengan menggunakan beberapa model kinetika.

52 Model kinetika yang digunakan adalah model kinetika pseudo orde satu dan pseudo orde dua. Istilah pseudo orde satu dan dua ini diperkenalkan sejak 1998 untuk membedakannya dari persamaan kinetika yang diturunkan berdasarkan konsentrasi adsorbat dalam larutan (Ho, 2004). Model kinetika pseudo orde satu (Lagergren) dirumuskan : Log(qe-q) = log qe - k t, qe dan q (keduanya dalam µmol/g) adalah jumlah 2,303 kation logam yang teradsorpsi pada kesetimbangan dan jumlah kation logam yang teradsorpsi pada waktu t (menit), sedangkan k adalah konstanta laju adsorpsi. Melalui pengaluran data log data log(qe-q) terhadap t dapat diketahui kesesuaian data terhadap model kinetika, yaitu dari nilai korelasi (R 2 ), sedangkan nilai k diperoleh dari kemiringan (slope) grafik yang diperoleh. Sementara itu, persamaan pseudo orde dua dirumuskan : t 1 1 = t 2 q 2. k. qe +. Dari persamaan tersebut nilai qe qe dan k dapat dihitung dari kemiringan dan perpotongan (intercept) dari pengaluran t/q terhadap t (Lampiran 7) Dari pengaluran data terhadap kedua persamaan model kinetika tersebut. model pseudo orde dua menampilkan nilai R 2 =1 dengan menggunakan kedua adsorben (CVK4R dan CSK4R). Pada Tabel 4.2 ditunjukkan persamaan linear untuk masing-masing persamaan model kinetika dan nilai korelasinya (R 2 ).

53 Tabel 4.3 Hasil Pengaluran Linear terhadap persamaan model kinetika Adsorbat Adsorben Persamaan model kinetika Pseudo Orde satu R 2 Pseudo orde dua R 2 Pb(II) CVK4R y= 0,0009x - 0,3289 0,6552 y= 0,223 x + 0,0636 1 Pb(II) CSK4R y= 0,0005x-0,2553 0,6555 y= 0,3314x + 0,2099 1 Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa adsorpsi kation logam berat Pb(II) oleh adsorben CVK4R dan CSK4R berlangsung mengikuti model kinetika pseudo orde kedua. Dengan demikian, laju reaksi berbanding lurus dengan kuadrat dari dari posisi aktif pada adsorben yang belum digunakan untuk berinteraksi dengan adsorbat, oleh karena itu adsorpsi berlangsung sebagian besar pada saat awal interaksi (posisi aktif adsorben yang masih kosong terdapat dalam jumlah yang banyak). Nilai konstanta laju adsorpsi (k) dan kapasitas adsorpsi pada kesetimbangan (qe) yang dihitung dari nilai kemiringan dan perpotongan pengaluran linear model kinetika pseudo orde dua ditampilkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Nilai qe dan k Model Kinetika Pseudo Orde Dua Adsorbat Adsorben Kemiringan Perpotongan qe perhitungan (µmol/g) qe percobaan (µmol/g) k (g µmol -1 menit -1 ) Pb(II) CVK4R 0,223 0,0636 4,4843 4,7017 0,391 Pb(II) CSK4R 0,3314 0,2099 3,0211 3,4474 0,261 Nilai qe hasil perhitungan dan percobaan pada interaksi antara Pb(II) dengan adsorben CVK4R menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan

54 dengan interaksi Pb(II) dengan adsorben CSK4R.Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi CVK4R lebih besar dibandingkan CSK4R karena CVK4R memiliki gugus pendonor elektron yang lebih banyak dibandingkan CSK4R sehingga tersedia banyak posisi aktif yang dapat diisi oleh adsorbat (logam Pb(II)). Disamping itu, nilai k untuk adsorpsi Pb(II) dengan menggunakan adsorben CVK4R lebih tinggi dibandingkan bila menggunakan adsorben CSK4R. Hal ini menunjukkan bahwa adsorpsi Pb(II) oleh CVK4R lebih cepat dibandingkan oleh CSK4R karena semakin banyaknya posisi aktif adsorben yang tersedia maka akan semakin mudah pula terjadi adsorpsi sehingga laju reaksinya akan semaikin cepat. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa adsorpsi logam Pb(II) lebih efektif dengan menggunakan adsorben CVK4R dibandingkan dengan CSK4R karena adsorben CVK4R memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi sehingga mampu menyerap kation logam Pb 2+ lebih banyak. Selain itu adsorben CVK4R memiliki konstanta laju adsorpsi yang lebih tinggi sehingga memiliki laju adsorpsi yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan adsorben CSK4R. 4.3.3 Pengaruh Variasi Konsentrasi Larutan Logam Pb(II) Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan logam Pb(II) terhadap adsorpsi maka dilakukan beberapa percobaan dengan konsentrasi larutan logam Pb(II) yang bervariasi. Gambar 4.12 menunjukkan grafik adsorpsi Pb(II) oleh kedua adsorben (CVK4R dan CSK4R) dengan konsentrasi logam Pb(II) yang bervariasi.

55 Gambar 4.12 Pengaruh konsentrasi larutan logam dalam adsorpsi Pb(II) Grafik pada Gambar 4.12 menunjukkan kecenderungan adsorpsi Pb(II) dengan menggunakan adsorben CVK4R maupun CSK4R. Dengan meningkatnya konsentrasi larutan logam Pb(II) maka akan semakin banyak pula adsorbat yang tersedia dan peluang adanya interaksi dengan adsorben akan semakin tinggi. Jumlah adsorbat yang teradsorpsi berbanding lurus dengan dengan banyaknya posisi aktif pada adsorben yang belum berikatan dengan adsorbat. Meskipun demikian, adsorben memiliki kapasitas maksimum dalam mengadsorpsi adsorbat sehingga pada saat posisi aktif adsorben telah berinteraksi dengan adsorbat seluruhnya maka penambahan konsentrasi logam tidak dapat lagi diadsorpsi oleh adsorben. Berdasarkan grafik pada Gambar 4.12 dapat disimpulkan bahwa kemampuan adsorpsi CVK4R lebih baik dibandingkan dengan CSK4R. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah logam Pb(II) yang teradsorpsi oleh CVK4R lebih banyak dibandingkan oleh CSK4R. Selain itu, kapasitas adsorpsi CVK4R lebih

56 tinggi dibandingkan dengan CSK4R, yang ditunjukkan dari kecenderungan grafik kedua adsorben tersebut pada Gambar 4.12. Distribusi kation logam berat pada saat kesetimbangan dalam adsorben dan larutan sangat penting untuk menentukan kapasitas adsorpsi maksimum. Beberapa model isoterm dapat digunakan untuk mendeskripsikan distribusi adsorpsi pada saat kesetimbangan. Model isoterm Freundlich dan Langmuir merupakan model isoterm yang sering digunakan untuk memahami sistem adsorpsi. Bentuk linear dari persamaan isoterm Freundlich adalah: log qe = log k + 1/n log Ce Bentuk linear persamaan isoterm Langmuir adalah 1/qe = 1/(k.q 0. Ce)+ 1/q 0 Dimana qe adalah jumlah logam yang teradsorpsi pada kesetimbangan (µmol/g), q 0 (µmol/g) adalah kapasitas adsorpsi maksimum, Ce (µmol/l) adalah konsentrasi larutan logam dalam kesetimbangan dan k adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi. Hasil pengaluran linear log qe terhadap log Ce (model Freundlich) dan 1/qe terhadap 1/Ce (model Langmuir) dan persamaan serta korelasi (R 2 ) dari kedua persamaan tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil pengaluran linear terhadap persamaan isoterm Freundlich dan Langmuir Adsorbat Adsorben Freundlich Langmuir Persamaan Linear R 2 Persamaan Linear R 2 Pb(II) CVK4R y= 4,3689x + 7,0739 0,9559 y = 0,1182x - 3,3879 0,9110 Pb(II) CSK4R y = 1,1615x + 0,8385 0,6629 y = 0,3194x 0,5186 0,9018 Dari Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa pada umumnya adsorpsi yang berlangsung mempunyai nilai korelasi (R 2 ) yang cukup tinggi, baik pada

57 persamaan isoterm Freundlich maupun Langmuir sehingga kedua model persamaan ini dapat digunakan untuk memahami sistem adsorpsi Pb(II) oleh adsorben CSK4R dan CVK4R. Berdasarkan nilai R 2 yang diperoleh, bentuk linear isoterm Freundlich lebih sesuai untuk interaksi antara Pb(II) dengan adsorben CVK4R, sedangkan adsorpsi Pb(II) oleh adsorben CSK4R lebih cenderung mengikuti persamaan isoterm Langmuir. Akan tetapi, nilai perpotongan grafik pada persamaan langmuir yang negatif, tidak memungkinkan untuk ditafsirkan, sehingga hanya persamaan Freundlich yang digunakan. Hasil perhitungan parameter linear isoterm Freundlich ditampilkan pada Tabel 4.6. Tabel tersebut menampilkan nilai n yang merupakan ukuran intensitas atau afinitas adsorbat terhadap adsorben dan nilai k yang merupakan konstanta kesetimbangan adsorpsi yang berhubungan dengan kapasitas adsorpsi. Nilai n dan k diperoleh dari kemiringan (slope) dan perpotongan (intercept) dari grafik pengaluran linear log qe terhadap log Ce. Tabel 4.6 Parameter linear isoterm Freundlich Adsorbat Adsorben n k Pb(II) CVK4R 0,228 1,18 x 10 7 Pb(II) CSK4R 0,861 6,894 Berdasarkan nilai n, interaksi Pb(II) dengan adsorben CSK4R mempunyai intensitas atau afinitas yang lebih baik dibandingkan interaksi Pb(II) dengan adsorben CVK4R. Sedangkan nilai k menunjukkan bahwa interaksi Pb(II) dengan adsorben CVK4R mempunyai kapasitas adsorpsi paling tinggi.