BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

Nama : Wienda Tridimita Ayu NPM : Fakultas : Psikologi Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Hera Lestari Mikarsa, Ph.D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

Psikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

REGULASI DIRI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PROSES PENYUSUNAN SKRIPSI

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

menggunakan analisis hubungan (korelasi). Karena digunakan untuk menguji hubungan antara 2 variabel atau lebih, apakah kedua variabel

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

NASKAH PUBLIKASI PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN DAN KELEKATAN REMAJA PADA AYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

BAB II LANDASAN TEORI. psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DANGAN PROKRASTINASI MENYELESAIKAN TUGAS PADA ASISTEN MATA KULIAH PRAKTIKUM NASKAH PUBLIKASI

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara variabel yang diteliti (Azwar, 2007: 5). Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial

INFANCY. Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Febi Rosalia Indah, 2014

PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Perilaku Bullying

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua

BAB V PENUTUP. kelas X di SMAN 3 Malang adalah tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat determinasi diri pada

BAB I PENDAHULUAN. sebutan masa kanak-kanak akhir, misalnya orangtua memberi sebutan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

KELEKATAN PADA ANAK. Oleh : Sri Maslihah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah model korelasional (Newman, 2000). Maksud korelasional dari

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses dalam kepribadian yang penting bagi individu untuk berusaha mengendalikan pikiran, perasaan, dorongan, dan hasrat mereka (Baumeister et al, 2006), biasanya dikonseptualisasikan dengan melibatkan kontrol, arah, dan koreksi tindakan sendiri dalam proses menuju atau menjauh dari tujuan (Carver & Scheier, dalam Diamond & Aspinwall, 2003). Dalam penelitian ini, definisi regulasi diri yang digunakan adalah kemampuan untuk merencanakan, mengarahkan, dan memonitor perilaku untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan melibatkan unsur fisik, kognitif, emosional, dan sosial. (Brown, dalam Neal & Carey 2005). 2.1.2. Tahapan Regulasi Diri Miller & Brown (dalam Neal & Carey, 2005), memformulasikan regulasi diri sebanyak enam tahap. Keenam tahapan ini merupakan landasan dalam penyusunan alat ukur regulasi diri yang digunakan dalam penelitian ini, yakni SSRQ (Short Self Regulation Questionnaire). Penyusunan alat ukur dilakukan oleh Miller & Brown yang kemudian diperbaharui oleh Neal & Carey (2005). Oleh karena itu, keenam tahapan ini

akan tergambarkan pada item-item pada alat ukur yang digunakan. Keenam tahapan tersebut antara lain: 1. Receiving atau menerima informasi yang relevan, yaitu langkah awal individu dalam menerima informasi dari berbagai sumber. Dengan informasi-informasi tersebut, individu dapat mengetahui karakter yang lebih khusus dari suatu masalah, seperti kemungkinan adanya hubungan dengan aspek lainnya. 2. Evaluating atau mengevalusi informasi. Setelah memperoleh informasi, langkah selanjutnya adalah menyadari seberapa besar masalah tersebut. Dalam proses evaluasi diri, individu menganalisis informasi dengan membandingkan suatu masalah yang terdeteksi di luar diri (eksternal) dengan pendapat pribadi (internal) yang tercipta dari pengalaman sebelumnya yang serupa. Pendapat itu didasari oleh harapan yang ideal yang diperoleh dari pengembangan individu sepanjang hidupnya (pengalaman) yang termasuk dalam proses pembelajaran. 3. Searching atau mencari solusi. Pada tahap sebelumnya, proses evaluasi menyebabkan reaksi-reaksi emosional dan sikap. Pada akhir proses evaluasi tersebut menunjukkan pertentangan antara sikap individu dalam memahami masalah. Dari pertentangan tersebut, individu akhirnya menyadari beberapa jenis tindakan atau aksi untuk mengurangi perebedaan yang terjadi. Kebutuhan untuk mengurangi pertentangan dimulai dengan mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi. 4. Formulating atau merancang suatu rencana, yaitu perencanaan aspek-aspek pokok untuk meneruskan target atau tujuan, seperti tentang waktu, aktivitas untuk pengembangan, tempat-tempat dan aspek-aspek lainnya yang mampu mendukung dengan efisien dan efektif.

5. Implementing atau menerapkan rencana, yaitu setelah semua perencanaan telah terealisasi, berikutnya adalah secepatnya mengarah kepada aksi-aksi atau melakukan tindakan-tindakan yang tepat yang mengarah ke tujuan dan memodifikasi sikap sesuai dengan yang diinginkan dalam proses. 6. Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat. Pengukuran ini dilakukan pada tahap akhir. Pengukuran tersebut dapat membantu dalam menentukan dan menyadari apakah perencanaan yang tidak direalisasikan itu sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, serta apakah hasil yang diidapat sesuai dengan yang diharapkan. 2.2. Kelekatan Ayah Pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai definisi kelekatan ayah dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. 2.2.1. Definisi Kelekatan Ayah Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (McCartney dan Dearing, 2002). Kelekatan meruoakan hubungan antara orangtua dengan anak, dimana orangtua memberikan perasaan aman, nyaman dan perlindungan bagi anak, serta membuat anak merasa nyaman untuk bereksplorasi dengan dunia luar. Kelekatan terdiri dari beberapa bentuk. Bentuk kelekatan yang pertama adalah secure attachment, dimana anak merasa aman ketika orangtua meraka dapat menerima mereka, selalu hadir (secara emosional), dan peka terhadap kebutuhan anak. Anak yang merasakan secure attachment akan

merasa senang dan nyaman dengan figur lekatnya, protes ketika figur lekatnya pergi, dan ingin berada dekat dengan figur lekat ketika figur lekat kembali. Secure attachment menjamin anak akan tetap dekat dengan figur lekat mereka dan figur lekat bertanggung jawab untuk membimbing dan melindungi anak, sehingga dapat membuat anak lebih mandiri. Bentuk kelekatan yang kedua adalah insecure attachment, dimana insecure attachment ini terbagi menjadi tiga, yakni anxious-avoidant, anxious-resistant, dan disorganized/disoriented. Pada insecure attachment bentuk kelekatan anxious-avoidant, figur lekat menunjukkan perilaku yang intrusive dan overstimulating, sehingga membuat anak menjadi tidak mempedulikan ketika figur lekat pergi dan tidak merasa tertarik ketka figur lekat kembali. Kemudian, pada bentuk anxious-resistant, kehadiran orangtua untuk anaknya sangat rendah, sehingga anak kesulitan dalam membangun kedekatan dengan figur lekat. Bentuk insecure attachment yang ketiga, yaitu disorganized/disoriented, adalah ketika orangtua menunjukkan perilaku yang dapat membuat anak trauma atau ketakutan. Figur lekat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ayah. Ayah merupakan figur orangtua sebagai tulang punggung, pencari nafkah, dan kepala kelurga yang harus dapat menjadi figur panutan sebagai pribadi, terhadap istri, anak, keluarga serta sosial masyarakat (Gotman & Declaire dalam Andayani & Koentjoro, 2004). Intensitas dan frekuensi dari perilaku kelekatan berkurang sejalan dengan bertambahnya usia, namun kualitas terhadap ikatan kelekatan relatif stabil (Bowlby dalam Doyle & Moretti, 2000). Kelekatan ayah yang digunakan dalan penelitian ini mengacu kepada definisi dari Armsden & Greenberg (dalam Pearson & Child 2007), bahwa kelekatan adalah ikatan kasih sayang antara anak dengan caregiver-nya dengan intensitas yang kuat. Untuk menyesuaikan dengan penelitian yang dilakukan, caregiver yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sosok atau figur ayah.

2.2.2. Dimensi Kelekatan Ayah Dalam kelekatan, terdapat tiga dimensi penting, yaitu trust, communication, dan alienation (Armsden & Greenberg, dalam Pearson & Child, 2007). Ketiga dimensi kelekatan tersebut akan tergambarkan pada alat ukur kelekatan ayah yang digunakan dalam penelitian ini, dimana penjelasan lebih lanjut tentang alat ukur akan dipaparkan pada Sub-bab Alat Ukur Kelekatan Ayah. Dimensi-dimensi tersebut antara lain: 1. Trust (kepercayaan): merupakan perasaan aman dan keyakinan bahwa orang lain akan membantu atau memenuhi kebutuhannya pada saat dibutuhkan. Ini merupakan outcomes dari hubungan yang terjalin kuat, dimana masing-masing merasa bahwa mereka dapat bergantung satu sama lain. Anak-anak membangun kepercayaan dalam sebuah hubungan melalui proses belajar yang kemudian akan terbentuk kepercayaan bahwa figur lekat konsisten terhadap mereka. Dasar pembentukan rasa aman menekankan pada keyakinan tentang keberadaan figur lekat pada saat dibutuhkan. Dengan kata lain, rasa percaya terhadap figur lekat berhubungan dengan pengalamanpengalaman positif sebelumnya yang berhubungan dengan terbentuknya kepercayaan. 2. Communication (komunikasi): merupakan aspek yang membantu menciptakan ikatan emosional yang kuat antara orang tua dan anak-anak pada masa bayi. Pada awal kehidupan, bayi mencari kedekatan dan kenyamanan dengan orang tuanya saat merasakan bahaya. Hubungan orang tua dan anak yang kuat adalah hal penting sepanjang hidup. 3. Alienation (keterasingan): berkaitan erat dengan penghindaran dan penolakan, seperti misalnya rasa marah, kurang tanggung jawab, atau ketidak-konsistenan tanggung jawab caregiver pada anak.

2.3. Dewasa Muda Dewasa muda merupakan tahapan perkembangan psikososial Erik Erikson yang keenam, yakni dengan rentang umur mulai dari 20 hingga 30 tahun. Pada masa dewasa muda, individu memiliki tugas perkembangan yaitu membentuk hubungan akrab dengan orang lain. Erikson (dalam Santrock, 2007) memaparkan bahwa jika para dewasa muda dapat menjalin hubungan persahabatan yang sehat dan akrab dengan orang lain, maka keintiman akan tercapai, jika tidak, akibatnya adalah isolasi diri. Hal ini dapat dilakukan secara positif dengan cara membangun komitmen dengan partner untuk menuju intimacy. Tanpa intimacy, dewasa muda akan menghadapi hal-hal negatif, seperti kesendirian dan pengisolasian diri (Berk, 2007). Untuk pengambilan data dalam penelitian ini, peneliti membatasi umur responden hanya 20 sampai 25 tahun saja. Ini disebabkan atas dasar kebutuhan penelitian, yakni perempuan yang belum menikah.

2.4. Kerangka Berpikir Berikut ini adalah kerangka berpikir peneliti dalam menyusun penelitian ini: Penelitian Lee, Gillath, dan DeWall (2012) - Attachment Security as a Resource for Self-Regulation, mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara kelekatan dengan regulasi diri. Kelekatan merupakan ikatan kasih sayang dengan intensitas yang kuat sepanjang rentang kehidupan (Armsden & Greenberg, dalam Pearson & Child 2007) Brooks (2008) menyatakan bahwa tingginya tingkat kerterlibatan ayah, memprediksi tingginya tingkat intimacy, komitmen, dan kepercayaan, dalam hubungan (relationships) pada dewasa muda. Intimacy dibutuhkan untuk membantu dewasa muda dalam memenuhi salah satu tugas perkembangannya, yaitu untuk mencapai jenjang pernikahan, Untuk mencapai intimacy, dibutuhkan regulasi diri untuk beradaptasi dengan orang lain, serta menahan dan melakukan perilaku tertentu, Penelitian Lee, Gillath, dan DeWall (2012) - Attachment Security as a Resource for Self-Regulation, mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara kelekatan dengan regulasi diri. Kelekatan merupakan ikatan kasih sayang dengan intensitas yang kuat sepanjang rentang kehidupan (Armsden & Greenberg, dalam Pearson & Child 2007). Kelekatan ayah membuat anak perempuan tidak akan canggung ketika kelak menghadapi lawan jenisnya dalam pergaulan sosial, karena ayah merupakan contoh yang dekat dan sehat bagaimana dunia laki-laki sesungguhnya. Dalam kelekatan secara umum, terdapat dimensi penting, yakni kepercayaan, komunikasi, dan keterasingan (alienation). Brooks (2008) menyatakan bahwa tingginya tingkat kerterlibatan ayah,

memprediksi tingginya tingkat intimacy, komitmen, dan kepercayaan, dalam hubungan (relationships) pada dewasa muda. Intimacy dibutuhkan untuk membantu dewasa muda dalam memenuhi salah satu tugas perkembangannya, yaitu untuk mencapai jenjang pernikahan, Untuk mencapai intimacy, dibutuhian regulasi diri untuk beradaptasi dengan orang lain, serta menahan dan melakukan perilaku tertentu.