BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

1. Tinjauan Umum

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

i

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2004 Pasal 7, tugas Bank

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

Inflasi: perubahan secara umum atas harga-harga barang dan jasa pada rentang waktu tertentu. Inflasi berdampak dan menjadi dasar dalam pengambilan

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

BAB V. Simpulan dan Saran. sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar dan Indeks

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka.

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

Memasuki pertengahan tahun 2009, momentum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

SURVEI PROYEKSI INDIKATOR MAKRO EKONOMI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Laporan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

ANALISIS INFLASI MARET 2016

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Pertumbuhan ekonomi mutlak

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

4. Outlook Perekonomian

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

BOKS 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel makroekonomi tersebut dapat dilihat dari pendapatan nasional, kesempatan kerja, jumlah uang yang beredar, laju inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi, suku bunga dan neraca pembayaran internasional yang pada akhirnya membahas kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Inflasi merupakan masalah yang dihadapi didalam perekonomian. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya hargaharga dalam kurun waktu tertentu, yang digunakan sebagai ukuran menunjukkan buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Kestabilan terhadap hargaharga umum yang memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian dicerminkan oleh tingkat inflasi. Sifat yang persisten dimiliki inflasi, dimana derajat persistensi yang semakin tinggi sehingga akibatnya bagi kebijakan moneter akan sulit untuk menurunkan inflasi yang menyebabkan perekonomian akan terganggu. Persistensi dapat dikatakan kecenderungan untuk semakin menguat, dimana persistensi dapat terjadi pada kenaikan dan penurunan dari nilai alamiahnya. Persistensi dikatakan positif jika persistensi berada di atas nilai alamiahnya, sedangkan dikatakan negatif jika berada di bawah nilai alamiahnya. Pada umumnya dalam persistensi inflasi hanya meneliti kenaikannya untuk 1

2 mengetahui tingkat cepat lambatnya penurunan inflasi untuk kembali kepada tingkat alamiahnya. Perubahan substansial maupun guncangan dalam suatu perekonomian dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku inflasi. Guncangan ini pada awalnya akan mempengaruhi perilaku pembentukan harga sampai akhirnya mempengaruhi perilaku inflasi. Sifat guncangan ini berupa persisten yang dapat dikatakan berada dalam jangka waktu yang tidak singkat. Untuk mengatasi guncangan serta perencanaan ke masa depan diperlukan pembelajaran yang cukup tentang tingkat dan jangka waktu guncangan yang terjadi dalam mempengaruhi suatu perekonomian. Setelah guncangan itu terjadi, besarnya tingkat persistensi inflasi maka semakin besar pula waktu yang diperlukan untuk menstabilkan inflasi. Kestabilan ekonomi makro terutama tercermin dari perkembangan tingkat inflasi yang rendah dan dalam tren yang menurun sehingga berada pada kisaran sasaran inflasi 4,5 ± 1%. Sementara itu, kestabilan sistem keuangan dapat terjaga dengan baik karena sektor perbankan yang semakin baik dalam menyerap risiko dan tetap dapat menjalankan peran intermediasinya secara efektif. Secara keseluruhan, kestabilan ekonomi makro dan sistem keuangan tidak terlepas dari dukungan kebijakan moneter, fiskal, dan sektor keuangan yang tetap dijalankan secara konsisten dan hatihati dengan jalinan koordinasi yang semakin solid. Pada tahun 2009, wujud kebijakan moneter cenderung longgar sebagai salah satu wujud komitmen Bank Indonesia untuk memberikan stimulus bagi pemulihan ekonomi serta membangun pondasi yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan ke depan. Kebijakan tersebut ditempuh di tengah

3 tekanan yang cukup besar di sisi stabilitas sistem keuangan sehingga berbagai kebijakan pelonggaran yang berlaku sejak triwulan akhir tahun 2008 tetap dipertahankan, bahkan diperkuat untuk tetap menjaga berfungsinya pasar uang. Berbagai hal ini dimungkinkan untuk dilakukan di tengah tekanan inflasi yang menurun. Dengan berbagai kebijakan yang ditempuh baik dari sisi moneter maupun fiskal, perekonomian Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang positif, lebih baik dari berbagai negara yang saat ini masih dihadapkan pada pertumbuhan negatif. Sementara itu, neraca pembayaran mencatatkan surplus, nilai tukar Rupiah mengalami penguatan, dan inflasi berada di bawah kisaran sasarannya. Namun demikian, di tengah berbagai capaian yang cukup menggembirakan tersebut, perekonomian Indonesia masih menyimpan beberapa permasalahan struktural. Permasalahan tersebut perlu mendapat perhatian khusus karena berpotensi mengganggu pencapaian kinerja ekonomi di tahun mendatang. Beberapa persoalan utama di sisi kebijakan moneter adalah aliran modal asing, transmisi kebijakan moneter, dan sisi penawaran. Tingginya aliran modal asing dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi, kehadirannya sangat diharapkan karena menjadi penyangga bagi pasokan valas domestik sehingga mencegah tekanan pada nilai tukar, dan pada gilirannya pencapaian inflasi. Namun di sisi lain, kehadiran aliran modal dapat dianggap sebagai permasalahan, terutama manakala terjadi perubahan persepsi global yang mengakibatkan aliran modal keluar dan sulit untuk masuk lagi. Oleh karena itu, kebijakan makroekonomi yang kondusif dan terkoordinasi diharapkan dapat mengelola ekspektasi inflasi maupun persepsi pasar atas kondisi perekonomian dengan baik sehingga mampu memperbaiki struktur aliran modal asing yang dapat

4 mendukung kegiatan ekonomi secara berkesinambungan. Di antara proses tersebut, pencermatan dan peran aktif otoritas diperlukan dalam menopang kondisi pasar valas domestik dan memfasilitasi penguatan infrastruktur yang mendukung pendalaman pasar keuangan. Terkendalanya transmisi kebijakan di jalur suku bunga dan kredit bersumber dari naiknya risiko perekonomian. Hal tersebut mendorong perilaku perbankan untuk semakin risk averse. Hal tersebut tercermin pada kecenderungan perbankan untuk mempertahankan spread suku bunga kredit dan dana pada level yang tinggi serta menaikkan standar kredit. Kondisi ini justru berpotensi menguatkan pelemahan permintaan kredit lebih lanjut, yang memang sudah terkoreksi dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, masih besarnya ekses likuiditas di perbankan nasional juga perlu dikelola karena berpotensi meningkatkan kompleksitas dan beban kebijakan moneter. Terkait dengan permasalahan yang masih mengemuka di sisi penawaran, stimulus di sisi permintaan cenderung mendorong perekonomian menjadi mudah memanas dan rentan terhadap tekanan inflasi. Oleh karena itu, langkah yang perlu dikedepankan adalah penguatan koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Koordinasi ini diperlukan terutama untuk memperkuat kelembagaan ekonomi dan mempercepat pembangunan insfrastruktur terkait dengan upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi dan perekonomian secara luas. Berbagai kompleksitas permasalahan kebijakan moneter tersebut perlu mendapat perhatian dan terus diupayakan jalan keluarnya sehingga membuka ruang bagi pengoptimalan peran kebijakan lainnya guna mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.

5 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Gambar 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sumut Pada triwulan II2012 perekonomian Provinsi Sumatera Utara berada pada pertumbuhan positif sebesar 6,29% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan I 2012 yang tumbuh sebesar 6,30% (yoy), walaupun masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,40% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan ratarata pertumbuhan ekonomi selama 3 tahun terakhir. Namun demikian tren pertumbuhan ekonomi mulai menunjukkan perlambatan semenjak triwulan III2011 seiring dengan perlambatan perekonomian global yang mempengaruhi kinerja ekspor komoditi utama Provinsi Sumatera Utara. Indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi juga ditunjukkan dengan rendahnya angka pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Sumut pada triwulan laporan ditunjang oleh konsumsi dan kegiatan investasi yang tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan tetap tumbuh positif sebagai

6 motor perekonomian. Sementara itu, dari sisi penawaran, sektorsektor ekonomi andalan Sumatera Utara yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) dan industri pengolahan tetap menunjukkan pertumbuhan walaupun cenderung melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sementara itu, sektor pertanian mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan datangnya musim panen pada triwulan laporan. Inflasi triwulan II2012, ini tercatat sebesar 1,51% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu sebesar 0,63% (qtq). Peningkatan laju inflasi tersebut salah satunya dipicu oleh musim libur sekolah dan tahun ajaran baru. Secara tahunan, inflasi Sumatera Utara juga meningkat menjadi 5,52% (yoy) dari sebelumnya sebesar 3,86% (yoy). Ditinjau dari disagregasi inflasi, inflasi Provinsi Sumatera Utara pada triwulan II2012 lebih banyak didominasi oleh inflasi volatile foods (7,87%), diikuti dengan inflasi inti (5,04%), dan inflasi administered prices (4,00%). Kelompok bahan makanan memiliki tingkat inflasi triwulanan yang tertinggi dibandingkan kelompok lainnya, yakni 2,82% (qtq). Komoditas bahan makanan yang memberikan andil cukup besar atas inflasi triwulan II2012 adalah cabe merah, dencis, bawang putih, bawang merah, ikan kembung, beras, dan daging ayam ras. Hampir seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi pada triwulan II2012 kecuali kelompok sandang yang justru mengalami deflasi sebesar 0,43% (qtq). Sebaliknya kelompok bahan makanan yang pada triwulan I2012 mengalami deflasi sebesar 0,27% (qtq), pada triwulan ini justru mengalami inflasi sebesar 2,82% (qtq).

7 Dari 4 kota di Sumatera Utara yang dihitung inflasinya, seluruh kota mengalami peningkatan laju inflasi. Inflasi triwulanan tertinggi terjadi di kota Sibolga, sebesar 2,33% (qtq), diikuti dengan inflasi kota Pematangsiantar sebesar 1,93% (qtq). Sementara itu, inflasi kota Medan dan Padangsidempuan masingmasing sebesar 1,44% (qtq) dan 1,18% (qtq). Tabel 1.1 Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%) 2008 2009 2010 2011 2012 No Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 1 Medan 2.19 4.00 1.21 2.26 0.84 0.17 3.35 0.38 1.05 2.12 1.52 2.76 0.32 0.00 3.46 0.28 0.52 1.44 2 Pematang Siantar 3.07 5.39 1.38 1.33 0.20 0.10 3.26 0.41 1.04 2.89 1.08 4.37 1.19 0.00 2.76 0.64 1.60 1.93 3 Padangsidempuan 4.65 3.52 1.27 1.56 0.03 1.07 2.66 0.33 0.38 2.13 0.82 3.92 0.87 0.01 6.03 1.35 0.36 1.18 4 Sibolga 4.63 3.41 3.07 2.22 0.52 0.01 3.45 1.28 1.21 2.60 2.67 4.89 0.79 0.01 2.02 1.77 0.82 2.33 Gabungan 2.48 4.09 1.30 2.13 0.73 0.18 3.31 0.24 1.03 2.21 1.49 3.06 0.44 0.00 3.34 0.00 0.63 1.51 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (Laporan BI Triwulan II2012) Secara tahunan, inflasi Sumut pada triwulan II2012 adalah sebesar 5,52% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,86% (yoy). Berbeda dengan inflasi triwulanan yang mengalami deflasi, kelompok sandang justru mengalami inflasi tahunan tertinggi dibandingkan kelompok lain. Inflasi tahunan kelompok sandang sebesar 10,74% (yoy). Sedangkan peningkatan inflasi tahunan (yoy) terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan yang meningkat dari 1,60% (yoy) pada triwulan I2012 menjadi 7,44% (yoy) pada triwulan II2012. Kelompok lainnya juga mengalami peningkatan inflasi walaupun dalam level yang lebih kecil dibandingkan kelompok bahan makanan. Di sisi lain, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar justru mengalami penurunan inflasi dari 3,34% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,29% (yoy).

8 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Gambar 1.2 Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional Tingkat inflasi keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut, semuanya mengalami peningkatan level inflasi bila dibandingkan triwulan lalu. Inflasi kota Sibolga merupakan yang tertinggi dibandingkan kota lain, yaitu sebesar 7,12% (yoy), diikuti dengan kota Pematangsiantar sebesar 7,11% (yoy). Sementara itu, inflasi kota Padang Sidempuan dan Medan masingmasing sebesar 6,50% (yoy) dan 5,20% (yoy). Tabel 1.2 Inflasi Tahunan Empat Kota di Sumut (%, yoy) 2008 2009 2010 2011 2012 No Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 1 Medan 7.01 11.87 11.04 10.00 6.37 2.45 4.61 2.69 4.65 7.05 5.16 7.65 6.87 4.70 6.70 3.54 3.75 5.20 2 Pematang Siantar 8.48 14.96 12.30 11.60 6.89 2.62 4.52 2.72 4.00 6.90 4.65 9.68 9.85 6.35 8.11 4.25 4.67 7.11 3 Padangsidempuan 8.71 15.24 12.47 11.43 8.50 1.73 3.12 1.87 2.29 5.60 3.71 7.42 7.94 4.55 6.89 3.71 4.12 6.50 4 Sibolga 8.37 12.39 14.52 13.99 7.88 4.80 5.19 1.59 3.36 6.06 5.26 11.83 11.37 7.57 7.31 4.66 3.74 7.12 Gabungan 7.27 11.01 10.47 10.72 6.58 2.52 4.56 2.61 4.43 6.93 5.04 8.00 7.37 5.00 6.87 3.67 3.86 5.52 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (Laporan BI Triwulan II2012)

9 Inflasi kelompok sandang yang menjadi kelompok inflasi tertinggi di Sumatera Utara dipicu oleh tingginya inflasi kelompok ini di kota Medan. Hal ini wajar mengingat bobot kota Medan terhadap perhitungan inflasi Sumatera Utara merupakan yang terbesar dibandingkan 3 kota lainnya. Inflasi kota Pematangsiantar dan Sibolga lebih dipicu oleh kelompok bahan makanan. Lain halnya dengan kota Padangsidempuan, dimana inflasi tertingginya justrukelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Tabel 1.3 Inflasi Triwulanan II tahun 2012 di Sumut menurut Kota dan Kelompok Barang & Jasa (%, yoy) Kota No. Kelompok Medan Padangsidempuan Pematangsiantar Sibolga Gabungan 1 BAHAN MAKANAN 6.75 9.10 10.29 12.46 7.44 2 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 5.57 10.16 7.68 6.07 6.00 3 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR 2.97 5.61 3.71 6.40 3.29 4 SANDANG 11.55 8.62 6.71 5.19 10.74 5 KESEHATAN 3.89 2.14 7.38 1.62 4.09 6 PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA 4.42 4.83 6.85 1.13 4.57 7 TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 3.90 1.50 3.21 1.45 3.50 UMUM 5.20 6.50 7.11 7.12 5.52 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (Laporan BI Triwulan II2012) Inflasi volatile foods Sumatera Utara sebesar 7,87% (yoy) mendominasi inflasi Sumut pada triwulan II2012. Inflasi volatile foods tersebut meningkat pesat dibandingkan triwulan lalu sebesar 1,40% (yoy). Senada dengan inflasi volatile foods, inflasi inti dan administered prices juga meningkat dibandingkan triwulan lalu. Inflasi inti meningkat dari 4,91% pada triwulan I2012 menjadi 5,04% pada triwulan II2012. Inflasi administered prices meningkat dari 3,89% (yoy) pada triwulan I2012 menjadi 4,00% (yoy) pada triwulan II2012. Banyak faktor yang mempengaruhi naik turunnya tingkat inflasi di Sumatera Utara sehingga menyebabkan adanya kesulitan dalam pengendalian

10 inflasi yang rendah dan stabil. Oleh sebab itu ada langkahlangkah yang dilakukan untuk mengatasi tingkat inflasi di Sumatera Utara. Langkahlangkah yang dapat dilakukan pemerintah, dalam mengatasi persoalan dalam perekonomian Sumatera Utara yaitu dengan membuat suatu kebijakan yang menekan tingkat inflasi dan menciptakan kondisi stabilitas moneter yang stabil. Pentingnya faktorfaktor utama yang dapat menyebabkan naiknya tingkat inflasi sangat diperlukan, untuk menentukan langkahlangkah yang diambil oleh pemerintah untuk menekan tingkat inflasi yang berlebihan, dan hal ini tidak mudah dilakukan dan memerlukan penelitian yang mendalam. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini dibuat yaitu Persistensi Inflasi Provinsi Sumatera Utara. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Berapa besar persistensi inflasi Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 s/d 2012? 2) Apakah Pertumbuhan Output (PDRB) Sumatera Utara, Nilai Tukar, Suku Bunga dan Error Correction Term berkontribusi terhadap Inflasi Sumatera Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Besar persistensi inflasi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 s/d 2012

11 2) Kontribusi Pertumbuhan Output (PDRB) Sumatera Utara, Nilai Tukar, Suku Bunga dan Error Correction Term terhadap Inflasi Sumatera Utara. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat adalah: 1) Dalam sumbangan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mencapai dan memelihara kestabilan inflasi. 2) Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam memelihara tingkat inflasi di Provinsi Sumatera Utara. 3) Sebagai masukan bagi peneliti lain yang akan meneliti persoalan yang berhubungan dengan inflasi.