BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan termasuk pekerjaan yang berat dan berbahaya. Sessions (2007) juga menjelaskan bahwa pekerjaan di bidang kehutanan merupakan salah satu pekerjaan yang paling berat dan berbahaya karena seringkali melibatkan upaya fisik yang berat dan menuntut pekerja berada dalam cuaca yang panas serta kemungkinan diserang serangga dan penyakit. Dari semua pekerjaan di bidang kehutanan, kegiatan pemanenan hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil kayu merupakan satu rangkaian kegiatan yang banyak melibatkan kegiatan fisik mulai dari kegiatan penebangan dan pembagian batang di petak tebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan dan pembongkaran di Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Pekerjaan di bidang kehutanan merupakan pekerjaan yang membutuhkan konsumsi energi yang paling besar dibandingkan dengan pekerjaan di bidang yang lain. Menurut Silversides dan Sunberg (1988) dalam Supriyatno (2013), pekerjaan di bidang kehutanan membutuhkan konsumsi energi sebesar 5.000-6000 kkal/hari. Konsumsi energi tersebut termasuk dalam konsumsi energi yang besar apabila dibandingkan dengan pekerjaan di 1
2 bidang lain, seperti misalnya pada bidang pertanian dan bangunan yang membutuhkan konsumsi energi sebesar 4.500-5.000 kkal/hari. Pekerjaan pemanenan hasil kayu merupakan pekerjaan yang dikategorikan berbahaya dibandingkan dengan pekerjaan kehutanan yang lainnya karena dalam pekerjaan pemanenan mempunyai resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari lingkungan kerjanya, beban kerja yang dipikul, dan juga peralatan yang digunakan selama bekerja. Di Perum. Perhutani, kegiatan pemanenan masih dilaksanakan secara manual dengan tenaga manusia terutama dalam memindahkan kayu bulat di TPK. Seperti yang disebutkan oleh Supriyatno (2009) bahwa kegiatan pemanenan tersebut dikatakan manual karena perbandingan komposisi tenaga manusia dengan tenaga mesin yang digunakan yaitu 90% dibanding 10%. Untuk itu perlu adanya perhatian khusus terhadap kegiatan pemanenan dari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). ILO (2010) juga menyebutkan bahwa di Indonesia masih perlu adanya perhatian yang lebih serius terhadap pekerja di bidang kehutanan pada aspek K3. Srihadiono (2005) menjelaskan bahwa di Indonesia pernah terbit petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja pada kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu (no:per/01/men/1978). Hal ini menjadi bukti bahwa Indonesia peduli dengan keselamatan kerja di sektor kehutanan. Namun Strehlke (1971) dalam Srihadiono (2005) mengamati bahwa para pekerja masih mempraktikkan hal-hal yang membahayakan, antara lain bertelanjang kaki dan berpakaian seadanya ketika bekerja (padahal harus memakai celana panjang dan memakai sepatu).
3 Penerapan K3 selain untuk kesehatan dan keselamatan pekerja juga untuk mengoptimalkan produktivitas dalam melakukan kerja. Dengan menerapkan K3, maka diharapkan pekerja dapat melaksanakan pekerjaan secara optimal tanpa mengabaikan kesehatan dan keselamatan pekerja. 1.2 Rumusan Masalah Melihat masih kurangnya perhatian kepada aspek-aspek K3 sehingga masih banyak terjadi kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang berupa terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan cidera, rusaknya kayu yang telah dipanen, rusaknya peralatan kerja atau mesin dan menurunnya produktivitas kerja sehingga terjadi pemborosan waktu kerja, maka dari itu perlu dilakukan penerapan K3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh lebih dari 100 orang atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi wajib menerapkan K3 di perusahaannya. TPK Randublatung I semestinya wajib menerapkan K3 di perusahaannya karena dalam kegiatannya mempunyai potensi bahaya dan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Dengan demikian perlu adanya acuan mengenai K3 dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu terutama pada kegiatan memindahkan kayu bulat di TPK, karena hampir semua pekerjaan di TPK menggunakan kayu sebagai objek pekerjaannya.
4 Mengingat besarnya resiko kecelakaan kerja pada kegiatan memindahkan kayu secara manual, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengangkat dan memindahkan kayu di TPK yang berkaitan dengan K3 antara lain: 1. Alat Pelindung Diri (APD) yang wajib digunakan pekerja. 2. Prosedur dan teknik pengangkatan dan pemindahan manual yang ergonomis; 3. Beban yang diperkenankan untuk diangkat oleh pekerja; Dari 3 hal tersebut di atas dapat digunakan sebagai pedoman bagi pekerja dalam melakukan kegiatan memindahkan kayu bulat di TPK sehingga resiko cidera dapat diminimalisir dan produktivitas kerja dapat ditingkatkan. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui penggunaan APD dalam mengangkat dan memindahkan kayu bulat di TPK. 2. Mengetahui dan membandingkan prosedur dan teknik yang digunakan dalam mengangkat dan memindahkan kayu bulat di TPK 3. Mengetahui berat riil yang diangkat oleh pekerja dalam mengangkat dan memindahkan kayu bulat di TPK. 4. Mengetahui penerapan K3 dalam mengangkat dan memindahkan kayu bulat di TPK.
5 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat: 1. Menjadi masukan bagi pihak TPK agar lebih memperhatikan aspek K3 dalam melaksanakan kegiatan di TPK baik kegiatan memindahkan kayu bulat maupun kegiatan yang lain. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak TPK dalam melaksanakan kegiatan memindahkan kayu bulat secara manual. 3. Menambah wawasan dan memperkaya ilmu pengetahuan di bidang pemanenan hasil hutan, khususnya terkait dengan aspek K3 dalam hal bongkar muat kayu.