BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Responden merupakan pekerja (karyawan) maupun mitra kerja perhutani di bidang pemanenan kayu, yang terdiri dari 6 mandor lapangan, 11 pekerja penebangan (operator chainsaw), 23 pekerja penyaradan, dan 11 pekerja pengangkutan (supir truk). Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan umur, pengalaman kerja, dan I pendidikan No. Mandor Karakteristik Penebang Penyarad Pengangkut Kategori lapangan Responden % % % % 1 Umur (tahun) ,45 2 8,7 1 9, , , , , , , , ,18 2 Pengalaman kerja (tahun) 3 Pendidikan Keterangan : (jumlah); % (persentasi) ,09 1 4, , , , , , , , , ,33 1 9, ,74 1 9,09 > ,35 1 9,09 SD/ Sederajat , ,73 SMP/ Sederajat 1 16,16-2 8,69 1 9,09 SMA/ Sederajat 5 83,33-1 4, ,18 Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa pekerja berada dalam usia tahun dengan usia termuda 18 tahun yang terdapat pada responden penebangan dan tertua 56 tahun yang terdapat pada responden pengangkutan. Sebagian besar pekerja berada dalam usia produktif dengan pengalaman kerja yang bervariasi. Pengalaman kerja responden menunjukkan lamanya masa kerja responden sebagai karyawan maupun mitra kerja perum perhutani KPH Bogor hingga penelitian dilaksanakan. Mandor lapangan merupakan karyawan perum perhutani yang terikat secara langsung pada perusahaan sedangkan operator chainsaw, penyarad, dan supir truk merupakan mitra kerja perhutani yang menjalin hubungan kerja sama dalam kegiatan pemanenan kayu pada kelas perusahaan Acacia mangium dengan jenis produk utama kayu perkakas. Pekerja dengan pengalaman kerja

2 33 terendah berada pada penyarad dengan lama kerja 1 bulan dan pekerja dengan pengalaman kerja tertinggi berada pada pengangkutan (supir truk) dengan lama kerja 33 tahun. Adapun pengalaman kerja mandor lapangan berkisar antara 10 hingga 14 tahun sudah menunjukkan bahwa mandor lapangan memiliki pengalaman kerja yang tergolong baik. Untuk tingkat pendidikan, sebagian besar mandor lapangan adalah lulusan sekolah menengah atas dengan persentasi sebesar 83,33% sedangkan keseluruhan pekerja penebangan berpendidikan tingkat sekolah dasar (100%) dan sebagian besar termasuk tidak menyelesaikan pendidikannya. Pada pekerja penyaradan dan pengangkutan (supir truk), sebagian besar tingkat pendidikannya adalah sekolah dasar dengan persentasi masing-masing sebesar 86,96 % dan 72,73%. 5.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Hasil Uji Validitas Kuisioner Dari hasil pengolahan dan analisis data menggunakan software SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 19, terdapat peubah pertanyaan yang tidak valid sehingga tidak dapat digunakan untuk pengolahan data selanjutnya. Jumlah pertanyaan yang valid dan tidak valid tertera pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah pertanyaan yang valid dan tidak valid pada aspek kompetensi No. Pekerja Aspek Kompetensi Jumlah Pertanyaan Valid Tidak Valid 1 Mandor Lapangan Pengetahuan (knowledge) 10 1 Keterampilan (skill) 11 - Sikap (attitude) 11 - Jumlah Penebangan Pengetahuan (knowledge) 10 2 Keterampilan (skill) 9 3 Sikap (attitude) 10 2 Jumlah Penyaradan Pengetahuan (knowledge) 7 2 Keterampilan (skill) 9 - Sikap (attitude) 9 - Jumlah Pengangkutan Pengetahuan (knowledge) 5 1 Keterampilan (skill) 5 1 Sikap (attitude) 5 1 Jumlah 15 3

3 34 Uji validitas kuisioner dimaksudkan untuk menentukan keabsahan (sah atau tidaknya) pertanyaan yang digunakan dalam penelitian, sehingga hanya pertanyaan yang valid saja yang dapat dilanjutkan untuk pengujian selanjutnya. Berdasarkan Tabel 10 uji validitas dilakukan terhadap peubah pertanyaan pada setiap responden. Untuk responden mandor lapangan mendapatkan 33 pertanyaan dengan 1 pertanyaan dinyatakan tidak valid. Responden penebang (operator chainsaw) mendapatkan 36 pertanyaan dengan 7 pertanyaan dinyatakan tidak valid dan responden penyarad mendapatkan 27 pertanyaan dengan 2 pertanyaan dinyatakan tidak valid. Untuk responden pada pengangkutan (supir truk) mendapatkan 18 pertanyaan dengan 3 pertanyaan dinyatakan tidak valid. Pertanyaan yang valid pada tiap aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) pada empat jenis pekerjaan yang diamati untuk selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kompetensi penerapan K3 pada pekerja. Adapun peubah pertanyaan yang digunakan merupakan peubah pertanyaan penelitian K3 yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya (KP Jati KPH Cianjur Tahun 2009) yang sudah valid dan termasuk menyempurnakan pertanyaan yang tidak valid agar menjadi valid. Untuk mandor lapangan terdapat 11 pertanyaan yang berhasil disempurnakan (menjadi valid) dari 12 pertanyaan yang tidak valid. Pada responden penebang terdapat 10 pertanyaan yang berhasil disempurnakan (menjadi valid) dari 17 pertanyaan yang tidak valid dan untuk responden penyarad terdapat 4 pertanyaan yang berhasil disempurnakan (menjadi valid) dari 6 pertanyaan yang tidak valid. Pada responden pengangkutan (supir truk) terdapat 4 pertanyaan yang berhasil disempurnakan (menjadi valid) dari 7 pertanyaan yang tidak valid. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid walaupun telah diperbaiki tetap menghasilkan hasil yang sama dengan jumlah tertinggi pada responden penebang sebanyak 7 peubah pertanyaan. Menurut Setiawan (2010), faktor yang menyebabkan pertanyaan menjadi tidak valid antara lain persepsi yang sama antara responden terhadap suatu variabel pertanyaan sehingga menghasilkan nilai validitas sebesar nol (0) Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner Peubah pertanyaan pada aspek kompetensi dinyatakan reliabel apabila mempunyai nilai cronbach s alpha > 0,6. Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan

4 35 SPSS versi 19, nilai uji reliabilitas responden mandor lapangan pada aspek knowledge, skill, dan attitude masing-masing sebesar 0,948; 0,972; 0,962. Uji reliabilitas responden penebang pada aspek knowledge, skill, dan attitude memiliki nilai masing-masing sebesar 0,922; 0,884; 0,903. Uji reliabilitas responden penyarad aspek knowledge, skill, dan attitude memiliki nilai masingmasing sebesar 0,713; 0,868; 0,869. Untuk responden pengangkutan (supir truk), peubah pertanyaan pada tiap aspek kompetensi bernilai reliabel dengan nilai masing-masing sebesar 0,838; 0,838; 0,837 pada aspek knowledge, skill, dan attitude. 5.3 Kompetensi Penerapan K Analisis Kompetensi Penerapan K3 Mandor Lapangan a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi mandor lapangan dengan penilaian berdasarkan standar Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 11 berdasarkan selisih nilai rata-rata. Tabel 11 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian mandor lapangan dengan penilaian berdasarkan standar Knowledge Skill Attitude SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai Total 18,40 15,90-2,50 18,36 15,36-3,00 15,00 13,00-2,00 Ratarata 3,06 2,65-0,41 3,06 2,56-0,5 2,50 2,16-0,34 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden mandor lapangan) iiiiiiicba = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar) Pada Tabel 11 terlihat bahwa aspek knowledge mandor lapangan memiliki selisih sebesar -0,41. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,50 dan -0,34. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki mandor lapangan berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap

5 36 penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi mandor lapangan dengan penilaian berdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -2,032-2,023-2,023 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,042 0,043 0,043 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α Keterangan: H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) memiliki nilai probabilitas masing-masing sebesar (0,042; 0,043; 0,043) yang kurang dari nilai α sebesar 0,05 sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H 0 (H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar). b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi mandor lapangan Knowledge Skill Attitude Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,971 * 0,529 Sig. (2-tailed). 0,001 0,280 N Skill Correlation Coefficient 0,971 * 1,000 0,588 Sig. (2-tailed) 0,001. 0,219 N Attitude Correlation Coefficient 0,529 0,588 1,000 Sig. (2-tailed) 0,280 0,219. N Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 13, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,971 dan nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H 0 ditolak (H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji).

6 37 Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,529; 0,588) tidak terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) > nilai α). Hal ini dapat dikatakan bahwa walaupun terdapat korelasi sebesar 0,529 dan 0,588 tetapi korelasi tidak cukup signifikan untuk menggambarkan hubungan antara knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude. Berdasarkan penilaian objektif menggunakan standar terhadap aspek kompetensi responden mandor lapangan, aspek skill merupakan prioritas utama yang harus ditingkatkan. Adanya hubungan yang signifikan pada aspek skill dengan knowledge pada korelasi peringkat Spearman dan terjadi korelasi yang bernilai positif antara kedua peubah maka korelasi bersifat searah, sehingga dengan meningkatkan aspek skill dapat meningkatkan aspek knowledge. Sarwono (2006) menyebutkan bahwa korelasi positif menyebabkan dengan meningkatkan salah satu peubah maka peubah yang lainnya akan meningkat searah peningkatan yang dilakukan pada peubah sebelumnya. Dari hasil analisis pada aspek skill diketahui bahwa responden mandor lapangan memiliki nilai rata-rata sebesar 2,56 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert aspek keterampilan tentang pemahaman K3 mandor lapangan berada pada tingkatan kurang baik (buruk). Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlunya peningkatan aspek keterampilan mandor lapangan tentang pembuatan data statistik kecelakaan dan penyakit akibat kerja berdasarkan data laporan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Menurut Depnakertrans (2008) perusahaan yang mempekerjakan 11 orang atau lebih karyawan harus membuat laporan tentang cedera dan sakit yang diakibatkan oleh kerja. Termasuk dalam kategori sakit kerja berupa kondisi abnormal atau kesalahan fungsi tubuh (disorder) yang diakibatkan oleh kecelakaan. Pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar penyusunan statistik kecelakaan kerja yang berhubungan pada kegiatan pemanenan kayu. Suma mur (1977) menyatakan bahwa angka kecelakaan kerja merupakan tujuan utama penyusunan statistik kecelakaan dengan angka kecelakaan yang sangat terperinci biasanya memadai jika data dikumpulkan setiap lima tahun, sedangkan statistik tahunan yang dilakukan bertujuan memberikan

7 38 informasi mengenai banyaknya kecelakaan yang digolongkan menurut akibat dan angka peristiwa yang terjadi (frekuensi, hilangnya waktu kerja, biaya). Dengan adanya penyusunan statistik kecelakaan secara tepat maka dapat dilakukan upaya penanggulangan resiko (pendekatan pencegahan) untuk mengatasi persoalan kecelakaan kerja. Mandor lapangan sebagai pengawas langsung kegiatan pemanenan kayu (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan) di lokasi petak tebang tidak dapat melaksanakan kegiatan penerapan K3 tanpa adanya dukungan manajemen puncak. Secara umum dalam menangani permasalahan K3, Perum Perhutani KPH Bogor telah membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) berdasarkan keputusan administratur perum perhutani No.76/KPTS/BGR/ III/2011 namun penerapan K3 pada kegiatan pemanenan kayu belum diimplementasikan sepenuhnya berdasarkan penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar terhadap kompetensi pekerja. Dalam pelaksanaan kegiatan wawancara dengan pihak responden mandor lapangan dapat disimpulkan bahwa pimpinan perusahaan belum mendukung secara penuh dalam pelaksanaan K3 di lokasi kerja, antara lain dengan belum tersedianya alat pelindung diri (APD) bagi pekerja bidang pemanenan kayu. Hal ini bertolak belakang dengan standar pengelolaan hutan menurut LEI (2004), bahwa prinsip-prinsip FSC terkait pengelolaan hutan produksi lestari menyaratkan perlu dilakukannya perlindungan terhadap kepentingan para pekerja industri hutan. Sumber: koleksi pribadi Gambar 8 Pemberian ukuran diameter dan panjang pada bontos (kiri) dan pengawasan penebangan (kanan) Flippo (1984) menyebutkan bahwa manajemen puncak harus memberikan dukungan aktif pada program keselamatan dan memberikan lebih banyak perhatian dimana terdapat suatu hubungan yang kuat antara dukungan manajemen puncak terhadap berkurangnya jumlah pekerja yang cedera. Tanpa adanya

8 39 komitmen penuh dari keseluruhan manajemen tingkat atas suatu perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja maka setiap upaya untuk melakukan tindakan pencegahan kecelakaan akan kurang mendapatkan hasil yang signifikan. Berdasarkan data hasil kuisioner pada keseluruhan aspek kompetensi, menunjukkan bahwa keseriusan pihak manajemen puncak perusahaan terhadap pengadaan alat pelindung diri (APD), pelayanan kesehatan, penyediaan bantuan medis, penyusunan peraturan K3, dan pembinaan K3 bagi pekerja bidang penebangan, penyaradan, dan pengangkutan masih tergolong perlu untuk dilakukan peningkatan. Suma mur (1977) menyatakan bahwa pemeriksaan kesehatan bagi pekerja yang menetap sangat dianjurkan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit seperti kardio-vaskuler (paru-paru berat), persendian, hernia inguinal, kelainan tulang belakang, tuli, dan pengelihatan yang buruk dimana pekerja yang mendapatkan penyakit akibat kerja tersebut tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaannya. Berdasarkan kondisi di lingkungan kerja dengan karakteristik cuaca yang panas dan timbulnya kebisingan maupun getaran mekanis akibat peralatan kerja seperti chainsaw maka pihak Perhutani KPH Bogor setidaknya melaksanakan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang kurangnya satu tahun sekali sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.2 Tahun 1980 dan menurut Suma mur (1977) yang menyebutkan bahwa pekerja yang memungkinkan menderita akibat dari pekerjaan yang berat, kebisingan, dan getaran mekanis perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan jangka waktu satu tahun termasuk cukup memadai. Untuk upaya pertolongan terhadap kecelakaan kerja, fasilitas P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) sudah seharusnya disediakan perusahaan. Berdasarkan wawancara terhadap mandor lapangan, pihak perhutani termasuk tidak serius terhadap penyediaan perlengkapan kotak P3K minimum dalam mengatasi kecelakaan kerja yang terjadi. Berbahayanya tingkat pekerjaan pemanenan kayu di kelas perusahaan Acacia mangium akibat terdapatnya unsur unsafe action dan unsafe condition seharusnya menjadikan pihak manajemen puncak Perhutani KPH Bogor untuk mementingkan kondisi K3 para pekerja sebagai prioritas utama yang disejajarkan dengan kondisi pencapaian target produksi, kualitas log, dan biaya produksi.

9 40 Unsafe action merupakan segala macam tindakan tidak aman dan berbahaya bagi pekerja, antara lain tidak melakukan prosedur kerja dengan baik dimana sedang berhadapan dengan peralatan yang dapat mengancam keselamatan. Dalam pelaksanaan kegiatan penebangan masih terdapatnya beberapa pohon yang gagal direbahkan dan menimpa pohon lainnya kemudian tidak langsung direbahkan kembali menyebabkan kondisi tidak aman terhadap keselamatan pekerja. Sumber: koleksi pribadi Gambar 9 Hasil kegiatan penebangan pohon akibat unsur unsafe action Adapun unsafe condition merupakan segala macam kondisi yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja. Dalam hal ini keseluruhan pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, adanya pekerja pengumpul kayu bakar di sekitar lokasi penebangan yang berasal dari masyarakat desa sekitar kawasan hutan perhutani KP Acacia mangium, kondisi areal tebangan yang memiliki cuaca panas, dan bahaya ular tanah yang dapat menyebabkan luka serius pada jaringan tubuh. Sumber: koleksi pribadi Gambar 10 Pengumpul kayu bakar Mandor lapangan sebagai pihak pengawas dalam kegiatan pemanenan kayu termasuk tidak menggunakan APD sesuai standar (tanpa pelindung kaki dan pelindung kepala yang sesuai standar). Menurut Suma mur (1988) untuk melindungi kepala dari benda sedang tidak terlalu berat dan dapat berterbangan

10 41 digunakan topi berbahan aluminium atau topi plastik (helm keselamatan kerja yang biasa digunakan pada jenis pekerjaan beresiko tinggi seperti pertambangan dan industri berat/pekerjaan konstruksi). Selain pelindung tubuh dan kepala, pelindung kaki yang tepat juga diperlukan dalam menghadapi bahaya ular tanah. Suma mur (1988) menyatakan bahwa racun-racun dari hewan berbisa seperti ular dapat digolongkan menjadi hemotoksik yang meracuni darah dengan menghancurkan butir pembuluh darah dan neurotoksik yang merusak saraf. Pakaian pelindung yang berguna untuk pencegahan gigitan ular tanah berupa sepatu boot (Suma mur 1988). Selain itu sepatu boot karet juga berfungsi sebagai anti slip dan baik untuk digunakan dalam kondisi lembab dan basah. Adapun untuk meningkatkan aspek keterampilan mandor lapangan dalam penerapan K3 hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a. Pemberian pelatihan berupa pembuatan statistik kecelakaan sesuai angka kecelakaan yang terjadi berdasarkan data laporan kecelakaan dan penyakit akibat kerja pada perusahaan. b. Pemberian penyuluhan terkait unsur unsafe action dan unsafe condition yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja agar kegiatan pemanenan kayu dilakukan sesuai prosedur yang aman. Untuk meningkatkan kinerja Perum Perhutani KPH Bogor dalam menerapkan kebijakan K3 maka perlu dibentuk Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dibawah komitmen penuh Panitia Pembina K3 yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh mandor lapangan sebagai pimpinan di lokasi pemanenan kayu, meliputi identifikasi bahaya dan pengendalian resiko terhadap kegiatan yang dapat menimbulkan kecelekaan dan penyakit akibat kerja. Identifikasi bahaya di tempat kerja yang berpeluang mengalami kecelakaan perlu untuk dilakukan karena bahaya akibat pekerjaan tidak saja terjadi pada saat kejadian tetapi dapat menimbulkan dampak di waktu yang akan datang, seperti adanya kebisingan akibat pengaruh peralatan penebangan dan cara menyarad tanpa menggunakan alat bantu. Berdasarkan Suardi (2005) sumber data yang digunakan dalam identifikasi bahaya dan resiko dapat berasal dari rekaman insiden (laporan kecelakaan kerja), informasi dari tinjauan aktivitas K3 pekerja, dan informasi dari perusahaan sejenis berupa insiden yang terjadi.

11 42 Pengendalian resiko dapat dilakukan dengan pengendalian secara administrasi dan penggunaan alat pelindung diri (APD). Menurut Suardi (2005) pengendalian secara administrasi antara lain berupa pembuatan prosedur/instruksi kerja pengamanan, pembatasan waktu untuk memasuki area kerja, dan pembuatan tanda bahaya. Pengendalian secara administrasi bermanfaat bagi pekerja pengumpul kayu bakar dimana resiko akibat tertimpa pohon yang ditebang cukup tinggi. Pekerja pengumpul kayu bakar terlihat tidak begitu khawatir akan resiko kecelakaan yang terjadi akibat terlalu dekat dengan operator chainsaw yang sedang dalam kondisi menebang pohon. Dalam pelaksanaannya, mandor lapangan dapat memberikan instruksi pengamanan bahwa kegiatan pengumpulan kayu bakar harus berada cukup jauh dari pohon yang ditebang. Pembuatan tanda larangan untuk memasuki areal penebangan selain petugas tidak diterapkan oleh pekerja pengumpul kayu bakar. Hal ini dikarenakan para pekerja sudah terbiasa untuk melakukan pekerjaan dalam keadaan bahaya. Sumber: koleksi pribadi Gambar 11 Tanda peringatan untuk tidak memasuki areal tebangan Pada tahap akhir, kebijakan K3 yang dibentuk oleh pimpinan manajemen puncak (P2K3) untuk selanjutnya harus dikomunikasikan pada semua tingkatan bidang produksi (khususnya pada pekerja lapangan) karena kebijakan K3 yang telah ditetapkan harus dapat dipahami oleh semua tingkatan pekerja. Suardi (2005) menjelaskan bahwa kesuksesan sistem manajemen K3 sangat dipengaruhi dari keterlibatan dan komitmen personilnya serta peran aspek bahasa perlu untuk diperhatikan. Mandor lapangan berfungsi dalam menyampaikan kebijakan K3 dengan bahasa yang ringkas dan mudah dimengerti terhadap pekerja penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. Untuk pengumpul kayu bakar, harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki pengaruh kuat untuk dipatuhi, yaitu peran ketua lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) untuk menanganinya. Ketua LMDH

12 43 dapat berperan untuk menangani hal ini karena salah satu kegiatan LMDH adalah turut membantu terlaksananya kegiatan pemanenan kayu, biasanya berupa pembuatan jalan di petak tebang agar kendaraan angkutan (truk) mudah untuk masuk ke areal lokasi penebangan. Selain itu, ketua LMDH termasuk turut aktif dalam pengawasan kegiatan pemanenan bersama mandor lapangan. Untuk aspek attitude mandor lapangan berdasarkan analisis uji korelasi peringkat Spearman, aspek attitude tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap aspek skill dan knowledge sehingga untuk meningkatkan aspek attitude dapat melalui pendekatan disiplin kerja dalam hal penggunaan APD pada kegiatan pengawasan pemanenan kayu (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan) dan mengawasi kegiatan penebangan agar tidak menimbulkan kondisi yang berbahaya akibat terdapat pohon yang tidak berhasil direbahkan (menimpa pohon lainnya). Untuk tingkatan mandor lapangan, perspektif displin yang sesuai adalah berupa disiplin retributif yang bertujuan memberikan hukuman bagi yang melanggar. Rivai dan Sagala (2009) menyatakan bahwa pendekatan untuk mengatasi tindakan disipliner berupa memberi peringatan dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran kerja berupa teguran lisan maupun teguran tertulis. Sikap mandor lapangan dalam menggunakan APD sebagai bagian dari kerja dan menyusun suatu laporan kecelakaan kerja perlu untuk ditingkatkan. Berjalannya aturan untuk meningkatan aspek attitude mandor lapangan tidak terlepas dari peran manajemen puncak dalam memberikan komitmen dan dukungan penuh terhadap pembuatan dan penerapan kebijakan K Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Penebangan a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi penebang dengan penilaian berdasarkan standar Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 14 berdasarkan selisih nilai rata-rata. Pada Tabel 14 terlihat bahwa aspek knowledge penebang (operator chainsaw) memiliki selisih sebesar -0,28. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan

13 44 perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,16 dan -0,21. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki penebang berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar. Tabel 14 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja penebangan dengan penilaian berdasarkan standar Knowledge Skill Attitude SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai Total 38,20 35,10-3,10 37,56 35,78-1,78 34,60 32,30-2,30 Ratarata 3,47 3,19-0,28 3,41 3,25-0,16 3,15 2,94-0,21 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden operator chainsaw) iiiiiiicba = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar) Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja penebangan dengan penilaian aberdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -2,316-2,565-2,534 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,021 0,010 0,011 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α Keterangan: H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) memiliki nilai probabilitas sebesar (0,021; 0,010; 0,011) yang kurang dari nilai α sebesar 0,05 sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H 0 (H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar). b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja penebangan Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 16, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,667 dan nilai probabilitas (Sig.2-

14 45 tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H 0 ditolak (H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji). Tabel 16 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi penebang Knowledge Skill Attitude Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,667 * 0,695 * Sig. (2-tailed). 0,025 0,018 N Skill Correlation Coefficient 0,667 * 1,000 0,694 * Sig. (2-tailed) 0,025. 0,018 N Attitude Correlation Coefficient 0,695 * 0,694 * 1,000 Sig. (2-tailed) 0,018 0,018. N Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,695) dan skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,694) juga terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α). Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan signifikan untuk menggambarkan hubungan antara knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude. Dari hasil analisis pada aspek knowledge diketahui bahwa responden penebang memiliki nilai rata-rata sebesar 3,19 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert pengetahuan tentang pemahaman K3 penebang berada pada tingkatan cukup. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlu peningkatan pengetahuan penebang tentang penggunaan alat pelindung diri (APD) lengkap yang harus digunakan pada kegiatan penebangan dan batas waktu yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penebangan. Nilai rata-rata aspek attitude pada responden penebang sebesar 2,94 yang berada pada tingkat cukup. Berdasarkan data hasil kuisioner perlu peningkatan sikap dalam menggunakan berbagai peralatan pendukung (alat bantu) untuk melakukan kegiatan penebangan. Aspek pengetahuan dan sikap saling berhubungan karena memiliki korelasi yang signifikan. Untuk aspek keterampilan (skill) termasuk memiliki hubungan dengan aspek pengetahuan dan sikap sehingga dengan meningkatkan aspek pengetahuan dan sikap juga akan meningkatkan aspek keterampilan (skill).

15 46 Penggunaan chainsaw (gergaji rantai) sebagai alat penebangan memiliki resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Berdasarkan ILO (2002) alat pelindung diri yang wajib digunakan dalam operasi penebangan pohon yaitu: a) Pelindung kepala (topi pengaman/helm keselamatan) b) Pelindung mata (kacamata pengaman atau googles) c) Pelindung pernapasan (masker) dan pelindung telinga (earmuff) d) Pelindung tangan (sarung tangan) dan pelindung kaki (sepatu boot) e) Pelindung tubuh (pakaian kerja yang terpasang tertutup menyelimuti tubuh dan kaki) Berdasarkan hasil observasi di lokasi petak tebang para pekerja penebangan (operator chainsaw) belum menggunakan APD lengkap dalam melaksanakan tugasnya. Untuk pelindung kepala, kaki, dan tubuh jenis APD yang digunakan sama dengan kebutuhan APD pada mandor lapangan yaitu: helm keselamatan yang terbuat dari bahan aluminium/plastik, sepatu boot untuk melindungi dari bahaya ular tanah dan sebagai anti slip, serta pakaian penutup tubuh, tangan, dan kaki. Alat pelindung telinga sangat dianjurkan bagi operator chainsaw yang terpapar kebisingan dalam melaksanakan pekerjaannya, namun berdasarkan kondisi riil di lapangan tidak ada penebang yang menggunakan pelindung telinga. Berdasarkan Santosa (1992) dalam Suryaningsih (2011) kehilangan pendengaran merupakan pengaruh utama dari kebisingan, hal ini tidak dirasakan langsung oleh pekerja melainkan secara bertahap dan memakan waktu yang lama sedangkan pada saat pekerja pertama kali mengalami gangguan pendengaran pekerja tidak akan merasakan gangguan tersebut. Untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran alat pelindung yang sebaiknya digunakan adalah earmuff (penutup telinga). Suma mur (1988) menyatakan bahwa tutup telinga lebih efektif daripada penyumbat telinga (earplug) karena dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar db. Penggunaan earmuff berdasarkan ILO (2002) diperlukan bagi penggunaan gergaji rantai dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 db. Yovi et al. (2006) menyebutkan bahwa chainsaw dengan ukuran panjang 73 cm dapat menghasilkan kebisingan sebesar 97,3 db. Jenis chainsaw yang digunakan dalam kegiatan penebangan di KP Acacia mangium KPH Bogor

16 47 merupakan chainsaw tipe STHIL MS 381 dengan ukuran panjang bilah gergaji 60 cm. Kacamata pengaman dan masker penting digunakan untuk melindungi penebang terhadap serbuk kayu yang bertebaran pada saat menebang pohon. Berdasarkan hasil wawancara penebang kesulitan dalam bekerja apabila serbuk kayu mengenai indera pengelihatan yang dapat mengganggu konsentrasi kerja. Sumber: koleksi pribadi Gambar 12 Chainsaw tipe STHIL MS 381 yang digunakan dalam penebangan Menurut ILO (2002) operator chainsaw sebaiknya tidak bekerja dengan beban lebih dari 5 jam per hari. Hal ini bertolak belakang dengan keadaan di lokasi penebangan dimana keseluruhan penebang bekerja antara 5 7 jam per hari dikarenakan untuk menyelesaikan pencapaian target produksi dan terselesaikannya pekerjaan tepat waktu sesuai yang direncanakan oleh pihak perhutani. Sikap penebang dalam menebang pohon seringkali tidak memperhatikan kondisi sekitar pohon yang sedang ditebang bahwa terdapat pekerja pengumpul kayu bakar yang sedang beraktivitas. Walaupun tidak terjadi hal yang membahayakan karena para penebang sudah memperkirakan rebahnya pohon agar tidak berada cukup dekat dari jangkauan pengumpul kayu bakar, tetapi operator chainsaw beserta mandor lapangan sebagai pengawas penebangan termasuk jarang untuk memberikan peringatan terlebih dahulu ketika akan menyelesaikan takik balas. Suma mur (1977) menjelaskan bahwa sebelum memulai atau menyelesaikan takik balas, penebang harus mematikan mesin dan memberi peringatan kepada orang-orang yang berada di sekitar ke arah mana kayu akan ditumbangkan. Dalam melakukan kegiatan delimbing pekerja penebangan termasuk sering menggunakan chainsaw untuk membersihkan cabang dan ranting ketika membagi batang. Hal ini menyebabkan penebang semakin terpapar kebisingan yang dapat melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Yovi et al. (2005) dalam Suryaningsih (2011) menyatakan bahwa setiap hari operator chainsaw terpapar

17 48 kebisingan pada kondisi racing yaitu pada kegiatan felling, bucking, dan delimbing selama 3 jam yang berarti bahwa operator chainsaw terpapar kebisingan melebihi batas waktu yang diizinkan baik menurut ISO (International Standard Organization), OSHA (Occupational Safety and Health Association), maupun standar Indonesia. Berdasarkan hasil observasi, penebang tidak pernah menggunakan alat bantu berupa kapak untuk membersihkan cabang dan ranting setelah melakukan penebangan dengan alasan lebih cepat. Walaupun adanya resiko kick back yang dapat membahayakan karena operator chainsaw sering menggunakan ujung bilah gergaji untuk memotong cabang dan ranting namun dengan menggunakan alat bantu (kapak) dalam melakukan kegiatan pemotongan cabang dan ranting dari pohon yang sudah ditebang setidaknya dapat mengurangi tingkat kebisingan yang berkelanjutan setelah melakukan penebangan dan menghilangkan resiko terjadinya kick back (pembalikan). Peningkatan aspek knowledge dan attitude penebang dapat dilakukan dengan pelatihan (training) dan penyuluhan. Training dilakukan dengan pemberian materi untuk kemudian dilakukan praktek. Adapun upaya yang perlu dilakukan pihak perhutani KPH Bogor untuk meningkatkan aspek pengetahuan dan sikap penebang adalah: a. Pemberian pelatihan pengenalan dan penggunaan jenis alat pelindung diri lengkap yang harus digunakan dalam penebangan. Sebagian besar penebang hanya mengetahui APD sebatas pelindung tubuh, kaki (sepatu boot), dan topi pengaman. b. Pemberian penyuluhan terkait dampak penggunaan chainsaw dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran jika selalu menghabiskan waktu lebih dari 5 jam per hari untuk menebang. c. Pemberian penyuluhan bahwa dengan selalu memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum menyelesaikan penebangan akan membantu terciptanya kondisi yang aman bagi pekerja yang berada di sekitarnya. Pemberian pelatihan dan penyuluhan tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dari pimpinan atas perusahaan, dalam hal ini P2K3 yang telah dibentuk. Pihak perusahaan seharusnya mempertimbangkan kondisi K3 operator chainsaw dengan tidak membebankan penggunaan chainsaw lebih dari 5 jam per hari.

18 49 Suryaningsih (2011) menyebutkan bahwa salah satu cara guna mengendalikan kebisingan yaitu dengan pengendalian secara administratif untuk mengurangi waktu pemaparan terhadap intensitas kebisingan dengan mengatur jam kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya dampak terburuk (ketulian). Pengadaan APD bagi operator chainsaw dapat dapat ditentukan berdasarkan penilaian resiko dari resiko terendah hingga resiko ekstrim apabila pihak perusahaan tidak dapat menyediakan secara lengkap. Hal ini berupa APD earmuff (penutup telinga) dan sepatu boot cukup memadai untuk melindungi pendengaran penebang dan bahaya gigitan ular tanah dikarenakan resiko yang didapatkan lebih mendekat pada cacat menetap (akibat kebisingan, luka serius akibat gigitan ular, dan patah tulang akibat terjatuh yang disebabkan pijakan kaki tidak baik) Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Penyaradan a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi penyarad dengan penilaian berdasarkan standar Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 17 pada selisih nilai rata-rata. Tabel 17 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja penyaradan dengan penilaian berdasarkan standar Knowledge Skill Attitude SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai Total 77,57 72,71-4,86 79,33 74,22-5,11 73,22 62,67-10,55 Rata-rata 3,37 3,16-0,21 3,45 3,23-0,22 3,18 2,73-0,45 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden penyarad) iiiiiiicba = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar) Pada Tabel 17 terlihat bahwa aspek knowledge penebang memiliki selisih sebesar -0,21. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,22 dan -0,45. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki penyarad berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa

19 50 penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja penyaradan dengan penilaian berdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -3,084-3,257-3,294 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,002 0,001 0,001 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α IiiiiiH 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) memiliki nilai probabilitas sebesar (0,002; 0,001; 0,001) yang kurang dari nilai α sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H 0 (H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar). b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja penyaradan Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 19, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,426 dan nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H 0 ditolak (H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji). Sarwono (2006) menyatakan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,426 termasuk cukup untuk mendeskripsikan terdapat hubungan yang signifikan antar peubah yang diuji. Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,340; -0,071) tidak terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) > nilai α).

20 51 Tabel 19 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi penyarad Knowledge Skill Attitude Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,426 * 0,340 Sig. (2-tailed). 0,043 0,112 N Knowledge Skill Attitude Skill Correlation Coefficient 0,426 * 1,000-0,071 Sig. (2-tailed) 0,043. 0,748 N Attitude Correlation Coefficient 0,340-0,071 1,000 Sig. (2-tailed) 0,112 0,748. N Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Dari hasil analisis pada aspek knowledge diketahui bahwa penyarad memiliki nilai rata-rata sebesar 3,16 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert pengetahuan tentang pemahaman K3 penyarad berada pada tingkatan cukup. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlu peningkatan pengetahuan penyarad tentang penggunaan alat pelindung diri (APD) lengkap yang harus digunakan pada kegiatan penyaradan dan penggunaan alat bantu dalam penyaradan. Nilai rata-rata aspek attitude pada penyarad sebesar 2,73 yang berada pada tingkat cukup. Berdasarkan data hasil kuisioner, perlu peningkatan sikap dalam menggunakan berbagai peralatan pendukung (alat bantu) untuk melakukan kegiatan penyaradan. Kegiatan penyaradan dilakukan secara manual dan sortimen log langsung dimuat pada alat angkutan (truk). Berdasarkan ILO (2002) APD yang harus digunakan dalam kegiatan penyaradan adalah: a. Pelindung kepala (topi pengaman) b. Pelindung tangan (sarung tangan) c. Pelindung kaki (sepatu boot) Berdasarkan hasil observasi di lokasi petak tebang para penyarad tidak menggunakan APD sesuai standar. Pelindung kaki yang digunakan hanya berupa sepatu yang melindungi sebatas sampai mata kaki ataupun sandal berbahan karet seadanya, bahkan terdapat beberapa penyarad yang tidak menggunakan alas kaki dengan alasan sudah terbiasa. Sebagian besar penyarad menggunakan topi untuk melindungi dari cuaca panas dan tidak ada seorangpun penyarad yang

21 52 menggunakan sarung tangan untuk menyarad. Sebagai mitra kerja perhutani, perusahaan sebaiknya memberikan penyuluhan bagi para penyarad agar menggunakan APD sesuai standar khususnya sepatu boot yang berfungsi melindungi dari gigitan ular tanah dan sebagai alas kaki dengan pijakan yang kuat. Dalam pelaksanaannya pekerja menyarad sortimen log dari lokasi tebangan langsung ke alat angkutan (truk) dengan cara dipikul (diletakkan di atas bahu) secara perorangan untuk keseluruhan sortimen AI dan sebagian sortimen AII (dengan panjang dan diameter yang masih dapat dijangkau untuk dipikul perorangan). Untuk jenis sortimen log ukuran besar (AIII) dan sortimen AII (dengan panjang dan diameter yang sulit dijangkau untuk dipikul perorangan), penyaradan dilakukan secara beregu oleh empat orang dengan cara mengikat sortimen dan dipikul dengan dengan menggunakan bantuan tongkat/kayu pemikul. Dalam pelaksanaan kegiatan penyaradan di petak tebang, penyarad sudah terbiasa untuk memikul kayu dengan kekuatan di bagian pundak dan dilakukan seorang diri tanpa adanya alat bantu berupa pemikul khusus sehingga terdapat beberapa penyarad yang mengangkut kayu hingga dimuat ke alat angkutan dengan posisi punggung tidak tegak. Hal ini bertolak belakang dengan aturan K3 dalam pekerjaan kehutanan menurut Suma mur (1977) bahwa pekerja yang menyarad secara manual harus berada dalam posisi punggung yang lurus (tegak). Untuk meningkatkan aspek kompetensi knowledge responden penyarad perlu dilakukan penyuluhan tentang manfaat penggunaan APD bagi keselamatan kerja dan bahaya menyarad tanpa alat bantu berdampak pada kelainan tulang belakang. Aspek attitude tidak memiliki hubungan signifikan dengan aspek knowledge dan skill sehingga upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkannya adalah: a. Menerapkan peraturan yang tegas bagi pekerja bahwa dalam kegiatan penyaradan harus menggunakan APD sesuai standar, terutama sepatu boot. Aturan yang ditetapkan bersifat memaksa dan merupakan syarat utama pekerja untuk melakukan pelaksanaan kegiatan penyaradan. b. Menerapkan peraturan bahwa kegiatan penyaradan harus menggunakan alat bantu berupa sapi-sapi (skidding tong) ataupun alat pemikul lainnya dengan menggunakan pengait dan kegiatan penyaradan dilakukan minimal oleh dua orang untuk semua jenis sortimen AI, AII, dan AIII.

22 53 Untuk alat bantu penyaradan sapi-sapi (skidding tong) merupakan tanggung jawab pihak KPH Bogor dalam menyediakannya. Mandor lapangan sebagai perwakilan pimpinan puncak perusahaan di lapangan memiliki peran penting bagi penerapan aturan yang bersifat tegas dan berfungsi untuk mengawas kegiatan penyaradan agar dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Pengangkutan a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi supir truk dengan penilaian berdasarkan standar Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 20 pada selisih nilai rata-rata. Tabel 20 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja ipengangkutan dengan penilaian berdasarkan standar Knowledge Skill Attitude SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai Total 41,40 34,80-6,60 41,40 36,20-5,20 38,20 32,80-5,40 Ratarata 3,76 3,16-0,60 3,76 3,29-0,47 3,47 2,98-0,49 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden supir truk) iiiiiiicba = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar) Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa aspek knowledge pekerja pengangkutan (supir truk) memiliki selisih sebesar -0,60. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,47 dan -0,49. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki supir truk berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 21.

23 54 Tabel 21 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja pengangkutan dengan apenilaian berdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -2,866-2,044-2,654 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,004 0,041 0,008 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α Keterangan: H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) supir truk memiliki nilai probabilitas sebesar (0,004; 0,041; 0,008) yang kurang dari nilai α sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H 0 (H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar). b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja pengangkutan Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi supir truk Knowledge Skill Attitude Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,733 * -0,796 * Sig. (2-tailed). 0,010 0,003 N Skill Correlation Coefficient 0,733 * 1,000-0,522 Sig. (2-tailed) 0,010. 0,099 N Attitude Correlation Coefficient -0,796 * -0,522 1,000 Sig. (2-tailed) 0,003 0,099. N Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 22, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,733 dan nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H 0 ditolak (H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji). Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude (koefisien korelasi sebesar -0,796) terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α). Namun walaupun terdapat korelasi yang signifikan sebesar 0,796, berdasarkan hasil korelasi yang bernilai negatif maka hubungan

24 55 korelasi bersifat tidak searah. Sarwono (2006) menjelaskan bahwa pada korelasi yang tidak searah, dengan semakin meningkatkan salah satu peubah maka nilai dari peubah lainnya akan semakin rendah sehingga korelasi yang bernilai negatif tidak dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi pekerja pengangkutan. Untuk hubungan antara aspek skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar -0,522) tidak terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) > nilai α). Dari hasil analisis pada aspek knowledge diketahui bahwa responden supir truk memiliki nilai rata-rata sebesar 3,16 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert pengetahuan tentang pemahaman K3 responden supir truk berada pada tingkatan cukup. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlunya peningkatan pengetahuan supir truk tentang penggunaan APD berupa sepatu boot dan penerapan aturan ketika dilakukan pemuatan. Alat pelindung kaki bagi supir truk tetap menjadi prioritas utama ketika masuk ke dalam lokasi petak tebang. Berdasarkan hasil observasi tidak ada pekerja pengangkutan yang menggunakan sepatu boot dan terdapat beberapa diantaranya termasuk tidak menggunakan pelindung tubuh berupa pekaian tertutup dari tubuh hingga kaki. Supir truk bertugas mencatat panjang, diameter, total volume, dan jumlah sortimen log ketika dilakukan pemuatan oleh penyarad yang disesuaikan dengan jenis kelas sortimen (AI, AII, dan AIII). Dalam pelaksanaannya keseluruhan supir truk melakukan pencatatan dengan tidak safety (sesuai aturan). Supir truk terbiasa melakukan pencatatan sortimen di dalam tempat penampungan kayu (di atas truk) ataupun di dalam kabin. Berdasarkan Permenaker No.1/1978 pasal 7 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu, pekerja dilarang untuk berada dalam kabin dan berada di depan truk sewaktu pemuatan dilakukan. Dalam melaksanakan tugasnya, para supir truk merupakan satu mitra kerja dengan penyarad, sehingga penyarad akan mengikuti kegiatan pengangkutan sampai ke tempat tujuan untuk melakukan kegiatan pembongkaran (unloading). Setelah pemuatan selesai dilaksanakan biasanya para penyarad berada di atas tumpukan kayu ataupun di atas bagian kepala truk. Para penyarad melakukan hal demikian karena bertugas untuk menjaga tumpukan kayu agar selalu termonitor

25 56 hingga ke tempat pembongkaran. Walaupun sudah terbiasa melakukannya, tindakan tersebut dapat dikatakan tidak sesuai dengan aturan keselamatan. Berdasarkan ILO (2002) disebutkan bahwa selain di kabin pekerja dilarang keras naik kendaraan di bagian lain truk pengangkut kayu. Nilai rata-rata aspek attitude responden supir truk sebesar 2,98 yang berada pada tingkat cukup. Berdasarkan hasil wawancara dan data hasil kuisioner, supir truk memahami bahwa dalam kegiatan pengangkutan sebaiknya menggunakan pelindung kaki berupa sepatu boot pada saat berada di areal tebangan dan menggunakan sabuk keselamatan ketika mengemudikan truk. Namun hubungan korelasi yang bernilai negatif (tidak searah) antara aspek knowledge dengan attitude menjelaskan bahwa supir truk telah menyalahgunakan pengetahuan tentang aturan keselamatan kerja yang telah dipahami sehingga dalam pelaksanaan kegiatan pengangkutan tidak menggunakan pelindung kaki dan sabuk keselamatan dengan alasan sudah terbiasa dan lebih nyaman. Hal ini mengakibatkan terdapat kesenjangan antara peraturan sesuai standar yang telah dibuat untuk melindungi kondisi keselamatan dalam kegiatan pengangkutan kayu dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan sikap supir truk dalam menggunakan safety belt (sabuk keselamatan) dan pelindung kaki (sepatu boot) ketika melakukan pengangkutan kayu menggunakan truk. Berdasarkan ILO (2002) ketentuan supir truk dalam melaksanakan kegiatan pengangkutan kayu yaitu: a. Memegang lisensi legal yang diharuskan sesuai dengan jenis truk yang dioperasikan b. Mematuhi peraturan lalulintas secara terus menerus c. Mempunyai pengetahuan menyeluruh mengenai instruksi dan peraturan untuk beroperasi khususnya jenis truk yang digunakan d. Dapat melakukan pemeliharaan rutin dan perawatan kecil pada alat angkutan (truk) e. Mempunyai tanggung jawab bahwa truk dimuati dengan benar dan aman (tidak melebihi kapasitas angkut). Secara keseluruhan aspek kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) responden supir truk tergolong baik dalam melaksanakan pengangkutan

26 57 dengan tidak melebihi kapasitas, melakukan pemeriksaan truk sebelum melakukan kegiatan pengangkutan setiap harinya, dan memegang lisensi legal ketika mengoperasikan alat angkut. Para supir truk sangat mengetahui mengenai kapasitas muat truk harus disesuaikan dengan keadaan kendaraan dan kondisi jalan angkutan, sehingga kapasitas kayu yang diangkut berkisar antara 4m 3 5 m 3. Hal ini berbeda dengan jika kondisi jalan baik (memiliki badan jalan yang rata dan tidak tergenang air pada waktu hujan) maka kapasitas kayu yang diangkut dapat mencapai 7 m 3. Sumber : koleksi pribadi Gambar 13 Kondisi jalan utama angkutan kayu di areal tebangan Kondisi jalan angkutan pada areal tebangan dapat dikatakan tidak baik, hal ini dikarenakan memiliki ukuran lebar sekitar 3 m dengan badan jalan yang tidak rata dan apabila terjadi hujan maka akan terbentuk genangan air yang menyebabkan truk pengangkut tidak dapat masuk ke lokasi tebangan. Adapun untuk meningkatkan aspek knowledge dapat berupa pemberian penyuluhan tentang penggunaan APD (topi pengaman, pakaian tertutup dari tubuh hingga kaki, dan sepatu boot) untuk keselamatan kerja. Untuk meningkatkan aspek attitude dalam kegiatan pengangkutan kayu, hal-hal yang dapat dilakukan pihak KPH Bogor adalah: a. Menetapkan aturan yang bersifat tegas dan memaksa untuk menggunakan APD sebagai salah satu syarat utama melaksanakan kegiatan pengangkutan. b. Memberikan sanksi pengurangan upah kerja apabila diketahui tidak menggunakan sabuk keselamatan (safety belt) dalam melakukan kegiatan pengangkutan kayu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu pekerjaan lapangan dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RPH Tenjo Kelas Perusahaan Acacia mangium BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION) 1. KAPAN DIGUNAKAN Prosedur ini berlaku pada saat melakukan pekerjaan menggunakan chainsaw 2. TUJUAN Prosedur ini memberikan petunjuk penggunaan chainsaw secara aman dalam melakukan pekerjaan dimana chainsaw

Lebih terperinci

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA Kantor Pusat : Wisma Nugraha Lt. 4 Jl. Raden Saleh No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)31904328 Fax (021)31904329 Kantor Perwakilan : Jl Yos Sudarso No.88

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan termasuk pekerjaan yang berat dan berbahaya. Sessions (2007) juga menjelaskan bahwa pekerjaan di bidang kehutanan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1. Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Proyek Penerapan Program K3 di proyek ini di anggap penting karena pada dasarnya keselamatan dan kesehatan kerja

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja telah berkembang menjadi isu global saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya menjamin kualitas barang dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor berada pada wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor, Bekasi dan Tangerang dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Bagian Produksi Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan tanaman di Jawa, khususnya oleh Perum Perhutani merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan utama mulai dari penanaman, pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

TINGKAT PEMAHAMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA KEGIATAN PEMANENAN KAYU JATI DI KPH CIANJUR

TINGKAT PEMAHAMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA KEGIATAN PEMANENAN KAYU JATI DI KPH CIANJUR TINGKAT PEMAHAMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA KEGIATAN PEMANENAN KAYU JATI DI KPH CIANJUR (Knowledgeability of Working Health and Safety on Teak Logging in Cianjur Forest District) Oleh/ By :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni ~ Juli 2012. Berlokasi di RPH Maribaya dan RPH Tenjo, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum

Lebih terperinci

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) BAGI PEKERJA KEHUTANAN BIDANG PEMANENAN KAYU DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN MUHAMAD AMAR SYAKIR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI KECELAKAAN KERJA PADA PEMANENAN HUTAN JATI DI CIANJUR DESTY SRI KURNIA

IDENTIFIKASI POTENSI KECELAKAAN KERJA PADA PEMANENAN HUTAN JATI DI CIANJUR DESTY SRI KURNIA IDENTIFIKASI POTENSI KECELAKAAN KERJA PADA PEMANENAN HUTAN JATI DI CIANJUR DESTY SRI KURNIA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT X LAMPUNG TENGAH

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT X LAMPUNG TENGAH PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT X LAMPUNG TENGAH Mutiara Dwi Putri, Sutarni, Marlinda Apriyani 1 Mahasiswa, 2 Dosen Politeknik Negeri Lampung 1, 3 Dosen Politeknik Negeri Lampung 2

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan. BAB II LANDASAN TEORI A. Keselamatan Kerja Menurut Tarwaka keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan

Lebih terperinci

Vincentius Lulu NRP

Vincentius Lulu NRP 70 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Vincentius Lulu NRP : 9103008027 Adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Katolik Widya Mandala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masalah Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan Kerja Tarwaka (2008: 4) mengatakan bahwa keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari K3 menurut Suma mur (1995), bahwa hygiene perusahaan. produktif. Suardi (2007) K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari K3 menurut Suma mur (1995), bahwa hygiene perusahaan. produktif. Suardi (2007) K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu keilmuan multidisiplin yang merupakan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan, keselamatan dan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan wujud dari kewajiban sebuah perusahaan untuk melindungi pekerja berdasarkan amanah undang-undang (UU).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja yaitu suatu kejadian yang timbul akibat atau selama pekerjaan yang mengakibatkan kecelakaan kerja yang fatal dan kecelakaan kerja yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada bidang konstruksi bangunan merupakan salah satu yang berpengaruh besar dalam mendukung perkembangan pembangunan di Indonesia. Dengan banyaknya perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Area dari keselamatan kerja dalam dunia rekayasa mencakup keterlibatan manusia baik para pekerja, klien, maupun pemilik perusahaan. Menurut Goetsch

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko

BAB 1 PENDAHULUAN. selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya selalu menginginkan keberhasilan baik berupa hasil produksinya maupun hasil layanannya. Untuk menunjang keberhasilan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic

Lebih terperinci

RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA KEHUTANAN BIDANG PEMANENAN KAYU DI KPH KENDAL PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA KEHUTANAN BIDANG PEMANENAN KAYU DI KPH KENDAL PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA KEHUTANAN BIDANG PEMANENAN KAYU DI KPH KENDAL PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH REZA AHDA SABIILA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan kerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dan dikondisikan oleh pihak perusahaan. Dengan kondisi keselamatan kerja yang baik pekerja dapat

Lebih terperinci

Evaluasi dan Perbaikan pada Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (SMK3) untuk Menekan Unsafe Behavior pada Pekerja. (Studi Kasus : PT.

Evaluasi dan Perbaikan pada Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (SMK3) untuk Menekan Unsafe Behavior pada Pekerja. (Studi Kasus : PT. Evaluasi dan Perbaikan pada Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (SMK3) untuk Menekan Unsafe Behavior pada Pekerja (Studi Kasus : PT.DPS) Danis Maulana 2507.100.101 Dosen Pembimbing Ir.Sritomo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Variabel Bebas Variabel bebas (X) dalam

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya dunia industri, mengakibatkan munculnya masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Masalah

Lebih terperinci

ANALISIS KEPENTINGAN DAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (STUDI KASUS PROYEK GEDUNG P1 DAN P2 UKP)

ANALISIS KEPENTINGAN DAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (STUDI KASUS PROYEK GEDUNG P1 DAN P2 UKP) ANALISIS KEPENTINGAN DAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (STUDI KASUS PROYEK GEDUNG P1 DAN P2 UKP) Caesario Alam Widjaja S 1, Heryanto Hartadi 2 and Ratna S. Alifen 3 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG SIPIL. Tukang Pasang Bata Pelaksanaan K3 F.45 TPB I 01 BUKU PENILAIAN

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG SIPIL. Tukang Pasang Bata Pelaksanaan K3 F.45 TPB I 01 BUKU PENILAIAN MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG SIPIL Tukang Pasang Bata Pelaksanaan K3 BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I KONSEP PENILAIAN... 2 1.1. Metode Penilaian oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah perusahaan dalam melakukan aktivitas kontruksi harus memenuhi unsur keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kegiatan konstruksi kecelakaan dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Umur Masa kerja Pengetahuan Sikap kerja Variabel Terikat Kecelakaan kerja Perilaku berbahaya Lingkungan berbahaya Penggunaan APD Gambar 3.1 Kerangka

Lebih terperinci

RISK ASSESSMENT PADA PEKERJAAN MENEBANG KAYU DI HUTAN PRODUKSI (STUDI KASUS PADA PENGOPERASIAN CHAINSAW PERUM PERHUTANI KPH MADIUN)

RISK ASSESSMENT PADA PEKERJAAN MENEBANG KAYU DI HUTAN PRODUKSI (STUDI KASUS PADA PENGOPERASIAN CHAINSAW PERUM PERHUTANI KPH MADIUN) RISK ASSESSMENT PADA PEKERJAAN MENEBANG KAYU DI HUTAN PRODUKSI (STUDI KASUS PADA PENGOPERASIAN CHAINSAW PERUM PERHUTANI KPH MADIUN) Raditya Angga Pradipta Ikatan Alumni Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan di setiap tempat kerja sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, merupakan kewajiban

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Penelitian Sebelumnya Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan pustaka-pustaka yang mendukung. Pustakapustaka yang digunakan adalah penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kepuasan Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang pengetahuan memiliki pengertian yang berlainan tentang kepuasan, adapun berbagai macam pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Proyek Konstruksi Suatu proyek konstruksi biasanya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.selain itu,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya dan risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja terdapat pada setiap pekerjaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP PENILAIAN

BAB I KONSEP PENILAIAN BAB I KONSEP PENILAIAN 1.1. Bagaimana Instruktur akan Menilai Dalam sistem berdasarkan Kompetensi, penilai akan mengumpulkan bukti dan membuat pertimbangan mengenai pengetahuan, pemahaman dan unjuk kerja

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Kuesioner penelitian KUESIONER PENELITIAN Analisis Hubungan Keselamatan dan Kesehatan (K3) Dengan Karyawan Di PT. DyStar Colours Indonesia Kuesioner ini adalah salah satu alat pengumpulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013). PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kerja agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan ditempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. International Laboir Organization (ILO) tahun 2010, diseluruh dunia terjadi

BAB I PENDAHULUAN. International Laboir Organization (ILO) tahun 2010, diseluruh dunia terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalah umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Angka kecelakaan kerja berdasarkan laporan International Laboir Organization

Lebih terperinci

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak

Lebih terperinci

ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR NIAM WAHIDI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 18 responden laki-laki dengan persentase 43% dan 24 orang responden

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 18 responden laki-laki dengan persentase 43% dan 24 orang responden BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan pada ERHA CLINIC Bandung Hasil Penelitian pada bab ini penulis membahas hasil penelitian tentang pengaruh Pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka melaksanakan pembangunan masyarakat dan menyumbang pemasukan bagi negara peranan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi diharapkan masih tetap memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional adalah bidang ekonomi khususnya pada sektor industri. Pada sektor ini telah terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama berisi hasil pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian. 4.1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia yang terus berkembang dan tumbuh secara cepat serta berdampak

Lebih terperinci

sesuatu dari satu tempat ke tempat lainnya. Pentingnya transportasi terlihat pada

sesuatu dari satu tempat ke tempat lainnya. Pentingnya transportasi terlihat pada 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Menurut UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan dan penghidupan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi juga memiliki karakteristik yang bersifat unik, membutuhkan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi juga memiliki karakteristik yang bersifat unik, membutuhkan sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkian yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Selain itu, proyek konstruksi juga memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sumber Daya Manusia Manusia sebagai sumber daya pada mulanya diartikan tenaga kerja manusia ditinjau secara fisiknya saja. Dengan kemampuan fisiknya manusia berusaha

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN BENAR NO. KODE : INA.5230.223.23.01.07

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sistem manajamen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Karakteristik Responden Penulis telah menyebarluaskan kuesioner guna mendapatkan data mengenai karakteristik responden dalam penelitian ini. Berikut adalah hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian risiko

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Upaya perusahaan untuk meningkatkan kemajuannya lebih banyak diorientasikan kepada manusia sebagai salah satu sumber daya yang penting bagi perusahaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah perkotaan telah membawa sejumlah persoalan penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun berkembangnya berbagai

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG DI KOTA MEDAN TUGAS AKHIR

PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG DI KOTA MEDAN TUGAS AKHIR PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG DI KOTA MEDAN TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data yang diperoleh dari International Labour Organization (ILO) pada tahun 2011, didapat setiap 15 detik, 160 pekerja mengalami kecelakaan terkait dengan pekerjaan.

Lebih terperinci

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS () DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU 1 2 3 Nisa Amalia, Idjeriah Rossa, Rochmawati CORRELATION OF NOISE EXPOSURE AND NOISE INDUCED

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja memiliki risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung pada jenis industri, teknologi yang digunakan serta pengendalian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan Sejalan dengan adanya produsen serat syntetis, perusahaan permintalan benang, perajutan dan perusahaan penyempurnaan tekstil

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB I KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE : -P BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

MENERAPKAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

MENERAPKAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.003.01 MENERAPKAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. No.3 tahun 1998 tentang cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan, kecelakaan. menimbulkan korban manusia dan harta benda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. No.3 tahun 1998 tentang cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan, kecelakaan. menimbulkan korban manusia dan harta benda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kecelakaan Kerja Menurut Frank E. Bird (Bird, 1989) kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi setiap pekerja bangunan, keselamatan merupakan faktor terpenting saat bekerja. Terdapat dua resiko yang mungkin terjadi bagi pekerja bangunan yaitu resiko

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN

KARAKTERISTIK RESPONDEN KUISIONER PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP RESIKO KECELAKAAN KERJA DAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PURI MANDIRI KEDOYA 2013 Petunjuk Pengisian:

Lebih terperinci

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT (Productivity and Cost of Felling Forest Plantation in PT Inhutani II Pulau Laut) Oleh/By : Marolop Sinaga

Lebih terperinci

BAB 1 LATAR BELAKANG. signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006, luas lahan areal kelapa

BAB 1 LATAR BELAKANG. signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006, luas lahan areal kelapa 1 BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang Industri yang mengalami pertumbuhan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir ialah minyak kelapa sawit. Komoditas kelapa sawit menunjukkan peran yang signifikan

Lebih terperinci

K3 Konstruksi Bangunan

K3 Konstruksi Bangunan K3 Konstruksi Bangunan LATAR BELAKANG PERMASALAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Identifikasi bahaya yang dilakukan mengenai jenis potensi bahaya, risiko bahaya, dan pengendalian yang dilakukan. Setelah identifikasi bahaya dilakukan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki

Lebih terperinci

MODUL 2 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Kecelakaan dan P3K) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MODUL 2 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Kecelakaan dan P3K) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K MODUL 2 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (Kecelakaan dan P3K) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO 2. Kecelakaan dan P3K Pakaian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun data yang terkumpul dilakukan dengan cara menyebarkan angket

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun data yang terkumpul dilakukan dengan cara menyebarkan angket BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab VI ini peneliti akan menganalisa dan membahas hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu mengenai " Pemahaman Bahasa Jurnalistik Wartawan Non-Sarjana jurnalistik

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN 146 KUISIONER PENELITIAN ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) OHSAS 18001 TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PT. COCA COLA AMATIL MEDAN Petunjuk Pengisian:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah sensus karena penelitian

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah sensus karena penelitian 26 III. METODE PENELITIAN A. Metode, Lokasi, dan Waktu Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah sensus karena penelitian ini melibatkan seluruh anggota populasi dari daerah penelitian.

Lebih terperinci

KINERJA SAFETY GAME DALAM PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 PADA LEVEL SUPERVISOR LAPANGAN DI KPH KEDIRI LERFI MARISIANA

KINERJA SAFETY GAME DALAM PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 PADA LEVEL SUPERVISOR LAPANGAN DI KPH KEDIRI LERFI MARISIANA KINERJA SAFETY GAME DALAM PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 PADA LEVEL SUPERVISOR LAPANGAN DI KPH KEDIRI LERFI MARISIANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Nurul Fajaria Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

1 Universitas Esa Unggul

1 Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan

Lebih terperinci