TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Blas Penyakit blas pada padi disebabkan oleh cendawan blas yang termasuk dalam golongan Ascomycetes dikenal dengan nama ilmiah Pyricularia grisea Sacc. (teleomorph/fase sexual: Magnaporthe grisea) (Rossman et al. 1990). Penyakit ini dianggap penting karena penyebarannya yang sangat luas (tersebar di 85 negara) dan dapat menyebabkan kerusakan yang parah apabila kondisi lingkungan sangat mendukung (Ou 1985; Scardaci et al. 1997). Sistematika cendawan blas secara lengkap adalah sebagai berikut : Divisi : Eumycota Subdivisi : Deuteromycotina Kelas : Hyphomycetes Ordo : Hyphales (Moniliales) Genus : Pyricularia (Agrios 1996) Cendawan blas menginfeksi dan membentuk bercak pada daun, leher daun, batang, malai dan biji. Bercak pada daun berbentuk belah ketupat dengan warna abu-abu atau putih pada bagian tengahnya dan dikelilingi warna coklat. Bentuk, warna dan ukuran dari bercak dapat bervariasi tergantung dari umur dan ketahanan varietas tanaman serta umur dari bercak (Ou 1985). Siklus hidup penyakit diawali ketika spora cendawan blas menginfeksi dan menyebabkan bercak pada tanaman padi dan diakhiri ketika cendawan menghasilkan spora dan menyebarkan spora dengan bantuan angin. Apabila kondisi lingkungan sangat mendukung untuk pertumbuhannya, satu siklus hidup dapat terjadi dalam waktu satu minggu. Di bawah kondisi kelembaban dan suhu yang mendukung, cendawan blas dapat membentuk beberapa siklus hidup dan dapat menghasilkan spora yang sangat banyak pada akhir musim, sehingga dengan tingkat inokulum yang tinggi ini dapat merusak tanaman padi yang rentan. Kehilangan hasil karena penyakit ini dapat mencapai 50% (Scardaci et al. 1997).
Penyakit blas dapat muncul pada kondisi kelembaban tinggi, dengan sedikit atau tanpa angin pada malam hari dengan temperatur antara 63-73 o F (22-29 o C). Perkecambahan spora, pembentukan bercak, dan sporulasi terjadi pada suhu optimum antara 61-77 o F (Ou 1985; Scardaci et al., 1997; www.aragriculture.org/diseases/rice/shealthblight.htm). Faktor lain yang mendukung perkembangan penyakit blas, antara lain adalah pemakaian pupuk nitrogen yang berlebih, tanah dalam kondisi aerobik dan cekaman kekeringan. Kandungan nitrogen yang tinggi mengakibatkan peningkatan nitrat dalam tanah, sehingga meningkatkan kerentanan tanaman terhadap penyakit ini. Nitrogen amonium akan dirubah menjadi nitrat apabila tanah mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Kondisi tersebut banyak dijumpai pada daerah tadah hujan sehingga menyebabkan padi pada daerah tadah hujan lebih rentan terhadap penyakit blas (Scardaci et al. 1997). Sistem Pertahanan Pada Tanaman Di dalam tanaman dikembangkan berbagai mekanisme pertahanan untuk menanggulangi penyakit/patogen. Selama infeksi oleh patogen, tanaman mengembangkan ekspresi dari sejumlah besar gen yang terlibat di dalam pertahanan. Gen-gen tersebut mengkode protein-protein yang berhubungan dengan proteksi terhadap patogen seperti glucanase dan kitinase (Ryu et al. 2006). Untuk melawan serangan patogen, tanaman harus meregulasikan faktor transkripsi secara tepat (dalam waktu yang tepat) setelah mengenali patogen, agar dapat mengaktifkan gen-gen yang berhubungan dengan pertahanan. Mekanisme pertahanan untuk melawan penyakit dan serangan patogen tersebut dapat secara terus menerus maupun terinduksi (Ryu et al. 2006).. Hubungan antara ketahanan pada tanaman dan sifat virulensi pada patogen dapat dijelaskan dengan konsep gen-untuk-gen (gene-for-gene concept) yang dikemukakan pertama kalinya oleh Flor (1942, 1959) yaitu setiap gen yang memberi ketahanan pada inang terdapat gen yang berhubungan dengan patogen yang memberi virulensinya, dan sebaliknya (Agrios 1996). Ketahanan tanaman
terhadap patogen dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu ketahanan vertikal dan horisontal. Ketahanan vertikal bersifat monogenik dan hanya efektif terhadap rasras spesifik saja, dipengaruhi oleh gen mayor dominan, tingkat ketahanannya terhadap suatu ras spesifik lebih tinggi, namun sifat ketahanannya labil sehingga mudah patah. Sedangkan ketahanan horisontal bersifat poligenik dan tahan terhadap banyak ras patogen, dan sifat ketahanannya bertahan lama. Konsep genuntuk-gene hanya ditemukan pada tumbuhan dengan bentuk ketahanan vertikal (monogenik dan oligogenik) (Agrios 1996). Sistem ketahanan tanaman dapat dimulai dari penangkapan sinyal oleh gen reseptor ketahanan pada tanaman dan akan dihasilkan suatu reaksi spesifik antara inang dan patogen. Reaksi spesifik dapat berupa: kemampuan patogen untuk melakukan penetrasi pada jaringan luar tanaman (faktor patogen) dan penghalang fisik dari dinding sel tanaman (faktor tanaman inang) (Utami 1999). Ketahanan penyakit pada tanaman dipicu oleh adanya interaksi antara protein-protein yang dihasilkan oleh gen ketahanan di dalam tanaman (gen R) dan gen avirulen (gen Avr) dari organisme penyebab penyakit. Penelitian selama ini menunjukkan bahwa aktivasi dari protein R yang dihasilkan oleh gen R menyebabkan adanya respon ketahanan selama terjadinya infeksi oleh patogen (Ayliffe et al. 2004). Proses persinyalan di dalam sel tanaman terjadi dalam 3 tahap, yaitu tahap penerimaan sinyal yang merupakan pendeteksian sinyal yang datang dari luar sel target, tahap inisiasi transduksi sinyal dan sinyal yang ditransduksi pada akhirnya memicu respon seluler spesifik. Sel yang menjadi sasaran sinyal kimia tertentu mempunyai molekul protein reseptor yang akan mengenali molekul sinyal tersebut. Pengikatan molekul sinyal menyebabkan protein reseptor akan mengaktifkan molekul seluler lainnya (Campbell et al. 2002). Respon-respon pertahanan tanaman diatur melalui suatu jaringan persinyalan yang melibatkan molekul-molekul persinyalan tanaman yang endogenus seperti asam salisilat, asam jasmonat, ethilen dan asam absisat (Ryu et al. 2006). Lebih lanjut, beberapa penelitian tentang ketahanan pada tanaman secara molekuler menunjukkan adanya interaksi antara produk gen Avr dari patogen dan produk gen R dari tanaman. Gen Avr patogen menjadi protein elicitor yang berinteraksi secara fisik dengan protein reseptor kinase (NBS-LRR) yang
merupakan produk gen R dari tanaman (Ayliffe et al. 2004). Protein reseptor kinase yang diaktifkan melalui interaksi ini selanjutnya bisa mengaktifkan protein-protein yang lain seperti faktor transkripsi melalui mekanisme fosforilasi. Pada gilirannya faktor transkripsi ini mengaktifkan ekspresi gen-gen yang terlibat langsung dalam memberikan proteksi pada tanaman, seperti kitinase dan glucanase. Faktor transkripsi yang sudah diketahui terlibat dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadap patogen diantaranya adalah WRKY, ERF, bzip, dan MYB (Chakravarthy et. al. 2003). Bukti-bukti yang telah ada menunjukkan bahwa perbedaan antara varietas tahan dan peka adalah pada gen R yang menyandi protein reseptor, sementara tidak ditemukan perbedaan pada mekanisme molekuler di bawahnya (Vidhyasekaran 2002). Saat ini sebanyak 37 gen ketahanan mayor (gen R) terhadap blas telah berhasil teridentifikasi. Enam gen resisten/ketahanan yaitu Pib, Pita, Pi2, Pi9, Pizt, dan Pi-d2 yang diduga berfungsi dalam pengenalan patogen, telah berhasil dikloning (Dai et al. 2007). Gen-gen ketahanan tersebut (Pi) berinteraksi secara spesifik dengan ras-ras tertentu dari cendawan Pyricularia grisea (Ou 1985). Pengaturan Aktivitas Faktor Transkripsi di dalam Tanaman Menurut Schwechheimer dan Bevan (1998) mekanisme yang dominan untuk mengontrol ekspresi gen dalam eukariot adalah regulasi atau pengaturan pada tingkat transkripsi. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa regulasi yang bersifat transkripsional dari ekspresi gen diperantarai oleh faktor-faktor transkripsi yang mengaktifkan atau menekan suatu ekspresi. Gen-gen yang berperan sebagai aktivator dan gen-gen yang berperan sebagai represor bekerja melalui suatu mekanisme tertentu (termasuk interaksi antara DNA-protein, interaksi antara protein-protein, dan modifikasi dari struktur kromatin). Regulasi (pengaturan) secara transkripsional dari ekspresi gen diperantarai oleh adanya pengenalan yang spesifik dari cis-acting element yang ada pada bagian promotor dari gen target terhadap trans acting specific sequent DNA-binding factor dari gen regulator. Faktor transkripsi dapat meregulasikan banyak gen untuk mengekspresikan sifat-
sifat tertentu. Faktor transkripsi mempunyai kemampuan untuk menempel pada bagian promotor dari gen-gen target dan meningkatkan atau menekan transkripsinya. Dasar Transformasi Tanaman Melalui Agrobacterium Teknologi untuk mentransfer suatu gen ke dalam tanaman pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Transfer gen secara langsung dapat dilakukan dengan penembakan partikel, elektroporasi, atau dengan PEG (Herman 2002). Sedangkan transfer gen secara tidak langsung dapat dilakukan dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens. Metode transformasi tanaman melalui bakteri Agrobacterium tumefaciens saat ini telah berkembang pesat. A. tumefaciens merupakan bakteri tanah gram negatif yang bersifat patogen, secara alami menginfeksi bagian luka dari tanaman yang termasuk dalam golongan dikotiledon, dan menyebabkan penyakit tumor crown gall pada tanaman tersebut (Riva et al. 1998). A tumefaciens menginfeksi tanaman dan mengintroduksikan sebagian dari plasmid-ti (tumor inducing) yang disebut dengan T-DNA (transfer DNA) ke dalam genom tanaman. Fragmen T- DNA yang berpindah dari sel bakteri ke dalam sel tanaman akan terintegrasi secara stabil dalam genom inti. Penelitian selama ini menunjukkan bahwa T-DNA yang terintegrasi di dalam genom inti tanaman adalah sama dengan T-DNA yang terdapat pada plasmid Ti. Hal ini menunjukkan bahwa bagian dari plasmid Ti yang masuk ke dalam tanaman tidak mengalami perubahan sekuen di dalam sel tanaman. Terintegrasinya T-DNA ke dalam genom tanaman dapat 1 kopi atau lebih dari 1 kopi, dan lokasi di dalam genom tanaman adalah secara acak (Bevan 1984; Murdiyatmo 1993; Riva et al.1998). Fragmen T-DNA di dalam plasmid Ti diapit oleh sederetan nukleotida (25 pb) dengan urutan basanukleotida hampir sama yang letaknya pada kedua ujung T-DNA tersebut. Sekuen tersebut dinamakan border sequens (sekuen batas), sebelah kanan disebut right border (RB) dan sebelah kiri disebut left border (LB) (Murdiyatmo 1993). T-DNA mengandung gen-gen untuk sintesis zat pengatur
tumbuh tanaman, sehingga menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkendali dan menghasilkan penyakit crown gall (Ditt et al. 2005). Gen-gen yang ada pada daerah T-DNA adalah tms1, tms2, dan tmr, dimana produk-produk gen tersebut dapat meniadakan fungsi regulasi yang normal dari metabolisme tanaman dalam mensintesa fitohormon, sehingga dapat menyebabkan fenotipe tumor crown gall (Murdiyatmo 1993). Proses integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman diatur dan dikontrol oleh beberapa gen yang dikenal dengan gen Vir pada plasmid Ti. Gen-gen Vir tersebut diaktifkan oleh Agrobacterium melalui deteksi senyawa fenolik (misalnya asetosiringon) yang dihasilkan dari jaringan tanaman yang luka. Gen-gen Vir ini tidak ditemukan pada sel yang ditransformasi oleh Agrobacterium (Bevan 1984). Gen-gen Vir berperan sebagai trans acting factor yang mengenali bagian terminal repeat sequences dari T-DNA pada bagian cis element (bagian border), sehingga selanjutnya akan terjadi proses-proses untuk transfer T-DNA ke dalam sel tanaman (Bevan 1984; Riva et al.1998). Dengan pengetahuan mengenai sistem transfer gen dari Agrobacterium secara alami tersebut, saat ini Agrobacterium digunakan untuk membantu dalam pembentukan tanaman transgenik. Namun demikian sebelumnya perlu dilakukan modifikasi pada bagian T-DNA dari plasmid Ti sehingga terbentuk vektor nononcogenik. Vektor non-oncogenik adalah plasmid Ti yang telah dihilangkan bagian gen-gen penyebab tumor pada T-DNA (yang terletak diantara RB dan LB). Bagian T-DNA yang hilang tersebut kemudian diganti dengan gen kandidat yang diinginkan. Pada dasarnya vektor non-oncogenik digolongkan 2 tipe, yaitu tipe cis dan trans. Pada tipe cis antara T-DNA dan gen-gen Vir terletak pada plasmid yang sama (vektor ko-integratif). Sedangkan pada tipe trans T-DNA dan gen-gen Vir terletak pada plasmid yang terpisah (vektor biner) (Murdiyatmo, 1993). Saat ini telah banyak penelitian yang menghasilkan tanaman padi transgeik untuk berbagai tujuan melalui bantuan Agrobacterium tumefaciens diantaranya adalah perakitan tanaman padi tahan terhadap hama wereng coklat dan penggerek batang padi dan leaffolder (Saha et al. 2006; Cheng et al. 1998; Qiu et al. 2001). Menurut Opabode (2006) efisiensi transformasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens dalam pembentukan tanaman transgenik sangat
tergantung dari beberapa hal diantaranya adalah genotipe tanaman, strain Agrobacterium, vektor plasmid, senyawa penginduksi gen Vir, komposisi medium transformasi, dan suhu lingkungan.
KONSTRUKSI DAN INTRODUKSI KONSTRUK OVER- EKSPRESI GEN OsWRKY76 MELALUI AGROBACTERIUM TUMEFACIENS PADA TANAMAN PADI NIPPONBARE ABSTRAK ANIVERSARI APRIANA. Konstruksi dan Introduksi Konstruk Overekspresi Gen OsWRKY76 melalui Agrobacterium tumefaciens pada Tanaman Padi Nipponbare. Dibimbing oleh SUDARSONO, NURUL KHUMAIDA, dan KURNIAWAN RUDI TRIJATMIKO. Perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan dengan pemuliaan tanaman klasik atau dengan rekayasa genetik. WRKY merupakan protein faktor transkripsi yang terlibat dalam regulasi jalur respon pertahanan tanaman. Gen OsWRKY76 terletak pada segmen di kromosom 9 tanaman padi yang sebelumnya diidentifikasi terkait dengan ketahanan berspektrum luas. Penelitian ini bertujuan untuk merakit dan mengintroduksikan konstruk over-ekspresi gen OsWRKY76 ke dalam tanaman padi Nipponbare melalui bantuan A. tumefaciens. Konstruk pcambia-1301::35s::oswrky76 telah berhasil dirakit dan telah ditransformasikan ke dalam kalus embriogenik tanaman padi cv. Nipponbare melalui bantuan A. tumefaciens strain Agl-1 dan EHA 105. Dari transformasi tersebut dihasilkan 126 galur independen dan strain Agl-1 lebih efisien dalam menghasilkan galur independen dibandingkan dengan strain EHA 105. Analisis PCR dari 25 galur independen yang diuji secara acak menunjukkan semua positif mengandung konstruk over-ekspresi gen OsWRKY76. Kata kunci: faktor transkripsi, gen OsWRKY, ketahanan terhadap blas
ABSTRACT ANIVERSARI APRIANA. Development and Introduction of Overexpression Construct of OsWRKY76 Gene through Agrobacterium tumefaciens in Rice. Guided by SUDARSONO, NURUL KHUMAIDA, and KURNIAWAN RUDI TRIJATMIKO. Plant genetic improvement can be done through classical breeding or genetic engineering. WRKY is a transcription factor involved in regulating plant defense responses. OsWRKY76 gene is located in a narrow segment of chromosome 9 which is identified previously to be related to wide spectrum resistance in rice. The aim of this research was to assemble an over-expression construct of OsWRKY76 gene and introduce it into rice through Agrobacterium-mediated transformation. A construct of pcambia-1301::35s::oswrky76 has been successfully assembled and transformed into embryogenic calli of rice cv. Nipponbare using A. tumefaciens strain Agl-1 and EHA 105. A number of 126 independent lines has been produced, in which Agl-1 showed higher efficiency than EHA 105. PCR analysis of randomly selected 25 independent lines showed that all of them positively contained the over-expression construct of the OsWRKY76 gene. Key word : transcription factor, OsWRKY gene, blast resistance.