MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)"

Transkripsi

1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. REFERENSI 5. PROPAGASI 6. PENDALAMAN MODUL 1. PENDAHULUAN Terjadinya penyakit di alam tidak lepas dari hubungan timbal balik antara keganasan (virulensi) patogen, ketahanan tanaman yang menjadi inangnya dan kesesuaian lingkungan dimana patogen tersebut akan berkembang. Peranan ketahanan tanaman telah banyak mendapatkan perhatian dari para ahli penyakit tanaman, mengingat hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk pengendalian mewabahnya penyakit dalam skala luas di perkebunan. Penempatan ketahanan tanaman dalam pengendalian epidemi penyakit adalah dalam fungsi menahan laju ledakan penyakit ( r) atau melimpahnya inokulum (x o ) di lapangan. Mengenai hubungan patogen dan lingkungan telah dibahas dalam modulmodul sebelumnya, sedangkan dalam modul ini dikemukakan mengenai hubungan patogen dengan ketahanan tanaman agar supaya dapat atau tidak dapatnya mewabah menjadi penyakit. Banyak teori telah dikemukakan mengenai ketahanan tanaman terhadap patogen ini yang disebabkan oleh beberapa faktor, misal ketahanan anatomis dan morfologis, ketahanan semu (misal disease escape), dan ketahan an gentis (Sastrahidayat, 2010). Dalam modul ini dikemukakan mengenai ketahanan genetis yang dapat dimanipulasi oleh pemulia tanaman (plant breeder) untuk mendapatkan jenis ketahanan mana yang dikehendakinya, karena masing-masing jenis ketahanan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya. 9 (SPEED) SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

2 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mengenalkan berbagai jenis ketahan tanaman terhadap patogen khususnya ras patogen berdasarkan teori genetika, sehingga mahasiswa mudah memahami secara teoritis mengapa di alam terjadi varietas tahan dan tidak. 2. Sebagai bagian dari langkah pengendalian penyakit dengan pendekatan ketahanan tanaman baik yang vertikal, horizontal, maupun kombinasi keduanya dalam menekan laju perkembangan epidemi di lapangan. 3. KEGIATAN BELAJAR PERANAN KETAHANAN TANAMAN DALAM EPIDEMI PENYAKIT 1. Hubungan antara gen dengan gen Para ahli fitopatologi menyimpulkan bahwa dalam hal gen untuk resistensi khusus, setiap locus gen yang menyebabkan resisten atau peka pada inang dihubungkan dengan locus gen yang menyebabkan virulen atau avirulen dalam patogen. Demikian juga dengan isolat-isolat patogen mempunyai sifat yang sama terhadap kultivar-kultivar tanaman. Hubungan tersebut dikenal sebagai hipotesis gen ke gen (gene for gene hypothesis). Pemahaman ini memang relatif sulit dipahami namun sangat penting dalam epidemiologi karena menyangkut hubungannya dengan kecepatan epidemi suatu penyakit. Untuk lebih memahami akan ulasan tersebut, maka pada Gambar 1 dikemukakan suatu ilustrasi yang bersifat teoritis mengenai bagaimana gen tanaman dan gen patogen berpacu untuk saling menutup dan membuka terjadinya infeksi, yang diumpamakan seperti gembok (Jawa) dan kuncinya. Untuk memahami hipotesis tersebut di bawah ini terdapat beberapa aturan sederhana. Diumpamakan bahwa resistensi inang adalah dominan, virulensi pada patogen resesif, sifat patogen diploid dan biotropik, maka akan berlaku keadaan sebagai berikut: (a) Apabila suatu inang tidak mempunyai allele dominan untuk resistensi pada suatu locus (r 1 r 1 ), interaksi antara kultivar-patogen (k - p) akan sesuai (compatible), artinya penyakit akan timbul walaupun patogen tidak mempunyai allele untuk virulensi, patogen mempunyai 1 atau 2 allele avirulen pada locus yang sesuai (A 1 A 1 atau A 1 a 1 ). (b) Apabila inang mempunyai gen dominan untuk resistensi pada suatu locus (R 1 R 1 atau r 1 r 1 ), suatu interaksi k - p yang sesuai (compatible) terjadi hanya bila patogennya virulen, artinya avirulen ressesive dan homozygot pada locus yang sesuai (a 1 a 1 ). (c) Apabila meliputi lebih dari satu locus, gen resisten pada setiap locus akan dalam keadaan tidak sesuai (incompatible) kecuali apabila patogen tersebut pada locus yang sesuai avirulensinya homozygot. Aturan ini dapat disingkat sebagai berikut: r 1 r 1 lawan a 1 a 1 = + Page 2 of 7

3 r 1 r 1 lawan A 1 a 1 atau A 1 A 1 = + R 1 R 1 atau R 1 r 1 lawan a 1 a 1 = + R 1 R 1 atau R 1 R 1 lawan A 1 A 1 atau A 1 a 1 = - Gambar 1. Ilustrasi perpacuan gen tanaman dan patogen dalam saling menutup dan membuka pada kejadian penyakit (Brown et al., 1980). Hubungan antara gen dengan gen memungkinkan para ahli pemuliaan tanaman menggunakan fenotip-fenotip (reaksi penyakit) untuk identifikasi genotip (gen virulen) dengan menggunakan genotip tanaman inang atau yang dikenal identifikasi genotip inang (gen resisten) dengan menggunakan genotip jamur yang dikenal. Para breeder biasanya memilih reaksi - (negatif) terhadap hasil uji inokulasi patogen terhadap tanaman, yang bisa + (positif) atau - (negatif). 2. Resistensi vertikal Tipe resistensi yang telah dipilih dari uraian di atas dinamakan resistensi vertikal atau diferensial. Resistensi vertikal akan kehilangan nilainya dengan cepat dengan timbulnya ras fisiologis yang baru, hal tersebut merupakan kelemahannya. Keuntungannya adalah terletak pada mudahnya untuk ditangani para pemulia tanaman. Apabila gen resisten telah kehilangan nilainya akibat adanya ras patogen yang sesuai yang timbul, pemulia tanaman dapat dengan segera mengganti atau melengkapinya dengan gen resisten yang baru dimana belum ada ras yang sesuai yang diketahui. Gen resistensi vertikal dalam tanaman diadu dengan gen virulen vertikal dalam patogen. Patogen dapat menyesuaikan diri dengan kultivar-kultivar baru yang mempunyai resistensi vertikal dengan jalan mutasi dan rekombinasi gen-gen virulen. Akumulasi gen virulen vertikal dalam satu ras fisiologis tunggal dapat terjadi; lebih dari 10 gen virulen telah dikenal dalam ras-ras tunggal. Resistensi vertikal dapat dengan mudah ditunjukkan dengan Gambar 2, yang menerangkan tipe resistensi kultivar kentang varietas Kennebec terhadap sejumlah ras fisiologis Phytophthora infestans. Dengan gambar tersebut maka dapat dengan mudah dimengerti mengapa tipe ini disebut resistensi vertikal. Page 3 of 7

4 Gambar 2. Ilustrasi mengenai ketahan vertikal tanaman 3. Komponen analisis Sampai saat ini perhatian masih mengenai resistensi didasarkan pada pendapat bahwa: suatu tanaman resisten atau tidak sebenarnya pendapat itu salah. Ada suatu spektrum yang berkisar antara sangat peka sampai sangat resisten dengan berbagai bentuk tengahan yang diklasifikasikan cukup peka dan cukup resisten. Istilah resistensi intermediate atau tengah atau resistensi parsial adalah komplek, demikian juga cara pengukurannya. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi-reaksi kultivar inang terhadap isolat yang patogenik, diuji pada beberapa atau semua fase daur infeksi. Hasilnya adalah bahwa perbedaan antara kultivar yang diuji dengan satu isolat atau perbedaan antara isolat yang diuji pada satu kultivar, terdapat pada perkecambahan, penetrasi, kolonisasi, sporulasi, periode laten, periode infeksi, dari spora, dan lain-lain. Jadi resistensi merupakan blocking system terhadap tiap fase perkembangan patogen. Karena resistensi dapat muncul (diekspresikan) pada fase -fase tersebut, maka keseluruhan resistensi dikatakan terbentuk dari komponen-komponen resistensi. Teknik yang digunakan disebut analisis komponen. Jadi setiap fase dianalisis reaksinya. Perlu usaha untuk memberikan contoh analisis komponen yang lebih lengkap, tidak dalam arti bahwa semua sub-fase yang ada sudah dipelajari semua, tetapi lebih mengandung pengertian bahwa fase-fase yang diselidiki bersama-sama menerangkan hasil keseluruhan secara kualitatif sebagaimana yang tampak pada efisiensi infeksi (IE). IE merupakan rasio antara pustul dan jumlah spora yang dipakai persatuan luas. Hasil ini diperoleh dari seleksi cermat dari fase-fase dan definisi yang dipakai dan membandingkan hasil-hasil perhitungan melalui rasio hidup. Resistensi tampak dalam suatu analisis komponen kurang lebih sebagai penghambat proses infeksi pada transisi antara dua (sub) fase yang berurutan. Dua kombinasi antara kultivar -isolat yang berbeda dengan efisiensi infeksi sama dapat memperlihatkan suatu hambatan-hambatan pada berbagai fase proses infeksi. Kultivar dapat disusun berdasarkan rasio penurunan infeksi, peningkatan periode laten dan penurunan periode infeksi. Dikatakan bahwa perbedaan diantara rasio-rasio atau periode-periode mempunyai suatu dasar genetik dan bahwa hambatan pada berbagai fase ditentukan oleh gen-gen yang berbeda. Bila benar demikian maka ada kemungkinan untuk meningkatkan resistensi partial dengan rekombinasi genetik. Untuk melakukan hal demikian secara efektif maka pemulia tanaman harus menerapkan metode genetik kuantitatif. Penentuan resistensi partial adalah Page 4 of 7

5 sangat rumit, fase-fase yang akan dipelajari harus dipilih secara cermat. Beberapa petunjuk dalam seleksi ini dapat diperoleh dari contoh-contoh penyelidikan. Selain membutuhkan tenaga kerja, ada kekurangan lain dalam evaluasi dan penggunanan resistensi partial. Resistensi partial ini beserta pelengkapnya yaitu virulensi parsial sangat peka terhadap perubahan lingkungan, dimana pada lingkungan yang berbeda-beda (suhu, intensitas sinar, panjang siang hari, dan sebagainya) kemungkinan terjadi perbedaan urutan kedudukan kultivar. 4. Resistensi horizontal Resistensi horizontal atau dengan istilah lain resistensi seragam (uniform resistance), yakni satu tanaman resisten terhadap beberapa ras patogen. Disini belum diketahui faktor apa yang berpengaruh, mungkin saja gen namun bagaimana bekerjanya masih perlu diteliti lebih jauh. Akan tetapi dapat diasumsikan bahwa dasar genetik dari resistensi horizontal ini adalah sistem poligenik, dimana gengennya tidak mengkhususkan untuk ras-ras tertentu. Terdapat juga teori resistensi dua dimensi, yakni terjadi resistensi vertikal dan horizontal bersamaan yang berdasarkan pada sistem genetik yang berbeda tetapi dapat terjadi bersama-sama pada satu kultivar tunggal. Mengenai bagaimana realitanya atau idealnya terjadinya resistensi partial dalam suatu kultivar terhadap satu isolat patogen dapat diukur, adalah merupakan suatu studi yang menarik dalam epidemiologi. Demikian pula dengan resistensi seragam bila merupakan realitas dan bukan suatu penyederhanaan yang berlebihan, adalah juga merupakan suatu fenomena epidemiologi yang sampai saat ini belum didapatkan penjelasan mengenai dasar-dasar genetiknya. Dibandingkan dengan resistensi vertikal, resistensi horizontal dapat dengan mudah ditunjukkan dalam suatu gambar yang memperlihatkan tipe resistensi horizontal kultivar kentang Kennebec terhadap jamur Phytophthora infenstans (Gambar 3). Gambar 3. Ilustrasi ketahanan horizontal tanaman 5. Resistensi dua dimensi (vertikal dan horizontal) Sebagaimana telah dikatakan bahwa resitensi horizontal maupun vertikal yang didasarkan pada sistem genetik yang berbeda, mungkin dapat terjadi bersamaan pada satu kultivar tunggal, bila hal ini terjadi maka disebut resistensi dua dimensi. Terdapat tiga variasi dalam resistensi model ini, yakni: resistensi horizontal sedikit tetapi vertikalnya seluruhnya, resistensi horizontal cukup dengan resistensi Page 5 of 7

6 vertikal seluruhnya, dan resistensi horizontal cukup tetapi resistensi vertikal tidak lengkap/tidak seluruhnya; untuk memudahkan pemahamannya, maka dapat dipelajari melalui Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6. Kultivar kentang Kennebec terhadap P. infenstans (resistensi horizontal sedikit dan resistensi vertikal seluruhnya). Gambar 4. Ilustrasi ketahanan vertikal tinggi dan horizontal rendah Kultivar kentang Marrita terhadap P. infestans (resistensi horizontal cukup dan resistensi vertikal seluruhnya). Gambar 5. Ilustrasi ketahanan vertikal tinggi dan horizontal sedang. Kultivar gandum Probus terhadap Puccinia striiformis (resistensi horizontal cukup dan resistensi vertikal tidak lengkap/tidak seluruhnya). Gambar 6. Ilustrasi ketahanan vertikal tak lengkap dan horizontal sedang. Dalam rangka menahan laju epidemi penyakit tanaman di lapangan maka terlihat bahwa ketahanan tanaman sangat dominan dalam menekannya, sehubungan dengan itu maka penelitian pengujian varietas sangat diperlukan sebelum di lepas ke petani. Page 6 of 7

7 4. Referensi Brown, J.F., A. Kerr, F.D. Morgan, dan I.H. Parbery A course manual in plant protection. AAUCS-Melbourne. 483 h. Zadoks, J.C. and R.D. Schein Epidemiology and plant disease management. Oxford Univ. Press. New York. 427 h. 5. PROPAGASI Mahasiswa mengukur tingkat serangan patogen tertentu pada komoditas tertentu dari beberapa varietas, kemudian diinokulasi patogen tersebut secara buatan di rumah kaca dan dilihat pengaruhnya pada masing-masing varietas. Digambar gejala dan perkembangannya serta didiskusikan dengan kelompok mengenai bentuk ketahanannya. 6. PENDALAMAN 1. Berikan contoh pada masing-masing jenis ketahanan tanaman terhadap patogen tertentu yang pernah dirilis di Indonesia, dari bentuk ketahanan vertikal, horizontal, dan gabungan keduanya; serta berikan sedikit uraian mengapa hal tersebut bisa terjadi. 2. Apakah yang dimaksud dengan teori mengenai ketahanan populasi tanaman terhadap penyakit tertentu. 3. Apakah yang menjadi kelebihan dan kekurangan atau kelemahan dari ketiga jenis bentuk ketahanan yang disampaikan dalam modul ini. Page 7 of 7

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): DAUR PERKEMBANGAN PENYAKIT Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): DAUR PERKEMBANGAN PENYAKIT Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): DAUR PERKEMBANGAN PENYAKIT Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Penggunaan Analisis Sidik Lintas Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Penggunaan Analisis Sidik Lintas Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Penggunaan Analisis Sidik Lintas Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2):

EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): 1. Contoh Percobaan Rumah Kaca epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3.

Lebih terperinci

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT MENGKONSUMSI KANDUNGAN SEL INANG SECARA TERUS MENERUS MEMBUNUH SEL ATAU MERUSAK AKTIVITAS METABOLISME KARENA ENZIM, TOKSIN ATAU ZAT TUMBUH MENGGANGGU TRANSPORTASI AIR

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Pengendalian Bagian dari Model Dinamik 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Pengendalian Bagian dari Model Dinamik 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Pengendalian Bagian dari Model Dinamik Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. BUKU

Lebih terperinci

IV. ANALISIS EPIDEMIOLOGI

IV. ANALISIS EPIDEMIOLOGI 4.1. Model Epidemi Penyakit Tanaman IV. Epidemi terjadi sebagai akibat adanya pertumbuhan dan perkembangan suatu populasi patogen pada atau dalam populasi inang. Pada banyak kasus, patogen akan dipindahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung adalah salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Model Prediksi pada Penyakit Blas Padi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Model Prediksi pada Penyakit Blas Padi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Model Prediksi pada Penyakit Blas Padi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Konsep Dasar Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Konsep Dasar Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Konsep Dasar Epidemiologi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2):

EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): 1. Studi Model CP dan MP Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN BELAJAR

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Taktik Strategi Pengendalian Epidemi 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Taktik Strategi Pengendalian Epidemi 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Taktik Strategi Pengendalian Epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. BUKU

Lebih terperinci

Ketahan Tumbuhan. Mofit Eko Poerwanto

Ketahan Tumbuhan. Mofit Eko Poerwanto Ketahan Tumbuhan Mofit Eko Poerwanto mofitnuk@yahoo.com KETAHANAN TUMBUHAN Deskripsi Kuliah ini menjelaskan mekanisme ketahanan tanaman terhadap patogen 02/09/2017 18:00 IPT - Mofit 2 Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang penyebaran penyakit tumbuhan, serta tipe siklus (daur) hidup patogen. Selanjutnya juga akan disampaikan mengenai

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan Dalam Proses Epidemi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan Dalam Proses Epidemi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan Dalam Proses Epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 4. REFERENSI 5. PROPAGASI MODUL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

PROSES PENYAKIT TUMBUHAN

PROSES PENYAKIT TUMBUHAN PROSES PENYAKIT TUMBUHAN Perkembangan Penyakit pada Tumbuhan Patogen: Jamur Bakteri Virus Nematoda Inang: Tingkat ketahanan Lingkungan: Suhu Kelembapan Angin Light intensity, light quality, soil ph, fertility

Lebih terperinci

Ilmu Tanah dan Tanaman

Ilmu Tanah dan Tanaman Ilmu Tanah dan Tanaman Pertanian yang berkelanjutan Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

IV INTERAKSI FAKTOR PENYEBAB DAN EPIDEMI PENYAKIT

IV INTERAKSI FAKTOR PENYEBAB DAN EPIDEMI PENYAKIT IV INTERAKSI FAKTOR PENYEBAB DAN EPIDEMI PENYAKIT Menurut konsep timbulnya penyakit dinyatakan bahwa ada interaksi antara inang, patogen, lingkungan, dan manusia yang saling mendukung dalam waktu yang

Lebih terperinci

HOST PATHOGEN INTERACTION (PART II)

HOST PATHOGEN INTERACTION (PART II) HOST PATHOGEN INTERACTION (PART II) PATOGEN BIOTIK Daur Patogen (Life cycle) Methods of infection by pathogens. Some typical pathogens are illustrated, but they are not shown on the same size scale. For

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN Edisi, 2, oleh Firdaus Rivai Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp:

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN Edisi, 2, oleh Firdaus Rivai Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN Edisi, 2, oleh Firdaus Rivai Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id Hak

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Studi Lapangan Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Studi Lapangan Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Studi Lapangan Epidemiologi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PENELITIAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN BELAJAR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN KARAT DAUN PADA KEDELAI. Oleh : Cut Maisyura

IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN KARAT DAUN PADA KEDELAI. Oleh : Cut Maisyura IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN KARAT DAUN PADA KEDELAI Oleh : Cut Maisyura PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan penting yang mempengaruhi perekonomian negara dan menyangkut hajat

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada

V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada perusahaan perkebunan dan petani kelapa dan kakao di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nilai rata-rata konsumsi cabai per kapita di Indonesia adalah 2,9 kg.tahun -1

Lebih terperinci

Identification of Physiological Race of Phytophthora infestans in Potato Production Center in Kabupaten Karo

Identification of Physiological Race of Phytophthora infestans in Potato Production Center in Kabupaten Karo Identifikasi Ras Fisiologi Phytophthora infestans pada Sentra Produksi Kentang di Kabupaten Karo Identification of Physiological Race of Phytophthora infestans in Potato Production Center in Kabupaten

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama

Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama TUGAS MATA KULIAH PEMULIAAN TANAMAN Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama Dewi Ma rufah Oleh : H0106006 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Epidemi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Epidemi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto Mofit.eko@upnyk.ac.id Deskripsi Kuliah ini menjelaskan tentang perkembangan penyakit tanaman dan penyebaran patogen Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Mahasiswa

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. REFERENSI

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Penilaian Kehilangan Hasil SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Penilaian Kehilangan Hasil SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Penilaian Kehilangan Hasil Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. REFERENSI 5.

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Peramalan Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Peramalan Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Peramalan Penyakit Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 5.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S3) Proses Daur Infeksi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S3) Proses Daur Infeksi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya (S2): EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S3) Proses Daur Infeksi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN BELAJAR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cendawan Patogen Pasca Panen Pasar buah buahan di Indonesia telah dibanjiri buah-buah impor, seperti apel, jeruk, anggur, durian, pir dan buah lainnya. Hal tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

II. PENYAKIT EPIDEMIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

II. PENYAKIT EPIDEMIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH II. PENYAKIT EPIDEMIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH 2.1. Konsep epidemi penyakit tanaman Perkembangan penyakit (penyakit epidemik) terjadi karena interaksi yang tepat pada waktunya dari unsur-unsur

Lebih terperinci

V. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN

V. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN V. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN 1. Prakiraan penyakit Jika datangnya epidemi dapat diprakirakan (diramal, diprediksi) dengan jangka waktu yang cukup untuk melakukan usaha pencegahan, kerugian-kerugian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu tanaman pangan pengasil protein

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu tanaman pangan pengasil protein II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Sejarah Singkat Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu tanaman pangan pengasil protein nabati. Tanaman ini berasal dari daratan Cina

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Pengantar Epidemiologi Kuantitatif SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Pengantar Epidemiologi Kuantitatif SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Pengantar Epidemiologi Kuantitatif Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. REFERENSI

Lebih terperinci

SERANGAN PENYAKIT BUSUK DAUN (Phytophtora infestans Mont de Barry) PADA 14 KLON/VARIETAS UNGGUL KENTANG DI ALAHAN PANJANG SUMATERA BARAT

SERANGAN PENYAKIT BUSUK DAUN (Phytophtora infestans Mont de Barry) PADA 14 KLON/VARIETAS UNGGUL KENTANG DI ALAHAN PANJANG SUMATERA BARAT SERANGAN PENYAKIT BUSUK DAUN (Phytophtora infestans Mont de Barry) PADA 14 KLON/VARIETAS UNGGUL KENTANG DI ALAHAN PANJANG SUMATERA BARAT Yulimasni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

ILMU PENYAKIT TUMBUHAN

ILMU PENYAKIT TUMBUHAN ILMU PENYAKIT TUMBUHAN Kami ( Allah ) telah menguji pemilik kebun ( anggur ), ketika mereka bersumpah bahwa mereka pasti panen esok hari, mereka lupakan ( dalam pembicaraannya ) hak hak fakir miskin ;

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri Kejadian penyakit adalah angka yang menunjukkan jumlah tanaman sakit dibandingkan dengan jumlah tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Padi Gogo Pemuliaan Padi Tipe Baru

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Padi Gogo Pemuliaan Padi Tipe Baru 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Padi Gogo Padi gogo adalah padi yang diusahakan di tanah tegalan secara menetap (terus menerus). Padi gogo dapat tumbuh sampai ketinggian 1300 m dari permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF PENYAKIT TANAMAN (S2): Analisis Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF PENYAKIT TANAMAN (S2): Analisis Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF PENYAKIT TANAMAN (S2): Analisis Epidemiologi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3.

Lebih terperinci

TUGAS TIK. Untuk Melengkapi Tugas Akhir Kuliah. Ujian Tengah Semester (UTS)

TUGAS TIK. Untuk Melengkapi Tugas Akhir Kuliah. Ujian Tengah Semester (UTS) TUGAS TIK Untuk Melengkapi Tugas Akhir Kuliah Ujian Tengah Semester (UTS) NAMA : Marga Pristanti Pertiwi NIM : 115040207111007 DOSEN : Dr. Ir. Anton Muhibudin PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Pendahuluan Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Percobaan Laboratorium Epidemi II SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Percobaan Laboratorium Epidemi II SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Percobaan Laboratorium Epidemi II Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

Diselenggarakan Oleh LPPM UPN Veteran Jawa Timur

Diselenggarakan Oleh LPPM UPN Veteran Jawa Timur 978-602-98517-3-1 KARAKTER KETAHANAN 6 KULTIVAR BAWANG MERAH TERHADAP INFEKSI Fusarium oxysporum f.sp. cepae PENYEBAB PENYAKIT MOLER Sri Wiyatiningsih, Arif Wibowo, Endang Triwahyu P. Progdi Agroteknologi

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis 2. PEWARISAN SIFAT A. SEJARAH PEWARISAN SIFAT Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia adalah orang yang pertama kali melakukan mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas.

Lebih terperinci

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Mansur Loka Penelitian Penyakit Tungro Jl. Bulo no. 101 Lanrang, Sidrap, Sulsel E-mail : mansurtungro09@yahoo.co.id Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

KULIAH 1. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR. Definisi Penyakit Tumbuhan Konsep Penyakit Tumbuhan Arti Penting Penyakit Tumbuhan

KULIAH 1. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR. Definisi Penyakit Tumbuhan Konsep Penyakit Tumbuhan Arti Penting Penyakit Tumbuhan KULIAH 1. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR Definisi Penyakit Tumbuhan Konsep Penyakit Tumbuhan Arti Penting Penyakit Tumbuhan What is plant pathology? Ilmu penyakit tumbuhan (FITOPATOLOGI) adalah hilmu yang

Lebih terperinci

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: RAFIKA HUSNA 110301021/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Dasar Genetik Tanaman Penyerbuk Silang Heterosigot dan heterogenous Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda Keragaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Sebagai tujuan akhir dari suatu diagnosis penyakit tumbuhan adalah untuk mengetahui cara-cara yang dapat diterapkan sebagai suatu upaya pengendalian penyakit

Lebih terperinci

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT INFEKSI Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAPUK BATANG DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET Eko Heri Purwanto, A. Mazid dan Nurhayati J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Materi ini menguraikan tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit tumbuhan. Patogen penyebab penyakit tumbuhan merupakan jasad yang berukuran

Lebih terperinci

BAB I. PENGANTAR A.PENDAHULUAN

BAB I. PENGANTAR A.PENDAHULUAN BAB I. PENGANTAR A.PENDAHULUAN Pokok bahasan ini memberikan materi yang merupakan pengantar (dasar) bagi mahasiswa untuk memahami tentang ilmu penyakit tumbuhan, sehingga mahasiswa akan lebih mudah untuk

Lebih terperinci

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian Benyamin Lakitan Pengertian & Tujuan Pemuliaan Tanaman Pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah ilmu atau upaya untuk menghasilkan varietas, kultivar,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L.,

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L., 13 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L., adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian yang menurut sejarahnya berasal dari Amerika. Orang-orang Eropa

Lebih terperinci

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) JURNAL AGROTEKNOS Juli 2012 Vol.2. No.2. hal. 63-68 ISSN: 2087-7706 RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) Resistance Response of Tomato Varieties

Lebih terperinci

Memahami Konsep Perkembangan OPT

Memahami Konsep Perkembangan OPT DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Oleh: Tim Dosen HPT Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013 Memahami Konsep OPT Memahami Konsep Perkembangan OPT 1 Batasan/definisi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : 12.30 14.20 Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono ISI KONTRAK PERKULIAHAN DESKRIPSI TUJUAN STRATEGI MENGAJAR TUJUAN KOMPETENSI JUMLAH TATAP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN FRM/FMIPA/062-01 18 Februari 2011 1. Fakulltas/Program Studi : MIPA / Prodi Pendidikan Biologi Prodi Biologi 2. Mata Kuliah/Kode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Maesaroh, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Maesaroh, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aeromonas hydrophila merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang tersebar luas di lingkungan, terutama di air tawar dan memiliki sifat patogen pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia. Tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang baik pada berbagai kondisi lingkungan. Luas lahan pertanaman

Lebih terperinci

III. TEORI PENDEKATAN EPIDEMI

III. TEORI PENDEKATAN EPIDEMI III. 3.1. Kerusakan dan kerugian tanaman sakit Kalau kita dihadapkan dengan tanaman sakit, selalu terlintas pertanyaan tentang : berapa besar kerugian (loss) yang diakibatkan oleh penyakit tersebut? Pertanyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan ditanam luas di Indonesia. Produksi pisang adalah yang paling tinggi di antara semua tanaman buah

Lebih terperinci

TEORI DAN APLIKASI KETAHANAN POPULASI TANAMAN TERHADAP EPIDEMI PENYAKIT

TEORI DAN APLIKASI KETAHANAN POPULASI TANAMAN TERHADAP EPIDEMI PENYAKIT TEORI DAN APLIKASI KETAHANAN POPULASI TANAMAN TERHADAP EPIDEMI PENYAKIT HERY NIRWANTO Penerbit: UPN VETERAN JAWA TIMUR TEORI DAN APLIKASI KETAHANAN POPULASI TANAMAN TERHADAP EPIDEMI PENYAKIT HERY NIRWANTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani padi banyak menyediakan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang berperan penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

Mekanisme Ketahanan Tanaman Padi Terhadap Blas. Amaliah, SP

Mekanisme Ketahanan Tanaman Padi Terhadap Blas. Amaliah, SP Mekanisme Ketahanan Tanaman Padi Terhadap Blas Amaliah, SP A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan utama yang kebutuhannya selalu meningkat di Indonesia seiring pertambahan penduduk. Biro Pusat

Lebih terperinci

SIKLUS PENYAKIT DAN PENGHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN. Compilled by N.Istifadah

SIKLUS PENYAKIT DAN PENGHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN. Compilled by N.Istifadah SIKLUS PENYAKIT DAN PENGHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN SIKLUS penyakit = siklus infeksi = tahap-tahap patogenesis Siklus hidup patogen : perkembangan patogen yang meliputi tahap aseksual dan seksual

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN 7 KLON TANAMAN KENTANG (Solanum Tuberosum L.) TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytopthora Infestans (Mont.) de Barry)

UJI KETAHANAN 7 KLON TANAMAN KENTANG (Solanum Tuberosum L.) TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytopthora Infestans (Mont.) de Barry) 540 JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 6 JANUARI-2014 ISSN: 2338-3976 UJI KETAHANAN 7 TANAMAN KENTANG (Solanum Tuberosum L.) TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytopthora Infestans (Mont.) de Barry) RESISTANCE

Lebih terperinci

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID TERMINOLOGI P individu tetua F1 keturunan pertama F2 keturunan kedua Gen D gen atau alel dominan Gen d gen atau alel resesif Alel bentuk alternatif suatu gen yang terdapat

Lebih terperinci

ALTERNATIF SISTEM PROSES: SINTESIS PROSES

ALTERNATIF SISTEM PROSES: SINTESIS PROSES SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) ALTERNATIF SISTEM PROSES: SINTESIS PROSES Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas

Lebih terperinci

REAKSI AKSESI PLASMA NUTFAH JAGUNG TERHADAP PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora philippinensis)

REAKSI AKSESI PLASMA NUTFAH JAGUNG TERHADAP PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora philippinensis) Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015 REAKSI AKSESI PLASMA NUTFAH JAGUNG TERHADAP PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora philippinensis) Burhanuddin dan Syahrir Pakki Balai Penelitian Tanaman Sereali Maros

Lebih terperinci