HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

JENIS-JENIS PENGERINGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

3. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

BAB 3. METODE PENELITIAN

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

BAB V KESIMPULAN UMUM

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Analisis Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)

UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (Ipomoea batatas L.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

Lampiran 1. Analisis Neraca Massa Proses Penggilingan dan Pengempaan dengan Hotpress

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Ekonomi Penggunakan A7at Pengering Tipe Sirkular di Perkebunan RajamandaTa, PTP XI1 Bandung. Dibawah bimbingan Ir. A Kohar

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L). Ikan cakalang

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

KONSUMSI ENERGI DAN BIAYA POKOK PENGERINGAN SISTEM PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HIBRID DAN IN-STORE DRYER (ISD) TERINTEGRASI UNTUK JAGUNG PIPILAN 1

TEST OF PERFOMANCE ERK HYBRID DRYER WITH BIOMASS FURNACE AS ADDITIONAL HEATING SYSTEM FOR NUTMEG SEED (Myristica sp.) DRYING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

BAB IV PENGOLAHAN DATA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

III. METODE PENELITIAN

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

DESAIN SISTEM KENDALI SUHU DAN RH BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica sp.) ERK HYBRID

BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK ALAT PENGERING BUATAN UNTUK PROSESSING BUAH PANILI. Abstrak

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas)

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada siang hari dan malam hari secara terus menerus (non-stop). Percobaan 1 suhu ruang pada mesin pengering berkisar antara 33 o C sampai 47.5 o C dengan nilai RH rata-rata 6.63-95.95%. Suhu lingkungan pada percobaan 1 berkisar antara 24 o C sampai 36 o C sedangkan RH lingkungan berkisar antara 56.65-96.75%. Berikut merupakan gambar perbandingan suhu tiap titik pengukuran pada percobaan 1. Suhu (oc) 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Suhu bagian bawah Suhu bagian tengah Suhu bagian atas Suhu lingkungan Gambar 16. Persebaran suhu tiap titik pengukuran dan suhu lingkungan pada percobaan 1 Dari Gambar 16 diatas terlihat bahwa suhu pada titik pengukuran tiap bagian sepanjang proses pengeringan berfluktuatif dengan nilai standart deviasi untuk suhu bagian atas 4.2 o C, suhu bagian tengah 4.84 o C, suhu bagian bawah 3.57 o C dan lingkungan 3.91 o C. Hal ini karena adanya kipas yang berfungsi untuk mengontrol suhu dalam ruang pengering. Suhu pada siang hari berubah dari waktu kewaktu mengikuti pola suhu lingkungan dan intensitas radiasi surya. Suhu pada titik yang dekat HE memiliki suhu yang lebih tinggi karena titik tersebut paling dekat dengan sumber panas, sedangkan suhu rata-rata minimum terdapat titik pengukuran yang berada pada sudut bangunan dan jauh dari sumber panas. Persebaran suhu rata-rata pada tiap posisi pada bak bawah lebih merata dari pada bak tengah. Meratanya persebaran suhu pada bak bagian bawah dan bak bagian tengah dikarenakan adanya kipas yang terletak pada outlet bagian bawah yang membantu persebaran suhu. Persebaran suhu pada siang hari juga dipengaruhi oleh radiasi surya dimana kondisi 34

pada saat pengukuran cerah bahkan mencapai 887.14 Watt/m 2 pada pukul 13.3 sehingga suhu ruangan yang dicapai juga tinggi. Suhu rata-rata malam hari lebih rendah daripada siang hari karena pada malam hari sumber panas hanya didapat dari tungku saja, namun suhu pada malam hari lebih konstan daripada siang hari dengan standart deviasi 2.47 o C karena tidak adanya fluktuasi radiasi surya yang mempengaruhi suhu dalam ruang pengering. Suhu ruang pada percobaan kedua saat siang hari berkisar antara 34 o C sampai 6 o C dengan nilai rata-rata 55.52 C. Suhu lingkungan pada siang hari berkisar antara 24 C sampai 35.5 C. Berikut merupakan Gambar perbandingan suhu tiap titik pengukuran pada percobaan 2 tanpa beban. 7 6 5 Suhu ( O C) 4 3 2 1 Waktu (jam) Suhu bagian bawah Suhu bagian tengah Suhu bagian atas Suhu lingkungan Gambar 17. Persebaran suhu tiap titik pengukuran dan suhu lingkungan pada percobaan 2 Dari Gambar 16 terlihat bahwa suhu di ruangan atas cenderung lebih tinggi daripada bagian tengah dan bagian bawah terutama pada kondisi siang hari. Hal ini karena kipas untuk membantu menyebarkan suhu pada ruang pengering terletak di outlet bagian bawah sehingga suhu yang ada pada bagian atas tetap tinggi. Hal itu terlihat jelas pada kondisi siang hari dimana suhu ruangan bagian atas terpengaruh panas dari lapisan polycarbonate yang terletak diatas pengering. Seperti pada percobaan pertama, suhu pada titik terdekat sumber panas memiliki suhu lebih tinggi. Suhu ruangan bagian tengah lebih merata daripada ruangan bagian bawah dan ruangan bagian atas. Posisi kipas yang terletak pada outlet bawah cukup membantu persebaran suhu pada bak bagian tengah dan bawah saja. Dari percobaan tanpa beban, terlihat bahwa besarnya suhu udara rata-rata di dalam ruang pengering lebih tinggi daripada suhu udara rata-rata lingkungan. Hal yang sama juga terjadi pada percobaan malam hari karena penggunaan tungku biomassa sebagai pemanas tambahan. Dengan adanya tungku biomassa ini maka suhu dalam ruang pengering selalu lebih tinggi dari suhu lingkungan. Profil suhu udara pengeringan rata-rata siang hari dan malam hari pada ruang pengering dan lingkungan selama percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. 35

Suhu maksimal yang dihasilkan pada masing-masing percobaan masih bisa digunakan untuk proses pengeringan dan tidak mengakibatkan rusaknya jagung pertanian jika dikeringkan dalam mesin pengering tersebut. Penerimaan iradiasi surya pada percobaan 1 lebih rendah apabila dibandingkan dengan ratarata penerimaan iradiasi surya di Indonesia yaitu 562.5 W/m 2, dimana sebagian besar sinar matahari terhalang oleh awan selama pengeringan berlangsung. Pada percobaan 1 iradiasi yang diterima dengan rata-rata 31.27 W/m 2 sedangkan pada percobaan 2 adalah 672.76 W/m 2. Penerimaan iradiasi surya yang sangat berfluktuasi dapat ditunjukkan dengan dicapainya iradiasi maksimum untuk kedua percobaan masing-masing yaitu 887.14 W/m 2, 977.14 W/m 2. Namun pada saat mendung atau hujan maka nilai iradiasi surya menurun secara drastis. Lama penyinaran yang diterima juga berpengaruh pada total iradiasi surya yang diterima. Pada percobaan 1 dengan lama penyinaran 8.5 jam, total iradiasi surya mencapai 4.96kWh/m 2, percobaan 2 lama penyinaran selama 8 jam, total iradiasi surya mencapai 1.9 kwh/m 2, Rata-rata suhu lingkungan pada kedua percobaan tersebut relatif sama yakni berkisar antara 25-33.5 C untuk malam hari dan 23.5-25 C pada siang hari dengan RH rata-rata berkisar antara 49.4-88.6%. Fluktuasi suhu dan RH yang paling besar dialami pada percobaan 1 dikarenakan keadaan cuaca yang mendung dan cerah berganti-ganti. B. Pengujian dengan jagung pipilan (zea mays L) 1. Suhu ruang pengering dan sebarannya Pengujian mesin pengering ERK ini dilakukan sebanyak empat kali percobaan, dilakukan pada siang dan malam hari. Dua percobaan tanpa beban dan dengan jagung pipilan sebanyak dua percobaan. Dari hasil percobaan dengan jagung pipilan dapat dilihat pada Gambar 14 yang menunjukkan suhu dan RH ruang pengering pada kedua percobaan yang telah dilakukan. Kisaran suhu ruang pengering yang terjadi pada kedua percobaan berturut-turut adalah 35-6 o C; 38.5-64 o C sedangkan RH ruang pengering berselang antara 24.35-81.12%; 26.47-61.55%. adapun rata-rata untuk suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 14. 8 1 8 1 Suhu (oc) 6 4 2 1 2 3 4 Waktu (jam) Suhu ruangan RH ruangan 8 6 4 2 Suhu (oc) 6 4 2 1 2 3 4 Waktu (jam) Suhu ruangan RH ruangan 8 6 4 2 (a) Percobaan 3 (b) Percobaan 4 Gambar 18. Suhu dan RH ruangan selama pengeringan berlangsung Radiasi surya selama pengukuran berfluktuasi tergantung pada kondisi cuaca di lapangan pada saat pengukuran. Rata-rata pengukuran iradiasi surya pada siang hari adalah sebesar 31.27 W/m 2 pada percobaan 3 adalah 294.36 W/m 2 pada percobaan 4 adalah 534.14 W/m 2. Penerimaan 36

iradiasi rata-rata dapat dikatakan lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata penerimaan iradiasi matahari Indonesia 562,5 W/m 2 dikarenakan selama pengeringan berlangsung sebagian sinar matahari terhalang oleh awan. 12 Iradiasi matahari (W/m 2 ) 1 8 6 4 2 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 Waktu Pengeringan Percobaan 3 Percobaan 4 Gambar 19. Iradiasi matahari percobaan 3 dan 4 dengan beban. Penerimaan iradiasi yang sangat berfluktuasi dapat ditunjukkan dengan dicapainya iradiasi maksimum percobaan 3 dan 4 masing-masing 752.85W/m 2 dan 962.85 W/m 2, dan iradiasi minimumnya 1.4 W/m 2 dan 8.57 W/m 2. Lama penyinaran yang diterima saat pengeringan jelas sekali berpengaruh pada total iradiasi yang diterima. Pada percobaan 3 dengan lama penyinaran 9 jam, total iradiasi surya mencapai 5.29 kwh/m 2, percobaan 4 lama penyinaran selama 11 jam, total iradiasi surya mencapai 1.68 kwh/m 2. Suhu lingkungan berfluktuasi mengikuti iradiasi matahari seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Kisaran suhu lingkungan pada percobaan 3 berlangsung antara 25-35 o C dengan ratarata suhu sebesar 29.95 o C, percobaan 4 mempunyai suhu antara 24-39 o C dengan rata-rata suhu 29.74 o C. Kelembaban relatif (RH) lingkungan percobaan 3 berkisar antara 66.19-92.46% percobaan 4 mempunyai kisaran antara 68-92.46%, dengan rata-rata RH masing-masing berturutturut adalah 92.46%, 81.58%. Gambar 17 memperlihatkan rata-rata suhu dan RH lingkungan selama proses pengeringan berlangsung untuk keempat percobaan. Suhu ( o C) 4 3 2 1 12 1 8 6 4 2 RH (%) Suhu (oc) 5 4 3 2 1 12 1 8 6 4 2 RH (%) 1 4 7 1 13 16 19 22 25 28 31 Suhu lingkungan RH lingkungan 1 4 7 1 13 16 19 22 25 28 31 Suhu lingkungan RH lingkungan (a) Percobaan 3 (b) Percobaan 4 Gambar 2. Suhu dan RH lingkungan selama pengeringan berlangsung 37

2.Suhu Lapisan dalam Tumpukan Jagung Suhu lapisan dalam tumpukan jagung diukur dengan termokopel (C-C) pada dua lapisan yaitu lapisan paling dalam (4 cm) dan lapisan tengah (21 cm). Sebaran suhu rata-rata yang terjadi di lapisan dalam dan tengah masing pada percobaan 3 dan percobaan 4 dapat dilihat pada Gambar 18. Pengukuran suhu lapisan dilakukan setiap setengah jam sekali. Pengadukan dilakukan setiap dua jam sekali dengan tujuan untuk meratakan suhu tiap bagian lapisan dan untuk meratakan kadar air sehingga selisih perbedaannya lebih kecil. Pada percobaan 3 terlihat jelas perbedaan suhu lapisan sebelum pengadukan lebih tinggi dibandingkan sesudah diaduk karena terjadi efek pencampuran jagung pipilan di dalam bak. 5 6 Suhu (oc) 4 3 2 Suhu ( o C) 5 4 3 2 1 1 4 8 12 16 2 24 28 32 Waktu (jam) Lapisan dalam Lapisan tengah 4 8 12 16 2 24 28 32 36 Waktu (jam) Lapisan dalam Lapisan tengah (a) percobaan 3 (b) percobaan 4 Gambar 21. Sebaran suhu pada lapisan yang berbeda (dengan beban) Rata-rata suhu setiap lapisan percobaan 3 dan 4, dapat dilihat pada Gambar 18. Selisih suhu lapisan dalam dan lapisan tengah pada percobaan 3 adalah.3-5.8 o C, percobaan 4 sebesar.4-5.3 o C. Rata-rata suhu lapisan dalam mempunyai nilai terbesar karena berada paling dekat dengan ruang plenum. Pada titik pengukuran rata-rata suhu lapisan dalam adalah 4.1 o C sedangkan pada lapisan tengah nilai suhu rata-ratanya adalah 39.5 o C, setelah pengadukan lapisan dalam menjadi 38.9 o C dan lapisan tengah sebesar 4.37 o C, dengan adanya pengadukan tersebut perbedaan suhu lapisan dalam dan tengah menjadi lebih kecil dan tidak terjadi perbedaan yang sangat besar dengan nilai selisih lapisan dalam.51 o C dan selisih lapisan tengah.47 o C. 3. Laju Penurunan Kadar Air Jagung Pipilan Jumlah jagung pipilan yang digunakan pada percobaan pengeringan 3 adalah 18 kg, percobaan 4 sebanyak 149 kg. Jagung pipilan ditempatkan dan dikeringkan dalam bak pengering yang berukuran 25 x 15 cm dengan tebal tumpukan rata-rata 4 cm. Sampel kadar air diambil pada dua lapisan dengan 16 titik dengan kedalaman lapisan dalam pada dasar bak, dan lapisan tengah pada rata-rata 21 cm dan sampel diambil setiap satu jam sekali. Jumlah air yang diuapkan dari jagung pada percobaan 3 sebesar 271 kg, percobaan 4 adalah 241.7 kg. Pada percobaan 3 kadar air awal jagung pipilan adalah 31.59% bb dikeringkan sampai kadar air 14% bb membutuhkan waktu pengeringan 23 jam dan selisih kadar air jagung pipilan lapisan dalam dan lapisan luar selama selama proses pengeringan adalah.2-3.25%bk. 38

Kadar air awal jagung pipilan 4 adalah 31.25% bb dikeringkan sampai kadar air 13.74% bb dengan waktu pengeringan 25 jam dan selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan tengah selama proses pengeringan adalah.13-1.65% bk. Hal ini lebih baik daripada hasil pengujian pengeringan jagung dengan bak datar yang dilakukan oleh Thahir (2) dalam Mulyantara (28) dimana perbedaan kadar air pengeringan antara lapisan dalam dan luar sebesar 4-6%bk. Sedangkan menurut Mulyantara (28) perbedaan kadar air pada lapisan.1-1.8%bk. Penurunan kadar air rata-rata dari dua lapisan berbeda pada kedua percobaan digambarkan pada Gambar 21. Laju penurunan kadar air rata-rata untuk percobaan 3 adalah.77%bk/jam dan percobaan 4 adalah.68 %bk/jam. Hasil penelitian Jubaedah (2), pada skala laboratorium, pengeringan jagung pipilan hibrida dengan ketebalan 6 cm dan kadar air awal 26.8% bb hingga 14% bb memerlukan waktu 6 jam dengan laju pengeringan 2.8% bk/jam. Sementara dengan ketebalan 75 cm dengan kadar air awal 27.3% bb sampai 14.6% bb membutuhkan waktu 7 jam dengan laju pengeringan 2.2% bk./jam. Mulyantara (28) mengeringkan jagung pipilan menggunakan ERK dengan wadah silinder kadar air awal 24.87% bb-15.92% bb membutuhkan waktu pengeringan 11 jam dengan laju penurunan kadar air rata-rata.96% bk/jam. Percobaan 1 kadar air awal 22.28%bb-16.27%bb membutuhkan waktu pengeringan 8 jam dengan laju penurunan kadar air rata-rata 1.18%bk/jam. Percobaan 2 dari kadar air 23.57%bb-17.85%bb dengan waktu pengeringan 8 jam dengan laju penurunan kadar air rata-rata 1.11% bk/jam. Penelitian yang lain terhadap pengering dengan kapasitas 1 ton membutuhkan waktu 29 jam untuk mengeringkan jagung dengan kadar air awal 32%bb menjadi 15%bb. Laju pengeringan yang terjadi adalah.58%bk per jam. Penurunan kadar air rata-rata dua lapisan berbeda pada kedua percobaan digambarkan pada Gambar 21. Kadar air (%bb) 35 3 25 2 15 1 5 3 6 9 12 15 18 21 24 27 Waktu (Jam) Lapisan dalam Lapisan tengah Kadar air (% bb) 35 3 25 2 15 1 5 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 Waktu (Jam) Lapisan dalam Lapisan tengah Gambar 22. Penurunan kadar air di dua lapisan berbeda 39

.8.78.76.74.72.7.68.66.64.62.78.76.77.68.73.71 percobaan 3 percobaan 4 Lapisan dalam Lapisan tengah Rata-rata Gambar 23. Laju penurunan kadar air setiap lapisan Massa (kg) Massa air diuapkan Massa akhir jagung Massa awal jagung 2 4 6 8 1 12 Percobaan 4 Percobaan 3 Gambar 24. Komposisi jagung pipilan dan air yang diuapkan 4. Kebutuhan Masukan Energi pada Pengoperasian Mesin Besarnya konsumsi energi selama proses pengeringan yang berasal dari energi iradiasi matahari, biomassa dan listrik percobaan 1, 2, 3 dan 4 tersaji pada Tabel 4 dan Gambar 23. Presentase energi surya percobaan 1 dan percobaan 2, percobaan 3 dan percobaan 4 berturut-turut adalah 17.199%, 27..19%, 7.25% dan 21.98% presentase ini lebih besar dibandingkan dengan pengeringan jagung skala 1-13 kg dengan pengering ERK oleh Mulyantara (28), yaitu 15.1%, 13.78%, 11.71%. Presentase energi biomassa berturut-turut untuk percobaan 1 dan percobaan 2 tanpa beban, percobaan 3 dan percobaan 4 dengan beban adalah 76.58%, 67.62%, 9.4% dan 74.52%. Sedangkan energi listrik berturut-turut adalah 6.21%, 5.185, 2.35%, dan 3.49%. Dari perhitungan diperoleh konsumsi energi spesifik (KES) untuk setiap satu kilogram air yang diuapkan dari kadar air awal sampai kadar air sekitar 14% bb dengan beban pada 4

percobaan 3 adalah 1.7 MJ/kg, percobaan 4 sebesar 8.2 MJ/kg. Nelwan (27) melaporkan pengeringan kakao dengan rak berputar membutuhkan konsumsi energi spesifik 7.9-9.9 MJ/kg. Sedangkan Mulyantara (28) diperoleh konsumsi energi spesifik untuk pengeringan jagung dengan ERK silinder berputar pada pengujian I adalah 6.3 MJ/kg, pengujian II adalah 8.1 MJ/kg dan pengujian III adalah 1.13 MJ/kg. Berikut merupakan komposisi energi untuk pengeringan jagung pipilan dengan perhitungan pada Lampiran 11. Tabel 4. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung pipilan Sumber energy Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Surya 184.13 17.199 349.34 27.19 196.52 7.25 Biomassa 819.89 76.58 868.59 67.62 2451.55 9.4 Listrik 66.53 6.21 66.53 5.18 63.83 2.35 Total MJ % MJ % MJ % 1 1 1 Percobaan 4 MJ % 435.85 21.98 1477.42 74.52 69.23 3.49 1 25 2451.55 Gambar 25. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung Penggunaan Biomassa Sebagai Sumber Energi Tambahan Untuk keempat percobaan dalam penelitian ini digunakan bahan bakar biomassa yang berfungsi untuk membantu menaikkan suhu ruang pengering ERK pada kondisi dimana masukan dari energi surya tidak mampu mencapai tingkat suhu pengeringan yang diharapkan. Dengan demikian, mesin perlu dioperasikan dengan menggunakan gabungan sumber energi yaitu dengan surya dan biomassa (hibrid). Pada keempat percobaan digunakan bahan bakar biomassa dari kayu bakar. Perbedaan jumlah masukan biomassa tersebut di akibatkan oleh perbedaan cuaca, misalnya mendung dan hujan. Jumlah dan laju bahan bakar kayu selama proses pengeringan seperti tersaji dalam tabel berikut. Energi (MJ) 2 15 1 5 868.59 819.89 349.34435.85 196.52 184.13 1477.42 66.53 69.23 66.53 63.83 Iradiasi surya Biomasssa Listrik Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4 Tabel 5. Jumlah dan laju penggunaan bahan bakar biomassa selama pengeringan Percobaan Lama pengoperasian (jam) Jenis biomassa Jumlah (kg) Laju (kg/jam) Nilai kalor biomassa (kj/kg) Total input energi (MJ) 1 15 Kayu bakar 5.5 3.37 15582.46 819.89 2 16 Kayu bakar 53.5 3.34 15633.29 868.59 3 21 Kayu bakar 151 7.19 16235.45 2451.55 4 15..5 Kayu bakar 91 5.87 1589.54 1477.42 41

5. Efisiensi Penggunaan Energi pada sistem Mesin Pengering Perhitungann efisiensi dilakukan berdasarkan pada efisiensi pengeringan total, efisiensi termal bangunan, dan efisiensi udara pengering. Efisiensi pengeringan total adalah perbandingan energi yang dipakai untuk menguapkan air jagung dengan energi yang diterima. Perhitungann efisiensi pengeringan total dilakukan pada kondisi mesin menggunakan sumber energi hanya dengan memanfaatkan iradiasi surya, tanpa iradiasi yaitu hanya menggunakan energi biomassa (pada malam hari), dan dengan memanfaatkan iradiasi surya dan biomassa (hibrid). Dari hasil perhitungan percobaan 3 menggunakan bahan bakar arang kayu mempunyai efisiensii pengeringan total dengan hanya energi surya adalah sebesar 27.61% dan 27.67% dan hanya dengan biomassa adalah sebesar 21.52% dan 35.8% dan dengan hibrid 52.63% dan 34.83%.. Perbedaan hasil perhitungan efisiensi tersebut disajikan melalui Tabel 6. Tabel 6. Hasil perhitungan efisiensi total pengeringan, berdasarkan sumber energi yang digunakan (%) Hanya energi surya Hanya biomassa Hibrid Percobaan 3 Percobaan 4 27.61 21.52 27.67 35.8 52.63 34.83 Nelwan (1997), mendapatkan efisiensi total pengeringan dengan iradiasi pengering ERK untuk kakao sebesar 8.58-18.97%, tanpa iradiasi adalah 1.27-21.41%. Hasil pengujian Mulyantara (28) terhadap alat pengering jagung dengan wadah silinder menunjukkan bahwa efisiensi pengeringann dengan iradiasi surya adalah 19.88-39.15%, biomassaa adalah 22.51-46.6%. Dari hasil perhitungan efisiensi total pengeringan dapat dilihat bahwa untukuk mengeringkan jagung pipilan lebih baik dilakukan dengan penambahan biomassa pada saat iradiasi surya masih ada, namun perlu pemanasan awal yaitu dengan bantuan iradiasi surya pada pagi hari. Efisiensi termal bangunan merupakan perbandingan energi yang dipakai untuk memanaskan udara pengering dengan input sumber energi untuk prosess pemanasan. Dihitung dengan menggunakan persamaan 17. Hasil perhitungan diperoleh efisiensi termal bangunan sebesar 23.56% dan 44.95%. Artinya udara panas yang diperoleh dari iradiasi surya dan bahan bakar biomassa, sebagian besar tidak termanfaatkan untuk memanaskan udara dalam ruang pengering. Kehilangan panas tersebut dapat melalui atap, dinding, lantai, atau kebocoran pada sistem tungku pembakaran. Untuk pengujian ini kehilangan panas terbesarr diduga bersumber dari sistem tungku pembakaran, akibat proses pengumpanan bahan bakar yang kurang efektif dan struktur yang tidak efektif menyimpan panas pembakaran biomassa. percobaan 4 44.95% percobaan 3 23.56%.% 2.% 4.% 6.% Gambar 26. Efisiensi termal bangunan untuk kedua percobaan 42

Efisiensi udara pengering dinyatakan sebagai persentase energi panas dari udara pengering yang digunakan untuk mengeringkan jagung, yaitu memanaskan jagung dan menguapkan air jagung. Efisiensi udara pengering ini dihitung menggunakan Persamaan 18. Dari hasil perhitungan diperoleh efisiensi sebesar 88.18% dan 72.69%. Artinya sebagian besar energi udara dari udara panas telah digunakan untuk mengeringan jagung yaitu energi untuk memanaskan jagungg dan menguapkan air dari dalam jagung. Untuk pengeringan jagung menggunakan ERK yang dilakukan oleh Wilson (21), menghasilkan efisiensi udara pengering sebesar 59.62%, sedangkan Nelwan (1997) memperoleh nilai efisiensi 27-6% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% 88.19% 72.69% 3 4 Gambar 27. Efisiensi pengeringan oleh udara pengering Faktor-faktor yang berkaitan dengan efisiensi mesin pengering ini adalah kehilangan panas dari mesin, jumlah jagung pipilan yang dikeringkan, kadar air awal dan iradiasi surya. Untuk membandingkan efisiensi total alat ini dengan mesin pengering yang menggunakan bahan bakar komersial, besaran efisiensi tanpa memperhitungkan iradiasi surya cukup penting untuk diketahui. Tetapi saat percobaan ini berlangsung, iradiasi surya yang diterima relatif rendah, sehingga nilai efisiensi pengeringan tanpa iradiasi surya tergolong kecil dan perbedaan efisiensi iradiasi surya dengan hanya biomassa sekitar.2 % Efisiensi mesin pengering dapat juga dilihat dari besarnyaa energi yang masuk dibandingkan dengann penguapan air satu kg yang dinyatakan sebagai η E. Tabel 7 memperlihatkan kebutuhan energi spesifik (η E ) untuk setiap percobaan dengan dan tanpa iradiasi surya. Tabel 7. Kebutuhan energi spesifik (η E ) untuk setiap percobaan berdasarkan sumber energi yang digunakan (kj/kg) Sumber energi yang digunakan Percobaan 3 Percobaan 4 Hanya energi surya 946.32 6112.6 Hanya biomassa 1899.57 9965.166 Hibrid (energi surya dan biomassa ) 5468.48 537.46 Nilai η E untuk kedua percobaan ini dengan hanya menggunakan energi surya adalah 946.32 kj/kg padaa percobaan 3 dan 6112.6 kj/kg pada percobaan 4, sedangkan dengan menggunakan hanya biomassa adalah 1899.57 kj/kg dan 9965.16 kj/kg. Sebagai perbandingan, nilai tersebut pada pengeringan biji-bijian berkisar 3-1 kj/kg (Brooker et al, 1992) dalam Nelwan (1997) 43

Nilai ini berbeda dengan kebutuhan energi hasil perhitungan Nelwan (1997) sebesar 11868-248 kj/kg, Mulyantara (28) sebesar 6.3-1.13MJ/kg, Wilson (21) sebesar 31522.52 kj/kg. Perbedaan ini disebakan oleh perbedaan jumlah jagung yang dikeringkan dan jumlah energi yang diterima selama pengujian. C. Pindah Panas pada Tungku dan Pipa Penyalur Panas di dalam Rumah Kaca Analisis pindah panas yang terjadi pada tungku dan pipa penyalur panas di dalam rumah kaca pada dasarnya merupakan gabungan dari tiga proses pindah panas yaitu secara konveksi, konduksi dan radiasi. Pada percobaan tanpa beban dan dengan beban pada kondisi malam hari dapat dihitung nilai efisiensi dari tungku sebagai pemanas tambahan. Analisis pindah panas yang terjadi terdiri dari panas yang hilang melalui tungku, panas yang diterima rumah kaca dari tungku melalui pipa penyalur panas serta nilai efisiensi tungku sebagai pemanas tambahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: 1. Panas yang hilang dari tungku Pada percobaan tanpa beban dan dengan beban pada kondisi malam hari, panas yang hilang melalui tungku dapat dibagi menjadi beberapa antara lain panas yang hilang melalui dinding tegak tungku (QL 1 ), panas yang hilang melalui lantai tungku (QL 2 ), panas yang hilang melalui lubang udara masuk tungku (QL 3 ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut dan perhitungan panas yang hilang dari tungku dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13 dengan menggunakan rumus pada hal 29-3. Tabel 8. Laju kehilangan panas dari tungku percobaan Panas yang hilang dari tungku (Watt) QL1 QL2 QL3 1 2159.54 137.71 6.81 2 2365.98 167.91 3.97 3 215.4 174.43 4.34 4 2235.71 169.21 4.19 Rata-rata 2216.57 162.32 4.83 Dari Tabel 8 diatas dapat kita lihat jumlah panas yang hilang terbesar terdapat pada dinding tegak tungku dimana rata-rata panas yang hilang sebesar 2216.57 Watt, kemudian diikuti oleh lantai tungku dimana rata-rata panas yang hilang 162.32 Watt kemudian lubang masuk udara tungku dengan rata-rata 4.83Watt. Dari percobaan pertama, kedua dan ketiga nilai kehilangan panas yang terjadi relatif sama dikarenakan pada malam hari tidak dipengaruhi oleh adanya radiasi surya yang fluktuatif sehingga panas yang dihasilkan hanya dari pengumpanan biomassa pada tungku. Pada dinding tegak tungku banyak terjadi kehilangan panas dikarenakan dinding tegak tungku merupakan bagian yang paling dekat dengan ruang pembakaran dan terbuat dari plat baja yang mempunyai nilai konduktivitas tinggi serta bahan tersebut tidak dilapisi oleh bahan yang mampu menahan laju panas keluar dari dinding tegak tungku. Hal ini juga berlaku pada bagianbagian tungku lainnya. Pada dasarnya, dari percobaan yang dilakukan desain fisik tungkunya sudah cukup baik sehingga pembakaran yang dihasilkan dari biomassa kayu menghasilkan panas yang optimal. 44

Namun, pada saat penambahan atau pengumpanan bahan bakar biomassa harus dilakukan secara teratur dengan memperhatikan laju pembakaran dan laju udara yang masuk untuk menjaga kestabilan panas dan suhu ruang, khususnya pada malam hari Panas yang diterima rumah kaca, dari percobaan yang dilakukan pada dasarnya sudah cukup bisa untuk memanaskan udara yang ada didalam rumah kaca dan digunakan untuk proses pengeringan. Panas yang diterima rumah kaca berasal dari pipa HE yang berjumlah 45 yang dipasang diatas tungku dalam rumah kaca. Panas yang dilepaskan dari pipa penyalur pada percobaan pertama yaitu 249.74 Watt sedangkan pada percobaan kedua 1769.13 Watt, pada percobaan ketiga yaitu 2658.27 Watt, dan pada percobaan keempat adalah 2451.35 Watt. Rata-rata panas yang diterima rumah kaca yang diperoleh dari ketiga percobaan tersebut yaitu 2232.12 Watt dari 45 pipa yang digunakan. Selain dari pipa penyalur jumlah panas yang diterima rumah kaca juga berasal dari celah atap tungku. Panas yang disalurkan melalui celah atap tungku berkisar antara 852.69 Watt sampai 937.57 Watt. Jumlah panas yang masuk keruang pengering dapat menaikkan suhu ratarata dari percobaan yang dilakukan hingga 4 C pada kondisi malam hari. Akan tetapi, sebaran suhu dalam rumah kaca belum merata. Suhu udara yang berada lebih dekat dengan pipa penyalur panas mempunyai suhu yang lebih tinggi dari pada dibagian yang lain, terlihat suhu pada titik bak dekat tungku pada jam 14.3 adalah 29.6 o C dan di ujung bak 24.6 o C, data selebihnya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Hal ini menyebabkan pada bagian ini, jagung akan lebih cepat kering bila dibandingkan dengan bagian yang lain. Bila tidak diperhatikan maka bisa saja jagung yang akan dikeringkan akan menjadi rusak karena suhu udara yang cukup tinggi. 2. Efisiensi energi pada sistem tungku dan pipa penyalur panas Berikut merupakan nilai kalor dari biomasssa dan laju pembakaran yang terjadi selama proses pengeringan pada percobaan 1, 2, 3, dan 4. percobaan Tabel 9. Laju pembakaran biomassa selama proses pengeringan Nilai energi Nilai kalor Laju pembakaran biomassa biomassa (kg/jam) (Watt) (kj/kg) 1 2.8 15582.46 11686.85 2 3.15 15633.29 14156.81 3 5.39 16235.45 14623.82 4 5.5 1589.54 1421.54 Laju pembakaran pada tiap percobaan berbeda. Pada percobaan tanpa beban, percobaan 1 adalah 2.8 kg/jam dan percobaan 2 3.15 kg/jam sedangkan dengan beban pada percobaan 3 adalah 5.39 kg/jam danpercobaan 4 adalah 5.5 kg/jam. Besarnya nilai efisiensi sistem tungku dan pipa penyalur panas yang didapat dari masing-masing percobaan yaitu 26.4 %, 28.74%, 17.4% dan 24.19% dengan nilai rata-rata sebesar 24.18%, perhitungan nilai efisiensi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Nilai efisiensi yang didapatkan kecil dikarenakan banyak panas yang terbuang, sehingga panas pembakaran yang dihasilkan tidak maksimal untuk proses pengeringan dalam rumah kaca. 45

D. Analisis Biaya Pengeringan Jagung dengan Mesin Pengering ERK-Hibrid Hasil akhir estimasi biaya pengeringan ini adalah untuk mengetahui biaya pokok pengeringan (BPP) dengan kondisi operasi yang berbeda seperti jumlah jagung yang dikeringkan. Proses estimasi biaya proses diawali dengan mengelompokkan biaya-biaya yang digunakan ke dalam kategori biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah selama proses pengoperasian mesin pengering tetapi ditentukan dalam satu kurun waktu tertentu misalnya tahunan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya tergantung pada waktu pengoperasian mesin pengering. Biaya-biaya tetap meliputi pajak/asuransi, bunga modal, penyusutan, biaya pemeliharaan. Sedangkan komponen biaya tidak tetap meliputi biaya penggunaan bahan bakar dan tenaga kerja. Analisis biaya pengoperasian mesin pengering ERK ini dilakukan pada kapasitas pengoperasian maksimum yaitu 1 kg. Beberapa asumsi yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lokasi pengujian (Lampiran 15). Dari hasil analisis diperoleh komponen-komponen biaya tetap pengoperasian mesin pengering ERK yang meliputi biaya penyusutan unit mesin pengering ERK, pajak bumi dan bangunan sebesar 1.5% per tahun, biaya pemeliharaan sebesar 2.5% per tahun berdasarkan rata-rata suku bunga pinjaman BRI tahun 29. Biaya bunga modal sebagai biaya tetap diperhitungkan di dalam perhitungan biaya penyusutan yang memperhitungkan capital recovery factor (crf) sehingga tidak menjadi komponen dari biaya tetap yang berdiri sendiri, kecuali untuk perhitungan biaya yang tidak mempertimbangkan crf, biaya bunga modal dihitung terpisah dari biaya penyusutan. Perhitungan biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya pengeringan jagung pipilan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Tabel 1. Komponen-komponen biaya tetap pengoperasian mesin pengering ERK-Hibrid No Komponen Biaya Tetap Biaya (Rp/tahun) 1 Penyusutan unit mesin pengering ERK 5 81 4 2 Pajak Bumi dan Bangunan (1.5%/tahun) 27 3 Pemeliharaan unit pengering ERK 15 4 Abodemen listrik 1 224 Total Biaya Tetap 7 454 4 Komponen-komponen biaya tidak tetap meliputi biaya penggunaan listrik sebesar Rp1485/hari, pembelian biomassa sebanyak 121 (sekali percobaan) kg dengan asumsi harga Rp 15/kg, dan tenaga kerja sebanyak 2 orang dengan asumsi biaya tenaga kerja sebesar Rp 25 per orang per hari. Tabel 11. Komponen-komponen biaya tidak tetap pengoperasian mesin pengering ERK-Hibrid No Komponen biaya tidak tetap Biaya(Rp/tahun) 1 Penggunaan listrik (3 kw x 18 jam/tahun) 2 673 2 Biomassa 121 kg 13 612 5 3 Tenaga kerja 2 orang 9 Total biaya tidak tetap 25 285 5 Total biaya tahunan yang dibutuhkan untuk pengeringan jagung pipilan sejumlah 1 kg adalah penjumlahan dari komponen biaya tetap dan komponen biaya tidak tetap yaitu sebesar Rp.327399. Berdasarkan jumlah biaya operasi tersebut kemudian kita menentukan biaya pokok pengeringan jagung pipilan sebesar Rp.387/kg. Jika dengan penambahan hari kerja dengan asumsi bahwa biji-bijian lain juga dikeringkan maka biaya pokok pengeringan (BPP) adalah Rp.294/kg. Jika 46

mengacu pada harga jagung pipilan kering dengan kadar air 14% basis basah tahun 211 yaitu sebesar Rp.3/kg maka persentase biaya pokok pengeringan ini adalah sebesar 12.9% dari harga jual jagung pipilan. Biaya pokok pengeringan ini lebih besar dari hasil penelitian Mulyantara (28) yaitu sebesar Rp.124/kg, tetapi sedikit lebih kecil oleh Wilson (21) biaya pokok pengeringannya sebesar Rp.397/kg. Sedangkan biaya pokok pengeringan jagung menggunakan beberapa jenis mesin pengering yang telah diterapkan oleh masyarakat pada lokasi pengolahan jagung di Sukabumi adalah sebesar Rp.35/kg 47