BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4.1. Proses Perancangan Identifikasi Kebutuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Singkong atau ketela pohon pada umumnya dijual dalam bentuk umbi segar oleh petani. Petani jarang mengeringkan singkongnya terlebih dahulu, karena penjualan singkong dalam bentuk chip kering tidak umum dilakukan. Singkong kering biasanya dijual dalam jumlah besar ke perusahaan bahan makanan seperti mie, kue dan saus sebagai campuran maupun sebagai bahan baku utama. Singkong kering juga lebih banyak diekspor ke luar negeri dibandingkan dijual secara umum di pasar lokal. Kendala pengeringan singkong terletak pada peralatan untuk mengeringkan singkong tersebut. Pengeringan dengan penjemuran langsung tentu akan memerlukan areal lahan yang besar jika singkong dikeringkan dalam jumlah yang besar. Pengeringan dengan menggunakan mesin pengering vakum yang umum dijual di pasaran tentu akan memberatkan petani dari segi biaya, belum lagi pengoperasiannya membutuhkan energi listrik secara penuh sehingga akan menyulitkan untuk digunakan di daerah terpencil. Petani singkong dalam hal ini membutuhkan pengering singkong yang bisa beroperasi dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan, mudah dalam pengoperasiannya, aman dan sebisa mungkin tidak menggunakan energi listrik dalam pengoperasiannya Analisis Masalah dan Spesifikasi Produk Permasalahan utama yang akan di analisis pada bagian ini adalah batasan-batasan terhadap solusi yang akan dijadikan acuan dasar perancangan pengering. Batasan-batasan tersebut yang akan juga menentukan spesifikasi dari pengering yang akan dirancang. Energi terbarukan dipilih sebagai sebagai sumber energi utama untuk mengoperasikan pengering singkong ini. Sumber energi terbarukan dipilih karena relatif tidak mahal, bersifat netral karbon, kebanyakan tidak menimbulkan polusi--dengan catatan bahwa populasi tumbuhan hijau tetap dipertahankan sehingga rantai siklus karbon tidak terputus. Implementasi penggunaan sumber energi terbarukan ini dalam masyarakat pedesaan juga bisa memberikan peluang kemandirian kepada masyarakat pedesaan untuk mengelola dan mengupayakan kebutuhan energi mereka sendiri beserta solusinya (Contained Energy Indonesia 2009). Pengeringan merupakan suatu proses yang melibatkan energi panas dalam jumlah yang besar, karena itu sumber energi terbarukan yang dipilih haruslah sumber energi yang dapat memberikan suplai panas yang dapat digunakan langsung atau melalui proses konversi yang singkat dan sederhana. Sumber energi terbarukan yang dapat memberikan panas secara langsung adalah matahari, sehingga pengering ini dirancang untuk dapat memanfaatkan panas matahari seoptimal mungkin. 21

2 Pengering yang berbasis energi matahari yang banyak dikembangkan adalah pengering tipe efek rumah kaca. Pengering ini menggunakan prinsip yang sama dengan fenomena efek rumah kaca yang terjadi di permukaan bumi. Permasalah dalam pemanfaatan sumber energi matahari ini adalah radiasi matahari yang tidak konstan sepanjang waktu, sehingga diperlukan sumber panas cadangan untuk dapat menutupi kekurangan kebutuhan energi yang tidak dapat dipenuhi energi matahari. Namun, sumber energi cadangan ini harus memenuhi prinsip green energy. Sumber energi terbarukan lainnya yang mudah diperoleh dan relatif murah adalah biomassa. Biomassa merupakan salah satu sumber energi yang telah digunakan orang sejak dari jaman dahulu kala. Sumber energi ini bersifat terbarukan karena pohon dan tanaman pangan akan selalu tumbuh dan akan selalu ada limbah tanaman (Contained Energy Indonesia 2009). Biomassa yang paling mudah didapatkan dan mudah dalam penggunaanya adalah kayu bakar. Panas dapat langsung diperoleh cukup dengan membakar kayu bakar tersebut. Adapun produk lain dari energi yang berasal dari biomassa seperti gas hasil gasifikasi, bioetanol, biodiesel, briket dan biogas memerlukan proses konversi yang khusus dan tidak sederhana. Berdasarkan hasil analisis diatas maka konsep pengering yang akan dikembangkan adalah pengering surya efek rumah kaca dengan sumber energi tambahan (hibrid) berupa biomassa, pengering juga direncanakan untuk tidak menggunakan energi listrik dalam pengoperasiannya. Target-target spesifik untuk pengering yang akan dirancang diberikan pada Tabel 7. Setiap spesifikasi dikelompokkan berdasarkan dua kriteria. Kriteria tersebut terdiri dari : (1) Acceptability Criteria (A) yaitu spesifikasi yang muncul berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan pengguna dan merupakan target yang harus dipenuhi peralatan, (2) tambahan dari hasil pemikiran perancang atas pertimbangan tertentu. Other Criteria (O) yaitu spesifikasi yang merupakan Tabel 7. Daftar spesifikasi peralatan Pengering Singkong Efek Rumah Kaca (ERK)-Hibrid No Daftar Spesifikasi A / O 1 Konstruksi Dirancang untuk skala kecil-menengah Ukuran : Panjang = 2 m, Lebar = 1.5 m, Tinggi = 2.5 m Dinding dan atap terbuat dari bahan transparan dengan transmisivitas 90% Pengering menggunakan sistem knock-down sehingga antar bagiannya dapat dipisah-pisahkan untuk memudahkan dalam transportasi jarak jauh A O O 2 Target Operasi Kapasitas pengeringan 180 kg/batch Mengeringkan singkong yang diiris dari kadar air 65% bb hingga kadar air 13% bb Suhu udara pengering berada pada kisaran 50 ºC dan RH pengering 50% pada kondisi suhu lingkungan rata-rata 28 ºC dan RH lingkungan rata-rata 65% Dapat menyelesaikan proses pengeringan dalam waktu 30 jam dengan kondisi operasi seperti disebutkan sebelumnya O A O O 22

3 Dapat digunakan baik pada siang hari maupun malam hari dan dalam kondisi cerah maupun mendung (hujan) 3 Material Pengering dibuat dengan bahan yang mudah didapat dan tersedia di pasaran Tidak memerlukan perlakuan khusus (heat treatment) 4 Energi Menggunakan energi surya sebagai sumber energi penghasil panas yang utama Memiliki sumber energi penghasil panas tambahan yang berasal dari biomassa berupa kayu bakar Tidak menggunakan sumber energi listrik yang dibangkitkan dari sumber energi fosil 5 Keselamatan dan Ergonomika Tidak membahayakan pada saat dioperasikan Tidak membahayakan pada saat pelepasan dan pemasangan 6 Pengoperasian Tidak memerlukan keahlian khusus dalam pengoperasiannya 7 Perawatan Tidak memerlukan perawatan khusus O A O A A O A A A O Berdasarkan spesifikasi yang harus dipenuhi oleh pengering dan pemikiran tambahan dari perancang, data awal yang digunakan untuk perancangan pengering dirangkum dalam Tabel 8. Tabel 8. Data Awal Perancangan PARAMETER NILAI SATUAN SUMBER KETERANGAN Kapasitas Rencana (w 0 ) 180 kg Ditentukan Kadar Air Awal (m 0 ) 65 %bb Nanda SK, 2002 Pada kisaran 65-70% Kadar Air Akhir (m 1 ) 13 %bb Nanda SK, 2002 Pada Kisaran 12-14% Suhu Udara Pengering (T p ) 50 o C Balagopalan C, 1988 Pada Kisaran o C RH Udara Pengering (RH p ) Suhu Udara Lingkungan (T L ) RH Udara Lingkungan (RH L ) 50 % Ditentukan Didasarkan hasil penelitian Sutoyo (2010) yaitu 54.47% 28 o C Ditentukan Didasarkan hasil penelitian Sutoyo, (2010) yaitu 28.7 o C 65 % Ditentukan Didasarkan hasil penelitian Sutoyo (2010) yaitu % Iradiasi Rata-rata (I) 500 Watt/m 2 Ditentukan Berdasarkan Purwoko (2009) yaitu 4.8 kwh/m 2 /hari Densitas Bahan (ρ) 500 Kg/m 3 Nanda SK, 2002 Tebal Tumpukan (t) 2 cm Ditentukan 23

4 Struktur Fungsi dan Alternatif Solusi Struktur Fungsi Struktur fungsi yang menggambarkan konsep pengering berdasarkan interaksi antar komponen Gambar 10. Setiap blok menyatakan hubungan antara masukan dan keluaran. Struktur fungsi terdiri atas ruang pengering (termasuk di dalamnya rak bahan), tungku pembakaran, penukar panas dan pengatur sirkulasi udara. Gambar 10. Struktur fungsi yang menggambarkan cara kerja pengering Panas dari matahari masuk ke ruang pengering melalui proses radiasi, yang kemudian menaikkan suhu udara di ruang pengering dan memanaskan bahan. Udara lingkungan memasuki ruang pengering, dinaikkan suhunya melalui proses pindah panas secara konveksi pada penukar panas. Udara panas yang masuk ke ruang pengering akan memberikan panas terhadap bahan dengan cara konveksi dan sekaligus membawa uap air keluar melalui outlet. Panas yang hilang ke udara terjadi akibat penetrasi terhadap dinding pengering, tungku, penukar panas dan udara yang keluar melalui outlet pengering. Alternatif Solusi Alternatif solusi adalah beragam bentuk fisik dari sub-fungsi struktur yang dapat mengakomodasi fungsi-fungsi yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Bentuk-bentuk fisik tersebutlah yang akan dipilih dan digabungkan hingga menjadi struktur pengering yang dapat menjalankan fungsi-fungsi yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Alternatif solusi diberikan dalam bentuk matriks yang dibagi berdasarkan sub- fungsi struktur. Alternatif solusi yang diperoleh dari hasil studi literatur yang dapat dipilih dan dikembangkan lebih lanjut diberikan pada Gambar

5 Alternatif Solusi Sub- Fungsi Struktur Ruang Pengering (A) Arc Piggy-Back Tunnel Truncated Trapezoid Rak Bahan (B) Penukar Panas (C) Rak Datar Pipa-Ganda Rak Berputar Pelat Datar Cross-Flow Shell & Tube Tungku (D) Tungku Tradisional Tungku Gasifikasi Pengatur Sirkulasi (E) Kipas (Sentrifugal, Aksial, Exhaust) Turbin Ventilator Gambar 11. Alternatif solusi untuk memenuhi spesifikasi pengering Alternatif solusi pada Gambar 11 merupakan varian yang dapat dipilih dan dikembangkan lebih lanjut dengan menyesuaikan dengan spesifikasi produk yang telah dibahas sebelumnya. Alternatif solusi pada Gambar 11 akan dipilih satu untuk setiap sub-fungsi struktur. Alternatif solusi yang dipilih untuk masing-masing sub-fungsi struktur selanjutnya akan digabungkan untuk membentuk struktur fungsi pengering secara keseluruhan. 25

6 Sub-fungsi struktur yang pertama ditentukan adalah penukar panas. Penukar panas yang paling memungkinkan digunakan adalah penukar panas C3, yaitu tipe cross-flow. Penukar panas tipe ini merupakan penukar panas yang dapat beroperasi tanpa menggunakan pompa, yang artinya tidak perlu energi listrik untuk pengoperasiannya. Penukar panas C3 juga merupakan penukar panas yang paling tepat untuk dipasangkan dengan tungku biomassa. Tungku biomassa (D1) merupakan pilihan utama karena biomassa yang akan digunakan adalah kayu bakar, meskipun tungku gasifikasi dapat digunakan namun dalam perancangannya memerlukan studi khusus. Sub-fungsi struktur yang ditentukan berikutnya adalah pengatur sirkulasi udara, terdapat dua pilihan untuk struktur fungsi ini yaitu kipas dan turbin ventilator. Turbin ventilator (E2) dipilih untuk menjadi pengatur sirkulasi udara. Turbin ventilator dipilih karena dapat beroperasi penuh tanpa listrik. Kipas bukan tidak mungkin untuk digunakan, namun jika kipas yang akan dipilih untuk digunakan maka perlu dipikirkan sumber listrik yang akan menyuplai listrik untuk kipas. Kembali pada pertimbangan di awal bahwa pengering dapat beroperasi dengan listrik yang tidak dibangkitkan dari energi fosil maka perlu sumber energi listrik yang dibangkitkan dari sumber energi terbarukan. Alternatif solusi untuk hal tersebut adalah dengan menggunakan panel surya untuk menghidupkan kipas. Penggunaan panel surya tentu akan menambah biaya dalam pembuatan pengering, karena akan diperlukan peralatan tambahan lainnya seperti baterai, panel kontrol dan converter dari arus DC ke AC (jika digunakan kipas AC). Sub-fungsi struktur untuk ruang pengering yang memungkinkan untuk menyesuaikan dengan struktur fungsi yang telah dipilih sebelumnya adalah tipe A1. Pengatur sirkulasi udara beroperas karena pengaruh kecepatan angin dan perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar turbin maka udara juga perlu dikondisikan sehingga dapat memanfaatkan efek chimney dan buoyancy pada udara. Struktur fungsi ruang pengering tipe A1 mungkin perlu dimodifikasi untuk menyesuiakan dengan pola draft udara. Mengacu pada Desrosier (2008) tipe pengering untuk sayuran dan buah-buahan adalah tipe kabinet atau kamar, terowongan, dan tungku, maka tipe rak yang akan digunakan untuk menyesuaikan dengan empat sub-fungsi struktur lainnya yaitu tipe rak datar (kabinet). Tipe rak ini umum digunakan dalam pengering ERK-Hibrid yang telah ada sebelumnya Rancangan Konsep dan Perhitungan Kebutuhan Panas Rancangan Konsep Rancangan konsep pengering disusun dengan menggabungkan alternatif solusi yang dipilih untuk setiap sub-fungsi struktur pengering pada bagian sebelumnya. Sub-fungsi struktur ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat mengakomodasi kerja semua sub-fungsi struktur sehingga kombinasi struktur fungsi ini dapat menjalankan fungsi utamanya yaitu pengeringan. Ruang pengering dalam hal ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan bahan sekaligus sebagai kolektor panas. Bentuk ruang pengering dimodifikasi dari bentuk dasarnya dengan harapan dapat menyesuaikan dongan pola draft aliran udara sehingga dengan konsep ini diasumsikan aliran udara menjangkau seluruh bagian pengering. Rancangan konsep pengering diberikan pada Gambar

7 Gambar 12. Rancangan konsep pengering Perhitungan Kebutuhan Panas Berdasarkan rancangan konsep pengering pada Gambar 12 maka dilakukan perhitungan kebutuhan panas sebagai acuan untuk menentukan dimensi fisik untuk setiap sub-fungsi struktur. Perhitungan secara rinci diberikan pada Lampiran 1 dan hasil perhitungan diberikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kebutuhan panas pengering PARAMETER Kadar Air Awal (m 1 ) Kadar Air Akhir (m 2 ) Kapasitas Rencana (W 0 ) Air yang harus diuapkan (W V ) NILAI SATUAN %bb %bb Kg Kg KEBUTUHAN PANAS Panas untuk menaikkan suhu bahan (Q 1 ) 11.9 MJ Panas untuk menguapkann air pada bahan (Q 2 ) MJ Panas untuk memanaskann udara ruang pengering (Q 3 ) Panas yang hilang karena penetrasi dinding (Q 4 ) Total Kebutuhan Panas (Q T ) MJ MJ MJ SUPLAI PANAS Panas dari matahari (Q S ) 108 MJ Panas dari biomassa (Q B ) MJ KETERANGAN Cp dicari dengan persamaan Siebel H fg yang digunakan untuk suhu 50 o C Iradiasi rata-rata = 500 W/m2, τα = 0.75, Luas terkena radiasi = 4 m 2 Nilai kalor biomassa = kj/kg 27

8 Rancangan Bentuk Rancangan bentuk (embodiment design) untuk masing-masing sub-fungsi struktur pengering adalah sebagai berikut : 1. Ruang Perangkap Panas Sekaligus Ruang Pengering Ruang pengering ini berukuran 2 m x 1.5 m dengan bahan untuk tiang berupa besi hollow 40 x 40 x 5. Dinding ruang pengering menggunakan bahan polikarbonat transparan dengan ketebalan 1.6 mm, dengan trasnmisivitas ± 90%. Bentuk struktur ruang pengering diberikan pada Gambar 13. Gambar 13. Ruang perangkap panas sekaligus ruang pengering 2. Rak Bahan Rak bahan berjumlah 30 dengan ukuran 90 cm x 65 cm, ukuran ini disesuaikan dengan ukuran ruang pengering. Jumlah rak ditentukan berdasarkan perhitungan pada Lampiran 2. Rak disusun secara zigzag, bentuk struktur rak bahan diberikan pada Gambar 14. Gambar 14. Rak bahan 28

9 3. Sumber Panas Tambahan Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 2 maka ditentukan ukuran tungku adalah 700 mm x 475 mm x 400 m (Panjang x Lebar x Tinggi). Volume tungku ini menjadi m 3, volume tungku ini 2 kali lebih besar dari perhitungan karena melihat posisi lubang pengeluaran asap yang berada di ujung tungku, agar asap tidak banyak keluar maka panjang tungku diperbesar. Perhitungan rincin penentuan dimensi tungku diberikan pada Lampiran 2. Ukuran ini inlet udara dari tungku tersebut adalah 0.19 m 2, lebih besar dari yang diperlukan yaitu 0.04 m 2. Ukuran inlet yang lebih besar diharapkan dapat menutupi excess air yang diperlukan. Gambar 15 menunjukkan bentuk struktur tungku. Gambar 15. Tungku biomassa 4. Penukar Panas Penukar panas yang akan digunakan adalah tipe cross-flow. Bentuk struktural untuk penukar panas diberikan pada Gambar 16. Gambar 16. Pipa penukar panas dan rumah pipa penukar panas Skema suhu yang diperkirakan terjadi pada sistem penukar panas ini adalah sebagai berikut : 29

10 t2 T1 T2 t1 Keterangan : T1 = Suhu udara masuk HE T2 = Suhu udara keluar HE t1 = Suhu asap masuk HE t2 = Suhu asap keluar HE Hitungan rinci penentuan jumlah pipa penukar panas diberikan pada Lampiran 2. Jumlah pipa ditentukan sebanyak 42 buah dengan tinggi 400 mm dan digunakan pipa ukuran 1 inch. 5. Pengatur Sirkulasi Udara Dengan harapan bahwa pengering ini tidak menggunakan sumber energi listrik karena diperuntukkan untuk daerah terpencil maka untuk mengatur sirkulasi udara digunakan turbin ventilator. Turbin ventilator yang digunakan memiliki diameter 14 inch sebanyak dua buah. Gambar 17 menunjukkan bentuk turbin ventilator. Gambar 17. Turbin Ventilator Turbin Ventilator adalah sejenis exhaust fan atau roof fan tanpa menggunakan motor penggerak dimana fungsinya adalah menghisap udara panas, debu, juga membantu sirkualsi udara. Cara kerja Turbin Ventilator adalah alat ini berputar dengan memanfaatkan adanya hembusan angin dan adanya perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar ruangan. Udara panas akan naik ke atas dan akan menekan ke luar melalui sirip sirip turbin. Gambar 18 menunjukkan bentuk fisik akhir pengering hasil rancangan yang menggabungkan seluruh sub-fungsi struktur. Foto wujud nyata pengering baik pada saat pengujian maupun pembuatan diberikan pada Lampiran 7. 30

11 4.2. Pengujian Tanpa Beban Gambar 18. Hasil akhir rancangan mesin pengering Pengujian tanpa beban dilakukan untuk mengetahui sebaran suhu pada pengering dan juga mengetahui bahan bakar yang harus diumpankan untuk mencapai suhu ruang yang direncanakan. Pengujian dilakukan padaa tanggal 19 Maret 2012 dari pukul WIB sampai pukul WIB. Dari hasil pengujian kosong ini rata-rata suhu di rak atas, tengah dan bawah berturut-turut 51.1 o C, 48.0 o C dan 41.2 o C. Gambar 19 menunjukkan grafik sebaran suhu dan iradiasi surya. Gambar 19. Grafik sebaran suhu pada uji tanpa beban Suhu maksimumm yang dapat dicapai pada rak atas adalah 63 o C padaa iradiasi 630 W/m 2 dan minimum 40 o C pada saat iradiasi nol karena gerimis namun tiga puluh menit sebelumnya diumpankan biomassa sebanyak 4 kg. Suhu maksimum yang dapat dicapai pada rak tengah adalah 55.2 o C saat iradiasi 504 W/m 2 dan minimum 39.7 o C pada iradiasi nol namun tiga puluh menit 31

12 sebelumnya diumpankan biomassa sebanyak 4 kg. Suhu maksimum yang dapat dicapai rak bawah maksimum 50.5 o C saat iradiasi 504 W/m 2 dan minimum 32.4 o C pada iradiasi nol namun tiga puluh menit sebelumnya diumpankan biomassa sebanyak 4 kg. Suhu di ruang plenum maksimum 59.4 o C pada iradiasi nol namun satu jam sebelumnya diumpankan biomassa sebanyak 4 kg dan minimum 40.7 pada iradiasi nol dan tiga puluh menit sebelumnya diumpankan biomassa sebanyak 4 kg. Suhu lingkungan rata-rata 31.3 o C dan RH rata-rata 67%. Jika dilihat pada gambar diatas maka secara umum suhu pada bagian atas dan tengah telah mampu mencapai target yaitu berada pada kisaran 50 o C, meskipun suhu berfluktuasi. Sementara untuk rak bawah suhu tidak bisa mencapai target karena hanya berada pada kisaran 45 o C. Rendahnya suhu pada bagian bawah pengering diduga akibat penetrasi udara terhadap bagian bawah lantai pengering. Selain itu juga adanya efek bouyancy didalam ruang pengering tersebut dimana udara dengan suhu tinggi dan kerapatan rendah cenderung akan berada di atas dan sebaliknya udara dengan suhu yang rendah dan kerapatan tinggi akan berada di bagian bawah. Kecenderungan udara panas selalu bergerak ke atas inilah yang mengakibatkan suhu pada bagian bawah pengering ini menjadi rendah. Turbin ventilator tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga sirkulasi udara lebih dipengaruhi oleh faktor termal, yaitu suhu udara. Gambar 20 menunjukkan pola pergerakan suhu pada sistem pemanas tambahan, dimana dengan pengumpanan biomassa sebanyak 3 kg dapat mempertahankan suhu plenum pada kisaran o C pada iradiasi rata-rata W/m 2. Fluktuasi suhu yang signifikan adalah pada pukul 11.35, pada jam tersebut iradiasi matahari tinggi yaitu 560 W/m 2, sehingga pengumpanan biomassa dikurangi. Gambar 20. Grafik hubungan suhu pemanas tambahan dan pengumpanan biomassa 4.3. Pengujian Kapasitas Penuh Pada pengujian ini dikeringkan sebanyak 180 kg chip singkong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm dengan tumpukan setinggi 2 cm dengan kadar air awal bahan adalah %bb (

13 %bk).. Bahan dikeringkan n selama 49 jam nonstop dan menghabiskan bahan bakar sebanyak 81.4 kg. Pengujian dilakukan dari tanggal 23 maret 2012 pukul hingga tangga 25 Maret 2012 pukul Iradiasi surya rata-rata selama pengujian ini adalah W/m 2. Total panas yang diperoleh dari energi surya selama a pengeringan adalah MJ. Matahari hanya memberikan energi panas selama a 20 jam selama pengeringan yang dilakukan selama 49 jam ini, sisanya disuplai dari biomassa dengan energy share sebesar esar 7.72% terhadap total energi yang masuk selama pengeringan, sementara sisanya yaitu sebesar % disuplai dari biomassa. Grafik iradiasi asi surya dapat dilihat pada Gambar 21. Berdasarkan perhitungan pada perancangan awal pengering energy share dari panas matahari adalah 19.7%. Perhitungan ini dengan asumsi bahwa efisiensi tungku 30% dan efektifitas penukar panas sebesar 0.4. Nilaii efisiensi sistem pemanas inilah yang membuat perbedaan energy share teoritis dan nyata menjadi jauh berbeda, karena pada kondisi nyata kemungkinan nilai efisiensi berada dibawah nilai tersebut. ebut. Evaluasi terhadap efisiensi sistem pemanas belum diketahui karena laju aliran massa udara yang masuk ke pipa penukar panas tidak diketahui. Gambar 21. Grafik iradiasi surya Suhu rata-rata pengeringan untuk bagian atas, tengah dan bawah berturut-turut adalah 46.2 o C, 42.3 o C dan 34.3 o C. Sebaran suhu pada ruang pengering diberikan pada Gambar 22. Gambar 22. Sebaran suhu udara di ruangan pengering 33

14 Suhu ruangan pada bagian bawah pengering terutama dua rak terbawah selalu berada pada kisaran suhu yang rendah. Suhu maksimum yang dapat dicapai bagian bawah pengering hanya 41.1 o C pada saat iradiasi 700 W/m 2 dengan rata-rata 34.3 o C. Gambar 23. Grafik suhu bahan dan suhu udara pengeringg Gambar 23 menunjukkan hubungan suhu bahan dengan suhu ruangan pengering dan iradiasi. Suhu bahan juga tidak jauh berbeda dengan suhu udara dalam pengering. Suhu bahan rata o C. Suhu bahan rata pada rak atas, tengah dan bawah berturut-turut adalah 40.2 o C, 36.2 o C dan pada dua rak terbawah maksimum hanya 39.4 dengan rata-rata suhu 34.3 o C. Secara umum suhu bahan rata-rata hanya 36.9 o C. Suhu bahan ini jauh dibawah yang ditargetkan yaitu pada kisaran 50 o C. Suhu bahan yang rendah tersebut mengakibatkan energi yang diperlukan untuk penguapan bahan lebih besar dari yang direncanakan karena dengan suhu bahan yang lebih rendah panas laten penguapan air pada bahan juga akan meningkat. Grafik sebaran suhu bahan dapat dilihat pada Gambar 24. Pada saat malamm hari laju aliran udara menjadi sangat lambat. Bahkan pada saat malam hari terjadi pengembunan di dinding pengering hingga setinggi 40 cm dari lantai. Pada malam hari sirkulasi udara dalam pengering hanya memanfaatkan perbedaan tekanan udara di ruang pengering akibat perbedaan suhu. Gambar 24. Grafik sebaran suhu bahan Laju pengeringan bahan untuk sampel pada rak atas (sampel C), tengah (sampel B), bawah (sampel A) dan penjemuran langsung (sampel D) berturut-turut adalah 4.41 %bk/jam, 5.64 %bk/jam, 3.46 %bk/jam dan 5.64 %bk/jam. 34

15 Laju pengeringann pada sampel yang dijemur langsung lebih cepat dibandingkan dengan laju pengeringan dengan pengering karena rata-rata laju pengeringan untuk sampel di dalam ruang pengering hanya 4.50 %bk/jam, hal ini kemungkinan disebabkan uap air yang dilepaskan oleh sampel yang dijemur langsung dibawa lebih cepat oleh aliran angin sehingga pengeringan berlangsung lebih baik. Gambar 25 menunjukkan grafik penurunan kadar air bahan terhadap waktu. Laju pengeluaran uap air dalam pengering sangat lambat yang disebabkan oleh tidak bekerjanya turbin ventilator yang berfungsi menghisap keluar uap air di dalam pengering. Uap air menjadi tertahan di dalam pengering dan menyebabkan laju pengeringan berjalan lambat. Desrosier (2008) menjelaskan bahwa pengeringan akan berjalan lebih cepat jika udara mengalir lebih cepat dan suhu udara lebih tinggi karena penguapan air dari udara ke udara lebih cepat, demikian sebaliknya. Pada rak bagian bawah pada waktu-waktu tertentu terjadi kenaikan massa sampel, hal ini diduga karena campuran udara dan uap air memiliki tekanan yang lebih tinggi dibanding tekanan uap air pada bahan, sehingga yang terjadi adalah adsorpsi uap air dari udara ke bahan bukan desorspi uap air dari bahan ke udara sekitar, karena udara pada dua rak terbawah ini tertahan akibat lemahnya hisapan turbin ventilator dan karena suhunya juga rendah maka akibat kerapatan udara yang tinggi maka udara menjadi terkumpul di bawah. Gambar 25. Grafik hubungan kadar air bahan terhadap waktu Gambar 26 menunjukkan bahwa pada saat iradiasi meningkat makaa laju pengeringan juga mengalami peningkatan. Peningkatan laju pengeringan tidak terlalu signifikan pada saat kadar air mencapai 25 %bb meskipun iradiasi matahari tinggi. Kadar air akhir bahan hasil pengeringan tidak merata untuk bagian atas, tengah dan bawah. Kadar air akhir yang dicapai untuk sampel pada rak bawah adalah 11.8 %bb, rak tengah %bb, rak atas 7.81 %bb dan untuk penjemuran langsung 7.67 %bb. Kadar air sampel sudah melewati target yang diharapkan yaitu 13 %bb, namun jika dilihat secara keseluruhan bahan tidak kering merata. Kadar air bahan untuk kemungkinan berbeda untuk setiap rak, secara umumm seluruh bahan kering namun kualitas bahan hasil pengeringannya kurang baik. Sebagian bahan mengalami penjamuran akibat lambatnya laju penguapan air dari bahan, sehingga memberikan kesempatan untuk mikroorganisme beraktivitas. 35

16 Gambar 26. Grafik hubungan laju pengeringan dengan iradiasi Permasalah utama yang menyebabkan bahan tidak kering secara merata adalah sebagai berikut : (1) sebaran suhu yang tidak seragam pada ruang pengering, terutama pada empat rak terbawah; (2) tumpukan bahan yang terlalu tinggi menyebabkan tidak semua permukaan bahan terkena aliran udara; (3) turbin ventilator yang tidak berjalan menyebabkan laju perpindahan uap air dari pengering keluar menjadi sangat lambat; (4) posisi turbin ventilator yang menghalangi sinar matahari menyebabkan radiasi matahari terhalang; (5) pengumpanan kayu bakar terlalu sedikit sehingga tidak mampu mempertahankan suhu ruang pengering yang konstan Pengujian Setengah Kapasitas Pengujian setengah kapasitas dilakukan karena melihat hasil yang diperoleh pada pengujian dengan kapasitas penuh yang kurang maksimal. Massa bahan awal yang dikeringkan sebanyak 95 kg dengan kadar air rata-rata %bb ( %bk). Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar air akhir yang ditargetkan adalah 28 jam dan menghabiskan kayu bakar sebanyak 56.7 kg. Pengujian dilakukan padaa tanggal 25 April 2012 pukul 8.30 sampai dengan tanggal 26 April 2012 pukul Gambar 27. Grafik iradiasi surya harian pada pengujian kedua 36

17 Iradiasi surya rata-rata untuk pengujian dengan setengah kapasitass adalah W/m 2. Gambar 27 menunjukkann grafik iradiasi surya selama pengujian. Total panas yang diperoleh selama pengujian ini adalah 73.2 MJ. Energy share dari matahari 7.31% dari total energi yang digunakan selama pengeringan. Kontribusi energi matahari pada pengujian kedua ini tidak jauh berbeda dengan hasil pengujian sebelumnya yaitu 7.72%. Kontribusi energi matahari turun 0.41% pada pengujian setengah kapasitas ini. Pada hari kedua pengujian digunakan juga biomassa pada pukul Suhu rata-rata pengering untuk bagian atas, tengah dan bawah adalah 45.4 o C, 41.5 o C dan 36.2 o C. Rentang perbedaan suhu pada uji kedua ini tidak jauh berbeda dengan pengujian pertama dan rata-rata suhu pengering 41.1 o C tidak jauh berbeda dibandingkan saat kapasitas penuh yaitu 40.9 o C. Sebaran suhu pada ruang pengering diberikan pada Gambar 28. Gambar 28. Grafik hubungan sebaran suhu dengan RH Gambar 28 menunjukkan suhu turun mencapai 30 o C pada saat menjelang pagi hal ini terjadi karena pengumpanan bahan-bakar berkurang pada saat menjelang pagi. Kayu bakar diumpankan lebih banyak pada pukul 6.30 dan hal ini ternyata memberikan efek pada meningkatnya laju pengeringan terutama untuk sampel bahan yang berada di tengah dan di bawah. Gambar 29 menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya pengumpanan biomassa pada saat menjelang pukul 7 pagi laju pengeringan juga meningkat. Selain karena meningkatnya suhu ruang pengering akibat penambahan biomassa, diduga hal ini juga terjadi karena terjadinya tempering pada beberapa jam sebelumnya. Tempering ini diduga terjadi karena pada beberapaa jam sebelumnya (dari tengah malam hingga menjelang pagi), karena pada saat tersebut suhu ruangan menurun dan laju pengeringan juga sangat rendah, hal ini menyebabkan terjadi tempering pada bahan secara tidak langsung. 37

18 Gambar 29. Grafik hubungan laju pengeringan terhadap waktu Laju pengeringann pada pengeringan kedua ini juga lebih cepat dibanding pada saat pengujian kapasitas penuh. Pada pengujian setengah kapasitas ini laju pengeringan rata-rata untuk seluruh sampel adalah 8.56 %bk/jam, lebih besar dibanding pengujian pertama yang hanya 4.50 %bk/jam. Laju pengeringan ini meningkat lebih cepat dikarenakan proses pengeluaran uap air berlangsung cukup baik hal ini disebabkan turbin ventilator bekerja lebih baik, turbin ventilator dibantu putarannya dengan menggunakan motor DC 12V. Selain itu, tumpukan bahan juga tidak setebal saat pengujian kapasitas penuh sehingga memungkinkan udara menyebar lebih merata ke semua permukaan bahan dan uap yang dilepaskan bahan juga dapat keluar dari tumpukan dengan lebih mudah. Gambar 30 menunjukkan bahwa perubahan suhu bahan mengikuti perubahan suhu udara di ruang pengering. Perbedaan antara suhu udara pengering dengan suhu bahan tidak terlalu besar. Gambar 30. Grafik hubungan suhu pengering, suhu bahan dan iradiasi Suhu udara pengering rata-rata 41.1 o C, sementara suhu bahan rata-rata 38.2 o C. Perbedaan antara suhu udara dan suhu bahan tidak terlalu jauh hanya sekitar 3 o C, artinya proses pemanasan yang terjadi baik sehingga selisih suhu bahan suhu pengering rendah. Pada saat pengujian kapasitas penuh suhu udara pengering rata-rata adalah 40.9 o C dan suhu bahan rata-rata 36.9 o C, selisih antara suhu bahan dan suhu udara pengering 4 o C, tidak berbeda jauh dibandingkan dengan pengujian setengah kapasitas. Penurunan kadar air selama pengujian setengah kapasitas untuk semua sampel dapat dilihat pada Gambar

19 Gambar 31. Grafik hubungan kadar air terhadap waktu Sampel 3 dan 4 berada di rak teratas sehingga laju pengeringannya lebih cepat dibandingkan dengan yang lainnya, laju pengeringan untuk sampel 3 adalah 9.19 %bk/jam sedangkan untuk sampel 4 adalah 7.92 %bk/jam. Sampel 2 dan 5 yang berada di tengah laju pengeringannya berturut-turut 7.61 %bk/jam dan 8.04 %bk/jam. Sampel pada bagian bawah yaitu sampel 1 dan 6 laju pengeringannya berturut-turut adalah 9.43 %bk/jam dan 9.19 %bk/jam. Gambar 32 manunjukkan hubungan kadar air terhadap laju pengeringan. Gambar 32. Grafik hubungan kadar air terhadap laju pengeringan Peningkatan laju pengeringan terjadi seiring terjadinya peningkatan iradiasi. Pada saat malam hari laju pengeringan cenderung rendah karena beban pengeringan meningkat akibat suhu lingkungan yang juga menurun. Laju pengumpanan bahan bakar juga rendah hanya 3.3 kg/jam. Secara teoritis seharusnya laju pengumpanan bahan bakar adalah kg/jam apabila siang harinya tidak digunakan biomassa sama sekali. Sedangkan jika pada siang harinya digunakan biomassa maka malam hari seharusnya diumpankan biomassa sebanyak 7.7 kg/jam dengan asumsi nilai kalor kayu bakar kj/kg (Gaoss 2008). Kadar air akhir rata-rata yang dicapai untuk seluruh sampel adalah 8.81 %bb. Kadar air akhir ini melebihi target 13 %bb. Efisiensi total pengering untuk pengujian setengah kapasitas ini hanya 39

20 14.84 % turun 3.46 % dari pengujian kapasitas penuh yaitu sebesar 18.3 %. Penurunan ini terjadi karena banyak energi biomassa yang hilang, biomassa yang diumpankan pada pengujian kedua ini hampir 67 % dari total biomassa yang digunakan pada pengujian kapasitas penuh meskipun massa bahan yang dikeringkan hanya setengah dari pengujian sebelumnya Tabel 10 memberikan perbandingan kinerja pengering untuk ketiga pengujian. Tabel 10. Perbandingan Performansi Pengering untuk Ketiga Pengujian Parameter Tanpa Beban Kapasitas Penuh Setengah Kapasitas Massa Awal kg 95 kg Massa Akhir kg 33.1 kg Lama Pengeringan - 49 jam 28 jam Suhu Udara Pengering Rata-rata 46.8 o C 40.9 o C 41.1 o C Suhu Bahan Rata-rata o C 38.2 o C Laju Pengeringan %bk/jam 8.56%bk/jam Energy Share Matahari 9.4 % 7.72% 7.31% Energy Share Biomassa 90.6 % 92.28% 92.69% Efisiensi Total % 14.84% Kontribusi energi dari matahari pada pengujian kedua ini hanya sebesar 7.31% dan biomassa sebesar 92.69%. Energy share dari matahari ini tidak jauh berbeda dibanding dengan pengujian pada kapasitas penuh. Iradiasi harian rata-rata pada pengujian setengah kapasitas hanya W/m 2, iradiasi rata-rata ini bahkan lebih rendah dari yang ditargetkan yaitu sekitar 500 W/m 2. Meskipun demikian kinerja pengering pada pengujain kedua ini lebih baik dibandingkan pada saat pengujian dengan kapasitas penuh, karena seluruh bahan kering merata Performansi Pengering Dari dua kali pengujian didapatkan efisiensi total pengeringan yang berbeda. Pada kapasitas penuh efisiensi total pengeringan adalah 18.3%. Sementara pada pengujian dengan setengah kapasitas diperoleh efisiensi total sebesar 14.84%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wikri (1998), pada pengujian pengering kakao tipe rak zig-zag diperoleh efisiensi total pengering 13.41% untuk mengeringkan 132 kg kakao dari kadar air %bk selama 58 jam dan untuk pengeringan 220 kg kakao dari kadar air %bk diperoleh efisiensi total sebesar 20.61%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandani et al (2009) mengeringkan kapulaga dengan ERK-Hibrid sebanyak 10 kg dari kadar air %bb hingga mencapai kadar air akhir 9-10 %bb diperoleh efisiensi sebesar 16%. Dengan pengering yang sama dengan jumlah kapulaga dikeringkan sebanyak 96 kg dari kadar air awal 87.5 %bb hingga 10 %bb diperoleh efisiensi total 19%. Dibandingkan dengan kinerja pengering ERK-Hibrid lainnya, maka pengering singkong yang 40

21 dirancang ini kinerjanya tidak berbeda jauh dengan pengering ERK-hibrid lainnya, sehingga layak untuk digunakan dan dikembangkan kembali. Biaya pokok pengeringan dalam hal ini belum diperhitungkan, karena pengering belum menunjukkan kinerja yang optimal. Biaya pokok pengeringan terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk operasi pengeringan dan juga untuk pengadaan mesin pengering. Kinerja mesin pengeringa yang ada masih dapat ditingkatkan sehingga analisa biaya pengeringan akan lebih baik jika dilakukan apabila kinerja pengering sudah mencapai kinerja optimalnya Simulasi Aliran Udara Hasil pengujian pengering menunjukkan bahwa performa pengering masih jauh dibawah target yang diharapkan. Permasalahan utama pada pengering yang telah dirancang adalah keseragaman aliran udara di dalam ruang pengering. Bagian atas pengering memiliki suhu yang tinggi sementara bagian bawah pengering cenderung bersuhu rendah, bahkan pada malam hari muncul embun di dinding ruang pengering. Kondisi aliran udara di dalam ruang pengering tidak dapat diketahui dengan pasti, oleh karena itu dilakukan simulasi untuk menduga kondisi aliran pada ruang pengering tersebut. Simulasi dilakukan dengan program Solidworks Educational License 2010 melalui fitur FloXpress yang terdapat di dalam program tersebut. Simulasi ini hanya menunjukkan pola aliran udara pada suhu dan tekanan tertentu tanpa memperhatikan faktor-faktor luar seperti penetrasi udara luar terhadap dinding pengering serta konduksi dan konveksi yang terjadi antara dinding dan udara di dalam pengering. Gambar 33 dan Gambar 34 menunjukkan pola aliran di dalam ruang pengering hasil simulasi. Gambar 33. Pola aliran udara di dalam ruang pengering hasil simulasi (tampak samping) 41

22 Gambar 34. Pola aliran udara di dalam ruang pengering hasil simulasi (tampak atas) Parameter-parameter yang menjadi input dalam simulasi ini adalah sebagai berikut : 1). Kondisi udara keluar heat exchanger Debit = 0.09 m 3 /s Suhu = 320 K 2). Kondisi udara lingkungan Suhu = K Tekanan = kpa Data-data untuk parameter input tersebut diambil dari hasil pengujian pertama, karena pada pengujian pertama turbin ventilator tidak berfungsi dengan baik. Simulasi ini dijalankan dengan menganggap bahwa aliran udara di dalam pengering hanya ditentukan oleh aliran udara inlet tanpa dipengaruhi adanya hisapan udara oleh turbin ventilator karena pada pengujian pertama turbin ventilator tidak bekerja. Data output hasil simulasi diberikan pada Lampiran 4. Hasil simulasi pada Gambar 33 dan Gambar 34 menunjukkan bahwa aliran udara yang terjadi di dalam ruang pengering sangat lambat, kecepatan udara rata-rata berada di bawah 0.1 m/s. Udara panas yang keluar heat exchanger cenderung berkumpul di ruang plenum dan naik ke bagian atas ruang pengering. Sementara bagian bawah ruang pengering tidak dijangkau oleh udara panas. Hasil simulasi ini juga dapat menjelaskan penyebab terjadinya pengembunan pada dinding bagian bawah pengering. Dari hasil simulasi, kecepatan aliran udara pada dinding bagian bawah pengering ini dibawah 0.1 m/s, hal ini menyebabkan uap air tertahan di daerah tersebut. Uap air yang tertahan menyebabkan suhu bola kering dan bola basah menjadi sama sehingga terjadi pengembunan. 42

23 Uap air yang tertahan ini juga menyebabkan tekanan uap air udara di sekitar bahan menjadi lebih besar dibanding dari tekanan uap air dalam bahan, sehingga diduga terjadi difusi uap air dari udara ke bahan dan menyebabkan massa sampel bahan meningkat Solusi Perbaikan Pengering Pengering surya yang telah dirancang menunjukkan kinerja yang belum sesuai dengan target, terutama sebaran suhu yang tidak merata. Beberapa modifikasi harus dilakukan untuk perbaikan pengering yang telah dibuat tersebut. Guna mendapatkan model pengering yang lebih baik maka dilakukan kembali simulasi untuk mendapatkan bentuk struktur yang lebih baik agar aliran udaranya seragam dan suhunya merata. Simulasi untuk mencari bentuk struktur yang lebih baik dilakukan dengan software yang sama dengan simulasi sebelumnya yaitu SolidWorks Educational License Dari beragam bentuk yang telah disimulasikan diperoleh bentuk model pengering yang memiliki sebaran udara paling baik, yaitu model ruang pengering yang ditunjukkan pada Gambar 35. Hasil simulasi untuk variasi model lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 35. Bentuk struktur pengering yang dimodifikasi Parameter-parameter yang menjadi input dalam simulasi ini adalah sebagai berikut : 1). Kondisi udara keluar heat exchanger (masuk ke ruang pengering) Suhu = 320 K Tekanan = kpa 2). Kondisi udara keluar pengering Debit = 0.2 m 3 /s 3). Pengatur sirkulasi udara pada pengering yang dimodifikasi ini kipas berdiameter 250 mm sebanyak tiga buah. Sama dengan simulasi sebelumnya faktor-faktor luar seperti penetrasi udara luar terhadap dinding pengering serta konduksi dan konveksi yang terjadi antara dinding dan udara di dalam 43

24 pengering dan dari udara pengering ke bahan tidak diperhitungkan. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 36 dan Gambar 37. Gambar 36. Pola aliran udara di dalam ruang pengering hasil modifikasi (tampak samping) Gambar 37. Pola aliran udara di dalam ruang pengering hasil modifikasi (tampak atas) 44

25 Hasil simulasi menunjukkan sebaran udara yang cukup baik di ruang pengering. Hasil ini menunjukkan bahwa kinerja kipas lebih baik untuk mensirkulasikan udara. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa dengan debit udara keluar minimum 0.2 m 3 /s, atau kecepatan udara outlet minimum 1.35 m/s dapat memeberikan sebaran aliran udara yang baik di dalam ruang pengering. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa posisi outlet udara yang baik yaitu berada di dinding depan setinggi 1.8 m diatas lantai pengering dengan posisi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 35. Daya kipas yang dubutuhkan untuk tiap kipas adalah 36 Watt, perhitungan rinci mengenai kebutuhan daya untuk tiap kipas diberikan pada Lampiran 4. Gambar 38 menunjukkan perbandingan pola aliran udara pada pengering yang ada saat ini (Gambar A) dengan pengering rancangan baru yang merupakan modifikasi dari pengering yang telah ada (Gambar B). Namun, pengering rancangan yang baru tidak dikonstruksi, hasil simulasi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan jika akan dilakukan perbaikan terhadap pengering yang ada. Gambar 38. Perbandingan pola aliran udara di dalam ruang pengering 45

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada III. METODOLOGI PENELITIAN Alat pengering ini menggunakan sistem hibrida yang mempunyai dua sumber panas yaitu kolektor surya dan radiator. Saat cuaca cerah pengeringan menggunakan sumber panas dari kolektor

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT Oleh : M. Yahya Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Padang Abstrak Provinsi Sumatera Barat memiliki luas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET ABSTRAK Diini Fithriani *), Luthfi Assadad dan Zaenal Arifin **) Telah dilakukan uji perfomansi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO 4205 100 009 TUJUAN PENELITIAN Membuat desain alat penukar panas yang optimal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN Flywheel: Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. IV, No., April 208, hal. 34-38 FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION IGNB. Catrawedarma Program Studi Teknik Mesin, Politeknik Negeri Banyuwangi Email: ngurahcatra@yahoo.com Jefri A Program Studi Teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PENGERING KELOM GEULIS BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN DUA SISI BERPEMANAS PIPA

PENGEMBANGAN SISTEM PENGERING KELOM GEULIS BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN DUA SISI BERPEMANAS PIPA PENGEMBANGAN SISTEM PENGERING KELOM GEULIS BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN DUA SISI BERPEMANAS PIPA Edvin Priatna 1, Ade Maftuh 2, Sujudi 3 1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan sumber energi utama di dunia (sekitar 80% dari penggunaan total lebih dari 400 EJ per tahun).

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG 2002 Belyamin Posted 29 December 2002 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2002 Dosen : Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA KMT-3 RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA Ismail Thamrin, Anton Kharisandi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang-Prabumulih KM.32. Kec.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dalam penelitian pengeringan kerupuk dengan menggunakan alat pengering tipe tray dengan media udara panas. Udara panas berasal dari air keluaran ketel uap yang sudah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Pemberitahuan Pelaksanaan IbM kepada Mitra Pelaksanaan kegiatan ipteks IbM Kelompok Tani Kopi Pemanfaatan Energi Surya dan Limbah Biomassa untuk Pengeringan dimulai setelah

Lebih terperinci

BAB V DATA DAN ANALISA PERHITUNGAN. Seperti dijelaskan pada subbab 4.2 diatas, pengambilan data dilakukan dengan

BAB V DATA DAN ANALISA PERHITUNGAN. Seperti dijelaskan pada subbab 4.2 diatas, pengambilan data dilakukan dengan BAB V DATA DAN ANALISA PERHITUNGAN 5.1 Proses pengambilan data Seperti dijelaskan pada subbab 4.2 diatas, pengambilan data dilakukan dengan cara mengukur temperatur pada tiga jenis bahan bakar yang berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

Uji kesetimbangan kalor proses sterilisasi kumbung jamur merang kapasitas 1.2 ton media tanam menggunakan tungku gasifikasi

Uji kesetimbangan kalor proses sterilisasi kumbung jamur merang kapasitas 1.2 ton media tanam menggunakan tungku gasifikasi TURBO Vol. 5 No. 2. 2016 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo Uji kesetimbangan kalor proses sterilisasi kumbung

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini terus dilakukan beberapa usaha penghematan energi fosil dengan pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 44 3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Industri susu adalah perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang mempunyai usaha di bidang industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya konsumsi bahan bakar khususnya bahan bakar fosil sangat mempengaruhi peningkatan harga jual bahan bakar tersebut. Sehingga pemerintah berupaya mencari

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor 2 2016 ISSN 1412-7350 INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN PK Purwadi*, Wibowo Kusbandono** Teknik Mesin Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA TENAGA ANGIN TURBIN SAVOUNIUS DI DEKAT PANTAI KOTA TEGAL

PRINSIP KERJA TENAGA ANGIN TURBIN SAVOUNIUS DI DEKAT PANTAI KOTA TEGAL PRINSIP KERJA TENAGA ANGIN TURBIN SAVOUNIUS DI DEKAT PANTAI KOTA TEGAL Soebyakto Dosen Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal E-mail : soebyakto@gmail.com ABSTRAK Tenaga angin sering disebut sebagai

Lebih terperinci

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah Adjar Pratoto*, Endri Yani, Nural Fajri, Dendi A. Saputra M. Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 140 IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA Muh. Anshar 1) Abstrak: Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan agar sesuai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN...

BAB I. PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN.... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING Maksi Ginting, Salomo, Egi Yuliora Jurusan Fisika-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN 64 BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN a. Beban Pengeringan Dari hasil perhitungan rancangan alat pengering ikan dengan pengurangan kadar air dari 7% menjadi 1% dari 6 kg bahan berupa jahe dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penurunan Kadar Air Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu ruang pengeringan sekitar 32,30 o C, suhu ruang hasil pembakaran 51,21 0 C dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kalibrasi Termokopel Penelitian dilakukan dengan memasang termokopel pada HTF dan PCM. Kalibrasi bertujuan untuk mendapatkan harga riil dari temperatur yang dibaca oleh

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA Data hasil pengukuran temperatur pada alat pemanas air dengan menggabungkan ke-8 buah kolektor plat datar dengan 2 buah kolektor parabolic dengan judul Analisa

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Azridjal Aziz Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Studi Eksperimental Pengaruh Perubahan Debit Aliran... (Kristian dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Rio Adi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan utama setiap manusia. Energi memainkan peranan penting dalam setiap aspek kehidupan manusia. Semua kalangan tanpa terkecuali bergantung

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci